Hujan deras mengguyur kota membuat keadaan menjadi sangat dingin dimalam yang sudah mulai larut, namun di sudut kota seorang gadis tampak masih sibuk membereskan barang-barang dagangannya bersiap untuk kembali kerumah
"Cih untuk saja dangangan ku sudah habis, bulan ini bisa mencicil utang dan jajan untuk Leo dan Linda". Gumam gadis itu dengan senyum manisnya
Tubuhnya sudah basah kuyup hanya untuk melindunngi barang-barangnya yang tidak seberapa, lalu gadis itu melirik ponsel keluaran lama yang masih dia pakai "Sudah jam 11 malam sebaiknya aku bergegas".
Gadis itu mempercepat langkah kakinya di trotoar kota di mana orang-orang yang berpegian menggunakan mobil atau kendaraan lainnya tapi gadis itu malah memilih untuk jalan kaki untuk menghemat pengeluarannya
Kontrakan.
Tempat yang dia tinggali bersama dengan kedua orang tuanya Mirna dan Anto dua orang tua yang sebenarnya bagi Emi sangatlah tidak berguna alias tidak memiliki peran orang tua terutama Anto pria itu tidak bekerja dan menghidupi keluarganya
Lampu di kontrakan nampak sangat gelap di bandingkan kontrakan lain karena Emi yang memutuskan untuk mengambil tarikan listrik sedang untuk berhemat
"Kakak!.... Kak Emi sudah pulang". Seru seorang gadis kecil bersama dengan pria kecil di jendela
"Loh belum tidur juga?". Tanya Emi dengan senyum manisnya "Kalian besok harus sekolah loh...". Gadis itu mendorong tubuh kedua anak kecil yang hendak memeluknya tubuhnya masih basah dia tidak akan membiarkan dua bocah itu menjadi flu karenanya
Di dalam sana ada Mirna yang duduk sambil bermain ponsel nampak wanita itu tidak peduli siapa yang datang tapi ketika Emi ada di ambang pintu wanita itu langsung berdiri melirik kearah putrinya
"Dapat berapa malam ini Em? tampaknya dagangan mu habis". Mirna nampak tersenyum mengharapkan pendapatan lebih dibandingkan hari biasanya "Gas sudah habis bahan-bahan masak juga"
Ema menghela nafas padahal dia masih basah dan sedikit mengigil tidak sedikit pun Mirna mengkhawatirkan keadaannya, dia mengocek saku mengambil uang yang sudah dia sediakan "Cukup?". tanyanya datar "Berhematlah..."
Mirna tersenyum menerima lembaran uang itu lalu pergi ke kamar karena apa yang dia inginkan sudah dia dapatkan anak-anaknya tentu akan mengikuti kakak mereka
"Kalian tidurlah sekarang ya.... kalian sudah makankan?". Tanya gadis itu memastikan kedua adiknya, kedua bocah itu tampak saling memandang lalu mengangguk membuat Emi bertanya sekali lagi "kalian benar-benar sudah makan?"
"Su..sudah kak, kamu mau tidur dlu".
"Linda kalian sudah makan?". Tanya Ema dia tahu jika Linda tidak akan bisa berbohong sedikitpun jadi dia bertanya lebih keras
"Ka..kami sudah makan kok kak... tapi kami makan hanya dengan nasi dan garam". ucap gadis kecil itu murung "kata Ibu bahan masakan habis"
Ema tersenyum membungkuk menatap kedua adiknya "Kalian mau makan apa? kakak belikan sekarang"
"Ti.. tidak usah kak, toh kami sudah kenyang". Leo tersenyum lebar "Kakak mandilah dan beristrahat kakak kan udah capek".
"Kakak akan belikan kalian makanan enak besok, doakan dagangan kakak laku ya".
