NovelToon NovelToon

Perfect Husband

Bab 1. Awal mula pertemuan

Suara berisik mendominasi sebuah kamar bernuansa pink ini. Sudah berulang kali, alarm di sebuah ponsel itu berbunyi. Entah mungkin sang penguji alarm tidak merasa berisik.

Tok tok!

"Sayang, bangun ayo, sholat subuh dulu."

Sepertinya itu suara sang ibu.

"Hmmm."

"Putri, ayo bangun. Jangan menunda ibadah."

Gadis bernama Putri ini tidak menggubris panggilan sang ibu. Dia malah menutup kepalanya dengan bantal, agar suara suara tidak terdengar.

Brakkk

Tak berselang lama, tiba tiba pintu kamar putri terbuka lebar.

Seseorang membuka paksa selimut yang putri gunakan.

"Bangun nggak!"

"Ck! Bentar lagi Juna, udah sana sholat duluan."

Laki laki bernama Juna itu mendengus.

"Kalau kakak nggak bangun, Juna bakalan aduin ke papa, kalau selama ini, kak putri nggak pernah ibadah lima waktu."

Jelas Putri yang mendengar langsung membuka matanya.

"Iya iya, dasar cepu!" Putri segera mendudukkan diri, lalu meregangkan badannya sejenak.

"Habis ini, kata bunda disuruh temenin ke pasar. Jadi kak Putri nggak boleh tidur lagi." - Juna

"Iya bawel." Setelah nyawanya terkumpul sempurna, Putri segera masuk ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat subuh.

...*...

*

*

Singkat cerita, setelah ibadah subuh selesai. Sesuai permintaan sang ibu, Putri harus menemaninya belanja ke pasar dekat rumah. Mereka cukup jalan kaki saja.

"Mama mau masak apa hari ini?" Tanya Putri sembari membawa tas belanjaan.

"Nggak tahu deh, bingung. Soalnya mama hari ini ada pesenan catering sayang."

"Banyak?"

Ibu yang bernama mama Yuri tersebut mengangguk  "Sekitar 70 kotak"

"Banyak banget ma, siapa yang mau bantuin coba?"

Mama Yuri tampak berpikir

"Ya paling nanti mama minta tolong sama mba Ina, sama mba Ester buat bantuin kita."

Putri mengangguk paham.

Jadi Putri ini masih berusia 18 tahun, masih sekolah, baru naik ke Kelas 3 SMA. Dia dua bersaudara, Putri anak pertama dan dia punya adik, namanya Randi juna Reivanda, baru kelas 2 SMP. Jadi jarak usia putri dengan adiknya tidak terlalu jauh.

Putri dan juga mama Yuri masih berjalan, rumahnya memang ada di paling ujung, jadi agak jauh dari depan.

"Ma?"

"Hm?"

"Itu, ada orang pindahan ya?"

Mama Yuri menatap ke depan. "Oh itu, dari kemarin itu kak."

"Kemarin? Kok Putri nggak tahu?"

"Ya gimana mau tahu, kalau kerjaan kamu selama liburan cuma jadi kaum keong di kamar?" Mama yuri mengomel

Putri masih menamati seorang laki laki yang sedang membawa barang barangnya masuk ke dalam rumah.

"Katanya dia pindahan dari bandung kak." Mama Yuri ini tahu saja.

Putri hanya mengangguk paham. Dia masih melihat laki laki itu membereskan barang barangnya sendirian.

"Ma?"

"Kenapa?"

"Mama masuk duluan aja."

"Kamu mau kemana emang?" Mama Yuri bertanya

"Putri mau bantuin orang itu ma, kasihan kayaknya sendiri."

Tanpa menunggu jawaban dari sang ibu, Putri bergegas menuju ke arah laki laki yang sedang beres beres tersebut.

------

Sementara itu, memang ada seorang laki laki yang sedang mengangkat barang barangnya untuk dibawa masuk ke dalam, dan dia ternyata sendirian.

Laki laki itu menghela nafas "Banyak juga barang barangnya..."

Laki laki itu ingin mengangkat satu barang lagi, tapi terasa sangat berat, Rasanya tidak kuat dan hampir terjatuh.

