Tiga kali bertemu dengan pria tak dikenalnya, tiga kali juga kesialan mengikuti Almira. Pagi ini ndalem pergi ke rumah ibunya Neng Sarah bersama beberapa abdi ndalem lainnya, sehingga Almira banyak memiliki waktu senggang untuk belajar membaca kitab tafsir. Jika saja Qila tidak menyampaikan salam dari pria aneh itu yang tiba-tiba datang mengambil barang miliknya, lalu menjadi ustadz, dan sekarang kata Qila jika dia seorang Gus, membuat Almira semakin bingung. Yang terpenting baginya dia itu sekarang tak lain adalah ustadz rempong.
"Kamu mau kemana Al? Kok pakai bawa kitab tafsir segala?" Tanya Salwa.
"Mau mangkring." Jawabnya singkat.
"Biarlah Sal, dia itu mau bersemedi di atas pohon guna memperdalami ilmu tafsir agar nanti malam tidak kena hukuman Gus Agam lagi." Sela Mila yang tak mendapat tanggapan dari Almira.
Teman sekamarnya kecuali Qila kadang bingung dengan sikap Almira yang kadang halusnya minta ampun dan kadang juga kasarnya minta ampun, apalagi jika sedang tidak mood.
Akhirnya Almira tiba di belakang pesantren dan tak lagi mendengar celotehan para santri karena hari ini Jum'at yang mana hari libur. Almira sedikit termenung mencari tempat yang nyaman untuk belajarnya. Ia melihat ada sebuah pohon mangga besar yang buahnya belum masak.
Pohon itu kayaknya nyaman.
Almira mendekati pohon mangga tersebut, setelah mengecek pohon itu dan mengetahui aman dirinya dengan sigap naik di atas pohon itu tanpa kesulitan karena sebelumnya telah memakai celana olahraga yang ia pinjam dari Mila sedangkan sarung yang ia kenakan di sampaikan di atas pundaknya.
" Bismillahirrahmanirrahim." Almira membuka kitabnya yang amat tebal setelah mengirimkan Al Fatihah kepada pengarang kitab.
Perlahan Almira membaca kitab yang sudah dimaknainya itu ketika ngaji Kyai Fatih. Awalnya dirinya kesulitan membacanya namun setelah mengurai satu per satu dan memahami kedudukan setiap lafadznya, Almira mulai bisa membacanya meskipun belum lancar.
"Shodaqallahul adziimm...!!" Setengah jam sudah Almira belaja membaca kitab.
Mentari belum berada di atas ubun-ubun, hawa di sini pun terasa sejuk dan damai membuat Almira betah di atas pohon, di tambah lagi daunnya yang lebat membuatnya tidak kepanasan.
" Apakah gue masih memiliki harapan untuk bertemu orang tua gue?" Mendadak dirinya teringat oleh ucapan Pak Ahmad pengemis yang menyuruhnya menjadi santri di pesantren ini.
" ...dan di sanalah kelak kamu akan bertemu kedua orang tuamu."
Memorinya buyar ketika mendengar suara seorang sedang berjalan di atas dedaunan kering. Dan ternyata benar, saat Almira melihat ke bawah, ia menemukan ustadz rempong itu tepat di bawahnya.
Sekalian gue kerjain ahh...
"Aduh."
................
Dari tadi Agam hanya membolak balikkan korannya, tidak ada satu berita pun yang ia minati. Semua keluarga pergi kerumah ibunya Umi Sarah, Agam sengaja membuat alasan agar tidak ikut mereka. Dirinya tidak begitu dekat dengan keluarga ibu tirinya itu.
Jika bukan karena permintaan kakek neneknya mungkin dirinya tidak akan menginjakkan kaki di rumah ini lagi. Semenjak ibunya meninggal ketika usianya sepulu tahun, Agam memilih tinggal bersama orang tua dari ibunya karena orang tua ayahnya sudah tiada.
"Assalamu'alaikum." Seorang santri putra menghampirinya.
