Namaku samudra, aku hidup dan dibesarkan di sebuah panti asuhan muara kasih bunda. Aku tidak tahu siapa kedua orang tuaku, yang aku tahu hanya bu asih lah yang menjadi orang tua asuh ku. Pernah suatu hari aku akan di adopsi oleh seorang pengusaha kaya, tapi aku dengan keras menolaknya. Karena aku tidak ingin berpisah dan meninggalkan panti asuhan yang telah membesarkan aku, aku tahu jika bu asih sangat kecewa dengan keputusanku waktu itu. Tapi aku bertekat jika aku tidak akan meninggalkan panti ini, sampai sudah beranjak dewasa dan mampu menghidupi diriku sendiri.
Saat aku sedang bermain dengan teman temanku, aku melihat ada seorang gadis kecil yang berusia dua tahun. Dia sangat lucu, dan entah kenapa aku sangat tertarik melihatnya. Aku berusaha mendekatinya, dan mencoba menenangkan dia agar tidak menangis lagi.
“Hei adik kecil, ini..” aku memberikan permen yang tadi di berikan bu asih saat aku membantunya membawakan barang belanjaan, anak itu menatapku dengan linangan air mata dan ingus yang menggalir dari hidung mancungnya.
“Jangan nangis ya, ini kakak kasih permen.”
Anak itu terdiam dan menggambil permen milikku, dia memainkannya tanpa mau memakannya. Dia terlihat sangat imut, tapi sayang tubuhnya penuh dengan bekas luka yang hampir mengering. Aku sangat kasihan melihatnya, dengan perlahan aku jongkok di depannya. Dia menatapku dengan mata imutnya, ku usap air mata yang menetes di pipi gembulnya.
“Namanya langit, ibu sengaja memberikan nama itu untuk dia.” Aku menoleh saat mendengar suara seorang wanita yang teramat aku kenal, bu asih tersenyum menatapku.
“Kasihan dia bu, kenapa bisa dia luka luka seperti ini.” Tanya ku penasaran melihat penuh luka di tubuh langit.
“Mbak ira yang menemukan dia di semak semak dekat panti, ibu juga tidak tahu siapa yang telah tega membuang gadis seimut dan secantik ini.” Bu asih mendekati langit, tampak langit sedikit takut mengetahui bu asih yang akan mendekatinya.
“Bu biar samudra yang membujuknya, tampaknya dia masih takut.” Aku mencoba mendekati langit, dan terlihat langit tersenyum sambil menyodorkan permen pemberianku. Dengan cepat aku membukanya dan memberikan ke langit agar dapat dia makan, bu asih tersenyum lega melihat langit bisa tersenyum saat ini.
“Bawa dia masuk sam, kita urus dia.”
Aku mengikuti bu asih dari belakang, dan berjalan sambil memegang tangan langit erat.
“Samudra, bisa bantu ibu memandikan langit. Dan tolong ambilkan baju milik rini di lemari itu, sepertinya muat jika di pakai langit.”
Aku menuruti ucapan bu asih, segera aku ambilkan baju milik rini. Aku serahkan baju tersebut ke bu asih, terlihat bu asih sangat telaten mengurusi langit saat ini. Tidak ada pemberontakan atau ketakutan dari langit saat bu asih memandikannya, langit menatapku dan tersenyum manis ke arahku.
“Jika sudah mandi kamu bisa ikut main sama kak samudra, tapi kamu mandi dulu ya…” ucap bu asih, membujuk langit agar mau menuruti ucapannya.
“Iya, kak samudra tunggu aku ya…” aku baru pertama kali mendengar suara milik langit, suara itu terdengar sangat imut dan sangat lembut.
“Iya kak samudra tunggu.”
Setelah selesai mandi dan badan langit sudah terlihat bersih dan wangi, aku mengajaknya bermain bersama teman teman yang lain. Dia terlihat sangat bahagia, walau awalnya di sangat takut, karena ini adalah tempat yang sangat asing baginya. Tapi rasa takut itu hilang, saat rini dan gendut berusaha membujuk langit untuk bermain bersama.
Tiba lah waktu malam hari, dan kami semua harus segera tidur karena besuk kami juga harus berangkat sekolah. Langit mulai menangis dan tidak mau pisah dengan ku, dia menggenggam erat tanganku. Bu asih dan mbak ira sampai bingung sendiri memisahkan langit dari ku, dengan terpaksa aku di suruh tidur dengan langit.