Tapi beruntung ada tangan yang menyangga kardus besar itu, dan laki laki itu langsung menoleh.

"Saya bantuin ya kak?"

Laki laki itu masih memandang seorang gadis yang ternyata itu Putri.

Dia tinggal di komplek ini?

"Kak? Haloooo"

Laki laki itu langsung tersadar "Iya boleh."

Putri tersenyum manis

Laki laki tersebut terkesiap sejenak melihat senyuman manis dari Putri.

"Mari kak, saya bantu." Putri membantu laki laki itu untuk memasukkan barang terakhirnya ke dalam rumah, dan meletakkannya di pojok dekat pintu.

"Terimakasih ya sudah membantu saya."

Putri mengangguk

"Kita tetangga kok kak, rumah saya ada di paling ujung blok ini."

"Wah, tetangga ternyata kita."

Sekali lagi Putri mengangguk.

"Kalau begitu, mungkin kenalan dulu kali ya?"

Laki laki itu mengulurkan tangannya terlebih dahulu ke Putri.

"Boleh saya tahu nama kamu?"

Putri tak ragu meraih tangan laki laki itu.

"Nama saya Zidny Putri Revania kak, panggil aja Putri."

"Nama saya Tiyan, salam kenal ya?"

Putri tersenyum, lalu Mereka melepaskan uluran tangan masing masing.

"Kak Tiyan baru pindah ya?" Putri bertanya

Laki laki yang bernama Tiyan itu mengangguk "Saya baru hari ini akan tinggal pindah di komplek."

Putri mengangguk mengerti

"Kamu kok bisa tahu saya sedang berbenah?" Tiyan bertanya agar tidak terjadi kecanggungan

"Oh itu, tadi saya nggak sengaja lihat kakak kayak kesusahan gitu bawa barang barangnya, yaudah deh saya bantu aja."

Tiyan tersenyum manis mendengarnya

'kenapa saya gugup ketika melihatnya tersenyum?'

Dan Putri juga ikut terkesiap melihat senyuman dari Tiyan

"Kamu masih sekolah ya?"

Putri mengangguk lagi.

"Sekolah dimana?"

"Di SMA Harapan kak."

Pernyataan Putri membuat Tiyan sedikit terkejut.

"Oh ya? Saya juga mengajar di sekolah itu mulai minggu depan."

"Jadi kakak ini guru?" Putri ingin memastikan

Tiyan mengangguk "Iya, saya baru lulus. Dan saya langsung ditempatkan di SMA untuk mengajar"

Gurunya modelan begini, langsung gas lah bawaannya.

"Berarti saya harus panggil pak Tiyan nih."

Tiyan terkekeh "Kamu kelas berapa sekarang?"

"Kelas 12 pak, baru naik kemarin."

Tiyan mengangguk paham, lalu menatap Putri

"Kamu habis belanja?" Tiyan menatap tangan Putri yang sedang membawa kantong plastik penuh dengan bahan bahan masakan.

"Iya pak, mama saya buka usaha catering loh, kalau pak Tiyan mau pesen makanan sama mama saya bisa kok."

Tiyan tersenyum.

"Iya, lain kali saya pasti beli."

"Oh iya pak saya—"

"Putri!!"

Belum selesai berbicara, ternyata putri sudah dipanggil oleh sang Ibu untuk pulang

"Eh, mama udah manggil pak, saya pulang duluan ya?"

Tiyan mengangguk "Jangan lari."

"Oke!" Putri segera keluar dari rumah Tiyan dan bergegas pulang ke rumahnya.

Tiyan mengikuti arah Putri berjalan. Dia menatap Putri yang berlari memeluk mamanya.

Tiyan tersenyum melihatnya

To Be Continued

Bab 2. Wali kelas baru

Setelah sekian lama berlibur, hari ini Putri akan kembali bersekolah, tentunya dengan suasana baru. Karena sekarang dia sudah kelas tiga SMA, dan sebentar lagi akan menjadi mahasiswi.

