NovelToon NovelToon

Anak Tersembunyi Sang Kapten

Bab 1 Talak Saat Pendidikan

Bismillah, karya baru. Jangan lupa dukungannya ya guys.

     Hp Syafana berdering tidak sabar ingin segera diangkat. Syafana bahagia setelah tahu siapa yang menghubungi. Dallas sang suami yang kini sedang menjalani pendidikan Secaba menghubunginya.

     "Assalamualaikum, Kak Dallas." Syafa membalas lebih dulu sebelum suara di ujung telpon sana berbicara. Dengan wajah penuh senyum dan hati gembira, Syafa menempel gawainya di telinga dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya bermain-main di atas ranjang menuliskan nama Dallas di sana.

     "Waalaikumsalam Syafa. Bagaimana kabar kamu? Sebelumnya kakak minta maaf, sebab kakak tidak pulang untuk IB, dikarenakan suatu hal." Dallas membalas dan meminta maaf karena dia tidak bisa pulang. Hati Syafa sedikit kecewa mendengar ucapan Dallas itu. Tapi, Syafa tidak mempermasalahkan, bukankah ada hari lain dan Dallas bisa pulang?

     "Kabar Syafa, alhamdulillah baik Kak. Kakak bagaimana? Sayang sekali Kakak tidak bisa pulang, padahal Syafa punya kabar gembira buat Kakak," balas Syafa masih berkabut bahagia.

     "Kabar kakak saat ini baik. Hanya saja kakak ada suatu hal yang ingin kakak sampaikan. Akan tetapi sebelumnya kakak minta maaf, maksud kakak menghubungi kamu adalah, kakak ingin mengakhiri pernikahan siri kita. Kakak menalak cerai kamu."

     Jleb, kabar yang disampaikan Dallas bagaikan petir di siang bolong yang tiba-tiba saja menyambar. Dada Syafa bergemuruh, jantungnya tiba-tiba berdetak kencang, tubuhnya lemas melorot ke bawah. Gawainya yang tadi ia pegang dengan erat di samping telinganya, kini ikut terlepas bersama tubuhnya ke lantai.

     Syafa membeku dengan derai air mata yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Tatap matanya tiba-tiba seakan buram dan kabur bersama genangan air mata. Syafa tidak sadarkan diri.

     "Syafa, Syafa." Suara di balik gawai masih memanggil nama Syafa. Namun, sang pemilik gawai sudah terlanjur tidak sadarkan diri.

     Di tempat berbeda, Dallas merasa sangat bersalah setelah menyampaikan berita yang sudah bisa ditebak akan membuat Syafa shock. Terbukti, baru saja Dallas menyampaikan kata talaknya, suara Syafa sudah tidak terdengar lagi. Bahkan Dallas tidak sempat mendengar kabar baik yang akan disampaikan Syafana itu apa.

     "Maafkan kakak Syafa, kakak terpaksa melakukan itu. Kakak menyesal kenapa semua ini harus terjadi. Semoga dilain kesempatan kita dipertemukan. Dan jika jodoh itu masih ada, kakak siap kembali denganmu," ucapnya penuh sesal dan begitu mudahnya Dallas berandai.

     Mata Dallas menerawang jauh, sekilas bayang indah di malam pertama saat pertama kali Syafa sah menjadi istrinya, kembali terbayang. Indah penuh kehangatan. Syafa yang pertama kali untuknya, dan yang memetik madu pertama Syafa adalah dirinya. Terbersit rasa bangga di sana. Namun seketika pudar saat dirinya dihadapkan dua beban di pundaknya. Tugas negara dan permintaan kedua orang tua.

     "Silahkan, jika kalian akan melakukan perjalanan IB keluar kota. Semoga selamat sampai tujuan." Suara seorang Batih menyadarkan Dallas dari lamunan. Ijin IB telah diberikan. Masing-masing siswa Caba yang akan melakukan perjalanan IB sudah mengantongi surat ijin perjalanan keluar kota.

