Tokoh utama wanita - Afsensa Faiha Azahra.
Tokoh utama laki-laki - Arsel Dirga Milard.
Hari Minggu, bagi sebagian orang adalah hari untuk bermalas-malasan. Tetapi tidak untuk Afsensa Faiha Azahra yang biasa dipanggil Sensa, Dia tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dari dulu Sensa memang gadis sederhana karena memang berasal dari keluarga yang serba pas-pasan, apalagi setelah kejadian 1 tahun yang lalu kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan meninggal ditempat. Kejadian itu menjadi pukulan terberat bagi Sensa yang saat itu berusia 21 tahun.
Sensa hanya hidup sebatang kara tanpa sanak saudara, itulah yang menjadikan dia gadis yang mandiri, dia tidak pantang menyerah dan tidak mengeluh dengan keadaan, dia menjalani takdir yang memang sudah digariskan untuknya dengan tegar.
Setelah menyelesaikan tugas rumahan, Sensa segera bersiap untuk berangkat bekerja.
Tidak membutuhkan waktu lama, hanya 20 menit dari kontrakan menuju ketoko bunga.
Ya, Sensa hanya salah satu seorang karyawan ditoko bunga yang tidak terlalu besar.
Dia hanya seorang lulusan SMA saja, dulu kedua orang tuanya tidak sanggup untuk melanjutkan biaya kuliah, jadi setelah menamatkan pendidikan SMA, Sensa tidak melanjutkan untuk kuliah. Dia juga tidak tega membebani kedua orang tuanya yang hanya buruh biasa.
Sensa mengayuh sepeda bututnya, sampai didepan Toko, dan menaruh sepeda disamping bangunan persegi itu.
"Pagi Irma," sapa Sensa pada sahabat nya. Irma adalah teman dekat Sensa, mereka kenal dan berteman sejak sama-sama bekerja diToko bunga, karna mereka berdua Karyawan pertama ditoko itu.
"Pagi juga Sa," jawab Irma.
"Tumben, hari ini nggak telat," kata sensa.
Irma tidak menjawab dan hanya tersenyum saja.
Mereka berdua masuk kedalam, dan memulai bekerja dengan merangkai-rangkai bunga.
Dulu ditoko itu hanya Sensa dan Irma yang menjadi Karyawan dan sekarang bertambah dua orang lagi, yaitu Nia dan Sinta. Mereka baru beberapa bulan menjadi Karyawan di Toko itu.
Tidak beberapa lama ada seorang Ibu datang.
"Hei Mbak," Sapa Ibu pengunjung itu ramah.
"Iya Ibu ada yang bisa dibantu, maaf Ibu mau nyari bunga apa ya?" tanya Sensa tak kalah ramah.
"Saya mau bunga mawar merah dan tolong kamu kasih kata-kata romantis ya, karena rencananya anak Saya akan melamar kekasihnya." Ibu pengunjung itu memberitahukan pesanannya.
Ibu Pengunjung itu adalah Mama Eisha.
"Baik Bu, Saya akan segera menyiapkannya." Jawab Sensa masih terus tersenyum.
Sensa memang termasuk Karyawan yang paling ramah dan jujur, maka dari itu dia ditempatkan didepan dan dibagian kasir untuk melayani pembeli, sedang yang lain bertugas merangkai bunga dan menata toko.
Sensa menyuruh karyawan lainnya untuk menyiapkan bunga pesanan itu, sedang dia bertugas merangkai kata-kata romantis.
Beberapa saat pesanan bunga itu sudah selesai dirangkai.
"Ini bunganya Bu, sudah jadi," Sensa memberi tahu dan memberikan bungan itu pada Mama Eisha.
"Oh iya, jadi berapa totalnya?" tanya Mama Eisha.
"Dua ratus ribu saja, Bu" jawab Sensa. Mama Eisha mengambil dompet, mengambil uang seratus ribuan dua lembar, dan memberikannya pada Sensa.
"Terima Kasih ya," Ucap Mama Eisha.