Setelah selesai merapikan bukunya, Putri menggendong tasnya, dia bercermin untuk merapikan seragamnya, lalu segera keluar dari kamar.

"Selamat pagi!" Seperti biasa, Putri menyapa orang tua dan juga adiknya dengan semangat.

"Semangat banget nih yang mau lulus sekolah." Papa Reivan melihat anak sulungnya bersemangat.

Putri tersenyum, lalu duduk di sebelah juna. "Papa anterin Putri ke sekolah kan?"

Papa Reivan menatap Putri "Putri sama supir ya? Soalnya papa buru buru hari ini."

Mendengar hal itu, putri langsung murung.

Putri meletakkan sendoknya, lalu segera meninggalkan keluarganya untuk berangkat ke sekolah.

Putri masuk ke garasi, dia mengambil sepeda mininya. Mau naik sepeda aja dia.

"Selalu kayak gitu, sibuk sibuk dan sibuk" Putri menggerutu sembari menaiki sepedanya keluar halaman rumah.

"Punya papa kok berasa kayak nggak punya papa." Putri mengayuh sepedanya dengan cepat, Kesel dia hari ini.

Putri berbelok ke arah blok sebelah, dia menghentikan sepedanya

"RAKAAAAA" dia berteriak dari luar, sepertinya ingin memanggil temannya.

"BUNDAA, RAKA BERANGKAT SAMA PUTRI" terdengar suara laki laki bernama Raka berpamitan dengan bundanya.

Raka keluar dengan sepeda gunungnya.

"Tadi katanya dianter sama om Rei, kok naik sepeda?"

"Nggak jadi, orangnya lebih pentingin kerjaan daripada anaknya."

Dan Putri dan Raka pun berangkat bersama menggunakan sepeda hari ini.

Sudah biasa jika kedua sahabat ini berangkat sekolah menggunakan sepeda, selain jarak sekolah sama rumah lumayan dekat, irit bensin juga katanya.

"Dah makan belum?" Raka bertanya

Putri hanya menggeleng "Nggak nafsu makan gue."

Raka menatap lurus ke depan.

"Lo beruntung Put masih punya orang tua yang lengkap, gue bapak aja nggak tau siapa."

Ucapan Raka langsung membuat putri menatapnya

"Kok lo bilang gitu sih Ka?"

"Ya kan emang begitu kenyataannya."

"Tapi ya jangan ngomong gitu, lo bisa anggep orang tua gue keluarga lo juga, kita kan sahabat."

Raka tersenyum.

Bisa nggak ya? Kalau persahabatan kita ini berubah jadi cinta? Karena gue udah anggep lo lebih dari sahabat put.

...*******...

Putri dan juga Raka telah sampai sekolah, mereka meletakkan sepedanya di parkiran khusus sepeda mini. Lalu segera berjalan memasuki kelas

"Katanya nanti yang jadi wali kelas kita guru baru." Raka

Guru baru? Apa jangan jangan kak Tiyan?

"Cowok apa cewek?" Putri bertanya

"Cowok kayaknya, katanya sih sepupunya pak Hanif, dia pindahan dari luar negeri."

Putri mengangguk paham.

Putri dan juga Raka memasuki kelasnya

Mereka langsung mencari tempat bangku yang menurutnya strategis.

"Zoya tumben belum dateng?" Guman Putri

"Yuhuuuu!!!!"

Baru saja Putri berguman, orang yang bernama Zoya datang.

Zoya langsung duduk di bangku pojok, bersebelahan dengan Putri.

"Tumben lo baru dateng? Biasanya habis subuh udah disini." Raka

"Gue naik ojol njir, mana lama banget tadi abangnya."

"Gue kira orang kaya nggak biasa naik ojol." - Putri

"Gue kan orang kaya yang tidak sombong."

Putri berdecih mendengar pernyataan Zoya

Kring!!!

Dan tak berselang lama, bel masuk berbunyi.

Putri langsung mengeluarkan sebuah buku kosong, karena hari ini kan belum ada pelajaran.

"Eh, wali kelas kita pindahan dari luar negeri ya katanya?" Zoya mulai gibah

Putri mengangguk "katanya sih gitu."