Dan pagi harinya saat aku akan berangkat sekolah, langit juga menangis merengek ingin meminta ikut denganku ke sekolah. Bu Asih dan mbak ira bersusah payah menangkan langit yang menangis histeris waktu itu, dan sejak hari itu ketika aku akan berangkat sekolah aku selalu berjalan mengendap endap agar tidak di ketahui langit.
Tak terasa sudah delapan belas tahun aku hidup di panti tersebut, dan sekarang sudah saat nya aku memutuskan akan keluar dari panti asuhan, karena aku bertekat akan membantu pemasukan untuk panti yang menjadi tempat tinggal ku selama ini.
Melihat semakin banyaknya anak anak yang berada di panti, dan semakin kurangnya dana dari para donatur. Dan saat itu aku bertekat untuk keluar dari panti dan harus bekerja, untuk membantu menutupi biaya panti.
Saat aku akan berpamitan Ke langit, tampak wajah langit yang terlihat sangat kesal tak mau menatapku sama sekali.
“Lala, kak sam pergi dulu ya. Kak sam janji sebulan sekali akan pulang ke panti untuk menemui kamu, kakak janji.” Langit menoleh menatapku dengan mata indahnya, terlihat senyum indah dari bibir langit yang terlihat sangat merah alami tanpa pewarna sama sekali.
“Kak ingat…!!! Janji itu adalah hutang, dan…”
“Hutang harus di bayar lunas tanpa kredit.” Aku meneruskan ucapan langit, yang sudah aku hapal kelanjutan kalimatnya. Kami tertawa bersama, dan tiba tiba langit memelukku dengan sangat erat.
Aku dapat merasakan jika tubuh langit bergetar karena menahan isakan tangisnya, aku mencoba menenangkannya dengan mengelus punggungnya pelan. Aku tahu langit sangat tidak rela melepaskan aku pergi dari panti, tapi aku pergi karena ingin membantu meringankan beban di panti yang selama ini menjadi rumah kami.
“Aku pasti akan kangen sama kak samudra, aku pasti akan merindukan kak samudra. Sebulan sekali kak samudra harus pulang, bener benar harus pulang menemui aku.” Ucap langit sambil sesenggukan menangis.
“Hmm… iya kakak janji, jika kak samudra sukses. Kakak akan ajak kamu untuk tinggal bersama kakak, bagaimana…?”
Langit menatapku sambil membersihkan air matanya, dia mengangguk setuju akan ucapanku yang akan mengajaknya tinggal bersama.
“Ya sudah, sana kak samudra pergi. Nanti keburu malam, semoga kak sam sukses, dan secepatnya bisa bawa aku tinggal sama kak samudra.”
Aku menatap wajah cantik langit lama, aku ingin mengingat wajah cantik itu dan menyimpannya di memori otakku. Karena jika aku kangen dengan adikku yang satu ini, aku bisa mengingatnya.
“Kak samudra berangkat dulu ya, ingat turuti apa kata bu asih. Jangan suka membantah ucapannya, kasian beliau sudah tua.”
Aku lihat langit tersenyum mendengar ucapanku, aku tahu jika dia menertawakan ku sekarang.
“Baik kak, aku akan ingat semua pesan kamu.”
Sebenarnya aku sangat berat meninggalkan panti dengan semua kenangannya, tapi yang paling membuatku sulit untuk meninggalkan panti tersebut adalah. Saat aku harus jauh dari langit dan tidak bisa lagi bersamanya, aku berjalan menjauh dari panti dan langit.
Aku berjalan menghampiri temanku rudi yang sudah menungguku di depan panti, dia juga di besarkan di panti tersebut bersamaku.
Dan sementara ini aku akan tinggal bersama rudi, sebelum aku mendapatkan pekerjaan.
Sudah hampir satu bulan aku tinggal bersama rudi, dan sekarang aku sudah bekerja menjadi cleaning servis di sebuah perusahaan besar. Gaji yang tidak begitu besar dan pendidikan ku yang hanya lulusan SMA, membuat aku menerima pekerjaan sebagai tukang bersih bersih di perusahaan tersebut.
Aku sangat bersyukur bertemu dengan orang orang yang sangat baik di perusahaan tersebut, apalagi dengan para kaum hawa yang selalu baik memberikanmu sebagian bekal makan siang untukku.
“Sam, malam minggu nanti kamu akan jalan kemana.” Tanya putri salah satu staf yang bekerja di bagian cleaning servis juga sepertiku.
