NovelToon NovelToon

Bukan Penjual Boneka Biasa

damar aby sugito

Ini sepotong kisah tentang perjalanan hidup seorang insan dalam menapaki jejak kehidupan. ia lahir dari keluarga miskin sejak kecil. ia selalu hidup susah, dan hanya bisa pasrah menerima cacian, dan makian dari orang orang di sekitarnya. setelah dewasa ia terlempar dari panggung kehidupan yang kasar oleh tekanan sosial.

Namanya adalah damar aby sugito sering di panggil sugi. walaupun ia berharap namanya steven, Calvin, atau minimal boy. Pemuda desa dengan wajah sedikit tampan ini, sering menjadi bahan bahan pembicaraan para tetangganya, warga, hingga teman temanya sejak kecil. Karena ia di lahirkan dari Rahim seorang ibu, yang di anggap sebagai sumber petaka dari desa itu, ayahnya sudah lama meninggal sejak ia berumur 1 tahun, dan ibunya pergi meninggalkanya entah pergi kemana.

Hinaan, sindiran, cacian yang berbalut candaan... sering terlontar dari mulut mulut orang orang di sekitarnya kepada dirinya, dan sudah menjadi makanan sehari hari, hingga mereka semua tak menyadari, dan malah menjadi hal rutin tanpa rasa bersalah, dan berdosa.

Hidup sugi bagaikan npc padahal ia mc. ia merasa keberadaan dirinya di dunia tidak ada gunanya. ibarat pertandingan sepak bola ia merasa sebagai bendera corner yang berdiri sendirian di pojokan, atau seperti sambal nasi uduk yang ada di pinggiran.

***

Pukul sebelas malam. Seorang pria muda tidak terlalu tampan terlihat duduk di atas kursi kayu panjang, menatap gelapnya jalan di desa pener. di sampingnya terdapat kopi hitam dan di telunjuk, dan jari tengah tangan kananya menyelip sebatang rokok, ia adalah damar aby sugito atau sugi.

"Desa makin sepi aja..." gumam sugi sambil celingak celinguk.

"Gi...!!! Sugiii...!!!" Teriak nenek kanti dari dalam rumah.

Sugi langsung beranjak bangkit, dan masuk ke dalam kamarnya neneknya, yang hanya bisa berbaring di kasur karena lumpuh.

"Sini gi.." Sugi kemudian mendekat ke arah neneknya.

"Besok kamu ga usah tinggal di sini lagi, kamu mending tinggal di toko aja."

"Lah..? Nanti yang ngurusin nenek siapa..?"

"Ga usah mikirin nenek, yang penting kamu jangan tinggal di sini lagi."

"Ga nek, mana mungkin sugi ninggalin nenek yang keadaanya kaya gini."

Nenek kanti tersenyum tipis. Kemudian nenek kanti mengelus rambut sugi.

"Udah kamu nurut aja sama ucapan nenek.."

"Nenek tau kamu itu anak baik gi... suatu saat nanti orang orang kuat bakalan berlutut di hadapanmu." Batin nenek kanti.

"Ga bakalan sugi ninggalin nenek.., apapun yang terjadi sugi ga peduli.." ucap sugi dan beranjak ingin pergi.

"Oh yah gi, kalau kamu punya uang kamu ke pulau kalimantan..."

"Ngapain kesana nek..? Mending uangnya di tabung."

"Hmm, Terserah kamu gi mau kesana apa ga."

Waktu berjalan cepat, pagi pun tiba sugi saat ini sedang membuat nasi goreng untuk sarapanya dan neneknya.

Setelah sarapanya siap, sugi mengantarkan makananya ke kamar nenek kanti.

"Nenek...!! Ini sugi buatin nasi goreng."

Sugi mengerutkan keningnya, pasalnya nenek kanti harusnya sudah bangun ketika jam 7 pagi tetapi saat ini nenek kanti masih tidur.

"Nek..?"

"Nek...?" Sugi terus mencoba membangunkan neneknya, tetapi wajah nenek kanti sama sekali tidak terusik.