"Kalau misalnya dia jomblo, mau gue pepet ah."

"Idih, kayak dia mau aja sama lo."

Tak berselang lama, pintu kelas terbuka. Seorang guru memasuki kelas Putri.

Zoya menatap lurus ke depan.

"Ebuset, cakep ngab." Zoya refleks berkata, karena sepertinya benar benar tampan

"Selamat pagi semuanya?"

Semua siswa serentak menjawab, sepertinya kelas dari Putri ini seru

Eh, bener kan kak Tiyan wali kelas gue!

Dan ternyata, memang benar Tiyan yang masuk ke kelasnya putri

Putri tersenyum, melihat seseorang yang berada di depannya.

"Sebelum masuk ke dalam materi tentang pembelajaran, izinkan saya memperkenalkan diri." Tiyan mengambil spidol, lalu segera menuliskan nama lengkapnya di papan tulis.

"Widih, namanya aja cakep pak, pantes orangnya juga." Ucap salah satu siswa, bernama Ara

Tiyan tersenyum "terimakasih atas pujiannya." Tiyan mengeluarkan sesuatu di sakunya, dan itu sebuah permen untuk Ara.

Dan Ara histeris

"Nama saya Tiyano Pratama, kalian bisa memanggil saya Pak Tiyan. Saya disini akan menjadi wali kelas kalian, dan juga saya mengajar dengan mata pelajaran matematika dan ekonomi, jadi saya harap kalian bisa bekerja sama dengan saya untuk membantu kelas ini menjadi baik." Ucapan Tiyan diakhiri dengan senyuman manis.

"Saya absen dulu ya?"

Tiyan mengambil buku absen yang ada di meja, karena dia ingin sekali tahu anak didiknya.

"Kelas 12IPS 4 dengan total murid 30 siswa."

Kelas Putri memang kelas dengan murid terbanyak, dan menjadi kelas terakhir di jurusan tersebut.

Tiyan membaca dan menyebut satu persatu nama nama anak anaknya ini.

Zidny Putri Revania?

Tiyan seperti tidak asing dengan nama ini.

"Zidny Putri Revania? Ada?" Tiyan mencoba memanggil, ingin memastikan.

Putri yang merasa terpanggil langsung mengangkat tangannya

"Saya pak!" Ucap Putri semangat

Tiyan menatap ke arah Putri

Jadi Putri ada di kelas ini juga?

Tiyan tersenyum, lalu mengisyaratkan putri untuk menurunkan tangannya.

"Lo udah kenal ya Put sama pak Tiyan?" Zoya bertanya

"Kenapa emang?"

"Lo disenyumin anjir, gue kan juga pengen"

Putri cekikikan "Dia tetangga gue, baru pindah minggu lalu."

"What? Ish beruntung banget sih lo."

Putri hanya tersenyum.

.

.

.

Setelah selesai mengabsen semua nama muridnya, Tiyan melanjutkan pembelajarannya

"Mau ke materi pelajaran langsung?"

"Yah pak, ini kan hari pertama masuk. Masa disuruh langsung belajar?"

"Tau nih, jamkos kek, apa gimana."

Tiyan tersenyum kembali. Diabetes lama lama yang disenyumin

"Oke,kalau begitu, kita susun organisasi kelas dulu."

Tiyan menulis susunan yang akan dibentuk di kelas ini, mulai dari ketua, wakil, sekretaris hingga bendahara.

"Siapa yang mau jadi bendahara kelas?"

Ada beberapa murid yang mengacungkan tangan, dan itu siswa putri.

"Oke, Azahra Aliya jadi bendahara 1 ya?"

Zahra yang ditunjuk langsung semangat.

Tiyan menulis nama Zahra untuk dijadikan bendahara satu

"Saya mau wakil dari bendahara ini laki laki"

Putri menatap Raka yang sedari tadi diam. Lalu tersenyum jail.

"Jika tidak ada yang mau, saya yang akan pilih, saya hitung sampai tiga mulai dari sekarang"

"Satu"

"...."

"Dua."

Masih hening

"Ti-"

Dan tiba tiba Putri menyentuh pinggang raka dengan ujung pensil, otomatis raka berdiri, kaget soalnya.