"Wa'alaikumussalam."
" Begini Gus, tadi saya mendapat amanat dari kyai untuk mengajak Gus Agam jalan-jalan di pesantren." Ucapnya santun.
Daripada dirinya di sini sendirian dan malah mengenang masa lalunya lebih baik dirinya ikut bersama santri yang ada di depannya, siapa tau mendapatkan hal yang baru.
"Mau kemana Kang kita?" Tanyanya ramah kepada pria yang lumayan lebih muda darinya.
"Eh." Kang yang sebelumnya hanya diam itu terkejut ternyata gusnya tidak sesombong seperti apa yang dipikirkan teman-temannya. " Kita mau cari pepaya di pekarangan belakang pesantren Gus, kata Yai njenengan suka pepaya." Lanjutnya.
Ternyata masih ingat?
" Oh ya nama sampean siapa?" Tidak mungkinkan jika Agam suatu saat ingin memanggil teman barunya itu dengan panggilan Kang saja, bisa-bisa abdi santri putra datang semua.
"Afka Gus." Jawabnya dengan sopan.
"Kang Afka biasa saja kalo di luar ndalem. Bukankan sekarang kita teman?"
Agam memang tidak suka jika di berlakukan seperti seoorang raja, meskipun dengan maksud menghormati anak gurunya. Agam lebih suka bersama orang yang tidak menganggapnya seperti seorang pangeran melainkan menganggapnya sebagai seorang teman. Beda lagi keadaannya jika di ndalem.
"Hhh.. nggh Gus." Betapa bahagianya Afka memiliki teman seorang Gus, padahal dirinya masih sebulan menjadi abdi ndalem sudah berteman dengan putra kyainya sendiri.
"Pohon pepayanya udah terlihat Gus." Ucap Afka girang karena dirinya sangat menyukai buah pepaya juga seperti Agam.
"Wahhh.. tau gini seharusnya kamu ajak saya kemarin-kemarin kesininya?" Tak kalah pula Agam, yang mana sifat dinginnya mulai mencair.
"Sebentar Gus saya cari geteknya dulu!" Pamit Afka entah mau pergi kemana.
Agam memilih berjelajah di kebunnya terlebih dahulu sambil memutuskan pepaya mana yang akan di ambilnya. Selain itu, ia ingin melihat apakah mangga yang biasanya di jadikan tempat bermainnya sewaktu kecil masih ada atau sudah di tebang.
"Itu dia pohonnya. "Agam langsung menghampiri pohon mangga yang masih berdiri kokoh itu.
"Aduh." Ringisnya ketika sebuah mangga kecil jatuh tepat di kepalanya.
"Hi..hi...hi.." Suara Almira sengaja di miripkan seperti kunti.
" Aku nggak takut, kalau berani cepat keluar!" Tantang Agam yang sebenarnya takut apalagi dirinya sendirian.
"Hi..hi..uhuk..uhuk.."
Aduh mati gue, jika tuh ustadz rempong tahu bakal di tambah deh hukuman gue.
" Tuh kan ketahuan." Ucap Agam girang perlahan menengok ke atas tempat asal suara tersebut.
"Astaghfirullah ada monyet cantik jadi-jadian mirip manusia." Teriaknya langsung menutup matanya dengan kedua tangannya dan membaca doa mau makan karena ingat rasa laparnya belum sarapan dari pagi.
Sebelum ada yang melihat, Almira langsung turun dengan perlahan dan pergii..huss.. meninggalkan Ustadz rempong yang ternyata penakut itu.
Di perjalanan dirinya menyumpahi pria itu, agar ada monyet jadi-jadian sungguhan lalu memakan tuh pria hidup-hidup biar bebannya berkurang.
"Enak saja di katain monyet jadi-jadian, nggak liat apa kalo gue cantik kayak gini?"
"Loh Mbak Al di sini juga?" Tanya Afka yang tak sengaja berpapasan Almira saat menuju pintu masuk pesantren.