“Aku mau pulang ke rumah.” Jawabku singkat, sengaja aku bersikap dingin ke semua staf wanita. Karena aku tidak ingin membuka hati ku, yang ada di pikiranku saat hanya ingin membahagiakan
Langit dan ingin membawanya tinggal bersamaku.
“Oh… sebenarnya, anak anak ngajakin jalan. Mereka suruh aku ajak kamu sekalian, tapi malah kamu mau pulang ke rumah. Ya sudah aku sendirian aja deh kalau gitu.”
Aku hanya melirik melihat putri yang tampak kecewa dengan jawaban yang aku berikan, aku tahu jika putri hanya beralasan. Dan aku bisa merasakan jika putri mempunyai rasa untuk aku, bukannya sok kepedan, tapi memang kenyataannya.
Berulang kali dia selalu membuatkan bekal khusus untuk aku, dan selalu membantu pekerjaanku tanpa aku minta. Dan dari itulah aku sadar jika dia menaruh hati untukku, jadi lebih baik aku memilih bersikap dingin dan hanya menerima kebaikan dari para staf wanita tanpa mau membalas ajakkan mereka.
Hari ini aku akan pulang ke panti dengan mengendarai motor yang baru saja aku beli dari gaji yang aku dapat kemarin, dengan gaji yang pas pasan aku hanya bisa menggambil kredit motor dengan cicilan lima tahun. Tapi aku sangat bersyukur bisa membeli motor dengan jerih payah dan keringat ku sendiri, dengan hati hati aku menjalankan motor matic milikku menuju ke arah panti muara kasih bunda. Entah kenapa jantungku rasanya sangat berdegup kencang membayangkan akan menjumpai langit, adik yang sangat aku rindukan selama ini.
Aku bersenandung menyanyikan musik ke sukaan ku di dalam perjalanan, tanpa terasa aku sudah sampai di depan panti asuhan tempat di mana aku di besarkan selama ini.
Ku standarkan motor matic ku, segera aku masuk kedalam panti. Tampak adik adikku yang tadi bermain menghampiriku dengan berlari kencang, aku rentangkan kedua tanganku menyambut kedatangan mereka sambil berjongkok.
“Kak samudra…” teriak mereka menghampiriku, tampak senyum cerah menghiasi wajah wajah lugu mereka.
“Apa kabar kalian, baik baik saja kan.” Tanyaku menatap mereka.
“Kami baik kak,” jawab mereka kompak, aku serahkan bungkusan kantong plastik hitam besar yang berada di tanganku, sebelum datang ke panti aku sengaja membelikan beberapa snack untuk mereka. Aku tahu jika bu asih tidak memperkenankan mereka makan snack buatan pabrik, dengan alasan banyak mengandung micin. Tapi menurutku tidak apa apa, jika hanya sekali atau dua kali memakannya.
“Terima kasih kak.” Jawab mereka antusias sambil membawa bungkusan yang aku berikan, aku berdiri dan mencari keberadaan langit yang entah kemana.
Ku langkahkan kakiku mantap menuju ke kamar milik langit, tampak pintu kamar langit sedikit terbuka. Tanpa menunggu lama aku masuk ke dalam kamarnya, aku lihat dia berbaring sambil menutup seluruh tubuhnya dengan selimut yang terlihat sudah usang.
Ku belai rambut panjangnya, dan betapa terkejutnya saat aku menyentuh dahinya terasa begitu sangat panas. Segera aku sibakkan selimut yang tadi dia pakai, dan membangunkan langit yang sudah terlihat sangat pucat.
“Lala… bangun la, ini kak sam datang. La… bangun…” aku panik melihat langit yang tak kunjung bangun, dengan segera aku pergi dan berlari menuju ke teras belakang. Aku melihat bu asih dan mbak ira yang sedang akan meracik lauk untuk sarapan besuk, dengan panik aku memanggil bu asih yang sedang mencucuri sayur di wastafel.
“Bu, langit sakit badannya panas sekali.” Aku lihat bu asih sangat terkejut melihat kedatangan ku, sedangkan mbak ira menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Mereka melihatku dengan tatapan penuh dengan linangan air mata, aku terdiam melihat reaksi berlebihan mereka.
“Kamu pulang samudra.” Ucap bu asih yang tiba tiba berjalan tergesa dan memelukku.