Tiyan melihat itu. "Oke, Naraka Juan Mahendra jadi wakil bendaharanya."

"Eh pak, nggak gitu!"

"..."

"Nih orang belakang saya rese pak, masa pinggang saya ditusuk pake pensil?" Raka menunjuk Putri

"Dih apaan lo Raka, dosa nuduh orang sembarangan."

Malah berantem kan

Tiyan menggelengkan kepalanya, lalu segera menulis nama Raka di papan.

"Ciyee, Raka sama Zahra azekkk" Zoya ikut ikutan

Raka hanya berdecak.

"Awas ya kalian berdua."

Putri dan juga Zoya cekikikan.

"Selanjutnya sekretaris, ada yang bersedia?"

Refleks, Zoya langsung mengacungkan tangan.

"Zoya Alifiana, oke." Tiyan menulis nama Zoya di papan tulis.

"Wakil sekretaris harus laki laki."

Semua hening, jelas pasti tidak ada yang bersedia.

"Jika tidak ada yang mau, saya yang akan-"

BRAK!!

pintu terbuka lebar tiba tiba.

"MAAP PAK TELAT!"

Tiyan menatap laki laki itu,

"Kenapa terlambat?"

"Ketiduran di kamar mandi tadi pak."

Sontak semua tertawa.

"Yoga hendery aditya?"

"Betul pak, wah bapak pinter."

Tiyan menggelengkan kepalanya, lalu segera menulis nama Dery di papan tulis.

"Loh? Kok saya jadi sekretaris sih pak! Sama si Azoy lagi! Nggak ah."

"Silahkan duduk Dery" Tiyan menyuruh dery duduk

Dery berdecak, lalu segera duduk di sebelah Raka

"Udah nggak usah sedih gitu, si Raka juga jadi bendahara kok." Putri memberitahu Dery.

"Orang kayak begini jadiin bendahara, habis duit kas yang ada."

"Gue gibeng lo."

"Dan sekarang, khusus untuk ketua kelas dan wakilnya, saya yang akan memilih kandidatnya"

Semua sepertinya gugup, mungkin karena takut akan dipilih oleh Tiyan untuk menjadi ketua kelas

Tiyan menatap sejenak semua para siswanya.

Setelah dirasa menemukan kandidat yang cocok, Tiyan segera menulis empat nama di papan.

Dan salah satunya Putri.

"Eh pak, saya nggak mau ah!" Putri protes

"Udah lo nggak usah protes, jalanin aja." Zoya

Putri berdecak, masalahnya dia sangat malas jika harus menjadi pengurus kelas seperti ini, pasti akan sangat berat.

"Nggak usah milih pak, udah Putri aja."

Ucapan Raka membuat putri melotot.

"Nah bener tuh pak, Putri anaknya rajin kok. Nggak pernah bolos sekolah, ranking pertama terus, cocok pak." Dery menambahkan.

"Terus juga tulisannya rapi pak, anaknya cekatan. Cocok udah." Zoya malah ikut ikutan

"Apa apaan, nggak ya. Saya nggak mau pak, Lainnya aja." Putri menolak

"Kapan lagi Put jadi ketua kelas? Lo kan kalau disuruh jadi nggak mau" - Ara

Semua gaduh, tanda mereka setuju untuk Putri naik menjadi ketua kelas.

"Diem lo semua."

"Harap tenang" Tiyan mengisyaratkan anak didiknya tidak gaduh.

Tiyan menatap Putri yang juga tengah menatapnya dengan memohon.

menggemaskan

"Yasudah, sesuai permintaan kalian ya ini." Tiyan segera menulis nama Putri untuk menjadi ketua kelas. Dan Bian menjadi wakilnya

"Putri ketua kelas euy!"

Semua tepuk tangan dengan meriah. Entah, mereka terlihat suka sekali menggoda putri

Mungkin memang Putri ini paling kecil diantara teman temannya, suka diledekin

Putri menghela nafas kasar, dia berdecak

Selamat datang beban hidupku.