"Iya, tadi saya di suruh ambil pepaya." Jawabnya halus yang kebetulan memegang kepala di tangan kanannya "Sampean?"
"Diutus(disuruh) Yai neemenin Gus Agam. Ya udah mbak saya permisi dulu, kasian Gus Agam lama menunggu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
"Gus ngapain tutup mata?" Sampai di pekarangan Afka merasa heran dengan tingkah Gus nya itu.
Agam langsung membuka matanya dan melihat monyet cantik jadi-jadian itu sudah menghilang, dan itu artinya do'anya manjur.
"Nggak ada apa-apa." Nggak mungkinkan dirinya seorang Gus bilang kalo liat monyet cantik jadi-jadian, bisa-bisa ancur repotasinya kalo percaya layak gituan. Tapi juga nggak mungkin mbak santri disini yang terkenal lembut-lembut, halus-halus, main nangkring seenaknya di pohon. Dan yang memungkinkan hanya satu anak.
"Tunggu saja pembalasan saya." Ancamnya.
"Balasan apa Gus?" Afka semakin bingung.
"Sudahlah, mending kita ambil pepaya yang itu, saya sudah tak sabar mencicipinya." Agam menunjuk buah pepaya yang paling besar agar bisa di makan bersama Afka dan teman-temannya Afka ketika sampai di pesantren.
"Dasar pria aneh, baru segitu aja udah takut, ngatain gue monyet jadi-jadian pula." Human Almira tak jelas.
"Kamu ngmong apaan sih Al?" Tanya Mila yang sejak Almira masuk kamar diam-diam mendengarkan gumanan Almira uang tak jelas.
"Itu tuh Ustadz rempong, enak saja ngatain saya monyet jadi-jadian." Ucap Almira dengan nada kesal.
"Whatt??" Sahut Qila.
"Hahaha..." Qila dan Mila kompak mentertawakan Almira.
" Percuma saya bercerita kepada kalian, baru awalnya saja kalian telah mengejek saya apalagi kalo saya ceritakan semuanya?"
"Qil, emang kita ngejek ya..?" Tanya Mila sok polos.
"Nggak tuh."Jawab Qila.
"Udahlah terserah kalian saya mau mandi." Almira semakin kesal dengan tingkah temannya. Dari pada melayani mereka lebih baik dirinya mandi biar fresh.
"Jangan lupa di tunggu ceritanya!!" Teriak kedua temannya kompak.
Salwa yang biasanya selalu mendengarkan ceritanya sedang ikut pergi ke ndalem. Sedangkan pesantren jika jam segini mesti sepi anak-anak pada sholat dhuha. Yang ada adalah Mbok Mi yang lagi masak nasi di dapur dengan tungku tuanya karena yang di masak tidaklah sedikit kalo pakai kompor yang ada kompornya rusak akibat muatan dandang yang amat besar.
"Masak apa kangkung lagi ya mbok?" Tanya Al ketika melihat bongkokan kangkung di depan kantin.
"Iya, kemarin ada wali santri yang ngasih kangkung." Jawab Mbok Mi "Mbak Qila ke mana mbak?" Lanjutnya karena belum melihat Qila pagi ini.
"Mungkin molor lagi mbok."Jawabnya seenaknya.
"Bohong masuk neraka!" Teriak Qila saat mendengar Almira blberkata bohong pada Mbok Mi kesayangannya itu.
"Lagila kamu lama turunnya nggak tau apa kalo Mbok Mi sudah menunggu dari tadi?"Omel Almira.
"Nggak! Kan nggak di kasih tau weekk.." Balas Qila sambil menjulurkan lidahnya.
"Aduuhh.. cah ayu-ayu malah ribut. Udah-udah!" Lerai Mbok Mi.
"Mbak Qila tadi kata umi di suruh beli ini." Mbok Mi menyerahkan daftar catatan belanja Qila. Biasa belanja harian setiap pagi.
"Tumben mbok, umi suruh beli ikan asin." Baru kali ini ada daftar ikan asin di kertas belanjaan Qila.
