...Blurb:...
...Wanita adalah makhluk paling rumit di dunia. Sangking rumitnya, pikiran, bahkan perkataannya bisa berubah seiring waktu....
...Pada ulang tahun pernikahan pertama, Sandra melontarkan candaan ringan, mengatakan bila tak kunjung memiliki anak akan meminta Bastian menikah lagi....
...Bastian tak menanggapi candaan Sandra sama sekali, hingga pada akhirnya di tahun ke sepuluh pernikahan. Hal yang tak diinginkan Sandra lantas terjadi. Ternyata, secara diam-diam Bastian menikah siri dengan sekretaris pribadinya bernama Laura dan sekarang tengah berbadan dua....
...Apa yang akan dilakukan Sandra? Apa dia akan pergi atau memilih bertahan?...
...~Selamat Membaca...
...***...
Tangan kanan Sandra menggantung di gagang pintu tiba-tiba. Belum juga masuk, tapi dadanya terbakar membara. Dia tengah membayangkan suaminya berpelukan bersama wanita lain di dalam sana. Beberapa menit sebelumnya, dia baru saja mendapat kabar dari nomor tak di kenal bila Bastian membawa seorang wanita ke penthouse milik mereka.
Di sinilah Sandra sekarang, berdiri di depan pintu penthouse hendak memastikan apakah benar Bastian bersama seorang wanita. Sandra berharap orang yang mengiriminya pesan tadi hanya iseng saja. Namun, nyatanya halusinasi liar Sandra benar-benar terjadi saat ini.
"Kapan kau akan memberitahu Sandra? Aku tidak mau bersembunyi-sembunyi seperti ini lagi. Kau tahu sendiri, aku juga ingin berkenalan dengan maduku itu. Bukankah kau mengatakan Sandra dulu memintamu menikah lagi."
Lembut dan pelan perkataan Laura, hingga ruangan di lantai 10 itu terdengar amat sunyi. Seakan-akan tak ada manusia yang sedang berbicara. Padahal di ruang tamu penthouse Da Vinci, yang terletak di jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Kedua insan manusia tengah duduk bermesraan di sofa.
"Apa perlu?" Bastian melirik ke samping, pada sosok wanita yang menjadi sekretarisnya selama 3 tahun ini. Cepat-cepat dia membenarkan duduk. Raut mukanya berubah jadi masam saat Laura membuka topik pembicaraan barusan.
Melihat ekspresi Bastian, bibir Laura langsung turun ke bawah.
"Bas, apa kau tidak mencintaiku? Apa aku ini hanya dijadikan alat untuk kau mendapatkan anak? Aku juga ingin berkenalan dengan Sandra. Kau tahu sendiri selama ini aku kagum sama Sandra dan hanya bisa melihat-lihatnya di televisi, aku penasaran dengan Sandra dan ingin bertemunya secara langsung, perkenalkan lah aku pada Sandra sekarang. Aku janji akan jadi madu yang baik untukmu," ujar Laura, mengalun lembut di ruangan bergaya klasik tersebut.
Bastian menarik napas panjang sejenak. "Lau, aku sangat mencintaimu. Kalau aku tidak mencintaimu, tidak mungkin aku mengambil risiko menjalin hubungan denganmu, bahkan aku juga menikahimu. Bersabarlah sebentar ya, aku akan mengenalkanmu pada Sandra nanti."
Bastian Dominiq, putra bungsu dari keluarga Dominiq. Bisnis keluarga Bastian bergerak di berbagai bidang, sudah berada di mana-mana, dari sabang sampai merauke. Keluarga Dominiq sangat terkenal dan kerap kali menjadi perbincangan hangat para masyarakat negara seribu pulau ini, karena kehidupan keluarga Dominiq cukup menarik perhatian khalayak publik.
Sementara Sandra Kertanegara, putri sulung dari pemilik perusahaan yang cukup terkenal di Indonesia dan bergerak di bidang fashion. Tidak ada yang tahu jika Sandra dan Bastian menikah karena pernikahan bisnis dahulu.
