Fatimah Azzahra, gadis cantik yang lahir dari keluarga Muslim taat yang bahkan kedua orang tuanya memiliki sebuah pondok pesantren di tanah kelahirannya. Namun jika kalian melihat aslinya, maka kalian tidak akan pernah menduga jika gadis cantik yang berprofesi sebagai seorang sekretaris ini adalah anak dari seorang pemimpin pondok pesantren, sebab penampilannya sangat tidak mencerminkan hal itu.
Kaki jenjang dalam balutan sepatu heels itu melangkah dengan begitu anggun menuju ruangan atasannya. Jangan lupakan rambut curly yang tergerai indah, serta penampilan menawan bak artis papan atas yang saat ini berhasil membuat seluruh mata tertuju padanya. Ya, dialah Fatimah Azzahra.
*
Tok tok tok
"Masuk."
"Selamat pagi, Tuan muda." sapa Zahra.
"Hm, apa agendaku hari ini, Sekretaris Ara?"
"Akan ada rapat penting dengan petinggi perusahaan jam sembilan pagi ini, Tuan. Kemudian dilanjutkan dengan janji makan siang bersama Nyonya Alice, dan yang terakhir—"
"Makan siang dengan Mommy? Kenapa itu juga masuk agenda?" tanya Jo memotong.
"Maaf Tuan Muda, Nyonya Alice secara langsung meminta agar janji beliau ditulis di buku agenda dan dibacakan secara langsung di depan anda."
Jonathan manggut-manggut setelah mendengar penuturan Zahra. "Baiklah, bacakan agenda selanjutnya."
"Baik, untuk agenda terakhir, anda akan ada janji makan malam bersama Tuan Xavier."
"Baiklah, temani aku nanti malam."
"Siap, Tuan Muda."
Tok tok tok
"Masuk," ucap Jo menginterupsi.
"Tuan Muda, rapat dengan petinggi perusahaan akan segera dimulai." ucap Paulus, asisten pribadi Jo.
"Hm, ayo kita pergi."
Jonathan bangkit dari kursi kebesarannya, lalu berjalan menuju ruang pertemuan. Jangan lupakan bagaimana formasi lengkap Jonathan menuju ruang pertemuan kali ini, karena kali ini ia membawa Paulus dan Zahra secara bersamaan, hingga membuat aura-aura mahal benar-benar terlihat secara nyata. Ya, biasanya Jo hanya akan mengajak salah satu dari keduanya dan yang paling sering ia ajak dalam pertemuan yang seperti ini adalah Zahra, tetapi kali ini ia justru membawa dua tangan kanan dan kirinya secara bersamaan.
Tiba di ruang rapat, Zahra memakai kacamata khusus baca miliknya agar dirinya bisa lebih fokus memahami semua hal yang akan disampaikan oleh atasannya nanti. Sesaat setelah rapat Zahra nyatakan dimulai, semua peserta rapat satu persatu mengajukan argumennya dan itu semua tidak lepas dari pantauan Zahra, hingga membuatnya begitu sibuk menulis point-point penting dari rapat yang saat ini sedang berjalan.
"Sekretaris Ara, kau sudah catat semuanya?" tanya Jonathan.
"Sudah, Tuan Muda."
"Hm, bagus." Jo melirik Paulus. "Tugasmu Paulus, seleksi usulan yang paling bagus untuk kita lakukan perencanaan."
"Siap, Tuan Muda."
"Hm, rapat selesai, silahkan kembali ke ruangan masing-masing." ucap Jo selanjutnya.
...•••***•••...
"Tuan Muda, janji makan siang dengan Nyonya besar sebentar lagi. Jadi kita harus berangkat sekarang agar tidak terkena macet di jalan." ucap Paulus.
"Hm, minta Sekretaris Ara menghandel perusahaan selama kita di luar." perintah Jo.
"Sudah, Tuan Muda."
"Bagus, aku suka kerjamu, Paul. Kalau begitu, ayo kita berangkat."
Mobil milik Jo yang dikemudikan Paulus melaju membelah jalanan ibukota, hingga beberapa menit setelahnya akhirnya mereka tiba di rumah besar kediaman keluarga Fox. Jo dan Paulus langsung masuk dan menuju ruang makan dimana Nyonya Alice sudah menunggu.
"Siang Mom," Jo memeluk hangat Mommy-nya.
"Rupanya membuat janji temu secara resmi pada pemilik Foxolar Company jauh lebih ampuh daripada meminta bertemu secara pribadi ya?" sindir Mommy Allice.
"Sorry, Mom, aku sibuk akhir-akhir ini."
"Sibuk, sampai tidak ada waktu mengabari Mommy-nya sendiri."
"Aku tidak akan mengulanginya lagi, Mom. Aku minta maaf."
"Sudahlah, makanlah dulu karena Mommy ingin membicarakan sesuatu yng penting denganmu." Mommy Alice menatap Paulus. "Duduk dan ikut makan siang bersama kami."
"Baik, Nyonya."