To Be Continued

Putri friend's :

Naraka Juan Mahendra

Zoya alifiana

Yoga Hendery Aditya

Bab 3. Pandangan pertama

Putri sedang tertunduk lesu, dia berjalan mengekori Tiyan

Apes banget gue, harus ngurusin anak setan kayak mereka

Putri masih tertunduk.

Dug!

Dan tak sengaja menabrak punggung Tiyan yang tengah berhenti

"Kamu gapapa?"

Putri hanya mengangguk sembari mengusap hidungnya, lalu mengikuti Tiyan untuk masuk ke dalam ruangan kerjanya.

"Karena kamu sudah menjadi ketua kelas, saya percayakan semua yang berhubungan dengan kelas ke kamu" ucap Tiyan sembari memasukki ruang kerjanya

"Jika terjadi sesuatu, kamu harus melapor ke saya, jangan ada yang disembunyikan. Paham Putri?"

"Iyaaaaa."

Tiyan tersenyum, dia menyerahkan tumpukan lembaran ke Putri

"Itu jadwal pelajaran, sekaligus jadwal piket untuk kelas, tolong dibagikan ya."

Putri mengangguk "Saya permisi dulu." Putri baru saja ingin keluar ruangan.

"Tunggu sebentar."

Putri berbalik badan menatap Tiyan

"Kenapa pak?"

"Saya boleh catat nomer kamu?" Tiyan tidak segan meminta kontak milik Putri

Namun Putri terlihat bingung.

"Buat apa bapak minta nomer hp saya?"

"Kamu kan ketua kelas sekarang, dan saya wali kelas kamu, jadi saya ingin langsung menghubungi kamu jika terjadi sesuatu, begitupun kamu"

Putri mengangguk paham. "Oke deh, sini hpnya bapak." Putri meminjam ponsel Tiyan

Tiyan dengan senang hati memberikan.

Putri mulai mencatat nomer hpnya.

"Nih pak, udah saya catat nomer saya" putri memberikan ponsel Tiyan ke tangannya.

"Terima kasih Putri."

"Sama sama pak, saya permisi dulu yaaa." Putri membungkukkan badannya, lalu segera keluar dari ruangan Tiyan.

Tiyan menatap layar ponselnya

"Putri cantik"

Dan Tiyan tidak bisa menahan senyumannya melihat nama yang diberikan oleh Tiyan di nomernya.

"Ada ada saja Putri."

Tiyan memasukkan ponselnya ke dalam saku, lalu segera melanjutkan pekerjaannya.

.

.

.

.

.

Sementara itu, Putri sedang berjalan melewati koridor menuju ke kelasnya

"Bener kata orang, kelas duabelas bukannya enak, tapi malah tambah beban hidup."

"...."

"Mana gue jadi ketua kelasnya, apes banget gue hari ini." Putri masih berguman sendiri

Sedang berguman sendiri, tiba tiba dia dikejutkan dengan sebuah tangan menyentuh bahunya

Putri menoleh ke samping

"Joan."

Laki laki bernama Joan tersenyum "Ngedumel terus dari tadi?"

Putri cemberut "Tahu nggak sih Jo? Masa aku jadi ketua kelas sekarang."

"Serius?"

Putri mengangguk "apes banget aku hari ini."

Joan tersenyum lagi, dia mengacak rambutnya Putri gemas.

"Kamu naik sepeda ya sama Raka?"

Putri mengangguk

"Habisnya aku sebel sama papa, disuruh nganterin ke sekolah aja susah banget, aku kan kesel."

"Yaudah, nanti kita bareng pulangnya."

Pernyataan Joan membuat Putri menoleh "caranya? Kan aku naik sepeda"

"Ya aku bonceng kamu lah, sepeda kamu yang ada boncengannya itu kan?"

"Iya sih... Tapi nanti kamu capek bonceng aku, aku kan berat Jo"

Joan terkekeh "kalau gitu kamu yang bonceng aku, beratan siapa nanti coba."

"Ish, nggak mau!"

"Makanya itu, nanti aku yang bonceng, terus kita keliling pake sepeda"

Putri mengangguk antusias.