Sugi kemudian meletakan nasi gorengnya di meja samping kasur. Kemudian menggoyang goyangkan tubuh nenek kanti.

"Nek bangun udah jam 7."

Sugi membelalakan matanya ketika tanganya menyentuh tangan nenek kanti yang sudah sangat dingin.

"Nenek ...!!!" Teriak sugi.

"Jangan ninggalin sugi nek...!!!" Ucap sugi

kemudian menenggelamkan wajahnya di perut neneknya. Air mata mengalir deras dari mata sugi. Dia teringat ucapan neneknya tadi malam, untuk tinggal saja di toko.

Beban berat tertancap di pundak sugi, ketika satu satunya keluarganya, yaitu neneknya yang bernama nenek kanti meninggal. orang yang selalu menguatkan dirinya dari hinaan, cacian, dan makian orang orang. orang yang paling menyayanginya dengan sangat tulus, bahkan melebihi orang tuanya sendiri. Kini sugi harus melawan dunia tanpa tutor, dan sponsor.

Setelah beberapa saat menangis, sugi dengan langkah gontai, dan mata memerah menghampiri rumah pak rt untuk mengabarkan kematian neneknya.

Rt di situ hanya memasang wajah datar ketika yang datang sugi, bahkan ia tidak menyuruh sugi masuk. Ketika sugi mengutarakan niatnya rt tersebut juga hanya mengiyakan saja kemudian langsung menutup pintu.

Akhrinya nenek kanti di makamkan pukul 03.45 dan hanya di hadir beberapa warga saja. Bahkan mereka langsung pergi begitu pemakaman selesai.

Dalam kepergian para warga juga terdengar bisik bisik. tetapi sugi tidak perduli itu sudah menjadi makanan sehari harinya.

Darah sugi langsung naik ketika mendengar bisikan seorang wanita paruh baya dengan suaminya, dia bernama bu farida dan pak kusno.

"Pak, nenek tua itu sudah mati pasti desa kita aman lagi." Bisik bu farida

"Benar bu, itu pasti karma gara gara keluarga dia gadis gadis di desa kita hilang."

Sebisa mungkin sugi menahan amarahnya, nampak kedua tangan sugi mengepal.

"Bahkan mereka sama sekali tidak ada rasa simpati, saat aku kehilangan nenek...!!!" Batin sugi.

Waktu berjalan cepat, malam pun tiba setelah acaran tahlilan selesai, sugi merenung di kursi panjang di depan rumahnya.

"Tidak ada yang perlu aku lakukan di sini, nenek udah ga ada dari pada aku tinggal di sini lebih baik aku tinggal di toko aja." Gumam sugi.

"Bu farida, pak kusno kenapa dengan mereka kenapa mereka selalu menyalahkan ibuku, dan nenekku atas hilangnya gadis gadis di desa ini. ingin sekali aku bungkam mulut mereka."

Setelah beberapa menit merenung di kursi panjang depan rumahnya, sugi akhirnya tidur di kamar nenek kanti.

***

Sementara itu pak kusno, dan bu farida saat ini bersiap akan tidur.

"Mampus akhirnya nenek kanti mendapatkan karmanya." Ucap kusno. Ia berkata seperti itu karena anak gadisnya hilang. Dan menuduh nenek kanti yang menculiknya.

"Tapi aku gak rela pak, anak kita hilang." Ucap bu farida.

"Tenang aja bu, kita kan masih punya dani."

Tok...!!!.... tok....!!! Tok....!!! Ketukan pintu

terdengar di pintu rumah pak kusno, dan bu farida.

"Siapa malem malem gini kesini." Ucap pak kusno pada bu farida.

"Ga tau pak, teman bapak kali...?"

"Gak mungkin bu, mana ada temen bapak jam segini kesini mereka pasti udah pada molor. Teman ibu kali..."

"Gak mungkin teman ibu pak."

Tok...!!! Tok....!!! Tok....!!! Hanya terdengar ketokan pintu, tanpa ada panggilan.

"Kok orang itu ketok pintu doang pak, biasanya kan kalo orang bertamu itu panggil panggil nama..."