"Gus Agam suka ikan asin, nanti yang masak ikan asin umi sendiri katanya."
"Oalah gitu to? saya juga nggak keberatan kok mbok, kalau yang masak, siapa tau Gus Agam suka masakan saya terus melamar saya." Ucap Qila kumat stresnya.
"Lamar jadi pembantu." Ceplos Almira asal.
"Lo mah syirik mulu Al sama gue. Ya udah mbok aku pergi dulu ke pasar. Suruh Al aja yang motongin tuh kangkung." Pinta Qila.
"Baiklah mbok nanti akan saya cincang kangkungnya sampe lembut biar kayak bubur terus yang di salahkan Qila karena nggak ada santri yang mau makan bubur kangkung." Almira kok di suruh di dapur ya.. kalik.
"Yaelah bantuin gue napa, Lo kan nggak punya kerjaan hari ini?" Ucap Qila sok melas.
"Kata siapa? Saya belum mandi habis ini masih harus belajar lagi." Protes Almira.
Jika di lanjutkan mereka tidak akan berhenti hingga malam. Qila memilih langsung pergi ke pasar sebelum kesiangan, sedangkan Almira masih duduk di depan kantin di temani handuk, gayung, dan perlengkapan mandinya. Bukan segera mandi ia malah melamun kemana-mana.
"Mbok, emang Kyai Fatih nemu anak kayak dia di mana sih kok serem amat?"
Almira agak sedikit merinding ketika melihat seorang pria keluar dari pondok putra lewat pintu belakang yang langsung terhubung di ndalem. Pria itu memandangnya tajam Alimra dan mengiriskan jati telunjuknya pada lehernya yang kengkang seperti tanda dia akan membunuh Almira.
"Siapa toh yang sampean maksud?" Tanya Mbok Mi, yang datang sambil membawa telenan dan pisau.
"Agam...Agam.. itu loh?"
"Ya.. dari istrinya lah, Umi Hajar." jelas si mbok.
"Lah sekarang Umi Hajarnya ke mana?" Al semakin penasaran.
"Beliau sudah meninggal karena sakit dan setelah itu Gus Fatih nikah dengan Neng Sarah."
"Oo... tapi kenapa dia tidak tinggal disini saja bersama orang tuanya? Saya denger Umi Sarahkan temen deket ibunya."
"Kalo itu ya.. mana mbok tau? Kalo sampean ingin informasi lebih lengkap mending tanya Gus Agam aja, tuh dia lagi di teras belakang." Tunjuk mbok Pada pria yang kebetulan sedang menatap ke arahnya.
"Eh saya mau mandi dulu mbok, ungkep." Al langsung pamit sebelum mendapat masalah lagi.
"Pripun Gus?" Tanya mbok saat Agam mennghampirinya.
"Mbok, nanti kalo ada yang nanya tentang saya suruh langsung nanya saya aja ya..!" Ucapnyalslu pergi.
"Nggh Gus, hhh.." Mbok Mi merasa bersalah karena telah memberikan informasi Agam kepada orang lain. Padahal ia tau jika Agam tidak suka masa lalunya di umbar-umbar.
.............
"Perasaan tadi baru bangun sekarang udah malam, hari makin cepet ya Sal?" Tanya Mila.
Salwa hanya mengangguk karena sibuk mencari kitab ngaos Kyai Fatih.
"Al Lo kok santai amat sih, nggak grogi apa baca pertama?" Qila gemas melihat Almita malah enak-enak tidur memeluk kitabnya sambil menunggu teman-temannya.
"Ya.. mau gimana lagi. Lagian kan ada kamu mau dong bantu dikit-dikitlah." Jawabnya.
" Ogah dari pada ntar masuk kandang macan?"
" Bukannya kamu seneng kalo macamnya itu Gus Agam?" Mila dan Salwa langsung menoleh pada Qila.
"Waahhh... kayaknya kita saingannya banyak deh Sal?"
"Ya Mil."