“Iya bu, samudra pulang.” Jawabku lirih, aku jadi terdiam terpaku merasakan tangisan bu asih di pelukanku.
“Langit sakit sudah satu minggu ini, dia tidak mau makan. Dia menunggu kedatangan kamu sam, dia selalu menghitung hari dimana kamu akan pulang ke sini.”
Ucap mbak ira sambil menatapku dengan linangan air mata, hatiku benar benar sakit mendengar ucapan mbak ira. Langit sakit gara gara aku, dia sakit gara gara aku tidak segera datang ke panti.
Bu asih segera melepaskan pelukannya, dia menepuk kedua pundakku dengan kedua tangan yang sudah terlihat berkeriput.
“Aku lupa memberikan langit obat, sebentar aku ambilkan dan kamu paksa dia buat minum obat.” Bu asih berjalan cepat menuju ke ruang tengah, aku lihat dia menggambil obat di sebuah kotak yang bertuliskan kotak obat. Dengan segera aku mengambilnya, dan saat aku akan melangkah menuju ke kamar langit. Mbak ira menghentikan langkahku dan menyerahkan sepiring nasi dan juga satu botol minuman untuk langit.
“Paksa dia makan sam, dari tadi pagi dia tidak mau makan.” Aku segera mengambilnya dan masuk ke dalam kamar langit, aku lihat langit masih tertidur dengan begitu nyenyaknya. Terpaksa aku harus bangunkan anak bandel ini dengan sedikit keras, ku pencet hidung mancungnya dan ku paksa di untuk duduk bersandar di kepala ranjang.
Aku lihat langsir akan membuka matanya, dia mungkin sangat terganggu karena ulah ku saat ini. Dengan perlahan dia membuka matanya dan menatapku, aku melihat kembali mata indah milik langit yang selalu aku rindukan.
“Kak sam, benarkah ini kamu. Aku tidak berhalusinasi kan…?” Aku mendengar suaranya yang terdengar lemas, aku mencoba tersenyum dan mengangukan kepalaku lemah. Sejujurnya di dalam hati, aku sangat ingin menangis melihat keadaan langit yang begitu sangat menyedihkan.
“Iya ini aku, samudra kakak kamu.” Lirih ku menjawab pertanyaan langit, dengan tiba tiba langit memeluk tubuhku. Dia menangis sesenggukan di pelukanku, akupun membalas pelukannya dengan erat. Ku usap rambut panjangnya dengan sayang, aku sangat tersiksa jika melihat langit menangis seperti sekarang ini.
“Maaf lala, kak langit terlambat datang ke panti. Kamu pasti sudah menunggu kakak, kamu pasti kesal sama kakak.” Lirik menyalahkan diriku sendiri, aku merasakan langit menggelengkan kepalanya.
“Tidak apa apa kak, yang terpenting kak sam sudah ada di sini. Kak… langit kangen sama kakak, langit rindu sama kakak.”
Mendengar ucapan langit rasanya hatiku sangat berbunga bunga, ternyata tidak hanya aku yang merindukannya, tapi dia juga sangat merindukan ku sampai jatuh sakit seperti ini.
Aku melepaskan pelukanku, dan menatap wajah satunya. Dia tersenyum sangat manis sambil menundukkan kepalanya, ku angkat dagunya dengan pelan.
“Kamu belum makan kata mbak ira, sekarang kakak suapin kamu. Setelah itu minum obat, jika besuk kamu sembuh. Kakak ajak kamu jalan jalan, gimana…?” Aku lihat langit tersenyum senang mendengar ucapanku, segera dia menggambil makanan yang ada di piring dan memakannya sampai habis. Aku yang awalnya ingin menyuapinya menjadi urung, karena langit yang dengan cepat menghabiskan makanan tersebut.
Terlihat piring yang sudah tampak kosong dan bersih tak tersisa, segera aku serahkan obat yang di berikan bu asih tadi. Aku serahkan obat itu ke depan langit dan memaksanya untuk meminumnya, pada awalnya langit akan menolak tapi dengan segala pemaksaan akhirnya dia mau meminum obat pemberianku.
Pagi ini rasanya aku sangat malas sekali untuk bangun dari tempat tidur ku, tapi teriakan suara cempreng langit membuatku dengan terpaksa harus membuka kedua mataku.
