Tubuh M meliuk dengan sangat sempurna dan luwes mengikuti alunan music ala KPOP yang menyeruak keras dari seperangkat soundsystem. Semua mata para penonton yang berkerubung disekitarnya, menatapnya dengan penuh kekaguman. Sorak sorai pun terdengar tanpa henti di sepanjang performance-nya. Apa lagi saat sebagian anggota dance crew-nya menyingkir dan membiarkan M menguasai arena. Tanpa tanggung lagi M makin menggila menggerakkan semua persendian di dalam tubuhnya.
Dengan begitu mengesankan ia berhasil mengusai seluruh arena seorang diri. Tatapan para penonton pun tidak ada satu pun yang berpaling. Sorot mata kesemua penonton terus menyala dengan begitu terang, membuat M yang melihat itu dari tengah arena menjadi semakin bersemangat. Ia semakin bergerak tanpa batas.
Jerit, sorak para penonton yang kebanyakan adalah wanita makin mengema memekakkan telinga. Hal itu malah membuat M semakin bersemangat. Hingga tiba kembali bagi para personil crew lainnya untuk bergabung. Perlahan M menggeser ketepi. Memberi ruang pada anggota lain untuk menempati tempatnya dan mulai membentuk formasi. Semuanya lantas kembali menari, melakukan sebuah gerakan-gerakan break dance yang cukup fenomenal dengan kompaknya.
Sesekali M membenarkan letak masker hitam diwajahnya agar tetap berada di posisinya. Saat itu matanya tanpa sadar menangkap sosok yang membuatnya berusaha keras untuk mengingat dimana ia pernah bertemu dengannya. Sosok di baris kedua di antara kerumunan yang mengelilingi arena dance yang tengah berlangsung.
Begitu M ingat siapa dia, ia melangkah maju tepat kehadapan gadis berambut sepinggang itu. Lautan manusia itu membelah bak ombak begitu M melewati mereka. Semua orang yang ia lewati memandang M dengan pandangan tidak percaya begitu ia melewati mereka.
Terlebih gadis mungil yang kini sudah berdiri di hadapannya. Pandangannya menengadah kearah M yang tengah menunduk memandanginya dengan seksama.
Gadis itu tidak bisa melihat apapun di wajah M. Kecuali sebuah masker hitam raksasa yang menutupu sebagian wajah M, menyisakan sepasang mata yang tangah mengamatinya tanpa kedip. M berdiri sangat dekat dengannya, hingga ia dapat mendengar deru napas laki-laki itu yang memburu. Tidak cuma itu, dia juga bisa melihat dada bidang, bahu lebar M naik turun karena ngos-ngosan.
Detik berikutnya...
Diluar bayangan, M tiba-tiba menari dengan sexynya di hadapan gadis itu. Sontak si gadis berambut panjang itu langsung mengedipkan mata dan detik berukutnya ia merosot, meluncur kebawah. Lututnya terasa lemas melihat M menarik dengan sexy dan kerennya di hadapannya.
Dirinya yang notabene juga merupakan fans dari penari laki-laki itu tentu saja merasa cukup terkejut dengan aksi tiba-tiba idolanya. Dengan sangat jelasnya, dia bisa melihat bagaimana badan tegap itu bisa menjadi begitu lentur hingga bisa di bengkokkan ke sana dan ke sini. Belum lagi sorot mata tajam yang menintip dari cela masker dan rambut poninya. Menatap gadis mungil itu dengan begitu menggoda.
Gadis mungil itu pun menelan ludah. Matanya terus terfokus pada sajian yang ditampilkan dengan begitu esklusif oleh M tepat di hadapannya. Bahkan sesekali M sengaja menari diatas kedua kakinya yang terbujur lemas begitu saja di atas lantai cor taman Bungkul. Tarian keren yang begitu sexy membuat gadis itu bak terhipnotis hingga ia tidak menyadari situasi yang terjadi di sekelilingnya.