"Apaan sih kalian. Lo mah nggak bisa tutup mulut Al." Kesal Qila pada Almira.
"Terserah saya dong. Udah ayok berangkat sebelum Ustadz rempong datang."
"Almiraa.." Mereka semua tak terima pria idamannya di katain rempong.
"Ya..ya... Gus Agam ganteng dan songong."
Satu kata terakhir ia ucapkan pelan agar tidak terdengar dari luar kamar.
Waktu masih berpihak pada mereka meskipun mereka yang datang paling akhir, namun belum juga dikatakan telat karena gurunya belum datang.
CKlek.
Pintu ndalem terbuka semua anak yang semula bergojekan langsung diam bagaikan bertemu guru killer. Emang killer sih.
Selesai salam ia membuka kitabnya dan tak lupa mengirimkan Al Fatihah pada Nabi Saw tentunya pengaraang kitab serta guru-gurunya.
"Ekhm." Ia sengaja tidak menyuruh santri membaca karena kemarin sudah di beritahu.
Krik.Krik.
"Al! Lo baca." Bisik Mila.
"Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah."
"Basmalah beri makna!" Ucap Agam datar.
"Bismillah\= kelawan nyebut Allah, Arrohmani\= dzat kang anduweni welas, Arrahiimi\=tur Dzat kang anduweni asih." Baca Al dengan lantang.
"Ulangi!" pinta Gus Agam.
Almira mengulanginya sampai tiga kali namun tetap saja disuruh mengulangi lagi. Dan parahnya tidak diberitahu kesalahannya apa.
Sabar Al ini ada orang banyak, Lo makinya entar aja, ia menahan dirinya agar tidak memaki Agam seperti saat di depan toko Al-Barkah kemarin.
"Perhatian kalo maknani basmalah yang lengkap Bismillah\= kelawan nyebut Allah, Arrohmani\= dzat kang anduweni welas ing ndalem sunyi lan akhirat, Arrahiimi\=tur Dzat kang anduweni asih ing ndalem akhirot beloko." Agam menekan makna Ar rohman dan Ar rahim. Lalu ia melanjutkan mebaca kitabnya tanpa memperdulikan Almira yang sedang menahan emosi.
Awas aja Lo nanti gue pites-pites Sampek ancur.
Gimana? ini baru awal dari balasanku tunggu lagi yang lebih sadis. Batin Agam ketika melihat Almira mengepalkan tangan kirinya menahan amarah.
Sepasang suami istri begitu terlihat bahagia melihat ketiga anaknya, mereka sedang asyik bermain kejar-kejaran, di tambah lagi wajahnya yang pada belepotan kecuali Aqil.
"Andaikan kita melihat ini sejak dari dulu ya.. bi, umi pasti sangat bahagia."Ucap istrinya.
" Iyaa mi, semoga mereka selalu bahagia."
"Aamiin."
"Abi! Tolong! "Teriak anak bungsunya sambil berlari menghampiri suami istri itu dan bersembunyi di belakang abinya, yang tak lain Kyai Fatih "Aqil dikejar Mas Afif dan Mas Agam." Lanjutnya.
"Salah Dek Aqil sendiri bi, dia ngejek Afif karena nggak bisa jawab soal mas Agam, giliran dia, Afif kasih soal malah kabur duluan." Bela Afif tak mau kalah " Nih liat bi! ini semua Aqil yang kasih bedaknya. Ya kan Mas?" Afif menunjukkan bedak paling tebal di wajahnya, sedangkan Agam hanya mengangguk.
"Fif, mas ke atas dulu ya. Mau bersihin muka mas." Ucapnya pada adik pertamanya.
"Kan mainnya belum selesai?" Protes Aqil.
"Besok di lanjut lagi." Agam langsung pergi, ia tak menghiraukan Kyai Fatih yang sedang menatapnya sejak awal.
Selama tiga hari disini, Agam belum pernah merasakan berkumpul bersama keluarganya, dirinya selalu menghindar setiap di panggil adiknya untuk berkumpul bareng di ruang keluarga.