"Yaudah sana masuk kelas,"

"Kamu nggak ke kelas?"

"Aku mau ke lab biologi, anak kelas aku kumpul di sana."

"Baru pertama masuk kelas udah pelajaran aja"

Joan tersenyum "udah sana ke kelas. Nanti temen temen kamu nungguin"

"Aku ke kelas dulu ya Jo? Dadah."

Joan melambaikan tangannya ke Putri.

Joan menghela nafas, lalu segera melanjutkan perjalanannya untuk ke lab biologi

Jadi, Joan dan putri ini adalah sepasang kekasih. mereka sudah menjalin hubungan sejak duduk di bangku kelas 10. Sempat mereka putus, namun akhirnya kembali lagi hingga sekarang.

...******...

Tiyan masih berada di ruang kerjanya, padahal seharusnya, ini sudah waktunya untuk para guru makan siang.

Sebenarnya, selain menjadi guru, Tiyan mempunyai sebuah pekerjaan lain atau bisa disebut pekerjaan sampingan.

Namun pekerjaan itu masih menjadi rahasia, karena hanya dirinya dan kerabat dekatnya saja yang tahu.

"Kerja terosss."

Tiyan melirik ke arah suara, ternyata Hanif. Sesama guru sekaligus sepupu Tiyan.

"Lo kerja terus Yan, kapan cari pasangan hidup?" Ucap Hanif sembari mendudukkan diri 

"Kenapa harus cari pasangan kalau jodoh udah di depan mata?"

"Maksud lo?" Hanif terlihat tidak paham apa yang dikatakan Tiyan

"Lo tahu Putri nggak? Anak IPS 4?" Tiyan bertanya

Hanif berpikir sejenak

"Oh, anaknya pak Reivan itu kan? Yang kaya raya, duitnya nggak habis habis?"

"Oh, dia anaknya pak Reivan?"

Hanif mengangguk "Tetangga lo kan? Masa nggak tahu?"

"Ya gue mana tahu kalau Putri anaknya pak Reivan."

"Dahlah, sekarang ngapain lo tanya Putri? Lo naksir?"

Ucapan Hanif membuat Tiyan menatapnya "Mungkin iya."

Hanif cukup kaget "Jangan pedo lo Tiyan, suka sama bocil"

"Nggak pedo lah, umur gue juga belum terlalu tua, cuma beda beberapa tahun"

Hanif hanya menggelengkan kepalanya.

"Lo tahu nggak sih? Cinta pandangan pertama?"

"..."

"Gue ngerasain itu sekarang Han."

Hanif terdiam,

"Hati gue kerasa terbuka lagi pas lihat Putri."

Hanif berdecak sembari menggelengkan kepalanya "Seorang Tiyano Pratama akhirnya jatuh cinta lagi setelah galau ditinggal selingkuh"

"Apadeh lo, gue belum punya pasangan hidup bukan karena gue belum move on dari itu cewe, tapi emang gue males cari."

"Halah alasan aja lo."

"Terserah"

Tiyan melanjutkan pekerjaannya.

"Eh tapi Yan." Suara Hanif membuat Tiyan kembali menatapnya

"Kenapa?"

"Kayaknya lo bakalan patah hati lagi deh."

Tiyan mengangkat sebelah alisnya

"Maksud lo?"

"Putri udah punya pacar kalau lo mau tahu, anak IPA. Udah 3 tahun mereka bareng"

Suasana hati Tiyan saat ini menjadi 💔

"Serius?"

Hanif mengangguk "Namanya Joan, anak IPA 1. Mereka pertama kali kenal waktu Mpls juga sih."

Tiyan terdiam, dia seperti merasakan kekalahan sebelum perang.

'Saya bahkan belum mengajukan diri, tetapi seperti dipukul mundur'

...****...

Karena hari ini masih belum ada jadwal yang tetap, jadi semua kelas dipulangkan lebih awal, kecuali kelas sepuluh, masih ada pembekalan dari kakak kakak osis katanya.

"Lo mau pulang sama Joan ya Put?" Zoya bertanya

Putri mengangguk

"Padahal gue mau nebeng elo."