Para penonton yang mengelilingnya, menjadi saksi akan peristiwa langkah yang belum tentu akan terjadi. Sang penari utama BDE Crew menari hanya untuk 1 gadis.
“Pingsan nggak tuh anak?” desis Olive menyikut Ali yang berdiri di sampingnya dengan ujung sikunya. Sementara matanya terus memantau situasi yang terjadi di tengah sana.
“Nggak…, dia masih melek,” sahut Ali yang juga tengah memantau situasi yang terjadi di tengah.
Dimana disana, kedua sahabat itu melihat salah satu sahabat mereka tengah menerima hadiah esklusif dari sang idola. Yang belum tentu bisa didapatkan oleh orang lain. Oleh karena itu, kedua sahabat itu pun hanya diam dan membiarkan temannya, Miki terduduk lemah di lantai dengan tatapan mata yang tidak teralihkan sedetik pun dari M yang tengah beraksi.
Dalam hati Miki meruntuki dirinya sendiri begitu mendapati posisinya terjatuh sangatlah menantang. Dengan setengah merebah dan kedua ujung siku menopang tubuh. Sementara kakinya dengan lemas terbujur dan terkulai lemas.
Bagaimana ia tidak terkulai lemas, lihatlah! Bagaimana liarnya M menari diatas kakinya. Seakan sengaja menggodanya. Entah, ini keberuntungan atau kesialan. Yang jelas Miki meresa debaran di jantungnya dapat dirasakan oleh M yang menari di hadapannya. Buktinya kian lama tarian itu kian memanas. Membuat tubuhnya gerah. Tapi tidak bisa dipungkiri olehnya, ia sangat menikmati tarian itu.
Puas membuat Gadis itu terduduk lemas di lantai taman, M pun menghentikan tariannya. Ia memandang Miki sesaat, lantas berbalik dan pergi begitu saja ke tengah arena. Kembali bergabung dengan formasi dance bersama yang lain.
Mata Miki dan M pun sempat menaut untuk beberapa detik hingga kerumunan yang terbelah tadi kembali menutup. Kemudian tubuh Miki segera ditarik Ali untuk berdiri. Olive pun juga membantunya. Dengan rasa khawatir kedua sahabatnya itu menanyakan keadan si gadis mungil. Mengecek apakan semuanya baik-baik saja.
Miki tidak menjawab, dia hanya mengangguk dengan mata yang masih menatap luruh ke arah M yang masih menarik dengan energik di tengah arena. Ia tidak habis pikir, kenapa laki-laki itu melakukan hal itu padanya. Apa ini salah satu konsep baru dari BDE Crew untuk mengapresiasi penggemarnya?
Apa memang begitu? Tapi kenapa hanya dirinya? Padahal pertunjukkan dance itu sudah berlangsung hampir 2 jam lamanya. Kenapa tidak dilakukan sejak tadi? Lalu kenapa dirinya? Kenapa tidak dengan gadis lain yang ada cukup banyak disini. Toh dengan tubuh mungilnya itu jelas akan cukup sulit untuk ditemukan diantara para penonton lainnya.
Tapi M justru dengan mudah mengetahui posisinya. Sungguh aneh.
Sedangkan M, dia yang tengah menari dengan energknya sesekai melempar lirikan mata kearah Miki berada. Seakan mengecek kondisi dari gadis itu yang sempat terlihat syok. Dalam hati ia tertawa kecil, merasa puas bisa melakukan hal yang selama ini hanya menjadi angan-angan di otaknya.
Gadis kecil itu, gadis dengan tubuh pendek dan kecil itu. Berhasil membuat penasaran beberapa terakhir ini. Hanya karena sebuah foto dari website jual beli. Gadis dengan sorot mata tajam dan muka masam di dalam foto itu, mengusik pikirannya. Membuat sebuah rasa penasaran yang tidak bisa ia jawab.