"Benar bu ada yang ga beres. Apa mereka perampok. Nanti pas kita keluar pasti mereka langsung nodong pake golok."

"Ya udah pak, ayo masuk kamar..."

Pak kusno mengangguk, dan berjalan ke arah kamar bersama bu farida.

sesuai titahnya

Krieettttt...!!! Bunyi pintu kamar, yang di buka oleh pak kusno.

Pak kusno, dan bu farida kemudian masuk ke kamarnya.

"Kok ketukan pintunya ga kedengaran lagi pak...?" Tanya bu farida.

"Mungkin perampoknya udah pergi bu, karena kita ga bukain pintu..."

"Hufttt, ibu kira yang ketok pintu setan.."

"HIHIHIHIHI....." tawa cekikikan wanita muda, tiba tiba terdengar dari pojok kamar.

Pak kusno, dan bu farida tersentak kaget, dan menoleh ke arah pojok kamar, tepatnya di atas lemari, nampak seorang wanita dengan gaun merah darah, rambut awut awutan duduk di atas lemari, dan di tangan kananya memegang sebuah jarum, dan tangan kirinya memegang benang merah.

Ceklek...!!! Pintu kamar tiba tiba terkunci dengan sendirinya.

Wanita bergaun merah darah itu melompat, kemudian turun di depan pak kusno, dan bu farida. Pak kusno, dan bu farida saat ini menggigil ketakutan, kakinya gemetar jantungnya berapacu cepat. Ingin sekali mereka lari, atau berteriak tetapi entah kenapa tubuh mereka hanya bisa kaku dan suara hanya sampai di tenggorokan.

"Sesuai titahnya, bukam mulut mereka HIHIHIHI....." ucap wanita bergaun merah tersebut kemudian menjahit mulut pak kusno.

Pak kusno merasa sangat kesakitan, ketika jarum tajam menusuk bibirnya secara terus menerus. mukanya sampai meringis kesakitan, dan air mata terlihat di sudut kanan dan kiri matanya.

Bu farida yang melihat hal tersebut makin gemetar ketakutan, air mata sudah mengalir deras, dan membasahi pipinya. ingin sekali dia lari tetapi, karena tekanan yang tidak terlihat, membuatnya hanya bisa pasrah menunggu giliran.

***

Waktu berjalan cepat, pagi hari telah tiba. Sugi saat ini sudah bangun, dan sedang santai di singgah sana kursi panjang depan rumahnya.

Sugi mengerutkan keningnya, melihat banyak warga yang datang di rumah pak kusno dan bu farida.

"Ada apa di sana...? Ah bodo amat..." gumam sugi.

Sementara itu di rumah pak kusno, dan bu farida nampak dani anak laki laki pak kusno, Dan bu farida yang baru berumur sepuluh tahun menangis, melihat pak kusno, dan bu farida yang di kerubuni warga mencoba melepas jahitan benang merah.

Ada yang menggunting, menarik tetapi benang itu tidak bisa lepas, atau putus. benang merah itu sangat kuat padahal itu hanya benang jahit yang seharusnya sekali gunting saja sudah putus. Bahkan para warga yang mencoba melepas benang itu, sudah di banjiri Oleh keringat dingin sebesar biji jagung.

Melihat para warga tidak mampu melepas benang merah itu, Salah satu adik pak kusno yang bernama dayat menghubungi orang pintar kenalanya.

Tidak lama kemudian sebuah sepeda motor terdengar di depan rumah pak kusno, dan bu farida seorang pria tua berpakaian serba hitam turun, ia bernama ki taryudi kenalan dayat adik pak kusno.

Ki taryudi kemudian masuk ke rumah pak kusno, dan bu farida kehadiran ki taryudi langsung di sambut Meriah oleh para warga terutama dayat.

"Ki taryudi, lama tidak bertemu ki...." ucap dayat.

"Langsung saja, di mana kakakmu dan istrinya."

Para warga yang mengerubuni pak kusno, dan bu farida langsung menyingkir sedangkan ki taryudi mendekat.

Ki taryudi kemudian menyipitkan matanya, melihat benang merah yang menjahit mulut pak kusno, dan bu farida.