"Iya kak". kedua anak itu masuk kekamar mereka untuk beristrahat karena besok mereka akan kembali kesekolah, sekolah yang dibiayai oleh Ema sendiri
kehidupan kedua bocah itu nyatanya lebih baik karena Ema karena dulu Ema sendiri sudah bekerja sejak usia tujuh tahun tekanan berat dalam keluarga Ibunya tidak memberi makan membuat gadis itu mandiri menjadi seorang pemulung untuk makanan dia sehari hari
Hingga dirinya beranjak dewasa seperti sekarang dia mulai mencari kerja serabutan setelah pulang sekolah menghasilkan uang untuk diri sendiri.
Ema tersenyum miris menatap kedua adiknya, nasibnya tidak lebih sama seperti dia baginya Mirna dan Anto bukanlah orang tua yang baik dan suka menelantarkan mereka untungnya dia adalah gadis gigih yang tidak suka mengeluh pada dunia
Sebentar lagi Ayah juga akan pulang sebaiknya aku bersiap dia akan bertingkah lagi kan, mungkin saja dia kalah judi. Sesuatu hal biasa terbesit di benar gadis itu jadi dia memutuskan untuk mandi belum juga memutuskan untuk tidur dia mengambil buku kuliahnya untuk belajar di ruang tamu
Meski sudah larut gadis itu tetap menyempatkan waktu untuk belajar dia tidak ingin kehilangan kesempatannya untuk menjadi seorang sarjana meski kedua orang tuanya tidak mendukung dia tetap berusaha karena menurutnya itulah kunci untuk membuat dirinya keluar dari jurang kemiskinan
Brak!
Suara pintu terbuka benar Anto ada di depan sana setengah sadar setelah minum seharian di luar, Ema hanya menatap sekilas lalu kembali ke bukunya . ck ku harap kau tidak pernah kembali . batin gadis itu dengan hati yang sudah beku
"Ema! mana uang?". Tanya pria itu memukul-mukul meja
"uang? tidak ada aku sudah memberikannya pada Ibu". Jawabnya datar "dan lagi aku sudah memberi mu uang dua hari lalu, sudah habis?". Senyum gadis itu merendahkan membuat Anto marah hendak memukulnya
"Ayah sebaiknya kau tidur, ini sudah malam jangan membuat Leo dan Linda tidak tidur!"
"Heh dasar anak tidak tahu diri! kenapa kau berani mengatur ku hah?! dasar durhaka!'. Anto kesal karena gadis itu bukannya membantu "Kulihat dagangan mu habis, mana uang? cepat berikan pada ku! aku sudah bermurah hati membiarkan mu tinggal di sini!"
"Sudah ku katakan jika uangnya sudah terpakai!". Ema menghela nafas kembali kepada buku-bukunya "Ayah jangan kacaukan kamar ku!". resah gadis itu menghalangi sang Ayah tapi sia-sia dia tidak bisa melawan Antos udah terlebih dahulu mengacaukan kamarnya
"Ck kau sembunyi kan di mana uangnya!".
"Sudah ku katakan jika aku tidak punya uang lagi kenapa kau sungguh keras kepala!".
"Anak tidak berguna"
Anto yang tidak mendapatkan apa yang dia inginkan berujung mendorong tubuh putrinya dengan keras sampai terjatuh di lantai, gadis itu meringis kesakitan kakinya terantuk dinding dengan keras, sedangkan Anto memutuskan untuk keluar rumah melampiarkan amarahnya
'Bagus juga kau pergi...". Ema tersenyum dalam kesakitannya dia tahu Anto akan merampoknya untuk kembali berjudi kadang kala gadis itu berpikir untuk pergi saja tapi ada dua malaikat kecil yang harus dia beri rumah kan "Sakit sekali...". untung saja aku sudah menyembunyikan uang itu batin Ema
Malam itu adalah malam kesekian di mana dia menjadi anak yang berjuang keras lahir di keluarga toxic Ibu dan Ayah yang tidak layak di katakan sebagai orang tua
"Jika aku mendapat pekerjaan layak.... akan ku pastikan aku pergi dari rumah neraka ini...". Batin Ema dia masih berkuliah di tengah kesusahannya untungnya gadis itu adalah gadis pintar membuatnya mendapatkan beasiswa penuh di sebuah universitas ternama di kota itu. besok ada ujian, semoga aku bisa lolos dengan sempurna
Pagi sekali Ema sudah bangun bersiap untuk pergi keluar terlebih dahulu gadis itu mempersiapkan kebutuhan dia dan juga adik-adiknya dia harus memastikan jika dua malaikat kecilnya sampai di sekolah dengan baik
Ya dia melakukan itu setiap saat meski berat itu jauh lebih baik dibandingkan melihat adiknya menjadi suruhan Ibunya, terakhir kali dia melihat kedua adiknya mengemis di pinggir jalan karena Mirna yang menuntut uang bulanan
Miris memang tapi itulah yang harus dia tanggung sampai tiba saatnya akhir perjuangan Ema yang entah sampai kapan akan tercapai
"Bagus semua sudah beres, aku tinggal berangkat saja"
Barang-barang dagangan juga sudah gadis itu siapkan berupa mainan kecil yang dia buat sekreatif mungkin untuk menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang di kota besar itu.