"Ternyata kau tidak mencintaiku, kasihan aku dan anakku," ucap Laura, berdiri cepat-cepat dari sofa dengan bola mata mulai berkaca-kaca. Laura hendak menggerakkan kaki. Namun, Bastian menahan tangannya tiba-tiba.
"Lau, mengapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini? Bukankah dari awal aku sudah memberitahumu untuk bersabar, kau tahu sendiri keluargaku dan keluarga Sandra selalu dipantau gerak-geriknya oleh masyarakat, citraku akan buruk nanti, ayolah aku mohon mengertilah keadaanku sekarang." Dengan cepat pula Bastian beranjak, mengenggam erat tangan Laura.
Laura mulai terisak. Air mata perlahan mulai turun dari sudut matanya. "Tapi sampai kapan? Aku tidak sanggup bersembunyi terus, bahkan aku tidak bisa memegang tanganmu saat kita berjalan bersama di luar. Aku mau semua orang tahu jika aku istrimu juga, aku juga ingin berjalan bersama Sandra layaknya kakak dan seorang adik!" kata Laura sedikit menggebu-gebu.
Bastian perlahan mengusap air mata Laura sejenak kemudian membawa Laura ke dalam pelukannya. "Bersabarlah sedikit Lau, tunggu waktunya tiba. Tenangkan dirimu, aku tidak mau anakku di dalam sana sampai stres, percayalah padaku, aku sangat mencintaimu," kata Bastian, berusaha memberi pengertian pada Laura.
Laura enggan menanggapi, justru menelusupkan wajah ke dada bidang Bastian. Semakin tumpah tangisnya kala Bastian mengelus-elus pelan punggungnya sekarang. Hormon kehamilan membuat suasana hati Laura mudah berubah-ubah. Wanita berambut pendek itu terisak sambil memeluk Bastian dengan erat.
"Tapi kau janji akan mengenalkan aku pada Sandra dan keluargamu nanti, 'kan?" Laura mengendurkan pelukan seketika, mendongakkan kepala kemudian menatap sendu Bastian. Cairan bening yang mengalir di pipinya, perlahan mulai berhenti.
"Jan ...." Bastian tak jadi meneruskan ucapan kala terdengar bunyi pintu smartlock di luar seperti ditekan-tekan. Dengan cepat Bastian mengalihkan perhatian ke ambang pintu sambil mengurai pelukan. "Tunggu dulu, sepertinya ada yang tidak beres di sini."
Laura mengerutkan dahi samar-samar. "Maksudmu?"
Bastian tak menjawab justru melangkah cepat menuju ambang pintu. Namun, baru saja beberapa langkah, pupil matanya langsung melebar tatkala melihat sosok yang tidak diinginkan keberadaannya masuk ke ruangan saat ini.
"Sandra, kenapa kau ada di sini?" tanya Bastian, menahan gugup.
Sandra enggan menanggapi. Melainkan melangkah cepat, memasuki ruangan besar tersebut. Tak ada ekspresi terkejut yang tergambar di wajahnya. Hanya raut muka datar yang terlihat amat kentara sekarang. Namun, diam-diam dada Sandra bergemuruh kuat layaknya kobaran api panas yang siap meluluh lantakan ruangan mewah tersebut. Karena Bastian ternyata bersama seorang wanita.
Sandra sangat cantik, pakaiannya tampak modis. Dia memakai kemeja putih gading yang tangannya dilipat sedikit ke atas, celana jeans berwarna biru laut membuat tubuhnya terlihat makin ramping, dan heels berwarna merah tampak sangat seksi di kaki jenjangnya. Wajah tegas Sandra pun terlihat begitu sempurna hingga Laura yang terkejut dengan kedatangan madunya itu, terpana dengan kecantikan Sandra sejenak.
"Ini tidak seperti yang kau bayangkan San, aku dan sekretarisku ada urusan penting di sini, sebenarnya kami sebentar lagi mau pergi meeting dengan klienku di restaurant," papar Bastian, perlahan mendekati Sandra.