Yang jelas, kali ini ia berhasil menemukan gadis itu secara real. Bukan dari sebuah foto lagi.
M tersenyum sinis di balik masker hitamnya. Ia merasa konyol tiap kali teringat wajah gadis itu di dalam foto. Hanya karena hal semacam itu, ada sebuah rasa yang menggelitik tidak nyaman di hatinya.
Olive menyenggol tubuh Miki yang terkulai lemas di atas bangkunya. Perlahan Miki pun mengangkat kepalanya dan menolah ke arah Olive.
"What?" tanya Miki dengan malas.
"Kamu nggak mau pulang?" tanya Olive bAlik sambil memasukkan semua buku yang ada di mejanya kedalam tas.
Miki lantas menghela napas berat. Akhirnya dengan ogah-ogahan ia mengangkat tubuhnya. Perlahan ia memasukkan semua buku di dalam laci mejanya kedalam tas. Untung perlajaran terakhir barusan cuma pelajaran kosong, jadi Miki bisa leluasa bermalas-malasan setelah melakukan ulangan remidial di jam pelajaran sebelumnya.
"Biasa aja kAli nggak usah kayak mau mati begitu. Udah biasakan seorang Miki itu selalu kena ulangan remidi," seloroh Olive cuek sambil menutup tasnya.
Miki langsung melirik ke arah Olive dan nyengir kemudian.
"Nyengir!" sambar Olive sambil menoyor kepala Miki pelan. Miki langsung terhunyung mengikuti sundulan Olive.
"Dih, lembek banget nih anak. Abis kenapa nih?" tanya Ali yang tiba-tiba nongol begitu saja di hadapan mereka.
"Kamu ngapain kesini?" tanya Olive kaget. Seingatnya Ali itu anak kelas sebelah. Kok bisa dia nongol disini padahal bel pulang sekolah masih 5 menit lagi.
"Jemput kalian lah" jawab Ali.
"Kamu nggak dicariin gurumu?" tanya Olive lagi.
Ali menggeleng. "Nasib kelasmu sama kayak nasib kelasku. Jam kosong!" jawab Ali lagi sambil nyengir lebar.
Olive langsung mengangguk-angguk mengerti.
"Kenapa nih anak?" tanya Ali lagi sambil menunjuk Miki yang bersandar pada sandaran kursinya dan memeluk tasnya.
"Biasa, kena remidi," jawab Olive.
"Bukannya udah biasa ya, nih anak daftar mulu ke ulangan remidi."
"Nah itu. Tapi skarang liat, dia kayak mau mati gitu," sahut Olive sambil mencibir. "Kenapa sih, Mik?" tanya Olive pada Miki.
"Apanya?" tanya Miki balik dengan lemahnya.
"Kamu kenapa lemes gini? Emang tadi remidi di kelas XI-IA2 kamu di apain sama pak heru? Balik-balik jadi lemes gini."
Bukannya menjawab Miki malah menghela napas dengan begitu beratnya.
"Bentar deh, nih anak remidi di kelas XI-IA2? Bukannya itu kelasnya si Bian ya?" celetuk Ali menyadarkan Olive.
Mata Olive langsung membulat lebar. "Jadi Bian toh penyebabnya. Kenapa lagi tuh anak?"
"Aku duduk di belakang dia pas remidi. Dia juga kena remidi pak Heru," akhirnya Miki buka suara juga soal alasan dia tiba-tiba lemas sekembalinya remedi dari kelas tetangga jurusan.
"Terus?" tanya Olive memancing omongan Miki.
"Ya, aku jadi dejavu aja. Terus baper keinget yang dulu-dulu," lanjut Miki sambil menggingit bibir bawahnya.
"dih! Katanya udah move on, giliran liat punggungnya si Bian langsung baper! Gimana sih?" celoteh Olive nyindir Miki.