Sebenarnya Agam merindukan sosok abinya yang dulu, yang selalu memeluknya memberikan semangat kepadanya dan tak pernah membiarkan dirinya menangis.
Umi Agam rindu, kenapa umi tinggalkan Agam sendirian di sini. Kenapa pula kakek menyuruh Agam kembali ke rumah ini lagi.
Agam memejamkan matanya menelusuri setiap kenangan indah masa kecilnya yang masih tersimpan di memori ingatannya.
*Saat peringkat pertama di sekolah barunya,
"Umi Agam peringkat satu!"Teriaknya dari pintu depan rumah.
"Waaahhh anak ini pandai ternyata." Puji uminya.
"Jadi hanya umi saja nih yang di peluk?" Sahut ayahnya yang datang sambil membawa hadiah "Ayah bawa hadiah looo.."
Rayunya.
"Agam sayang Abi." Gantian berlari memeluk ayahnya*.
"*Abi juga sayang Agam, kamu akan selalu menjadi kebanggaan Abi."
Saat dirinya jatuh dari sepedah Abinya yang memberikan semangat agar terus berlari bahkan rela membelajarinya hingga ikut jatuh bersamanya karena remnya tidak ampuh.
Tapi*...
Cklek.
"Abi?" Agam langsung bangun menyadari siapa yang membuka pintu kamarnya.
"Agam, Abi.."
"Maaf bi, jika tidak ada yang ingin dibicarakan Agam ingin istirahat." Karena Abinya lama menjawab Agam langsung menutup pintunya pelan.
"Abi minta maaf."Dari luar ia mendengar suara Abinya yang sedang menahan sesak tangis yang di simpan dalam hatinya.
................
"Tuutt..ttuuuttt....naik kereta api." Sebenarnya Almira malu bernyanyi dengan suara cemprengnya, apalagi ada Kyai Fatih bersama istrinya tak jauh dari tempat bermainnya bersama anak-anak mereka.
"Mas Agaamm...!!" Aqil dan Afif langsung lari memeluk kakaknya yang baru datang entah dari mana.
"Eh dedeknya Mas Agam pada main apa?" Meskipun Agam terlihat capek namun ia tetap melayani adik-adiknya yang manja.
" Nyanyi lagu anak-anak mas, tadi Mbak Al yang nyanyiin." Jawab Afif.
"Ya mas, nyanyi keleta api." Sahut Aqil yang semakin hari semakin membuat Agam gemes.
"Waaoo Mbak Al ternyata bisa nyanyi juga." Ucapp Agam sambil menatap Almira dengan tatapan mengejek.
"Hhhh... sedikit Gus." Jawabnya sehalus mungkin, itu aja yang gue apalin semalam.
"Gimana kalo kita tantang Mbak Al? Pasti bakal nambah seru nih." Rasa lelahnya seketika hilang berganti dengan keusilan yang ingin di hadiahkan kepada wanita di depannya itu.
"Ya , pasti tambah seru ya mas?" Tambah Afif.
Nih kecil sama aja kayak kakaknya.
" Anu.. Mbak Al mau ke kamar mandi dulu, sebenter kok." Ucapnya sambil akting kebelet buang air kecil biar mereka percaya.
" Tapi Aqil liat Mbak Al baru saja dari kamar mandi." Ketahuan deh kalo bohong, kali ini dirinya terpaksa menerima tantangan dari para gusnya.
Agam mulai membisikkan rencana ide jailnya kepada kedua adiknya. Al mulai curiga karena setelah mendengar bisikan Agam mereka sangat bersemangat.
Cobaan apalagi ini ya Allah. Sial amat nasib gue tiap ketemu dia.
" Tantangannya adalah.." Ucap Afif sengaja terpotong agar membuat Al semakin penasaran. "Mbak Al harus nyanyi buat kita di depan Abi dan umi." Ucap si kecil.
"Hah?? Nggak. Mbak Al nggak mau. Mending Gus Agam aja yang nyanyi didepan Abi dan umi. Gimana?"