"Ini seperti benang biasa tidak memancarkan aura apapun, kenapa mereka tidak mampu melepaskanya..." batin ki taryudi.

Sementara sugi yang melihat seorang dukun datang, menjadi penasaran ada apa sebenarnya di rumah itu. Sugi langsung mengendap endap, dan melirik ke arah dalam.

Sugi langsung kaget ketika melihat mulut pak kusno, dan bu farida di jahit dengan benang merah. Sugi kemudian Menduga dani yang menjahitnya, tetapi segera ia tepis tidak mungkin anak seusia dani mampu menjahit mulut orang tuanya. Fikiran sugi langsung mengarah ke dayat, tetapi sugi juga tidak yakin karena dayat tidak tinggal serumah dengan pak kusno, dan bu farida.

Ki taryudi kemudian mengambil gunting, dan mencoba memutus benang jahitan yang menjahit mulut pak kusno. Tetapi tidak bisa, benang jahit tersebut seolah sangat kuat, dan tidak mau putus padahal gunting yang di gunakan ki taryudi sudah sangat tajam.

Sugi yang melihat hal tersebut mengedutkan matanya. "Motong benang aja ga bisa.." batin sugi.

Sugi mendengar salah satu bisik bisik warga.

"Kira kira siapa yah yang jahit mulut pak kusno, sama bu farida. pasti orang yang jahit mulut pak kusno sama bu farida itu bukan orang biasa, mana mungkin benang jahit ga bisa putus bahkan orang pintar panggilan dayat ga mampu mutusnya." Bisik wanita paruh baya pada temanya.

"Mungkin orang yang pernah di sakit pak kusno, atau bu farida itu ngirim dukun yang lebih kuat bu, dari orang pinter yang di panggil dayat ini buktinya dukun itu ga bisa mutusin benang itu..." balas temanya.

Nampak sugi dari balik kerumunan, menopang dagunya seolah berfikir.

"Nah.., pasti sih dayat ini sekongkol sama dukun itu, buat Morotin hartanya pak kusno pasti dukun itu sengaja ga mampu mutus benang itu, sengaja di susah susahin biar dapat bayaran gede terus di bagi dua sama dayat yang udah berhasil nipu kakaknya. emang adik laknat... pantes aja dukun sering di panggil orang pinter ternyata pinter nipu..." gumam sugi. Sugi bergumam seperti itu karena ia yakin ki taryudi sudah bersekongkol dengan dayat, dan sugi juga tidak melihat para warga yang bekerja keras memotong benang merah itu.

Sementara ki taryudi yang tidak bisa memutus benang itu tidak menyerah, mulutnya komat kamit seperti membaca mantra, kemudian kembali memotong benang jahit berwarna merah itu dengan gunting yang di pegangnya. Kembali benang tersebut tidak bisa putus.

Wajah putus asa terlihat dari raut wajah pak kusno, dan bu farida. Mereka berdua masih terbayang bayang bagaiamana wajah wanita yang menjahit mulut mereka tanpa rasa kasihan, bahkan terasa sangat senang ketika menjahit mulut mereka.

"fix ini penipuan, ini ga bisa di biarin.." batin sugi, walaupun sugi sering di hina oleh pak kusno, dan bu farida tetapi ia masih memiliki rasa simpati, ketika melihat seorang kakak yang akan di tipu oleh adiknya.

"Maaf yat, sepertinya benang ini bukan benang sembarangan..."

"Kenapa tidak bisa ki saya akan memba...."

"Sudahi drama kalian...!!" Ucap sugi sambil menghampiri ki taryudi dan dayat.

"Apa apaan kau jangan mengacau...!!!" Bentak salah satu warga.

"Siapa yang mengacau...? apa kalian ini bodoh....? bisa bisanya kalian di tipu oleh dukun gadungan ini..!!!"

Mendengar ucapan dukun gadungan ki taryudi menggertakan giginya. "Siapa yang kamu panggil dukun gadungan bocah... bahkan aku bisa membuatmu mati sekarang dengan mata melotot jika aku mau..!!!"

ucapanya bagaikan mantra itu sendiri

Para warga di situ langsung menghirup udara dalam dalam. ketika ki taryudi mengatakan hal tersebut.