"Udah deh Miki, itu masa lalu yang harus dilupakan. Kaliankan udah putus lama banget. Masa kamu nggak bisa move on, Bian aja udah punya cewek lagi," kata Ali.
Miki lalu menoleh kearah Ali. Belum sempat ia menyahuti omongan Ali, bel pulang sekolah berbunyi. Hal itu langsung membuat anak-anak dalam kelas Miki dan Olive langsung berhamburan keluar.
"Ah! Belnya udah bunyi!! Yuk yuk yuk!!!" seru Olive girang.
"OK ayuk!" sahut Ali sambil mengangguk mantap.
Sementara Miki dia hanya menoleh bergantian kearah dua orang sahabatnya itu.
"Udah ayuk!! Kita pergi liat mereka beraksi. Itung-itung kamu bisa refresing dan ngelangin baper alaymu itu!" Olive langsung menyeret Miki begitu saja keluar kelas, disusul oleh Ali.
Mereka bertiga langsung berlari menuju area parker motor sekolah. Ali langsung menaiki motor meticnya diikuti Miki dan Olive yang berboncengan dengan motor metic milik Miki. Tanpa dikomando lagi ketiganya langsung meluncur kesalah satu taman yang terletak dipusat kota Surabaya. Dimana tujuan mereka sore itu berada.
Sesampainya disana ketiganya bergegas memarkir motor dan kembali berlari di suatu sudut taman. Nampak kerumunan orang sudah membentuk sebuah arena berbentuk lingkaran. Di dalam lingkaran itu terdapat beberapa orang , sekitar 7-8 orang. Music ala-ala KPOP pun sudah berdentum menggema di sepenjuru taman.
"Ya!! Telat deh, udah banyak yang ngumpul. Bisa kelihatan apa nggak ya?" eluh Olive yang berada di barisan terluar kerumunan orang itu. Kakinya berkali-kali menjinjit dan kepalanya berusaha melongok kenan dan kekiri.
"Mereka udah main tuh!!" seru Ali yang memang memiliki tubuh jangkung, jadinya dia masih bisa mendapatkan pemandangan dari belakang kerumunan.
"Gendong!!" rengek Miki akhirnya memiliki semangat lagi.
Sejak ia mendengar dentuman alunan music KPOP pikiranna langsung nyantol ke sosok Em. Salah satu anggota street dance yang akan mereka tonton ini.
"Aku juga gendong!!" Olive ikutan merengek pada Ali.
"Mana kuat aku gendong kalian berdua!" sahut Ali tanpa menoleh kearah Miki maupun ke arah Olive.
Olive dan Miki langsung cemberut.
"M!! M udah turun!!" seru Ali lagi.
Ya, tidak cuma Miki aja yang sangat ngefans dengan M. Olive dan Ali juga ngefans dengan bimboy satu itu. Bahkan mungkin semua orang yang sedang berkerumun ini mengidolakan si M. Tidak heran sih, kenapa si M bisa menjadi sangat tenar.
"Aaaaaah...," lengung Miki mulai kebingungan mencari akal agar bisa melihat M ngedance.
Ia lantas celingukan kanan-kiri. Kemudian ia melangkah memutari kerumunan meninggalkan Olive dan Ali begitu saja. Ia berusaha mencari celah dia antara kerumunan. Akhirnya Miki menemukan celah itu. Hanya sebuah celah kecil saja, tapi bagi body langsing nan imutnya, celah ini seperti pintu gerbang sekolahnya yang lebarnya tidak ketulungan. Dengan mudahnya Miki berhasil nyelip dan kini ia berdiri di baris ke2 dari depan.
HOREE!! Miki bersorak riang dalam hati karena kini ia bisa melihat dengan jelas sosok M yang berdiri di tengah arena.
Sosok M yang berdiri sedikit membungkukkan punggungnya dengan kepala yang menunduk seakan menanti moment yang tepat untuk memulai aksinya. Kepalanya Nampak bergoyang mengikuti alunan music. Sedetik kemudian, M mulai menegakkan badan dan...