     Begitupun dengan Dallas, ia pun kali ini akan melakukan perjalanan IB keluar kota. Ke kota di mana kedua orang tuanya tinggal. Bukan kota yang terlalu jauh sebenarnya, bahkan kota itu merupakan sebuah kota yang cukup berdampingan dengan kota di mana Syafana tinggal.

     Dallas tiba di kediaman kedua orang tuanya, setelah beberapa jam menempuh perjalanan darat, disambut hangat dan senyum bahagia oleh keduanya.

     "Acaranya akan segera dimulai, nanti malam ba'da isya." Belum sampai kakinya menapaki lantai rumah, sebuah suara bariton sudah menggema di telinga Dallas, memberitahukan bahwa setelah isya acara itu akan digelar.

     Dallas mengangguk, lalu menyalami tangan kedua orang tuanya, sebelum ia membuka sepatu tentaranya.

     "Assalamualaikum." Dallas memasuki dalam rumah, di sana ia disambut sang kakak perempuan yang langsung mengajaknya ke kamar. Menarik lengan Dallas, seperti ada sesuatu yang penting.

     "Als, bagaimana dengan perempuan itu. Kenapa kamu bisa gegabah ambil keputusan? Menikahinya secara siri, lalu sekarang kamu menalaknya? Apa mbak bilang, kamu jangan gegabah ambil keputusan. Kamu saat ini masih dalam masa pendidikan. Kalau ketahuan oleh kesatuan bagaimana? Lalu kalau perempuan itu menuntut, bagaimana? Kamu ada-ada saja, kalau cinta itu jangan sampai membutakan akal dan pikiran. Jalanmu masih panjang, kamu masih muda, dia juga baru lulus SMA, kan?" cecar Daisya sang kakak sembari menatap Dallas begitu dalam, dia tahu apa yang dirasakan Dallas sang adik. Tapi Dallas di matanya begitu nekad.

     "Als, mencintainya, Mbak. Tapi, bagaimana dengan ayah dan ibu, mereka sudah mempersiapkan segalanya? Als juga sudah menalak Syafana," kata Dallas tertunduk dalam. Ia seperti menyesali perbuatannya. Dallas begitu sedih.

     "Kamu masih ada waktu untuk memutuskan untuk tidak menerima pertunangan ini Als, kalau kamu mau." Daisya memberi saran, ia tahu perasaan adiknya seperti apa. Daisya tahu, seorang tentara harus memiliki jiwa yang tegas dalam mengambil keputusan, begitupun Dallas di sini dia dituntut untuk tegas memutuskan.

     "Als ...." Baru saja akan bicara, ucapan Dallas sudah dipotong oleh seruan sang ibu.

     "Als, keluarlah. Keluarga calon tunanganmu sudah datang. Persiapkan dirimu segera. Dais, tolong bantu adikmu untuk bersiap." Suara perempuan paruh baya dari luar kamar terdengar menyeru, memotong ucapan Als yang belum sampai. Dia Bu Delima sang ibu, yang sejak siang tadi sibuk menyiapkan acara untuk pertunangan Dallas dengan seorang perempuan pilihan mereka.

     "Als, masih ada kesempatan. Kamu bisa tolak ataupun membatalkan semua. Tapi, kamu tahu seperti apa kebaikan yang pernah ditorehkan keluarga gadis itu. Kamu tinggal pertimbangkan. Keputusan mutlak tetap ada di tangan kamu. Mbak keluar dulu, segera pakai kemeja ini. Mbak tidak enak berada di dalam terus." Daisya keluar dari kamar dan membiarkan sang adik mengambil keputusan.

     Dallas akhirnya terpaksa mengambil keputusan yang sulit ini. Malam ini, ia menerima pertunangan dengan seorang gadis pilihan orang tuanya. Gadis yang merupakan anak dari sahabat orang tua Dallas.