See you next part guys
"Jadi apa yang ingin Mommy sampaikan?" tanya Jonathan. Saat ini, ia dan Mommy-nya tengah duduk santai di sofa.
"Nenekmu meminta agar kau segera menikah, karena kalau tidak, maka ia tidak akan segan memberikan perusahaan yang ada di New York pada Jordan. Karena kau 'pun tahu kalau Jordan akan segera melangsungkan lamaran pekan depan." jelas Nyonya Alice.
"Aku mengerti, Mom." angguk Jo paham.
"Jangan hanya mengerti-mengerti saja. Kau harus menikah sebelum pernikahan Jordan, karena kalau tidak maka hak waris milik Daddy-mu akan Nenekmu alihkan pada Jordan."
"Mommy tenang saja, aku akan mengajak Sherin menikah secepatnya. Kebetulan aku memang sudah memikirkan rencana untuk menikahi Sherin tepat di hari ulang tahunnya nanti."
"Baguslah kalau memang begitu. Mommy ikut senang mendengarnya. Kau segera bicarakan ini pada Sherin, Mommy ingin segera menimang cucu dari kalian secepatnya."
"Kami baru akan menikah, Mom. Kenapa Mommy sudah berpikir sejauh itu."
Bug! Mommy Alice memukul pelan bahu putranya. "Kau lihat dirimu ini, kau ini sudah tua, hampir kepala tiga, tetapi masih belum memiliki istri. Tentu saja Mommy sangat exited saat mendengar kau sudah merencanakan untuk menikah. Sudahlah, intinya Mommy sangat menunggu kabar baik darimu, kalau begitu Mommy istirahat dulu, bye Sayang." Mommy Alice berlalu menuju kamarnya.
"Menikah?" Jonathan terkekeh kecil. "Tuhan memang benar-benar mengerti situasi yang tepat. Aku sudah terlanjur deg-degan untuk menyampaikan niatku untuk menikahi Sherin, tapi ternyata Mommy justru memang menginginkanku untuk menikah secepatnya. Thanks God, kau memang tahu segalanya."
...•••***•••...
Mommy Alice sudah terlihat tampil mempesona dalam balutan baju mewah nan elegan miliknya. Jangan lupakan perhiasan mahal yang ia kenakan membuat tampilannya semakin terlihat wah. Mommy Alice mengetuk pintu kamar putranya, tetapi tidak ada sahutan sama sekali dari dalam sana.
"Nyonya besar, ada yang bisa saya bantu?" tanya Paulus.
"Paul, kebetulan sekali kau datang. Tolong bangunkan Jo sekarang, kita akan ibadah pagi."
"Baik, Nyonya."
Paulus membuka paksa pintu kamar tuannya, lalu membuka gorden dan jendela dengan lebar, hingga membuat angin pagi masuk ke kamar Jonathan. Bukannya bangun, Jo malah menarik selimut agar menutupi seluruh tubuhnya demi menghalau rasa dingin dari luar. Namun secepat kilat, Paulus menarik selimut tuannya.
"Kau berani padaku, ha?" pekik Jo.
"Tidak, Tuan Muda. Tapi, Nyonya besar sudah menunggu anda untuk melakukan ibadah pagi, pagi ini."
"Ibadah lagi," Jo menghela napas kasar, ia sangat malas untuk beribadah, apalagi di pagi hari seperti ini. Sebab, pagi adalah waktu tidur ternyaman menurutnya.
"Paul, balikkan kasurnya kalau dia tetap tidak mau bangun!" pekik Nyonya Alice dari luar.
"Baik, Nyonya bes—"
"Aku bangun sekarang," Secepat kilat Jo bangkit dari kasurnya. Ia melempar bantalnya ke arah Paulus dengan kesal karena asistennya itu menurut saja dengan ucapan Mommy-nya.
...•••***•••...
Ketika kuhadapi kehidupan ini
Jalan mana yang harus kupilih
Kutahu ku tak mampu
Kutahu ku tak sanggup
Hanya kau tuhan tempat jawabanku...
Nyanyian rohani menemani ibadah pagi Mommy Alice, Jonathan dan Paulus pagi ini. Nyonya Alice dan Paulus ikut bernyanyi penuh penghayatan pada lagu yang dibawakan pagi ini, tetapi tidak dengan Jonathan. Laki-laki yang hampir menyentuh kepala tiga itu hanya ikut bernyanyi sesekali, sebab rasa kantuk menyerangnya tanpa ampun hingga membuatnya sedikit kurang fokus.
Berkali-kali Nyonya Alice menyenggol lengan Jonathan agar Jonathan tetap sadar. Ya, Nyonya Alice melihat bagaimana kantuk menguasai mata putranya itu, oleh sebab itulah Nyonya Alice berusaha sebisa mungkin menjaga kesadaran Jonathan, sebab tidak baik jika tidur saat ibadah.
...****************...