"Ada pangeran disini kok dianggurin?" Raka tiba tiba datang

"Pangeran dari goa hantu iye."

"Gas aja Zoy, masih baik ada yang tumpangi." - Dery

"Iya tahu, kan sekalian kita bisa sepedaan bareng bareng, seru tahu naik sepeda."

"Anak sultan mana mungkin bisa naik sepeda? Nanti alergi." Joan ikut berbicara

"Idih, gue getok lo! Oke gue ikut Raka, tapi jangan kenceng kenceng lo kalau ngayuh"

"Ya kalau lo pegangan kenceng nggak bakalan kenceng juga jalannya."

"Modussss"

"Jo, kamu ambil sepedaku ya? Aku tunggu di parki—"

Bruk!

Belum selesai berbicara, ada yang menyenggol bahu Putri dengan sengaja hingga putri terjatuh

"Putri!"

Joan langsung mendekat ke Putri

"LIHAT LIHAT DONG KALAU MAU JALAN! BUTA MATA LO?!" Zoya terlihat tidak terima

Orang yang menyenggol Putri segera berbalik badan.

"Dasar lemah, disenggol dikit aja jatuh."

"Putri, kamu gapapa?"

Putri mengangguk "gapapa kok."

Joan membantu Putri berdiri

"Lo kenapa sih Sa? Ada masalah apa lo sama cewek gue?" Joan berbicara kepada perempuan yang bernama Sasa

"Nggak ada kok Jo, aku cuma seneng aja gangguin dia" Gadis bernama Sasa merubah gaya bicaranya kepada Joan

"Cih, sok lembut, lo pikir lo cantik gitu?" Zoya sepertinya tidak menyukai Sasa

"Emang gue cantik, bye." Sasa segera berlalu meninggalkan semuanya

"Cih, dipikir dia cakep apa. Muka kayak gentong lumutan begitu" Dery juga terlihat tidak menyukai gadis itu.

"Pulang aja ya?" Joan mengajak Putri pulang

Putri menggeleng "mau jalan jalan sama kamu Jo, kan kita udah lama nggak jalan."

"Yaudah sini aku bonceng." Joan menggandeng tangan Putri untuk dibawa ke parkiran

Dan disisi lain, ternyata ada dua pasang mata yang sedang memperhatikan sejoli itu.

Siapa lagi kalau bukan Tiyan dan Hanif

"Dasar darah muda, cowok aja diributin"

"Itu yang nyenggol Putri sampai jatuh siapa?"

"Alissya, panggilannya Sasa, anak kelas bahasa."

"Kenapa dia kayak nggak suka sama Putri gitu?"

"Emang dari dulu nggak suka tuh, soalnya Sasa kalah saing"

"..."

"Kalah pinter, kalah cantik, kalah dapet perhatian dari Joan juga, makanya dia sirik sama Putri"

Hanif ini memang terlihat tahu segalanya, bagaikan ketua gibah.

Sedangkan Tiyan terdiam sembari menatap Joan dan juga Putri yang tengah berboncengan sembari keluar dari gedung sekolah.

Drrrttt

Dan ponsel Tiyan bergetar, dia segera mengambilnya

"Wih, tumben om Tama telfon?"

"Nggak tahu." Tiyan yang tahu sang papa menghubungi segera mengangkatnya

"Halo, iya pa?"

"Tiyan? Kamu dimana?"

"Tiyan masih di sekolah pa, kerja"

"Kamu pulang ke rumah ya, papa sama mama mau ngomong sama kamu"

"Penting banget pa? Nggak bisa lewat telfon?"

"Nggak bisa Tiyan, ini penting. Kamu cepat pulang."

"Iya, Tiyan pulang sekarang."

Tiyan mematikan sambungan telfonnya

"Napa Yan? Om Tama nyuruh pulang?"

"Iya, mau ada yang diomongin katanya."

"Wah, mau dijodohin pasti nih"

Tiyan hanya berdecak "Aneh aneh aja lo, ngaco."

Tiyan memasukan ponselnya ke dalam saku kembali, lalu segera pergi meninggalkan Hanif untuk pulang ke rumah

To Be Continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!