     Di tempat berbeda. Syafana diketahui tidak sadarkan diri oleh kedua orang tuanya, di kamar. Bu Sarma dan Pak Syakir segera membawa putrinya ke sebuah klinik terdekat.

     Sebuah kenyataan harus mereka ketahui dari penjelasan dokter tentang keadaan Syafana yang sebenarnya.

     "Putri ibu dan bapak saat ini sedang mengandung. Usianya sekitar empat minggu. Tolong dijaga saat putrinya mengandung, sebab diusia yang masih muda ini rentan keguguran," ucap dokter sembari memberikan secarik kertas resep untuk ditebus.

     Pak Syakir tersentak mendengar penjelasan dokter. Bukan ia tidak senang atau tidak mau, tapi keadaannya saat ini suami dari Syafana sedang menjalani pendidikan Caba.

     "Ya ampun Bu, bagaimana ini? Kenapa mereka sampai kebobolan. Bukankah Dallas menantu kita masih menjalani pendidikan? Harusnya mereka tahu kalau Syafa jangan dulu mengandung." Pak Syakir kelabakan saat tahu putrinya saat ini ternyata mengandung.

     "Lebih baik kita segera kasih tahu Nak Dallas. Agar dia bisa mengambil keputusan," usul Bu Sarma.

     "Bu, Pak, tidak usah kasih tahu lagi Kak Dallas!" seru Syafana berdiri dari balik pintu ruang pasien.

NB: Kisah ini hanya fiktif belaka!

Bab 2 Syafa Diungsikan

     Mereka bertiga pulang dari klinik membawa tanya di dalam benak masing-masing.

     Tiba di rumah, Syafa dibiarkan tenang dulu, karena Bu Sarma dan Pak Syakir melihat Syafa begitu sedih dan tertekan.

     "Minumlah dulu. Setelah perasaanmu tenang, kamu harus ceritakan sama bapak dan ibu." Bu Sarma memberikan segelas teh hangat untuk Syafa. Syafa meraih gelas itu, lalu diteguknya air teh hangat di dalam gelas itu.

     Pak Syakir memintal-mintal tembakau di depan teras rumahnya, sebelum ia membakarnya dengan api lalu menyesapnya. Pikirannya masih melayang dengan kejadian yang menimpa Syafana di klinik tadi.

     "Ceritakan sama ibu, apa yang membuat kamu berbicara seperti tadi di klinik? Bukankah ada baiknya suamimu tahu kalau kamu saat ini sedang mengandung? Ibu tahu, Dallas saat ini baru saja pendidikan, dan berita ini tentu saja akan membuatnya shock. Tapi, bagaimanapun juga dia tetap harus tahu. Lagipula kenapa kalian tidak berusaha mencegahnya? Bukankah ibu pernah memberitahu kalau kalian bisa menahannya dengan berKB. Harusnya salah satu dari kalian mau mengalah." Suara Bu Sarma mulai terdengar dari dalam rumah, sehingga Pak Syakir mulai berdiri, lalu mematikan lintingan rokoknya sebelum memasuki rumah.

     Syafana diam terpaku, dia tidak tahu harus berkata apa. Yang ada air matanya justru mengalir semakin deras mengingat satu kalimat yang didengarnya dari bibir Dallas semalam.

     Kata talak sudah terlontar, otomatis dia kini janda dan sudah tidak ada ikatan pernikahan lagi dengan Dallas.

     "Kami bukan mau menekanmu, tapi kami harus tahu apa yang sebenarnya terjadi sama kamu, Syafa. Berikan nomer Hp suamimu biar bapak menghubunginya dan memberitahukan keadaanmu," pinta Pak Syakir.

     "Tidak perlu Pak."

     "Kenapa?"

     "Karena Kak Dallas sudah memberikan talak untuk Syafa lewat telpon."

     "Apa? Kurang ajar." Jawaban Syafana mengundang rasa terkejut dan tidak percaya pada Pak Syakir dan Bu Sarma.