Lagi dan lagi Sandra tak menyahut. Dadanya semakin terasa perih dan tentu saja Bastian tidak mengetahui perasaannya saat ini. Begitu Bastian sampai di dekat Sandra. Wanita bermata indah itu menangkis cepat tangan Bastian lalu menatap Laura dengan raut wajah datar.
Bastian tentu saja tampak terkejut.
Sandra tiba-tiba duduk di sofa kemudian menyilangkan kakinya, tanpa mengalihkan pandangannya dari Laura. Sementara Bastian tampak panik setengah mati, keringat dingin pun mulai membasahi telapak tangannya sekarang. Sebab Sandra tak memberi tanggapan sama sekali dan bersikap biasa saja. Istri pertamanya ini memang sangat sulit ditebak.
Bastian mencoba membuka suara kembali. "San, kenapa kau tidak mau aku sentuh? Aku—"
"Maaf memotong pembicaraan! Maduku ah maksudku Nyonya Sandra, aku ini madumu alias istri kedua Bastian, aku mohon terimalah aku menjadi madumu sekaligus adikmu," potong Laura sambil membungkukkan badan di hadapan Sandra.
"Laura!" Bastian melebarkan mata dan jantungnya seperti akan melompat keluar sekarang juga. "Apa yang kau lakukan?!"
Laura menegakkan badan kemudian menoleh sekilas ke arah Bastian. "Sandra perlu tahu, lagi pula kita sudah tertangkap basah, untuk apa kau mengelak lagi, dia perlu tahu jika kita sudah menikah siri," katanya seraya melototkan mata sedikit.
Semakin melebar pupil mata Bastian. Kedua tangannya terkepal erat, menahan amarah karena Laura tak menuruti perkataannya.
"Keluar kau sekarang!" ujar Bastian setengah berteriak.
"Untuk apa kau menyuruh wanita ini keluar, biarkan saja dia di sini," lontar Sandra tiba-tiba. Wajah Sandra masih terlihat datar, meskipun begitu suaranya terdengar sangat dingin hingga Bastian merasa terganggu dengan ketenangan Sandra sekarang.
Bastian mengalihkan pandangan kepada Sandra. "Tapi San, mari kita bicara berdua sebentar, ini semua salah paham, aku dan Laura hanya sebatas atasan dan bawahan, aku minta maaf jika membawanya ke penthouse kita karena aku benar-benar lelah berkerja dan butuh istirahat, kebetulan Laura juga harus menyelesaikan—"
"Nyonya Sandra, aku sedang mengandung anak Bastian!" sela Laura seketika.
Pada umumnya para istri akan menangis tersedu-sedan saat mendengar ada seorang wanita tengah menggandung anak suaminya. Namun, berbeda dengan Sandra. Wanita yang memiliki wajah khas Indonesia itu, tak meneteskan air mata sedikit pun. Pantang bagi wanita seperti Sandra menangis, apa lagi meminta penjelasan pada sang suami. Hanya membuang-buang tenaganya saja, karena dia tahu para pria akan selalu menyangkal. Meski mereka tahu, diri mereka salah.
Sedari tadi Sandra hanya diam saja, memandang ke depan dengan tatapan datar. Dia tak menampilkan ekspresi sedih, marah atau pun kecewa. Sorot matanya pun tampak biasa. Sandra memilih tak memberi tanggapan, membisu dengan bibir terkatup rapat.
"Sandra, aku bisa menjelaskannya," kata Bastian seketika, seraya melirik Laura sekilas dengan sangat tajam. Memberi kode pada Laura untuk diam.
Laura terintimidasi, dengan kikuk menundukkan kepala. Lalu Bastian pun mulai mendekati Sandra kembali.
"Aku khilaf San, begini ceritanya, beberapa bulan yang lalu, kami mabuk berat dan sama-sama tidak sadarkan diri, lalu hal yang tak diinginkan pun terjadi, aku tidak sadar San. Pada malam kejadian aku melihat wajahmu bukanlah wajah Laura."