KYAAAAAAA!!!!
Sorak sorai para penonton yang kebanyakan wanita dan gadis SMA bercampur jeritan pun terdengar memekakkan telinga. Tidak ketinggalan Miki juga ikutan menjerit-jerit. Bagaimana tidak, si keren M pasti akan melakukan salto terlebih dahulu sebelum ngedance. Dan saltonya itu tergolong cukup tinggi dan sangat keren.
Mata Miki sama sekali tidak berkedip menatap sosok M yang tengah ngedance solo di tengah arena. Tidak lama 3 orang anggota crew dance BDE pun mengikuti gerakan em di belakang dan sampingnya. Mereka berempat menari bersamaan dengan kompak dan powerfull. Saking asyiknya nonton aksi M, Miki sudah lupa tuh dengan bapernya yang tadi sempat membuat badannya berat. Bahkan ia lupa juga pada Olive dan Ali yang masi berada di luar kerumunan.
M mengakhiri dancenya dengan gerakan poppin yang cool abis. Ia kemudian berjalan menepi ke sisi arena. Miki sedikit cemberut lantaran M tidak melangkah ke sisi tempatnya berdiri, malah berjalan ke sisi lain. Ia bener-bener berharap si M berjalan ke sebelah sisinya sehingga Miki bisa menarik masker wajah yang selama ini menutupi mulut dan hidung M. Masker itu hanya menyisakan sepasang mata yang selalu menatap tajam dan dingin.
Ya begitulah. Sejak pertama kali M muncul di BDE crew ini, ia selalu memakai masker yang menutupi sebagian wajahnya. Tidak pernah sekalipun ia melepas masker itu. Hal itu membuat banyak orang termasuk Miki dibuat sangat penasaran dengan wajah dibalik masker itu. Seperti apa wajah itu? Jelek atau ganteng sesuai dengan gaya coolnya yang selalu memikat semua remaja wanita yang menonton aksinya.
Tidak hanya itu. Bahkan semua orang tidak ada yang tahu siapa nama asli M. dimana rumahnya, sekolah atau kuliah dimana dia. Semua tidak ada yang tahu, bahkan dari rumor yang beredar menyebutkan bahwa semua nggota BDE crew juga tidak ada yang tau siapa sesungguhnya si M ini. Misterius sekali.
"Udah dapet tempat enak nggak bilang-bilang!!" semprot Olive yang tanpa Miki sadari sudah berada di sampingnya.
"Hehehe..., mana bisa. Kan disini rame. Nggak bisa ngeluarin hp entar kecopetan!" kata Miki beralasan.
"Alesan aja kamu itu!" kini giliran Ali yang protes.
Ternyata dia juga sudah berada di belakang Miki. Miki menoleh kearah Ali sembari nyengir kuda.
"M nggak turun lagi ya?" tanya Olive dengan mata yang terus mengekori sosok M di tengah arena.
"Enggak tau deh. Tapi ini kan baru mulai ya? Pasti entar turun lagi" jawab Miki sok serius.
"Hihihihi..., asik! Aku pulang kalau ini kelar deh," kata Olive lagi.
"Kalo aku…, aku pulang kalau si M udah nggak turun lagi," sahut Miki dengan senyum lebar
Olive langsung melerik ke Miki dengan sebal.
"Kenapa? Aku liat ini kan cuma biar bisa liat M," cibir Miki.
"Tadi aku juga mau bilang gitu. Aku juga balik kalau M udah nggak turun deh."
"Dih, ngikut!"
"Yeee…, aku kan juga suka sama si M!" kata Olive sok melotot ke arah Miki.
"Tapi aku dulu yang suka sama M. Kan aku dulu yang nemuin M!" sahut Miki tidak mau ngalah.