"Leo..Linda kalians udah siap?". Tanya gadis itu bersamaan dengan dua bocah itu sudah bersiap dengan pakaian dan tas mereka
"Siap!".
Ema mendorong sebuah sepeda usang yang biasa dia pakai untuk sehari-hari dia baru saja mengambilnya dari bengkel dekat rumah karena beberapa hari lalu harus di las karena stangnya yang sudah rapuh. Ini bagus, aku tidak perlu capek lagi mengangkat barang-barang ku
Leo duduk di belakang sementara Linda berada di depan Ema berada tepat di atas kotak berisi barang dangan Ema, gadis itu mengayuh sepeda menuju sekolah adiknnya waktu tepat dia memastikan kedua adiknya masuk kedalam pekarangan sekolah barulah dia melajukan kembali sepedanya menuju area kampus
Kampus elite yang di isi oleh kalangan atas tidak membuatnya insecure dan tetap melanjutkan pendidikan nya di sana, meski beberapa orang menghindari gadis itu tapi dua orang manusia rendah hati menunggunya dengan semangat di sana
"Ema!". Teriak salah seorang gadis dengan ceria di susul seorang pemuda dari belakang "Dari mana saja kau! kami sudah menunggu dari lama"
"Huh Michel, Dean .... ini belum terlambatkan".
"Tentu saja belum hanya saja kau sedikit lama". Dean menarik sepeda Ema "Biarkan aku memarkirkan sepeda mu"
Pemuda itu memutuskan untuk memarkirkan sepeda Ema mengingat beberapa orang di sekitar Ema tidak menyukai gadis itu, jadi Dean yang merupakan mahasiswa yang sedikit lebih tinggi dari mereka membuat ketegasan agar tidak mengganggu barang-barang milik Ema
"Sudah ayo... Ema aku berharap kau bisa mengajari kami berdua, ada sedikit mata kuliah yang tidak kami pahami". Dean menarik kedua gadis itu kedalam kelas
Dean dan Michel sendiri adalah pasangan kekasih yang menjalin asmara setelah mereka berteman dengan Ema, dua orang yang sama-sama memiliki hati lembut itu di pertemukan dengan Ema yang notabet nya bukan siapa-siapa bagi Ema dua orang itu adalah anugrah yang Tuhan berikan ketika dia berkuliah
"Kau memang sangat pintar Ema, padahal aku sudah mencoba mempelajari nya berkali-kali kau sangat hebat". Puji Michel merasa sangat terbantu dengan kehadiran Ema
"Ya ku pikir juga begitu padahal aku sudah pasrah jika aku tidak akan bisa menyelesaikan soal ini"
Jam pelajaran kini di mulai semua mahasiswa bersiap dengan selembar kertas yang dibagikan kepada mereka, Ema melirik kertas soal dan ada lekungan senyum di bibirnya pasalnya semua soal itu sudah dia bahas beberapa kali
Tidak sia-sia kerja keras ku . Batin gadis itu
Hingga beberapa jam berlalu semua ujian selesai pada hari itu beberapa mahasiswa tampak tegang dan juga lega karena berhasil menyelesaikan lembar soalan yang mereka kerjakan
begitu juga dengan kedua orang yang tampak menghela nafas mereka berdua duduk dan menyandarkan kepala mereka di atas meja membuat Ema tertawa kecil
"Kalian tidak apa?"