"Percayalah padaku, San. Aku mau memberitahumu jika tidak sengaja tidur dengan Laura, tapi aku takut akan membebani pikiranmu. Saat aku tahu Laura hamil, aku terpaksa menikahinya karena aku tidak mau namaku tercoreng, aku benar-benar minta maaf Sayang, tolong percayalah padaku," terang Bastian. Berharap Sandra memercayai perkataannya.
Suara Bastian terdengar sangat tulus. Akan tetapi, semua yang dikatakan Bastian hanyalah kebohongan belaka di telinga Sandra. Insting seorang wanita tidak pernah salah. Pantas saja akhir-akhir ini, Sandra merasa ada yang janggal dari Bastian dan tak dapat diungkapkan melalui kata-kata. Namun, selama ini Sandra selalu mencoba berpikir positif. Titiknya hari ini, pesan masuk di ponsel membuat perasaannya mulai gundah dan pikirannya kalut.
Kini Sandra masih diam. Bergeming, dengan raut wajah datar tanpa mengeluarkan ekspresi sama sekali. Meskipun begitu, tanpa sepengetahuan Bastian atau pun Laura. Dada Sandra bergemuruh kuat, layaknya gunung merapi yang sebentar lagi akan meletus. Remuk sudah jantungnya. Sandra menahan diri, untuk tidak meneteskan air mata. Dia tidak mau kesedihannya dilihat oleh Bastian mau pun Laura. Sandra tidak suka hal itu. Dia tidak suka terlihat lemah di hadapan manusia. Sekali pun suaminya sendiri!
Sandra tak mengira, pria yang dia cintai dengan sepenuh hati, begitu tega mengkhianatinya. Bertahun-tahun dia mengabdi pada sang suami, bahkan menuruti perintah Bastian untuk tidak berkerja lagi, tapi tetap saja Bastian mengingkari janjinya. Sekarang, dunia Sandra seolah-olah berhenti di tebing jurang dan jurang tersebut tengah menyambutnya untuk terjun bebas ke bawah sana. Sandra berharap semua yang terjadi padanya saat ini, hanyalah sebuah mimpi.
"Sandra, jangan begini, balaslah perkataanku, aku benar-benar minta maaf, aku tidak bermaksud melukaimu Sayang, aku khilaf, aku benar-benar khilaf ...." Melihat ketenangan Sandra, Bastian sangat terusik. Bastian tahu istrinya ini memang pandai sekali menyembunyikan perasaan.
Sandra tak kunjung memberi komentar, kali ini dia melirik Bastian dan Laura secara bergantian. Sorotnya masih sama seperti tadi dan hal itu membuat Bastian semakin ketar-ketir.
"Sandra, balaslah perkataanku," kata Bastian seraya menyentuh tangan kanan Sandra, tapi Sandra menepis lagi tangannya kemudian berdiri dengan cepat.
"Sandra!" seru Bastian hendak menahan tangan Sandra lagi. Dan secara bersamaan Laura tiba-tiba bersujud di hadapan Sandra sambil meneteskan air mata.
"Nyonya Sandra, jangan pergi, dengarkan dulu penjelasan kami, benar kata Bastian, pada malam kejadian kami sama-sama mabuk berat dan kami tidak sengaja melakukan hubungan terlarang, aku minta maaf Nyonya Sandra, terimalah aku jadi madumu!" kata Laura sambil menyatukan kedua tangan di depan dada dan memandang ke arah Sandra dengan tatapan memelas.
Hening melanda.
Sandra masih tak bersuara. Bibirnya benar-benar terkunci. Kini wanita berparas tegas itu memandang ke bawah tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali. Sementara Bastian, makin panik karena Laura sudah melampaui batas. Bastian hendak menggerakkan lidah. Namun, Sandra tiba-tiba membuka suara.
"Apa kau selalu merendahkan dirimu?" kata Sandra, nada suaranya terdengar sangat tegas hingga Laura menatapnya penuh keheranan sekarang.