     "Tidak mungkin, ini tidak mungkin. Bukankah dia sendiri yang meminta pernikahan ini dengan alasan untuk ketenangan? Tapi, setelah kamu mengandung kenapa dia tega menalakmu? Benar-benar tidak bisa dibiarkan. Bapak akan menghubunginya atau kalau perlu mendatanginya ke kesatuannya." Kemarahan Pak Syakir tidak terbendung sampai terdengar kalimat ancaman.

     "Tidak perlu, Pak. Syafa mohon, jangan mendatangi kesatuannya Kak Dallas. Kak Dallas belum tahu kalau Syafa hamil." Syafana memohon, entah apa yang dipikirkannya.

     "Lantas, apa yang akan kita lakukan, sementara dirimu hamil? Bapak akan menghubungi Dallas, biar dia tahu kalau kamu hamil," ngotot Pak Syakir sembari merebut gawai Syafana dan mulai mencari nomer Dallas.

     Bu Sarma ikut gelisah dan panik, perempuan paru baya itu hanya bisa duduk gelisah dan termenung sedih memikirkan nasib anaknya saat ini.

     Sayang sekali, nomer Dallas yang sudah beberapa kali dihubungi, sama sekali tidak aktif. Membuat Pak Syakir kecewa dan marah.

     "Nomer suamimu tidak aktif." Pak Syakir mendesah kecewa, tatap matanya tajam ke depan.

     "Kita susul ke rumahnya, bapak harus meminta penjelasan dari keluarganya," putus Pak Syakir.

     "Syafa tidak tahu di mana rumahnya, Pak. Syafa belum pernah diajak ke rumahnya." Ungkapan Syafa yang lirih dan tertahan oleh tangis, membuat Pak Syakir dan Bu Sarma mendengus putus asa. Apa yang harus mereka perbuat kalau sudah seperti ini?

     "Kita harus apa, Bu? Kenapa Dallas memperlakukan anak kita dengan tega seperti ini? Kenapa kita harus percaya dengan permintaan dia saat dia mengajak Syafa menikah siri dengan alasan supaya dia tenang, tapi buktinya seperti ini?" Pak Syakir berkata menahan tangis. Dia seakan putus asa, bagaimana caranya mengatasi Syafa yang kini hamil, tapi Dallas tidak bisa dihubungi.

     "Bagaimana dengan omongan tetangga, jika mereka melihat perut Syafa yang besar, sedangkan mereka tidak tahu kalau Syafa sudah menikah siri dengan lelaki itu?" lanjut Pak Syakir dengan mata menerawang jauh ke depan.

     Syafana bangkit dan berlalu dari ruangan itu, ia tidak kuasa menanggung derita kedua orang tuanya akibat kehamilannya ini bersama Dallas. Syafa memasuki kamar, lalu menangis di sana. Dia tidak bisa membayangkan harus apa setelah ini?

     Bu Sarma terdiam, ia kehilangan kata-kata. Semuanya bagai mimpi buruk di siang bolong yang datang bagaikan badai yang menghantam tanpa diduga.

     Kembali bayangan Dallas saat meminta dirinya untuk menikahi Syafa secara siri terbayang.

     "Dallas mohon ijin sama ibu dan bapak, Dallas ingin menikahi Syafa. Dallas mencintai Syafa, dan Dallas tidak ingin kehilangan Syafa. Supaya Dallas tenang, sementara Dallas akan menjalani pendidikan, bagaimana kalau Dallas dan Syafa menikah siri dahulu? Ini semua agar Dallas merasa tenang, karena antara kami sudah ada ikatan pernikahan," mohon Dallas sebulan lebih yang lalu tanpa menimbulkan kecurigaan apapun terhadap kedua orang tua Syafana.

     "Apakah pernikahan siri ini akan baik untuk hubungan kalian? Sementara Syafa baru saja lulus SMA. Bapak dan ibu tidak ingin kelak ada yang dirugikan salah satu pihak." Kala itu Pak Syakir sedikit ragu dengan permohonan Dallas.