"Tidak tenaga kami habis Ema...". Dean angkat tangan meski pemuda itu adalah pemuda yang pintar tapi penyakit OCD yang dia derita membuat dia berulang kali mengecek lembar jawabannya "Aku merasa setengah nyawa ku menghilang"
"Hahah baiklah, kalau begitu aku akan pergi dulu teman-teman.."
Mendengar pamitan Ema lantar Michel bergerak cepat lalu menarik lengan gadis itu kembali "Mau kemana? kita jalan dulu setidaknnya kita harus makan untuk mengembalikan tenaga"
"Umh tapi.... ". Ema merasa sangat ragu dia melirik jam di dinding sudah waktunya berdagang dia juga harus mencari pekerjaan tambahan kan "Aku tidak punya waktu teman-teman"
Jawaban Ema membuat Michel kesal "Aku akan membeli dagangan mu semuanya". Kesal gadis itu dagangan Ema bukanlah apa-apa baginya uang jajannya sepuluh kali lipat di bandingkan harga dagangan Ema sehari-hari
'Ayolah Ema aku tidak suka seperti ini, kau tahukan betapa bersykurknya aku memiliki kalian di hidup ku"
"Ema ayolah kali ini saja, kita rayakan akhir ujian ini dengan makan sesuatu yang enak kami akan menraktir mu dan dagangan mu juga keponakan ku sedang ada di rumah jadi aku akan memborong mainan mu untuk mereka". ucap Dean dengan sedikit bumbu kebohongan didalam nya
"benarkah?". Ucap gadis itu tapi Dean adalah orang paling jarang berbohong di antara mereka
"Tentu... kau mau ku tunjuk gambar keponakan ku?"
Dengan sedikit kecurigaan Ema menata[ Dean dengan seksama pemuda itu hanya bisa menggaruk tengkuk dan mengalhkan padangannya ke arah lain."Ah baiklah aku ikut kalian kalau begitu"
Restoran.
Ema celingak celingu menatap sekitarnya entah kemana lagi kedua temannya itu membawanya, tampak tempat itu sangat mewah pastilah harga makanannya sangat mahal kan
Tapi kedua orang di depan gadis itu sudah maklum dengan tingkah Ema dan dengan liciknya mereka membawa gadis itu ke tempat mewah dengan menu makanan dengan harga yang lumayan dan sengaja tidak tertera di menu yang mereka tunjukan
"apa ini... dimana label harganya?".tanya Ema menatap buku menu itu "Bagaimana jika kita salah pilih? nanti harganya terlalu mahal lagi"
"Ah sudhalah serahkan pada ku, uang saku ku akan membayar itu semua". Ucap Michel memutar bola mata malas "Pesan saja apa yang kau inginkan, semua ini adalah harga murah bagi ku"
Dengan terpaksa Ema memilih makanan dengan bentuk yang menurutnya wajar di sana, semua gambar makanan di menu itu tampak menggiurkan tapi Ema seperti biasanya dia akan sadar diri dan hanya memesan satu menu saja
"Pesan lagi Ema... untuk kedua adik mu juga". Pinta Dean dan ema langsung menggelen tapi pemuda itu tetap memaksanya hingga Ema memesan dua menu yang sama untuk adiknya
"Terimakasih teman-teman". ucap gadis itu dengan haru "Kalian tidak pernah mencela ku, malah selalu membantu ku". Akhirnya adik-adik ku bisa makan makanan enak, aku harus sembunyi agar Ibu dan Ayah tidak merampas makanan ini