"Iya Ibu, sama-sama." jawab Sensa.
Mama Eisha sudah keluar dari toko dan masuk kedalam mobil.
*************
Pukul 17.15, Arsel baru pulang dari rumah Rengga.
Rengga adalah sahabat sekaligus Sekertaris Arsel dikantor. Mereka berdua sudah seperti saudara, meski bersahabat namun setiap bertemu mereka selalu berdebat dengan candaan-candaan yang mengejek, tetapi mereka sudah memahami karakter satu sama lain.
"Hallo, Anak Mama udah pulang?" Mama Eisha menyapa Arsel yang baru datang.
"IyA Ma," jawab Arsel.
"Bagaimana Sayang, acara untuk nanti malam?" tanya Mama Eisha lagi.
Arsel mendekati Mama Eisha dan duduk disofa samping Mamanya.
"Iya Ma, do'ain semua lancar ya Ma. Arsel sudah ingin cepat-cepat nikah sama Bella." jawab Arsel.
"Tentu Sayang, Mama pasti mendo'akan semoga semua berjalan lancar. Mama juga sudah tidak sabar pengen cepat-cepat gendong cucu dari anak Mama satu-satunya ini." kata Mama Eisha sambil tersenyum bahagia.
"Enak saja Arsel anak Mama aja, anak Papa juga dong." sahut Papa Abiyasa yang tidak lain adalah Ayah Arsel, sambil meletakkan koran dimeja.
"Iya-iya, anak Papa juga,"
"Ya udah Ma, Pa. Arsel kekamar dulu mau mandi gerah, sekalian mau istirahat dulu." Setelah itu Arsel berdiri dan berjalan kekamarnya.
"Iya Sayang." Jawab Mama Eisha.
"Mama sudah bener-bener nggak sabar pengen lihat anak Kita bahagia ya Pa," Mama Eisha berbicara pada suaminya.
"Iya Ma, semoga semuanya lancar dan kita segera punya cucu." Jawab Papa Abiyasa.
Sebagai orang tua, hanya itu harapan mereka agar Arsel anaknya segera menikah, dan mempunyai anak, dan menjadi penerus keluarga mereka. Mereka tidak mempunyai anak lagi, hanya Arsel satu-satunya anak mereka.
Keluarga itu terlihat hangat, dan bahagia.
Sebelum Arsel berubah dingin.
Pukul 17.00, Sensa baru pulang dari toko bunga. Dengan mengayuh sepeda bututnya. Ya, karena hanya sepeda butut itulah kendaraan yang Sensa punya. Jangankan ingin sepeda motor, punya sepeda butut itu saja Sensa sudah sangat bersyukur, setidaknya masih punya kendaraan untuk kemana-mana daripada harus berjalan kaki.
" huf, capeknya." Keluh Sensa.
Dikontrakkan 6x6 inilah Sensa tinggal. Hanya ada ruang tamu yang tidak terlalu besar, 1 kamar, ruang makan, dapur dan kamar mandi.
Setelah masuk kedalam rumah Sensa bergegas membersihkan diri.
Dan selesai mandi, Sensa langsung kedapur dan mulai memasak nasi goreng, karna didapur hanya ada nasi sisa tadi pagi dan 2 telur, ditanggal tua seperti ini Sensa harus hemat, dengan uang gajian yang tak seberapa itu Sensa harus membayar semuanya sendiri. Buat bayar kontrakan, dan belanja harian. Jika ada uang sisa Sensa akan tabung uang itu, karna Sensa ingin punya rumah sendiri.
Tidak lama terdengar azan magrib, Sensa mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat Maghrib. Selesai sholat, Sensa berjalan kemeja makan, duduk sendiri dan mulai mengambil nasi goreng yang dia bikin tadi dan langsung memakannya.
"Sepi sekali hidupku." gumam Sensa sambil memandang foto kedua orang tuanya, yang dipajang diruangan itu.
"Ayah Ibu, Sensa rindu kalian," ucapnya lirih.