     "Bapak dan ibu yakin sama Dallas, Dallas tidak mungkin menyakiti Syafana. Sebab Dallas sangat mencintai Syafana. Nanti, setelah masa dinas dua tahun, Dallas akan segera mengajukan pernikahan ke kesatuan," ujarnya lagi meyakinkan, sehingga Bu Sarma dan Pak Syakir percaya begitu saja dengan permintaan Dallas.

     Akhirnya Dallas dan Syafana sah menjadi suami istri secara siri malam itu. Disaksikan dua orang saksi dan seorang Ustadz yang menikahkan. Pak Syakir menjadi wali nikah untuk Syafana. Sungguh malam itu sebuah malam yang mengharukan sekaligus membahagiakan, meskipun pernikahan mereka masih dirahasiakan dari tetangga maupun kesatuan Dallas.

Sebulan kemudian,

     "Bu, perut Syafa semakin hari semakin besar. Apakah kita akan tetap diamkan Syafa di sini? Kita harus ungsikan Syafa dari sini. Bapak tahu harus ke mana Syafa diungsikan," ujar Pak Syakir terdengar was-was.

     "Terserah Bapak saja. Demi kebaikan Syafa, ibu setuju dengan keputusan yang Bapak ambil," ujar Bu Sarma setuju.

     Tanpa perlawanan, Syafana akhirnya diungsikan ke suatu tempat yang kira-kiranya aman dari omongan tetangga maupun lingkungan setempat.

     "Kamu akan menyesal, Kak, karena telah memperlakukan Syafa seperti ini. Syafa tidak akan pernah memaafkan apa yang telah Kak Dallas lakukan pada Syafa dan keluarga Syafa seperti ini," tekad Syafa saat mobil travel mulai membawanya pergi dari kediaman kedua orang tuanya.

     Lelehan air mata membasahi pipi Syafa. Syafa pergi bagaikan seorang perempuan yang sudah hilang harga diri. Kepergiannya dari rumah kedua orang tuanya, hanya demi harga diri dan martabat kedua orang tuanya.

    "Maafkan Syafa, Pak, Bu. Syafa tidak bisa membuat bapak dan ibu bangga terhadap Syafa," batin Syafa sembari mengusap perutnya yang semakin membesar.

Bersambung

Mohon dukungannya ya teman-teman.

Bab 3 Wajah Yang Mirip 99 Persen

     Sembilan bulan kemudian, Syafana melahirkan seorang bayi tampan. Bayi itu terlahir mewarisi hampir 99 persen wajah Dallas. Tidak diragukan lagi siapa pemilik benih yang bersarang di rahim Syafana, lalu benih itu kini menjelma menjadi bayi tampan yang dilahirkan dengan penuh perjuangan sampai dengan titik darah penghabisan.

     Sebelum bayi itu keluar dengan selamat, Syafana entah kenapa tiba-tiba menyebut nama Dallas di penghujung sisa tenaganya. Sambil menarik nafasnya dalam, Syafana berusaha mendorong bayinya bersama dengan hembusan nafasnya sekuat mungkin.

     "Allahu akbar. Kak Dallassss," pekiknya. Bersamaan dengan itu, tangisan bayi pun terdengar keras menggantikan rasa sakit yang dialami Syafana antara perjuangan hidup dan mati, kini terganti dengan kebahagiaan tidak terkira.

     Rasa sakit tadi seketika hilang saat dokter yang membantunya melahirkan, menyebutkan bahwa bayi yang dilahirkan Syafana secara normal itu selamat dan sehat dengan bobot 3000 gram dan panjang 52 senti meter.

     "Anak Mbak Syafa sehat dan berjenis kelamin laki-laki," ujar dokter sembari mendekatkan bayi laki-laki itu ke wajah Syafana untuk dikecupnya. Setelah itu dokter menyerahkan bayi Syafana pada Perawat untuk segera dibersihkan sebelum bayi itu diadzankan oleh ayahnya.