Pada akhirnya Dean memborong seluruh dagangan Ema dengan alasan jika keponakannya ada banyak, Ema yang semula menolak tapi berakhir pasrah karena kedua orang kaya di depannya sudah menyudutkan kemiskinannya
"Kau tidak perlu membayar untuk sisanya Dean, aku memberinya cuma-cuma lagipula kau memberi harga terlalu mahal untuk ini"
"Tidak apa ini hanya receh bagiku". Ucap Dean sombong "Iyakan sayang"
"Tentu orang kaya seperti kami tidak mempan dengan pengeluaran sekecil ini". Michel bersandar dengan mesra di pundak Dean
"Ck kalian sudah mengejek ku miskin beraninya kalian bermesraan di depan ku". Gadis itu cemberut meski begitu lekungan senyum tidak menutupi rasa bahagiannya "Terima kasih teman-teman"
"Ish apa coba, hanya segini doang tidak perlu berterimakasih". ucap Michel "Kami pulang dulu Ema, hati-hati di jalan, takutnya sepeda mu patah lagi" ucap Michel"
Dia hanya bisa tertawa kecil saat kedua orang itu mengoloknya dengan candaan, ya Dean dan Michel melakukan hal itu tidak lain agar Ema terbantu mereka tahu gadis itu juga akan bekerja partime setelah libur kuliah membantu Ema adalah hal kecil yang dapat mereka lakukan
Dalam perjalanan pulang kerumah keadaan sudah sore sungguh tidak dia duga jika dia bisa lupa karena menghabiskan waktu dengan kedua sahabatnnya hanya untuk bercerita dan bercanda satu sama lain
Di jalan pulang Ema menatap beberapa barang rongsok di jalan pulang sebagai ganti dia tidak bekerja hari itu, dia memutuskan untuk memulung mengumpulkan rongsokan dan sampah plastik lain nya
"Sepertinya satu hari ini aku mendapatkan rezeki nomplok, banyak juga baeang rongsok di sini jika aku menjualnnya sudah lumayan". Batin gadis itu bersemangat mengumpulkan barang rongsok di sana memasukan nya dalam karung
Semua barang terkumpul dan hari sudah gelap gadis itu memutuskan untuk pulang kerumah tidak sabar untuk bertemu dengan kedua adiknya juga memberi mereka makanan enak pemberian Dean dan Michel
"Leo...Linda". Panggil gadis itu, bukannya ada sahutan dia malah mendengar suara tangisan dari dalam rumah "Leo, Linda". Gadis itu merasa cemas dan berlari kedalam kamar mendapati kedua adiknnya yang baru saja di pukul oleh Anto
"Ayah Ibu apa yang kalian lakukan!". teriak Ema kedua adiknya berlari memeluk kakinya dan menangis sengugukan ada bekas luka di wajah Leo dan Ema yakn itu ada perbuatan Ayahnya
"Ck dasar anak durhaka, ternyata di sini kau menyembenyinkan uang huh!". Bentak Mirna "Tidak sadar diri sudah di besarkan". Wanita berusia 37 tahun itu mengomel karena merasa di tipu oleh sang anak
"Kembalikan uang ku!itu sangat penting bagi ku Ayah...". Teriak Ema mencoba merebut uang itu dari tangan Anto tapi pria itu justru mendorong putrinya
"Bersykurlah karena kami sudah membiarkan mu tinggal disini!". Kesal Anto "Kalau tidak kau sudah jadi gelandangan di luar sana". Kata Anto dengan amarah membara tidak sadar jika selama ini Emalah yang sudah menanggung biaya hidup dan juga kontrakan mereka "Sudah di besarkan bersyukur sedikit!"