Selesai makan malam, Sensa langsung mencuci piring, dan menuju kedepan rumah, disana ada kursi panjang terbuat dari kayu Sensa duduk dikursi itu sambil merenung.
"Kapan, Aku punya pacar atau suami gitu yang ganteng, sholeh, dan yang bisa mencintaiku apa adanya. Setelah menikah punya anak yang lucu, jadi hari-hari ku udah nggak kesepian lagi deh. Ah,,, Sensa kamu ini menghayalnya ketinggian!" sambil memukul kepalanya pelan dan senyum sendiri.
Di tempat lain. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30, Arsel turun dari tangga, dia terlihat sangat tampan memakai kemeja putih dan celana jeans hitam, tidak lupa jam mahal yang melingkar ditangan.
Diruang keluarga Mama Eisha dan Papa Abiyasa sedang bersantai .
"Wah, anak Mama ganteng banget sih," Puji Mama Eisha pada Arsel.
Dan Arsel hanya tersenyum.
"Arsel berangkat dulu ya Ma, Pa." Arsel berpamitan kepada kedua orang tuanya.
"Jangan lupa, bunga mawar yang Mama beli tadi ya, Sayang." Mama Eisha mengingatkan bunga yang dibelinya tadi, supaya Arsel tidak lupa membawanya.
"Iya, Ma." Jawab Arsel.
Arsel, menuju ke garasi mobil dan mengendarai mobil Sport miliknya, untuk menuju Restoran yang sudah dibooking sebelumnya.
Pelayan menyambut kedatangan Arsel dengan baik.
"Selamat datang Tuan." Ucap pelayan.
Arsel hanya mengangguk saja, dan langsung menuju kemeja yang telah disediakan.
"Mana Ella kok belum datang, coba aku hubungi dia dulu?" Arsel mulai menghubungi Ella lewat ponselnya.
"Kenapa nomernya sibuk?" satu jam sudah Arsel menunggu, dia mulai jenuh.
Seorang pelayan datang.
"Tuan, apakah makanannya mau dihidangkan sekarang?" tanya salah satu Pelayan yang mendekati meja Arsel.
"Kamu, tidak lihat pacar Saya belum datang!" bentak Arsel pada Pelayan. Pelayan itupun sampai gemetaran.
Sampai jam 23.30, orang yang ditunggu juga tidak datang, Arsel mencoba menghubungi Bella lagi, namun nomer Bella malah tidak aktif.
Akhirnya, Arsel memutuskan untuk pulang,
dia benar-benar merasa kecewa dengan Bella.
Bunga mawar yang dibelikan Mama Eisha berakhir begitu saja ditong sampah.
Sesampainya dirumah, Arsel langsung menuju ke kamar, dan menghempaskan tubuhnya ke kasur king size.
Arsel terus berfikir, kenapa Bella tega tidak datang, bahkan tak memberi kabar sama sekali. Apa selama ini Bella tidak pernah menganggap hubungan ini serius?
lelah dengan pemikirannya, Arsel pun tertidur.
Pagi-pagi Mama Eisha dan Papa Abiyasa sudah duduk dimeja makan, Arsel turun dari kamar dan langsung bergabung bersama kedua orang tuanya.
"Pagi Sayang, bagaimana tadi malam sukseskan acaranya? lalu kapan kita akan kerumah Bella dan melamarnya secara resmi, Mama bener-bener sudah nggak sabar pengen cepet punya menantu." Mama Eisha bertanya dengan sangat antusias.
"Ma, mulai sekarang nggak usah bahas pernikahan. Arsel kecewa, tadi malam Bella nggak dateng dan nggak ada kabar sampai sekarang! Arsel, nggak mau mikirin cewek dan pernikahan lagi. Arsel akan fokus dikantor saja." Jawab Arsel sedikit ketus.
Tanpa sarapan Arsel pergi begitu saja, tanpa berpamitan kepada kedua orang tuanya.
Mama Eisha sudah ingin mencegah anaknya, tapi Papa Abiyasa menghentikan.