     Syafana pun segera dibersihkan karena akan dipindahkan ke ruang perawatan.

     Setelah Syafa dan bayinya bersih, mereka berdua kemudian dipindahkan ke ruang perawatan.

     Pak Syakir sebagai kakek kandung sang bayi, sigap mengumandangkan adzan di telinga kanan sang jabang bayi, dengan berurai air mata.

     "Kamu sudah punya nama untuk bayimu, Nak?" tanya Pak Syakir menatap Syafana setelah mengadzani. Syafana menggeleng.

     "Baiklah, biar bapak yang akan memberinya nama." Pak Syakir terlihat berpikir, ia pun bingung memikirkan nama untuk cucu pertamanya. Karena selama ini dia tidak menyiapkan nama cucu pertamanya itu.

     "Sakala Pratama. Berikan namanya Sakala Pratama," ujar Pak Syakir setelah beberapa saat berpikir.

     Syafana setuju, lagipula dia juga bingung apa nama yang bagus untuk sang putra. Tiba-tiba lelehan air matanya menetes membasahi pipi, diusia yang belum genap 19 tahun, Syafana sudah melahirkan anak tanpa ayah. Dan bayi Sakala dihari pertama terlahir ke dunia, tidak melihat sosok ayah. Entah sampai kapan Sakala akan melihat sosok ayah kandung, yang jelas Syafana berjanji tidak akan pernah mempertemukan Sakala dengan ayahnya. Syafana akan menyembunyikan Sakala dari Dallas.

     Sehari kemudian, Syafana dan bayi Sakala sudah diperbolehkan pulang. Syafana tinggal di sebuah tempat yang aman dan damai, kota kecil yang tidak mungkin terjamah oleh Dallas menurutnya.

Lima tahun kemudian

     "Lihatlah hari demi hari putramu sangat mirip dengan ayahnya. Apakah kamu sependapat dengan ibu, Syafa?" celoteh Bu Sarma ditengah-tengah kunjungannya ke kota Cikaracak, sebuah kota kecil di mana Syafana tinggal bersama nenek dan kakeknya dari Pak Syakir.

     Syafana mengangguk. Padahal dalam hatinya sering bersedih apabila melihat wajah Saka, wajah yang mengingatkan dirinya pada Dallas ayah biologis dari Sakala.

     "Mengapa wajahnya begitu mirip dengan lelaki itu? Padahal aku ingin menghapus semua kenangan tentang dia, sekalipun wajahnya," batin Syafana.

     Syafana hanya mengangguk merespon ucapan ibunya. Walaupun Syafana sedih jika melihat wajah Sakala yang mengingatkan dia pada Dallas, akan tetapi Syafana sungguh menyayangi bocah lima tahun itu.

     Hari demi hari Sakala tumbuh menjadi anak yang menggemaskan dan pintar. Dia juga patuh dan sangat penyayang. Hal ini tidak lepas dari didikan Syafana yang begitu disiplin. Syafana tidak pernah membiarkan Sakala menjadi anak laki-laki yang ceroboh.

     "Saka, salam sama Emak dan Abah, Emak dan Abah akan kembali ke kota," ujar Syafana sembari menyuruh Sakala menyalami nenek dan kakeknya.

     Sakala patuh, dia menyalami tangan nenek dan kakeknya lalu diciumnya begitu dalam.

    "Pintar betul cucu kakek ini. Kamu semakin tampan dan gagah, abah merasa tidak ingin berpisah denganmu," celoteh Pak Syakir seraya mencium kedua pipi Sakala kiri dan kanan.

     "Saka juga ingin ke kota bersama Abah. Kapan Saka bisa ikut?" ujarnya mengungkapkan keinginannya ikut ke kota bersama emak dan abahnya.