"Kalian ini bisa diem nggak?! Noh si M mau turun lagi!!" seru Ali yang sudah mulai jengah melihat gelagat 2 sahabatnya yang bakalan mulai berebut perkara siapa yang terlebih dahulu suka pada si M.
Seketika itu juga, Miki dan Olive langsung menoleh kembali kearah arena. Benar saja, sekali lagi M menari dengan coolnya. Menari dengan topi dan masker wajah. Membuat imagenya terkesan sangat misterius. Terkadang Miki penasaran seperti apa wajah di balik masker itu.
Emeris langsung melangkahkan kakinya ke dalam pentahouse megahnya begitu seorang pelayan laki-laki membukakan pintu untuknya. Saat Emeris melewatinya begitu saja, pelayan itu menuduk. Dengan pandangan lurus kedepan ia terus berjalan menuju ke arah kamarnya di lantai 2.
Sesampainya di kamar ia langsung melempar masker wajah hitamnya ke arah sova yang menghadap ke arah set home teather yang ada didalam kamarnya. Disusul kemudian jaket hitam yang nampak sedikit basah oleh keringatnya sekalian juga T-shirt putihnya yang sudah bener-benar basah lantaran keringat yang mengucur dengan intensitas yang sangat tinggi di tubuhnya.
"HEEEEEEH!!! What the hell..???!" jerit seseorang yang langsung membuat Emeris terjingkat lantaran kaget.
Ia lalu segera menoleh ke arah sova tempatnya membuang semua baju yang basah oleh keringatnya. Nampak baju-baju itu melayang mental ke sana dan kemari. Sedetik kemudian sebuah kepala berambut warna merah kecoklatan muncul dari balik sandaran sova.
"That's smell so bad!!! Aiiiiih...!!!" seru wanita itu dengan nada dan raut wajah yang nampak sangat jijik. Ia kemudian langsung menoleh kearah emeris. "You wanna killing me, right?!" tuduhnya dengan mata sok jahat.
Untuk bebarap detik otak Emeris sempat delay begitu melihat sosok Ruby sudah berada di dalam kamarnya. Bahkan di saat ia belum menyilahkan Ruby untuk masuk kedalam kamarnya, wanita itu nampaknya sudah tiduran di sova empuk miliknya. Emeris kemudian menarik napas dalam.
"Ngapain kamu bisa ada disini?" tanya Emeris jengah.
Ruby nampak tersenyum sok imut. "Nungguin kamu!" jawabnya genit.
Emeris langsung melengos sambil tersenyum miring. Sedetik kemudian ia kembali dibuat kaget dengan tingkah Ruby yang tiba-tiba sudah berada di dekatnya. Dilihatnya Ruby tengah mengendap-endap sambil menatap lurus kearah dada dan perutnya yang tengah telanjang.
"Wha-what?!!" sentak Emeris tidak nyaman. Tanpa sadar ia pun melangkah mundur beberapa langkah.
Namanya juga Ruby , melihat Emeris melangkah mundur darinya ia malah makin mendekat.
"Ya tuhan!! Sejak kapan anak ini punya perut kotak-kotak begini??" tanyanya sok histeris sambil kini mulai menoel-noel perut ABS emeris.
"HEIIII!!!!" sentak Emeris yang reflex langsung mundur sembari mendorong tubuh Ruby menjauh.
Ruby sedikit terhunyung kebelekang. Ia lantas melirik sengit kearah Emeris seakan tidak terima. "Alay banget sih. Bukannya dulu kita sering mandi bareng," katanya kemudian.
Emeris langsung mendelik. "Dasar gila...!" desisnya tidak percaya. "Itu pas aku masih umur lima tahun! Dan sekarang aku udah dua puluh lima tahun!! Cih!.... Kesopannanmu ketinggalan di new York ya?" sambar Emeris kehilangan kesabaran.