Termasuk Bastian, yang saat ini mengerutkan dahi dengan sangat kuat. Karena Sandra tak menanggapi perkataannya yang tadi.
"Maksud Nyonya?" tanya Laura, masih kebingungan.
"Kau masih bertanya, aku ini bukan Tuhan, untuk apa kau bersujud di hadapanku," kata Sandra lalu dengan sigap memutar tumit dan berjalan cepat menuju pintu.
Sandra sudah tidak tahan lagi. Terlalu lama menatap wajah Bastian dan Laura membuat dadanya terasa remuk redam. Sandra memutuskan untuk pergi dari sini. Dia tak mau air matanya dilihat oleh kedua manusia tersebut.
"Sandra, tunggu!" Kepanikan Bastian bertambah berkali-kali lipat. Dia pun langsung menggerakkan kaki dengan cepat. Namun, Laura menahan tangannya seketika.
Secepat kilat Bastian menoleh ke belakang. "Laura, lepaskan tanganku!"
"Tidak mau, aku tidak mau sendirian di sini, biarkan saja dia pergi. Yang penting dia sudah tahu," kata Laura dengan bibir merengut ke bawah.
Bastian berdecak kesal, hendak menghempas tangan Laura, tapi istri sirinya itu menahan tangannya dengan sangat kuat sekarang. Bastian melirik ke depan kembali di mana Sandra sudah menghilang d balik pintu.
"Lepaskan aku, Laura!" teriak Bastian kemudian sambil menghempas kuat tangan Laura hingga Laura tampak terkejut seketika.
"Kau kasar denganku Bas," kata Laura dengan mata tampak berkaca-kaca.
Bastian membuang napas kasar sejenak. "Aku minta maaf, ini juga salahmu, kenapa kau mengatakan kalau aku sudah menikahimu, padahal kita bisa berbohong, tapi kau malah ...."
Bastian menjeda kalimatnya, suaranya terdengar sangat kesal, hingga Laura mulai meneteskan air mata.
"Salahku? Jadi aku salah begitu, kau jahat denganku Bas, apa kau tidak mencintaiku lagi? Aku kan hanya mau berkata jujur dengan Sandra, siapa tahu saja dia mau menerimaku," kata Laura membuat Bastian tampak serba salah sekarang.
Bastian tiba-tiba menarik Laura ke dalam pelukan kemudian berkata,"Bukan begitu, hei dengarkan aku, tentu saja aku mencintaimu Laura, hanya saja—"
"Lihatlah Nak, Papamu tidak sayang lagi sama kita!" sela Laura cepat, detik itu pula tangisnya langsung pecah.
Bastian hanya dapat membuang napas kasar dan tak lagi menanggapi perkataan Laura. Dia elus pelan punggung Laura sambil memeluk wanita itu dengan erat.
"Sudah, jangan menangis lagi, aku sayang kau dan anak kita, sekarang kau di sini dulu ya, aku harus menemui Sandra sekarang."
Laura tiba-tiba mengendurkan pelukan dan menatap dalam mata Bastian. "Untuk apa kau menemui Sandra, aku butuh kau di sini. Nanti saja kau menemui dia."
"Tidak bisa Lau, aku harus berbicara dengan Sandra, agar dia tidak salah paham, tenanglah, aku tidak akan lama, setelah semua masalah selesai, aku akan ke sini lagi, selama menunggu pesanlah apa pun yang kau inginkan, aku akan mentransfer uang untukmu nanti," kata Bastian lalu mengecup singkat kening Laura.
Bibir Laura semakin mengerucut ke bawah. "Baiklah, tapi jangan lama-lama ya, untuk saat ini akulah yang paling butuh perhatian darimu."
"Iya, aku tidak akan lama." Lagi Bastian mengecup singkat kening Laura.
"Aku pergi," ujar Bastian lalu melangkah cepat menuju pintu.