" Oke setuju kita buat tantangan untuk bersama biar adil kecuali untuk dek Aqil pasti dia lari duluan seperti kemarin."
****** kenapa jadi begini, mana bisa gue nyanyi. Tapi kalo nolak mau di taruh kemana muka gue, batin Almira.
Nyanyi sih gampang tapi kalo di depan Abi? nggak aku nggak mau kalah dari nih cewek. Kalo aku kalah mau di taruh kemana wajahku.
"Aqil mau ikut? Nih Aqil buktiin, kalo Aqil berani nyanyi di depan Abi dan umi." Dengan gagah berani Aqil menghampiri orang tuanya dan langsung mematikan tv-nya.
"Eh kok dimatiin sayang."Ucap Umi Sarah.
"Abi! Umi! Aqil mau nyanyi, jadi Abi sama umi harus dengarkan."
Aqil menyanyikan lagu Aqil bobok, bikinan uminya sendiri tentunya dengan nada kocar kacir.
Aqil bobok oh Aqil bobok kalo nggak bobok di gigit nyamuk.
Semua yang mendengarkan bertepuk tangan, sekarang giliran Afif langsung maju ke depan orang tuanya.
" Tunggu-tunggu ini sebenarnya ada acara apa ya..?" Tanya Abinya yang semakin penasaran dengan tingkah anak-anaknya.
"Gini Abi, kita berempat buat tantangan bernyanyi di depan abi dan umi, sekalian Abi dan umi menjadi jurinya." jelas Afif.
"Empat?" Tanya uminya karena biasanya mereka bertiga tiap buat tantangan.
" sama Mbak Al." Tunjuk Afif, pada wanita yang hanya menghadap ke bawah tidak berani menoleh pada kedua gurunya itu.
"Baiklah Abi dan Umi akan menjadi jurinya."
Aqil menyanyikan bebek adus kali. Uminya hanya menepuk jidatnya karena kedua anaknya tidak ada yang melantunkan sholawat yang selalu ia ajarkan, sedangkan Abinya tersenyum melihat anak-anaknya pemberani.
"Yee.... ayo sekarang giliran Mas Agam." Ucap Afif dengan semangat.
Agam langsung melirik Almira dengan tajam seolah mengatakan jika dia tidak maju duluan maka Agam akan terus mengganggunya.
Ampun deh nih orang.
Almira berjalan dengan lututnya sambil menunduk ke bawah hingga di depan Kyai Fatih dan Istrinya.Almira melantunkan istighfar, hanya itu yang ia bisa.
Astaghfirullah robbal baroya....
Setiap kali dia melantunkan istighfar, pasti dirinya akan terbenam dengan masa lalunya. Banyak dosa yang telah dirinya berbuat. Kyai Fatih dan istrinya ikut terharu hingga meneteskan air mata mendengar lantunan istighfar Almira begitu juga dengan Agam namun tidak di tunjukkan.
"Waahhh Mbak Al hebat hingga membuat Abi dan umi terharu." Puji Afif.
"Tapi kenapa suara mbak Al tadi pas nyanyiin kita cempreng." Sahut Aqil dengan jujurnya.
Sekarang gilirannya Agam ia berjalan tempat Almira sebelumnya dan menyanyikan lagu ayah karangan Rinto Harahap.
*Dimana, akan ku cari
Aku menangis seorang diri
Hatiku slalu ingin bertemu
Untukmu aku bernyayi
Untuk ayah tercinta
Aku ingin bernyanyi
Walau air mata
Di pipiku
Ayah dengarkanlah
Aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam
Mimpi*
............
Ia sengaja tak meneruskan lagunya itu, ia memilih mengakhirinya daripada meneteskan air mata di hadapan mereka apalagi di hadapan cewek songong itu, lalu langsung naik ke atas menuju kamarnya.
Almira hanya diam, ia melihat kesedihan mendalam di mata Agam meskipun tetutup dengan wajah datarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!