“Hei..., bagiku, kamu tetep Emeris yang doyang banget nangis jerit-jerit kayak cewek. Takut sama serangga. Haiiiiisssst..., dulu kamu beneran imut banget loh. Sama belalang aja udah nangis sampe kaku misek-misek…. Hahaha...!" Ruby ketawa geli tidak tertahankan kalau ia ingat masa itu.
Emeris menarik napas dalam, menahannya cukup lama di dalam rongga dada dan menghembuskannya perlahan. "Cukup sudah...," desisnya.
Detik berikutnya ia langsung menarik kerah baju Ruby di bagian belakang dan menyeretnya menuju pintu kamarnya. Ia berniat untuk membuang Ruby keluar dari kamarnya. Keagresifan Ruby membuatnya menjadi cukup gila dan hilang kesabaran.
"Hei!! Hei!! Apaan ini!! Lepasin!!!" ronta Ruby .
Emeris sama sekali tidak menggubris rontaan dan jeritan Ruby yang menggema di ruangan kamarnya. Ia langsung melempar tubuh Ruby kearah luar kamarnya. Ruby langsung terjatuh di tempat. Wanita berambut ikal alami dan panjang itu pun langsung mendongak kearah Emeris tidak terima.
"Dasar bocah kurang ajar.." desisnya kesal. Ia langsung segara bangkit dan hendak merangsek masuk kedalam kamar emeris.
"Aku mau mandi, tunggu diluar!" sambar Emeris yang langsung menutup pintunya dengan cepat.
Hal itu membuat Ruby menahan napas lantaran kesal, ia kemudian melampiaskan kekesalannya dengan cara menendang pintu kamar Emeris dengan cukup keras. Detik berikutnya Ruby pun pergi dari sana.
Menyadari Ruby sudah pergi dari depan pintu kamarnya, Emeris pun seketika menghela napas lega. Tubuhnya langsung terasa enteng begitu Ruby tidak berada di sekitarnya. Perlahan ia melangkahkan kaki kearah kamar mandinya.
Shower pun menyala. Emeris berdiri di bawah guuyuran air shower. Tubuhnya basah, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Guyuran air dikepalanya membuat pikiran Emeris menjadi sedikit tenang. Melihat Ruby yang tiba-tiba muncul di hadapannya sempat membuatnya hampir menjadi gila.
Bukan karena Emeris menyukai wanita yang lebih tua 3 tahun darinya itu. Tapi karena sikap agresif Ruby yang tidak berubah sejak dulu, sejak mereka masih kanak-kanak. Malah baru ia sadari kalau sikap agresif Ruby makin menjadi sejak Ruby memilih tinggal di new York untuk meneruskan kuliahnya.
Ia masih ingat seperti apa dulu Ruby memperlakukannya. Ruby selalu mengatakan kalau Emeris adalah mainanannya dan seenaknya saja menggoda bahkan mengerjai Emeris hingga sering kali membuatnya ketakutan dan menangis keras. Semakin keras Emeris menangis, semakin keras pula tawa usil nan jahat Ruby. Tapi diluar itu, Ruby juga mejadi teman yang selalu membela Emeris. Sikap Ruby yang tidak kenal takut membuat semua anak-anak sebaya Emeris yang membullynya lari tunggang langga begitu Ruby menyentak mereka.
Ya..., hubungan Emeris dan Ruby sangatlah dekat. Dekat dalam artian mereka berteman, bahkan sudah saling menganggap seperti saudara sendiri. Oh iya, Ruby itu anak sahabat papi Emeris. Papi Emeris dan papa Ruby adalah teman semasa sekolah dan semasa kuliah. Malah katanya dulu mereka bertetanggaan. Itulah kenapa Emeris dan Ruby bisa dekat.
15 menit kemudian, Emeris keluar dari kamar mandi. Ia pun langsung berganti pakaian dan keluar kamar. Menyusul Ruby yang pastinya berada di ruang tengah. Dan seperti dugaan Emeris, ia dengan mudah menemukan sosok Ruby tengah tiduran di sova sambil sibuk memainkan smartphonnya.