"Bunuh saja sih sugi itu... buat dia menyusul neneknya..." ucap salah satu warga.

"Benar itu, bunuh saja dia ki, dia sudah tidak punya siapa siapa lagi tenang saja. orang seperti dia pantas mati gara gara nenek, dan ibunya dia gadis gadis di desa ini menghilang entah kemana..." balas salah satu warga.

Para warga bersorak seolah mendukung aksi ki taryudi yang akan membunuh sugi.

Sedangkan sugi terlihat sangat santai, dia sangat yakin dukun di depanya hanya dukun penipu yang sudah bersengkongkol Dengan dayat ucapan yang di keluarkan ki taryudi hanya di anggap bualan saja oleh sugi.

"Dukun tua bangka... jika kau bisa membunuhku lakukanlah, tunjukan kebodohanmu di depan orang orang bodoh ini..."

"Tua bangka...? kurang ajar sekali mulutmu anak muda apa kau tidak di didik orang tuamu...?"

"Sugi...!! Jika kau di sini hanya mengacau pergi saja dari sini...!!" Ucap dayat sambil menunjuk pintu keluar.

Sugi tersenyum tipis "aku tahu dayat, kau pasti bersekongkol dengan dukun tua bangka ini untuk menipu pak kusno, pasti dukun itu bilang. benang ini bukan benang sembarang, bayarnya harus berkali kali lipat. lalu kau mengatakan lakukan apa saja ki asalkan benang itu bisa lepas... aku yang akan membayarnya. Tapi pasti kau tidak punya uang sehingga mau tidak mau pak kusno, dan bu farida yang harus membayarnya benar begitu kan.."

Dayat, ki taryudi dan para warga menggertakan giginya. Mereka sudah berusaha melepas benang itu tetapi tidak bisa, bahkan orang pintar yang di panggil dayat saja tidak mampu, tetapi sugi menganggap ini semua hanya trik penipuan dari dayat, dan ki taryudi benar benar kurang ajar.

Ki taryudi menghirup nafas mencoba mengendalikan emosinya. Ki taryudi tersenyum tipis. "Kau menganggap ini penipuan bukan..? Coba kau lepas sendiri benang itu..."

"Benar...!! Cepat lepas benang itu..." teriak Salah satu warga.

"Kau pasti tidak akan mampu, kami semua sudah mencobanya.."

"Melepas benang saja apa susahnya, kalian semua saja yang sudah bodoh sejak lahir.."

Para warga menggertakan giginya mendengar ucapan sugi.

"Cepat lakukan jika kau mampu idi*t...!!!"

Sugi menghela nafas kemudian sugi mengambil gunting yang tergeletak di meja. Sugi berjalan ke arah pak kusno terlebih dahulu.

Dalam hati pak kusno, Dan orang orang di sana sangat meragukan Sugi mereka semua sudah berusaha keras memutus benang itu dari mulut pak kusno. tetapi semuanya sia sia hanya lelah, dan keringat saja yang di dapat mereka. bersatu saja tidak bisa apa lagi pemuda yang mereka anggap idi*t ini? Mana mungkin mampu.

Tetapi pandangan berikutnya benar benar mengejutkan sugi dengan mudahnya menggunting benang merah itu seperti orang yang menggunting benang jahit biasa. Orang orang di sana langsung menjatuhkan rahangnya, terutama ki taryudi ia yakin betul benang merah itu bukan benang biasa, tetapi kenapa di hadapan pemuda ini benang itu seolah benang jahit biasa.

Setelah menggunting benang merah di mulut pak kusno, kemudian sugi beralih pada bu farida. Dan bu farida juga sama sangat mudah bagi sugi jika hanya memotong benang.

"Ke... kenapa bisa...?" Gumam ki taryudi.