“Kak samudra….!!! Ayo katanya mau ajak aku jalan jalan, kak samudra beli motor baru ya. Waaaahhh… aku pengen jalan jalan ke puncak kak, ayo buruan bangun.” Langit menggoyang goyangkan tubuhku dengan kencang, tapi entah kenapa aku senang dengan perlakuan langit. Karena sikap random langit yang seperti ini, membuatku yakin jika dia sudah sembuh.
“Hmm… bentar la, bangunkan kakak satu jam lagi. Kak sam masih ngantuk banget, boleh ya…”
“Enggak… enggak boleh, kak sam harus bangun sekarang. Keburu siang kak, ayo bangun. Kalau tidak bangun aku gelitikan biar kak sam nggak bisa tidur.”
Aku merasakan tangan langit yang mencoba menyentuh pingganku, dengan cepat aku memegang ke dua tangannya. Langit yang terkejut menatapku dengan kedua mata indahnya, aku menggelengkan kepalaku memohon agar dia tidak melakukannya.
“Baik la, kak sam bangun. Kamu tunggu diluar, buat kak sam mandi dulu. Kamu sudah makan…?” Aku lihat langit menggelengkan kepalanya, pertanda dia belum makan pagi ini.
“Oke kita makan diluar, sekalian kita jalan jalan. Kakak akan ikuti kemauan kamu seharian ini, sebelum kakak kembali lagi ke kota.”
Aku lihat langit langsung pergi dari kamarku dengan cepat, sikap langit yang seperti ini yang membuatku selalu merindukannya.
Setelah setengah jam aku bersiap, aku lihat langit sudah menungguku diatas motorku dengan tersenyum melihat ke arahku. Aku berlari cepat menghampiri langit, dia tampak sangat antusias pagi ini. Aku sampai heran dengan langit, padahal tadi malam dia terlihat sangat kesakitan.
“Kita ke puncak ya kak, aku pengen sekali ke sana.” Ucap langit meminta jalan jalan ke puncak, akupun menuruti keringanan langit. Aku akan menggunakan hari liburku ini untuk bersenang senang dengan langit, aku tidak peduli jika besuk aku harus pulang lebih pagi dan langung berangkat kerja.
Aku menjalankan motorku dengan kecepatan di atas rata rata, aku ingin cepat sampai di tempat tujuan kami. Langit terlihat sangat cerah di atas sana, seperti mendukung perjalanan kami hari ini.
Setelah sampai di tempat tujuan yang di inginkan langit, aku sengaja menggandeng tangannya agar selalu berada di dekatku. Aku tidak ingin langit jauh dari pandanganku walau sedetikpun, aku melihat langit yang selalu tersenyum senang.
Tampak sebuah danau terbentang di depan kami, dengan sengaja langit melepaskan tanganku dan berlari menghampiri angsa yang ada di tepi danau. Aku segera menggambil handphone ku yang ada di saku celana jens ku, aku ingin mengabadikan wajah langit untuk dapat aku lihat setiap aku kangen dengan langit.
“Kak samudra, ish… kamu iseng banget sih, curi curi foto aku.” Langit berlari menghampiriku, dengan cepat aku sembunyikan handphone milikku di saku celana.
“Ayo kita kesana…” aku menarik lengan langit dan mengajaknya menuju ke sebuah taman yang terlihat sangat indah.
“Kak… bagus banget, aku suka… ayo kita foto bersama, mana tadi hand phone milik kak sam.” Aku merasakan langit meraba saku celanaku, Shit.. apa yang langit lakukan saat ini membuatku panas dingin.
“Langit… langit… hentikan tangan kamu, biar Kakak ambilkan.”
“Kakak pelit banget sih, ya sudah cepat ambil.” Langit tampak muram setelah aku menyingkirkan tangannya sedikit kasar.
Aku mengambil hand phone milik ku dan menyerahkan ke depan langit, dengan cepat langit segera menggambil nya. Seketika aku tertawa melihat langit yang bingung saat akan membuka hand phone ku, aku mendekati langit dan mengajari dia cara membuka handphone milikku. Aku senang jika melihat langit yang menurut seperti ini, dia tampak seperti kucing manis yang menurut sama tuannya.
“Kak handphone kakak bagus banget, gimana cara buka kameranya.” Aku segera membuka aplikasi kamera dan mengganti layarnya ke mode layar depan, tampak wajahku dan langit di layar hand phone.
“Kak samudra sangat tampan.” Lirih langit yang masih dapat aku dengar, aku tersenyum senang mendnegar ucapannya.