"Udahlah Ma, biarkan Arsel sendiri dulu untuk menenangkan fikiran, Papa rasa ini semua pasti berat bagi Arsel." Ucap Papa Abiyasa.
Hari ini Arsel mengendarai mobilnya sendiri, biasanya Arsel akan diantar jemput Rengga, tapi pagi tadi Arsel menelpon Rengga agar tak menjemputnya.
Tiba dikantor para karyawan memberi hormat, namun Sang Bos hanya acuh saja dan terus berjalan menuju lift.
Beberapa Karyawan saling berbisik.
"Eh, kenapa tu sih Bos mukanya dingin banget kayak kutub Utara?" tanya Karyawan pertama.
"Memang dari dulu kali Bos mukanya dingin gitu, untung ganteng jadi nggak bosen liatnya," Karyawan kedua menjawab.
"Hus, sudah ayo kerja, kok malah jadi ngegosip, entar kena marah." Jawab Karyawan ke tiga. Dan Karyawan yang bergosip ria itu membubarkan diri dan kembali bekerja.
Diruangan, Arsel terlihat uring-uringan dengan staf kantor. Kesalah sekecil apapun bisa jadi besar. Hari inipun Arsel terlihat kacau.
************
Sedang dikontrakkan, Sensa sudah melakukan dan menyelesaikan rutinitas paginya, Sensa bergegas berangkat ketoko bunga dengan mengayuh sepeda bututnya.
Sesampainya ditoko bunga, Sensa langsung membuka toko, dan tidak lama teman kerja Sensa, Nia dan sinta datang.
"Pagi mbak," sapa mereka.
"Pagi juga," Sensa menjawab dengan senyum.
"Kita langsung kedalam ya mbak."
"Iya."
Setengah jam, Irma baru datang dengan motor maticnya.
"Maaf ya Sa, aku telat." Kata Irma.
"Memang kapan kamu nggak telat? tiap hari juga telat terus. Ayo kita langsung kerja." jawab Sensa dan langsung mengajak Irma untuk mulai bekerja.
"Iya, Sensa ku sayaang."Jawab Irma dengan suara manja.
"Idih, sayang-sayang pala lu peyang!" jawab Sensa bercanda. Irma hanya berlalu sambil tertawa.
Tidak lama, Mama Eisha datang ketoko bunga.
"Selamat datang buk, mau pesen bunga apa?" Tanya Sensa dengan ramah, tetapi yang ditanya malah melamun.
"Cantik sekali anak ini, manis. Gimana kalau Aku jodohin aja sama Arsel?" Mama Eisha berbicara dalam hati.
"Bu!" Sensa coba memanggil Ibu itu lagi.
"Eh iya, maaf Ibu malah melamun, Ibu mau pesen bunga buat jenguk temen Ibu yang sakit." terang Mama Eisha.
"Sebentar ya Buk, biar disiapkan temen saya dulu." Sensa menghampiri Nia dan sinta, untuk menyiapkan bunganya.
"Silahkan duduk dulu Bu." setelah kembali, Sensa menyuruh Mama Eisha untuk duduk.
Sambil menunggu, Mama Eisha ingin bertanya-tanya tentang sensa.
"Nama kamu siapa nak?" tanya Mama Eisha.
"Nama saya Sensa Bu," jawabnya.
"Kamu tinggal dimana," lagi Mama Eisha bertanya.
"Saya ngontrak dijalan Kamboja, nggak jauh dari sini kok Bu cuma 20 menit sudah sampai itupun dengan sepeda." Sensa memberitahu alamat kontrakannya.
"Kamu sudah punya pasangan nak, pacar atau suami gitu?" Mama Eisha semakin penasaran.
Sensa belum menjawab. Sensa merasa heran, kenapa Ibu ini tanya masalah pribadinya, tapi tidak sopan jika tidak dijawab.
"Belum Bu, mana ada cowok yang mau sama Saya." jawab Sensa.
"Kenapa memangnya kamu cantik, manis terlebih lembut dan sopan santun.
Bagaimana kalau Ibu jodohkan dengan anak Ibu?" Kata Mama Eisha.