Ema menangis karena sakit yang menimpannya di tambah kelakuan kedua orang tuannya, kedua adiknya menangis tapi dua orang di depan sana malah sibuk membagi dua uang yang sudah dikumpulkan Ema dengan susah payah
"Itu untuk kuliah ku, kembalikan! aku membutuhkannya untuk semster akhir....". Isak gadis itu memohon bersujut di depan kedua orang tuannya tapi sia-sia Anto dan Mirna lebih memilih keluar meningalkan ketiga anak mereka disana
"Ck kalau begini kan aku bisa pergi main judi lagi..". Batin Anto girang
"Segini cukuplah untuk membeli make up". Mirna juga menyusul keluar, seperti hari-hari biasa wanita itu akan menghabiskan waktu di luar mencari pria lain yang lebih dari Anto
Pasutri itu memiliki sikap yang tidak jauh berbeda karena itulah mereka selalu bersama jika bukan karena Ema kedua adiknya mungkin akan berakhir seperti pengemis yatim piatu
"K..kakak....".Isak Leo "Maafkan aku kakak aku sudah mencoba menghalangi Ayah dan Ibu..."
"Mereka curiga sejak kemarin kak,... " tangis Linda "... Ayah mengancam kami..."
Isakan kedua adiknya membuat hati Ema lebih teriris bagaimana bisa kedua orang nya begitu tega hidupnya tidaklah mudah selama ini
"Kakak...". Isak Leo "Kita pergi saja yuk, tidak ada gunanya kita di sini kakak akan semakin menderita...". tangis anak kecil itu
"benar kak... hiks ... kami akan bantu kakak mencari uang..... agar kita punya tempat tinggal tidak jika kecil asal bersama kakak kami akan baik-baik saja..."
Ema terdiam benar mereka akan semakin terpuruk jika tinggal bersama kedua orang tuannya tapi bagaimana mereka harus pergi . Aku masih punya cukup uang dari Dean dan Michel, ya aku akan memkainya mencari kontrakan kecil...kami tidak bisa terus seperti ni
"Kakak akan memberikan yang terbaik untuk kalian...". Ema menatap kedua adiknya dengan haru dia sudah memutuskan tekatnya dia harus pergi dari lingkungan orang toxic seperti Mirna dan Anto
Sejak kecil aku tidak dapat nafkah begitu juga dengan kedua adik ku jadi untuk apa tetap bertahan di sini, aku harus mencari tempat di mana Ayah tidak akan bisa menemukan kami. Ema tersenyum . Ayah dan Ibu sama bodohnya mereka bahkan tidak tahu di mana Leo dan Linda bersekolah aku yakin mereka bahkan tidak tahu jika anak mereka bersekolah.
"Baiklah Leo, Linda... dengarkan kakak ......"
Pagi-pagi sekali matahari terbit dengan cerah seperti tekat seorang gadis Ema menyusun sebuah kotak dangan namun kali ini nampak lebih besar dari biasnaya juga dengan tas yang sudah di isi kebutuhannya
Dia melirik kamar orang tuannya Mirna nampak belum bangun ya wanita itu pulang subuh jadi dia akan tidur sampai siang dan Anto dia yakin jika pria itu tidak akan pulang sampai dua hari kedepan
Uang yang kukumpulkan tidaklah sedikit, dia pasti sudah berfoya-foya dengan uang itu. Batin Ema tidak rela . Itu bagus setidaknya aku sudah membayar apa yang kalian berikan pada ku, bahkan ini sudah lebih
Selamat tinggal Ayah...Ibu... walau panggilan itu tidak pantas untuk kalian berdua. Ema menatap rumahnya dengan sendu, kontrakan ini menjadi saksi bisu segala traumanya dan kekesalannya pada kedua orang tuanya
"Ayo kakak". Leo tersenyum cerah pemuda kecil itu tampak sangat bahagia dengan rangsel nya yang menggembung
"Kalian sudah siap? pegangan lah"
Dengan Semangat Ema mengayuh sepedanya menjauh dari pekarangan kontrakan menuju sekolah Leo dan Linda dan selama mereka bersekolah dia akan mencari kontrakan di sekitar sana
"Ingat tunggu kakak di sini, kakak akan menjemput kalian dan sebisa mungkin hindari orang yang kalian kena mengerti!"
"Mengerti kak". Ucap mereka berbarengan sebelum masuk ke kelas mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!