"Kapan kamu nyampe Indo?" tanya Emeris sambil berlalu menuju pantry minuman yang ada di ruangan itu.
"Barusan," jawab Ruby singkat dengan mata yang masih tertuju ke arah hpnya.
"Barusan? Dan kamu langsung kekamarku?" tanya Emeris tidak percaya. Ia lalu menuangkan sebotol air putih ke dalam gelas.
"PapiGuan nyuruh aku buat langsung kesini. Mau makan malam bareng katanya, entar papa ku juga nyusul kesini," jelas Ruby masih tetap menatap layar hp nya.
Emeris tidak menjawab. Ia hanya megangguk-anggukan kepalanya mengerti sambil menengguk habis air putihnya. Ia kemudian berjalan menuju sova di samping Ruby dan duduk sambil mengeluarkan smartphonenya juga. Tidak lama Emeris ikutan focus dengan hp persis seperti apa yang tengah Ruby lakukan. Suasana menjadi senyap untuk beberapa saaat.
"Heh…!" panggil Ruby tiba-tiba tanpa berpaling dari hp nya.
"Hem?" sahut Emeris yang juga tidak perpaling dari hpnya.
"Kamu masih ikutan ngedance-ngedance ya?" tanya Ruby to the point.
Emeris langsung terdiam. "Tau dari mana?" tanyanya balik kemudian.
"Ya..., nggak ada yang bisa bikin t-shirtmu banjir keringet kalo nggak ngedance street lagi," jelas Ruby singkat.
Lagi-lagi Emeris terdiam. "Aah…," ia melengos.
"Ati-ati ketahuan papi Guan lagi."
"Aku pakek masker muka kok. Nggak akan ketahuan."
"Kayak kamu nggak kenal papi Guan aja. Kalo kamu nggak ati-ati dan bikin papi Guan curiga, tamat riwayatmu!" Ruby memperingatkan.
Emeris kembali terdiam. "Kalo sampe ketahuan, kamu orang pertama yang aku curigai" katanya kemudian sambil melirik Ruby yang matanya tetap focus kearah hp.
Ruby langsung terdiem. Sedetik kemudian ia bangkit dan duduk menghadap emeris. "Apa untungnya buat aku lapor-lapor kayak anak kecil?" tanyanya sambil mengangkat sebelah Alisnya.
"Bukannya kamu doyan banget liat aku dimarahi papiku?" seloroh Emeris dengan mata tajam memandang lurus ke mata Ruby .
Ruby tersenyum miring. "Dasar tengil ya…," katanya sambil terkekeh kecil.
"Tapi, kalo kamu berani bilang itu ke papiku. Aku jamin, om Wildan bakalan tau soal hobby mu tidur sembarang tempat di new York," ancam Emeris dengan senyum penuh kemenangan.
Mata Ruby langsung mendelik. "Dasar bocah tengil...! Nggak usah pakek ngancem-ngancem aku! Aku juga nggak bakalan ngomong soal ngedance mu ke papi Guan. Mengerikan kalau liat papi Guan lagi beraksi," kata Ruby yang langsung berpaling kembali kelayar hpnya.
Emeris langsung tersenyum penuh kemenangan melihat Ruby megibarkan berderah putih tanda menyerah tinggi-tinggi. Tapi kalau dipikir-pikir, memang mengerikan kalau papi Emeris itu sedang beraksi. Beraksi dalam artian ia mulai menggerakkan semua kuasanya untuk mencekal sesuatu yang menurutnya itu tidak pantes. Emeris pernah melihat hal itu saat papinya membantu om Wildan dalam hal melenyapkan orang yang berani PDKT ke Ruby padahal status sosialnya sangatlah berbeda dengan Ruby.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!