"Ah, Ibu mana ada zaman sekarang dijodoh-jodohkan, lagian Saya juga belum kenal sama anak Ibu, kalau Saya mau belum tentu anak Ibu mau sama Saya." jawab Sensa sambil tersenyum.
"Kamu tenang aja anak Ibu pasti mau, biar Ibu yang urus. Oh iya, kapan-kapan bolehkan Ibu datang kerumah Kamu, kalau bisa sih langsung melamar Kamu." kata Mama Eisha to the point.
"Tapi, bukankah kemarin Ibu membeli bunga mawar untuk acara lamaran anak Ibu?" Sensa bertanya, karna masih ingat dengan Mama Eisha yang kemarin datang membeli bunga untuk acara lamaran.
"Iya, tapi sayangnya gagal, pacar anak Ibu tidak datang dan tidak ada kabar juga sampai sekarang. Maka itu, Ibu ingin jodohin anak Ibu dengan kamu saja, Ibu yakin Kamu gadis yang baik."
Sensa hanya tersenyum, dia bingung ingin menjawab apa, karna Sensa sendiri ragu dengan perjodohan yang mendadak ini. Sensa berfikir kenal sama anaknya aja enggak mau langsung dijodohin. Kalau dilihat dari ibunya sih baik, semoga anaknya juga baik.
"Mbak, ini bunganya," Nia menghampiri Sensa dan menyerahkan bunga yang sudah dirangkai.
"Iya Sinta," jawab Sensa dengan mengambil bunganya, untuk diberikan kepada Mama Eisha.
"Ibu, ini bunganya sudah jadi," Sensa menyodorkan bunga itu.
"Oh, iya" Mama Eisha mengambil bunga dari Sensa dan memberikan uang.
"Sensa, Ibu pasti akan datang kerumahmu bersama keluarga Ibu,"
"Silahkan kalau Ibu ingin berkunjung ke kontrakan Saya Bu,"
"Iya sudah, Ibu pulang dulu."
"Ya Bu, hati-hati dijalan dan Terima Kasih." Kata Sensa ramah.
" gila, ini bener-bener gila! apa-apaan coba?Aku harus menerima perjodohan ini?" Sensa berbicara sendiri.
Satu bulan sudah, sejak Arsel gagal melamar Bella, kini sikap Arsel semakin dingin tak tersentuh. Arsel sekarang jarang berada dirumah dia lebih suka diluar rumah. Dikantor hingga larut malam baru pulang, tak jarang juga dia pergi keclub minum_minuman hingga mabuk, tapi tidak dengan bermain wanita, dari dulu Arsel tidak suka bermain wanita, dia pun masih perjaka, baginya hanya istrinya saja nanti yang akan dia berikan jiwa dan raganya.
Sebenernya Arsel belum sepenuhnya melupakan Bella dia sangat mencintai Bella. Satu tahun bersama mampu membuat hati Arsel sepenuhnya hanya memikirkan Bella.
Apakah Arsel membenci Bella? maka jawabannya, tidak. Arsel hanya kecewa dengan Bella yang tidak datang pada malam itu, padahal Arsel sangat mengharapkan kedatangannya, karna dia akan melamar Bella. Tetapi malah sampai sekarang Bella masih belum ada kabar sama sekali.
Orang-orang yang Arsel suruh untuk mencari Bella pun masih belum menemukan keberadaannya, hanya terakhir orang suruhan Arsel bilang jika Bella pindah keluar negeri.
Melihat kelakuan Arsel akhir- akhir ini membuat kedua orang tua Arsel khawatir.
Mama dan Papa Arsel, berunding untuk menjodohkan anak semata wayang mereka dengan gadis lain.
Didekat kolam, Mama dan Papa Arsel sedang berbincang-bincang tentang perjodohan itu.
"Memang, Mama sudah ada calon buat Arsel?" tanya Papa Abiyasa.
"Kalau soal itu Papa tenang saja, serahkan semua sama Mama. tapi," Mama Eisha menjeda ucapannya.