“Kamu cantik langit.” Balasku sambil menatap langit di layar handphone, wajah langit seketika memerah mendnegar ucapanku.
Entah kenapa rasanya aku ingin menghentikan waktu saat ini, aku ingin selalu bersama dengan langit. Aku tidak rela jika harus berpisah lagi dengannya.
“Ayo kak kita foto bersama.” Ucap langit menyadarkan lamunanku, segera aku menekan tombol merah di layar handphone. Langit yang antusias segera ingin melihat hasil jepretan ku tadi.
“Kak bagus banget, lihat kak.. kak sam ganteng banget, mirip idol k pop mingyu. Idolanya mbak ira yang sering aku lihat di televisi.” Ucap langit antusias.
“Kamu juga suka sama mingyu,” aku lihat langit mengangguk cepat.
“Lala, apa kamu jatuh cinta sama mingyu…?” Entah kenapa aki tiba tiba merasa kesal jika langit menyukai laki laki lain selain diriku.
“Kak aku cuma nge fans sama dia, aku tidak jatuh cinta kak. Beda hlo ya, cinta sama nge fans.” Ucap langit membela diri, dengan kesal aku memalingkan tubuhku memunggungi langit.
“Ck…” aki dengar langit berdecak kesal, tiba tiba aku merasakan kedua tangan langit memeluk perutku dengan erat.
“Kak sam, jangan marah ya. Kakak mau lihat aku sakit lagi kayak kemarin, jujur aku nggak ingin kakak jauh dari aku. Aku senang kakak ada di sini, tapi itu tidak mungkin. Karena kak sam harus kembali kerja, dan aku di tinggal sendiri.” Aku lihat langit menggerucutkan bibirnya, dia terlihat sangat imut ketika kesal seperti ini.
“Lala, bagaimana jika kamu ikut kak sam ke kota. Tapi tidak bulan ini, mungkin dua bulan atau tiga bulan lagi kakak jemput kamu.”
“Benarkah kak, kak sam mau ajak aku ke kota.”
“Iya kakak serius, kamu mau kan…?”
Aku yakin dia akan menerima ajakanku untuk tinggal bersamaku, tapi tiba tiba raut muka langit berubah masam. Aku merasa heran, padahal tadi dia sangat senang ketika aku mengajaknya.
“Kak… nanti bagaimana dengan panti, ketika aku tinggal bersama kakak. Siapa yang akan bantu bu asih dan mbak ira, sedangkan anak anak sekarang bertambah banyak.”
Aku tahu jika langit mengkawatirkan bu asih dan mbak ira, aku tahu jika dia berat jika meninggalkan panti. Tapi aku juga tidak akan memaksanya, aku juga menyadari akan kondisi bu asih yang sudah sering sakit sakit an.
“Ya sudah kalau gitu biar kakak aja yang datang ke panti, tapi aku ingin kamu janji jika kakak telat datang ke panti kamu jangan sakit lagi ya. Kamu tahu kakak juga kerja, dan kakak harus ambil cuti untuk pulang ke panti. Kamu bisa maklumi kakak kan la…”
Aku lihat langit terdiam dan kemudian menganguk kan kepalanya pelan, aku tahu jika dia paham akan ucapanku.
“Tapi kakak juga harus janji, kakak nggak boleh punya pacar.”
Mendengar ucapan langit rasanya aku geli sendiri, bagaimana aku bisa memikirkan ingin punya pacar. Sedangkan yang ada di pikiranku hanya langit dan langit, entah kenapa aku sendiri juga bingung dengan hatiku.
“Kalau begitu kamu juga harus janji, kamu jangan pacaran dulu. Fokus dulu sama sekolah kamu, kamu juga tidak boleh pacaran, kakak juga nggak akan cari pacar di sana.”
“Janji…” langit mengulurkan jari kelingkingnya, aku tersenyum dan menautkan jari kelingkingku sebagai tenda jika aku berjanji dengan langit saat ini.
“Ingat kak, janji itu hutang dan harus di bayar lunas…”
“Dan harus di bayar lunas tanpa kredit.”
Aku meneruskan ucapan yang selalu langit ucapkan, kami tertawa bersama. Dan akhirnya hari ini, aku puas puas in jalan jalan dengan langit hari ini. Sampai kami kembali ke panti sampai malam hari, langit tampak sangat lelah hari ini, sampai aku yang tidak tega melihat jalannya yang lemas dengan cepat aku berjongkok di depannya dan menggendong dia di punggungku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!