"Hati-hati Bas, Sandra pasti mengerti dengan keputusanmu," kata Laura sambil menatap punggung Bastian mulai menghilang dari pintu.
Setelah tak melihat Bastian di sekitar. Wajah Laura langsung berubah 360 derajat, menjadi sangat angkuh. Wanita itu bersedekap di dada sambil menyeringai tajam.
"Sepertinya Tuhan tengah berpihak padaku. Aku tidak perlu susah-susah memberitahu Sandra. Dia yang datang sendiri ke sini, haha! Sebentar lagi aku akan jadi istri Bastian satu-satunya!" seru Laura kemudian tergelak keras.
Sementara itu, di lain sisi. Sandra mempercepat laju kendaraan sambil menangis tersedu sedan di dalam mobil. Dadanya terasa amat sakit, seolah-olah ada benda tajam yang menghujam dadanya sekarang. Sandra sangat tak bisa menjabarkan rasa sakit yang dia rasakan saat ini. Sandra mencoba untuk berhenti menangis, tapi cairan itu semakin mengalir dengan sangat deras.
Bayangan pernikahan dia dan Bastian menari-nari di benaknya seketika. Di mana Bastian bersumpah akan membahagiakan Sandra sebagaimana mestinya.
"Aku mencintaimu Sandra, mari kita menua bersama-sama," kata Bastian sepuluh tahun yang lalu.
Sandra berharap semua ini hanyalah mimpi, tapi inilah kenyataan sesungguhnya. Ternyata ada wanita lain di hati suaminya.
"Kenapa kau mengkhianiati aku, Bas ...." lirih Sandra dengan napas mulai tak beraturan. Karena air mata masih mengalir dari pelupuk matanya.
Sampai pada akhirnya, mobil mewah Sandra sampai di gerbang rumah. Sandra sudah tampak tenang sekarang, jejak air matanya pun tak lagi terlihat.
Begitu melihat pemilik rumah masuk ke pekarangan. Para asisten rumah bergegas melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang berdiri di depan ambang pintu dan ada pula yang berdiri di anak tangga, tengah membukakan pintu mobil Sandra.
Sandra pun langsung keluar lalu berkata,"Apa Aldo sudah tidur?"
Belum sempat mereka menjawab. Kedua asisten itu tampak mengerutkan dahi kala melihat mobil milik Bastian masuk ke pekarangan rumah dan berhenti tepat di belakang mobil Sandra. Tidak seperti biasanya Bastian di rumah pada jam segini, lelaki itu jarang sekali pulang sore, biasanya selalu pulang malam karena jadwal kerja di kantor memang padat.
Bastian tiba-tiba turun dari mobil. "Sandra! Kita harus berbicara!"
Sandra tak menggubris. Justru melangkah dengan tergesa-gesa menuju pintu. Melihat wajah Bastian membuat Sandra sangat muak!
"Sandra!" panggil Bastian kembali sambil menggerakkan kaki hendak mengejar Sandra.
Untuk kesekian kalinya, Sandra tak menanggapi perkataan Bastian. Wanita itu masuk dengan sangat cepat ke dalam rumah, meninggalkan Bastian di belakang tampak gusar karena diabaikan istrinya sendiri. Bastian lantas memutuskan berlari kecil.
Tak berselang lama, sampailah Sandra di dalam kamar. Dia hendak menutup pintu rapat-rapat tapi Bastian sudah terlebih dahulu masuk ke dalam ruangan.
Sandra mendengus kesal saat melihat Bastian berdiri di hadapannya sekarang dengan napas terengah-engah.
"Sandra, apa kau marah?" Setelah napasnya beraturan Bastian mulai membuka topik pembicaraan.
Sandra tak menjawab, melainkan melipat tangan di dada sambil melayangkan tatapan tajam.
Bastian menghela napas berat. "Aku mohon jangan diamkan aku, aku tidak suka kau diamkan seperti ini, masalah Laura, aku benar-benar khilaf, mari kita—"
"Mari kita bercerai!" potong Sandra seketika.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!