     "Nanti kalau sudah besar saja, itupun kalau mamamu mengijinkan," tukas Bu Sarma sembari melirik Syafana. Karena masa lalunya dengan Dallas, Syafana tidak mau dan tidak pernah mengijinkan Sakala ikut ke kota bersama bapak dan ibunya, sebab Syafana tidak mau tiba-tiba harus bertemu Dallas.

     "Ibu sama Bapak hati-hati, ya. Syafa hanya bisa antar di sini saja," ujar Syafana mengalihkan topik pembicaraan ayah dan ibunya.

     "Sebentar, bapak ada yang ingin dibicarakan sama kamu. Bapak hampir lupa. Itu mengenai Nak Sudirman, apakah kamu mau menerimanya. Dia sudah beberapa kali menanyakan kamu sama bapak. Kalau menurut bapak, ada baiknya kamu menikah lagi, kamu masih sangat muda. Dan Nak Sudirman laki-laki baik yang pekerja keras serta penyayang," ungkap Pak Syakir sembari menatap Syafana dalam.

     "Syafa tidak lagi memikirkan hal itu, Pak. Saat ini Syafa hanya ingin fokus dengan usaha Syafa sama mengurus Saka. Bapak tidak perlu lagi mengkhawatirkan Syafa dan Saka. Terimakasih atas perhatian Bapak, Syafa bangga memiliki Bapak juga Ibu," urai Syafana sembari memeluk kedua orang tuanya silih berganti diiringi isak tangis.

     Pak Syakir tidak bisa apa-apa setelah Syafana menolak lagi ajakan seorang lelaki yang serius ingin menikah dengannya. Syafana seakan trauma setelah kisahnya dengan Dallas berakhir begitu saja secara sepihak.

     Pak Syakir dan Bu Sarma akhirnya berpamitan, untuk kembali ke kota. Syafana menatap kepergian kedua orang tuanya dengan sedih.

     "Dadah Abah, Emak, nanti tengok Saka lagi, ya," teriak Saka sembari melambaikan kedua tangannya pada nenek dan kakeknya. Pak Syakir dan Bu Sarma membalas dengan lambaian tangan sebelum mobilnya menjauh dari depan rumah kedua orang tua Pak Syakir yang kini ditinggali Syafa dan Sakala.

Di tempat berbeda,

     Setelah melewati pendidikan dan masa dinas kurang lebih tiga tahun, Dallas kini memenuhi janjinya terhadap kedua orang tuanya. Hari ini acara pernikahan Dallas dan seorang perempuan yang dulu dijodohkan dengannya, akan berlangsung. Perempuan itu seorang Bidan.

     Sebelum Pak Penghulu datang dan iringan mempelai perempuan tiba, Dallas masih berada di dalam kamar rias bersama Daisya sang kakak.

     "Kemarin mbak bermimpi bertemu dengan seorang anak laki-laki yang wajahnya mirip kamu, Als. Dalam mimpi itu juga, anak laki-laki itu menghampiri kamu sembari memeluk kamu dan memanggil kamu papa," ungkap Daisya sembari menatap Dallas was-was.

     Dallas tersentak lalu membalas sang kakak dengan tatapan kaget.

     "Yang benar, Mbak?" Wajah Dallas berubah pias, ia tiba-tiba ingat akan kisah pernikahannya dengan Syafana, perempuan yang masih dicintainya itu.

     "Benar, mbak nggak bohong. Mbak sampai kepikiran pernikahan siri kamu bersama Syafa. Mungkinkah Syafa saat kamu talak sudah mengandung anak kamu?"

Pembicaraan Dallas dan Daisya, terdengar langsung oleh Bu Delima, begitu mendengar, dia langsung masuk dan menyela obrolan kedua anaknya.

     "Apa, Dallas pernah menikah siri dan sekarang dia punya anak?" Tiba-tiba Bu Delima masuk tanpa sepengetahuan Dallas dan Daisya, Bu Delima terlanjur mendengar obrolan antara Dallas dan Daisya. Dallas dan Daisya tersentak dan saling lempar tatap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!