"Tapi apa Ma?" Papa Abiyasa bertanya penasaran.
"Sebenernya anaknya cantik Pa, baik, sopan, dan sederhana, hanya saja, sepertinya dia anak orang biasa Pa. Bahkan gadis itu cuma Karyawan ditoko bunga langganan Mama." dengan ragu Mama Eisha menjelaskan.
"Oh, kalau soal itu mah Papa nggak apa-apa Ma, nggak masalah. Papa juga nggak menilai seseorang dari kekayaannya." ucap Papa Abiyasa.
"Lalu, apa Arsel mau Ma kita jodohkan?" tanya Papa Abiyasa lagi.
"Ya kita paksa ajalah Pa, kalau nunggu Arsel yang nyari kelamaan Pa, keburu jadi bujang tua dia!" Jawab Mama Eisha sedikit kesal.
"Memang, Papa nggak pengen cepet-cepet punya cucu?. Mama udah bayangin kalau Arsel menikah, dan punya anak, Kita akan dipanggil Kakek sama Nenek. uh, pasti bahagia banget Pa." jawab Mama Eisha sambil tersenyum senang.
Jam 19,15 Arsel baru pulang dari kantor,
Papa Abiyasa dan Mama Eisha sudah menunggu Arsel sedari tadi untuk membahas tentang perjodohan.
"Sayang, sudah pulang Nak. Sini, Mama sama Papa ingin berbicara dengan Mu." Mama Eisha menggiring Arsel untuk duduk bergabung bersamanya.
Arsel menurut dan duduk di sofa samping Mama Eisha.
"Ada apa ma?" Tanya Arsel, dia penasaran kedua orang tuanya ingin membicarakan apa, karna sepertinya itu hal yang serius.
"Sayang, bagaimana apa sampai sekarang belum ada kabar lagi dari Bella?" tanya Mama Eisha.
"Kenapa sih Ma, tanya tentang Bella terus!" jawab Arsel sudah sedikit jengkel. Dia masih tidak suka ketika membicarakan soal Bella, karna itu seperti membuka luka hatinya.
"Terakhir orang suruhan Arsel bilang, Bella sudah pindah keluar Negeri. Tapi Bella tetep nggak ada kabar. Arsel bener-bener bingung kenapa Bella tiba-tiba ninggalin Arsel." jawab Arsel lagi namun dengan rasa sedih.
"Kamu udah dewasa Nak, udah waktunya kamu menikah!" ucap Mama Eisha.
"Ma, Arsel malas bahas soal nikah. Arsel masih ingin sendiri, wanita semua sama cuma pemberi harapan palsu. Jadi, Mama udah stop! nggak usah bahas nikah dan perempuan. Aku pusing Ma, capek. Arsel ingin istirahat!" Arsel beranjak ingin pergi.
"Arsel tunggu!" kini giliran Papa Abiyasa yang bicara, setelah dari tadi dia hanya menjadi pendengar.
"Yang dikatakan Mama kamu itu benar Arsel, mau sampai kapan kamu sendiri, Mama sama Papa sudah tua Nak, Kami hanya ingin melihat Kamu bahagia, menikah dan memberikan kami cucu. Hanya kamu Arsel anak kami satu-satunya. Penerus keluarga kita. Sebelumnya, Kami sudah memberi kamu waktu untuk memperkenalkan wanita mu, tapi kamu gagal. Jadi, Papa dan Mama sudah putuskan untuk menjodohkan kamu dengan wanita pilihan kami!" Papa Abiyasa berbicara tegas.
"Apa Pa, dijodohin? sekarang bukan zaman nenek moyang Pa, yang menikah karna perjodohan! sekarang zaman modern Pa.
Arsel nggak mau!. Kalau pun Arsel menikah, itu dengan pilihan Aku sendiri Pa, nggak dengan perjodohan!" Arsel menentang perjodohan itu.