Sebelum lanjut, aku mau minta maaf dulu sama teman-teman Muslim atupun Kristen yang mungkin membaca novel ini. Jujur, aku ngga begitu paham dengn ajaran kristen, dan aku juga ngga betul-betul paham dengan ajaran islam, intinya aku kebanyakan mencari tahu dari internet. Jadi, kalau nanti ada kekeliruan mohon ditegur, dan aku akan berusaha memperbaiki kekeliruan tersebut.
Salam toleransi semuanya.
See next part guys!
Jonathan dan Paulus melangkah beriringan menuju ruangan Jo. Saat tiba di depan ruangan, terlihat Sekretaris Zahra tengah sibuk dengan buku agenda dan pulpen di tangannya hingga tidak menyadari kedatangan Jo dan Paul.
"Ehem!" Jo berdehem pelan di depan meja kerja Sekretaris Zahra.
"Tuan Muda? Selamat pagi, Tuan muda." sapa Zahra ramah disela rasa terkejutnya.
"Ada agenda penting hari ini?" tanya Jo.
"Tidak ada, Tuan Muda. Hari ini hanya ada beberapa pertemuan dengan klien."
"Hm, cancel saja semuanya, aku ada urusan hari ini."
"Baik, Tuan Muda."
Jonathan dan Paulus masuk ke dalam ruangan Jo, meninggalkan Zahra yang masih sedikit memikirkan hal apa sekiranya yang membuat atasannya itu membatalkan semua agenda hari ini.
"Sudahlah, terserah Tuan Muda ingin melakukan apa, bukankah ini perusahaannya? Jadi terserah dia." monolog Zahra akhirnya. Ia lantas mengambil ponsel dan menghubungi beberapa orang yang sebelumnya telah membuat janji dengan Jo.
Di dalam ruangan Jo, Paulus menatap atasannya dengan lekat, membuat Jo yang masih menanda tangani berkas menjadi terganggu.
"Kau tidak sedang berandai-andai menjadi kekasihku 'kan?" tanya Jo.
"Maaf, Tuan Muda. Aku hanya sedikit bertanya-tanya tentang mengapa anda membatalkan semua agenda hari ini. Setahuku tidak ada masalah urgent yang harus kita tangani hari ini." ucap Paul, mengemukakan isi pikirannya.
"Tentang itu rupanya. Ini memang bukan masalah kita, tetapi aku ada urusan pribadi yang urgent hari ini."
"Urusan pribadi yang urgent. Apa itu, Tuan Muda?" Selama bekerja dengan Jo, Paul tidak pernah mengetahui jika ada masalah pribadi yang urgent seperti ini. Oleh karena itulah Paul sedikit penasaran.
"Sherin akan tiba di Indonesia hari ini dan aku akan langsung melamarnya."
"Melamar, Tuan?"
"Ya, dan aku ada tugas khusus yang harus kau dan Sekretaris Ara kerjakan."
"Apa itu, Tuan Muda?"
"Kondisikan keadaan bandara saat Sherin datang, karena aku akan melamarnya tepat di depan pintu kedatangan bandara."
"Itu ide paling buruk yang pernah saya dengar, Tuan."
"Kau berani mengatakan itu, Paul?"
"Maaf, tapi saya hanya bicara apa adanya, Tuan Muda."
Jonathan tidak begitu senang mendengar penuturan Paul, hingga ia langsung menghubungi Sekretaris Zahra untuk masuk ke ruangannya.
"Anda memanggil saya, Tuan Muda?" tanya Zahra.
"Sekretaris Ara, aku ingin melamar kekasihku di depan pintu kedatangan bandara. Bagaimana menurutmu?"
"Itu tidak buruk, Tuan Muda."
"See, kau dengar apa yang Sekretaris Ara katakan 'kan?" ucap Jo sombong. Ia seakan mengatakan bahwa idenya adalah ide brilliant dan ia tentu tidak suka jika idenya diremehkan.
"Sekretaris Zahra belum mengerti sepenuhnya, Tuan Muda. Menurut saya, melamar di depan pintu kedatangan dan dilihat banyak orang adalah ide yang paling konyol."
"Kau!" Jo menggeram kesal pada Paul. "Baiklah, apa usulanmu?" tanya Jo akhirnya.
"Saya dan Sekretaris Ara akan menyiapkan tempat yang cocok untuk anda melamar Nona Sherin, dan saya yakin ini akan menjadi momen berkesan untuk anda dan Nyonya Sherin."
"Atur saja semuanya. Tapi awas saja kalau idemu jauh lebih konyol daripada ideku!" ancam Jo.
"Tidak mungkin Tuan Muda, selera saya tidak mungkin salah."
"Cih! Percaya diri sekali."
"Itulah Asisten Paulus Sintolar, penuh kepercayaan diri."
Zahra hanya diam tanpa berani menimpali sedikitpun pembicaraan Jonathan dan Paulus, sebab ia takut salah bicara. Yang berhasil Zahra tangkap dari pembicaraan Paul dan Jo hanyalah bagaimana Paul melawan ucapan Jo dengan kalimat-kalimat formal. Cocok dengan kepribadian kedua orang ini yang memang cukup cuek dan selalu profesional.
See you next part
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!