"Lihatlah baik baik warga warga bodoh...!!! Lihatlah ini... kalian benar benar bodoh yang ada di fikiran kalian hanya bisa menghina orang... apa kalian semua tidak berkaca bahkan kalian lebih bodoh dari orang yang kalian hina, apa kalian merasa manusia paling sempurna apa kalian tidak tau perasaan ku selama ini ketika di hina kalian...!!. Apa kalian tidak memikirkan perasaan nenekku ibuku, atau diriku sendiri..!!!"

Para warga hanya bisa diam mereka bukanya tidak ingin berbicara, tetapi suara mereka semua seperti tertahan di kerongkongan, ketika sugi marah bahkan bisik bisik para warga saja tidak terdengar hanya terdengar sugi saja yang berbicara. Ki taryudi yang terkenal dukun saja tidak bisa bicara ia benar benar kaget dan perasaan takut menyelimutinya ketika sugi marah. Kaki ki taryudi dan seluruh warga tanpa terkecuali Bergetar menahan ketakutan.

"Lalu kau pak kusno, bu farida mungkin ini karma bagi kalian.. karena sudah menghina orang yang sudah meninggal... gadis gadis di desa ini menghilang sendiri tidak ada sangkut pautnya dengan nenekku, atau ibuku kalian semua terlalu cepat menyimpulkan jika aku bertanya..., apa kalian punya bukti jika gadis gadis di desa ini di culik oleh nenekku, atau ibuku apa kalian punya bukti, JAWABB...!!!" Ucap sugi mengeluarkan unek uneknya yang selama ini dia pendam. Seketika para warga kembali bisa berbicara termasuk ki taryudi.

"Ba... bagaimana bisa pemuda ini bisa membungkam mulut semua warga.. seolah kata katanya adalah mantra itu sendiri.." gumam ki taryudi.

"Sial, apa benar yang di katakan sugi bahwa dayat dan dukun ini bersekongkol berarti hantu yang tadi malam pasti kiriman dukun brengsek ini..." gumam pak kusno wajahnya masih meringis menahan sakit di bibirnya.

"Kenapa kalian semua hanya diam...!! apa kalian baru sadar bahwa kalian semua ini bodoh..!! Di mana kesombongan kalian tadi..."

Para warga masih saja diam, padahal mereka sudah bisa berbicara, mereka diam karena bingung mau mengatakan apa.

Sementara ki taryudi mulutnya komat kamit sambil menunjuk sugi dengan mata melotot. Ki taryudi mencoba mengguna guna kepada sugi. orang biasa yang di tunjuk ki taryudi akan merasakan sakit yang teramat sangat di dadanya.

Dayat menghirup nafas panjang melihat adegan tersebut ki taryudi adalah kenalan dayat. dayat pernah melihat orang dadanya kesakitan ketika di tunjuk oleh ki taryudi sambil mata melotot

Dalam hati dayat, dayat berkata. "Mampus kau bocah idi*t pasti sebentar lagi kau akan merasakan sakit di bagian dada.."

Pak kusno, bu farida dan para warga bingung melihat kelakuan ki taryudi.

"Apa dia sudah gial gara gara gagal menipu...?" Gumam sugi

Ki taryudi hanya terpaku diam ketiaka menyadari guna gunanya tidak berpengaruh pada sugi.

"A... apa kenapa, Sial pemuda macam apa dia kenapa dia bisa kebal..?"

Ki taryudi tidak menyerah ia masih saja menunjuk dan melotot ke arah sugi. Orang orang di sana memandangi ki taryudi seperti orang gila.

Ki taryudi baru menyadari ternyata semua kesaktianya telah hilang entah kemana.

Ki taryudi menelan ludahnya secara kasar ketika sugi menatapnya. ketika ki taryudi menatap netra Sugi semakin dalam tiba tiba terlihat bayangan dirinya sendiri, dengan wujud hitam mata nyalang merah, tersenyum smirk ke arahnya kemudian menunjuk taryudi dengan mata melotot. Seketika ki taryudi merasakan sakit yang teramat sangat di dadanya.

"Ba... bagaimana.... bisa..."

Brughhh...!!! Ki taryudi pingsan begitu saja, karena rasa sakit di dadanya sudah tidak dapat dia Tahan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!