"Mau sampai kapan, kami harus menunggu kamu mencari wanitamu? kalau kamu tetep nggak mau, Papa akan mencoret nama kamu dari daftar warisan Papa, dan akan mencabut semua fasilitas yang kamu gunakan saat ini!" Papa Abiyasa mengancam Arsel. Hanya itu satu-satunya jalan, supaya Arsel mau menerima perjodohan.
"Pa,!!" Arsel berontak ingin menolak.
"Cukup Arsel, besok malam kita akan pergi kerumah perempuan pilihan Mama, dan sekalian untuk melamar. Dan minggu depannya kamu akan menikah!" ucapan Papa Abiyasa tak terbantahkan lagi.
"Secepat itu Pa?" tanya Arsel tidak percaya.
Mama dan Papanya hanya mengangguk.
Arsel melangkah begitu saja, dengan ekspresi yang entah seperti apa. Kecewa, marah, sedih semua bercampur menjadi satu.
Sampai dikamar Arsel membanting pintu, dan mengacak rambutnya frustasi.
"Ah, sial, sial, sial. Perjodohan macam apa?"
hah, Arsel menghirup udara dan membuangnya kasar.
"Bagaimana mau nikah, orangnya aja nggak kenal, seperti apa cantik, atau buruk rupa!" Arsel menggerutu.
Arsel menuju kamar mandi langsung menghidupkan shower begitu saja.
Disana masih dengan pemikiranya, kata Perjodohan masih terus terdengar ditelinga, bagai kaset yang berputar-putar hingga kepalanya serasa ingin pecah.
*************"
Malam yang ditunggu pun tiba. Mama Eisha, Papa Abiyasa, dan tentu saja Arsel sudah bersiap, dan sudah duduk didalam mobil. Mereka semua akan berkunjung kerumah Sensa. Jangan ditanya dari mana mereka tahu rumah Sensa, karna sebelum nya Mama Eisha sudah menyuruh orang untuk mengikuti Sensa pulang, jadilah Mama Eisha tahu dimana kontrakan Sensa.
Sampai didepan kontrakan Sensa, Mama Eisha langsung mengetuk pintu.
tok,tok
Sensa yang baru menyelesaikan sholat isya',
bergegas keluar kamar untuk membuka pintu.
ceklek
Sensa dibuat terkejut dengan kedatangan tamunya yang tak lain adalah keluarga Arsel.
"Eh, Bu, Pak." sapa sensa sambil mecium tangan kedua orang tua Arsel. Bukan untuk mencari perhatian, dia memang selalu menghormati orang yang lebih tua.
"Mari silahkan masuk dan silahkan duduk
Saya bikinkan minum sebentar." Sensa segera kedapur membuat minuman untuk tamunya.
"Yang bener saja, Mama ingin aku menikah dengan gadis tadi, gadis miskin, kampungan, berada dirumah ini berasa ingin muntah," batin Arsel.
Arsel menyenggol lengan mamanya.
"Ma, yang bener saja Arsel disuruh menikahi gadis kampungan seperti itu!" kata arsel sinis.
"Syut, diem Arsel kamu belum tahu dan belum kenal aja, dia itu gadis baik, sopan, dan cantik kan?" bisik Mama Eisha.
"Heh, cantik dari mana Ma, orang pucet kayak orang-orangan sawah gitu dibilang cantik!" kata Arsel.
"Arsel, kamu jangan kecewain Mama, kamu inget kan perkataan Papa tadi malem?" Mama Eisha mengingatkan Arsel tentang ancaman Papa Abiyasa yang tidak main-main.
"Lebih tepatnya, ancaman!" kata Arsel dalam hati. Mau tak mau, Arsel hanya pasrah dan menjawab "iya."
Tak lama, Sensa datang dengan 3 gelas tehnya.
"Silahkan diminum, Buk, Pak, Mas" Sensa menyuruh tamunya untuk meminum teh.
Sejenak, Sensa Kagum bahkan sangat terpesona dengan pria yang ada disamping Mama Eisha.
Hanya satu kata, yaitu sempurna. batinnya.
"Astagfirullah, bisa-bisanya Aku punya pemikiran itu."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!