NovelToon NovelToon

KNIGHT'S OF MAGIC

BOOK 1: SON OF THE FIRE PRINCESS

Book 1 – Chapter 1

Sekolah Sihir Selatan

Dunia yang kita akan masuki adalah dunia yang dipenuhi sihir, hampir semua populasi bumi mempunyai kekuatan sihir, hanya sedikit yang lahir tanpa kekuatan sihir sama sekali. Kekuatan sihir itu sendiri dibagi menjadi empat.

Sihir Elemen – Kemampuan sihir untuk mengendalikan salah satu elemen.

Sihir Binatang – Kemampuan sihir untuk merubah sebagian/seluruh tubuh menjadi binatang.

Sihir Telekinesis – Kemampuan sihir menggunakan pikiran untuk memanipulasi benda.

Sihir Mantra – Kemampuan sihir untuk menggunakan berbagai macam Mantra.

Setiap orang hanya bisa memiliki satu kemampuan sihir yang biasanya diturunkan dari orang tua mereka, dan khusus sihir mantra sendiri adalah sihir yang cukup langkah, hanya penyihir berbakat yang benar-benar bisa menguasai sihir ini dan biasanya harus didukung dari keturunan darah keluarga penyihir yang berbakat pula.

***

Demi melatih kemampuan sihir, dibangunlah sekolah-sekolah sihir agar para orang tua bisa memasukan anak-anak mereka yang sudah berusia tiga belas tahun untuk melatih sihir mereka, dan kita akan mengintip salah satu sekolah sihir yang berada di selatan, kita sebut saja “Sekolah Sihir Selatan”. Sekolah Sihir Selatan sendiri memiliki lima asrama:

“Gold Dragon”

“White Tiger”

“Black Mamba”

“Red Scorpion”

“Mountain Goat”

Dan kita akan menceritakan salah satu murid sihir

dari asrama Mountain Goat yang baru saja menyentuh tahun keduanya di Sekolah Sihir Selatan.

“Mountain Goat! Aku tidak percaya aku akan terjebak di asrama ini satu tahun lagi!” gerutu tokoh utama kita, seorang laki-laki berusia tiga belas tahun, bermata hitam, bertubuh kurus dengan rambut coklat kemerahan panjang sebahu, ia murid yang suka menggerutu, kegiatan setiap harinya hanyalah makan dan bermain, buku-buku pelajarannya dibiarkan berdebu didalam kamar asramanya, ia bernama “Lexi”.

“Aku masih tidak percaya aku masuk di asrama Mountain Goat, hewan asrama kita kambing! Apa kerennya itu?! asrama lain hewan-hewan ganas, naga, harimau, sedangkan kita kambing! Siapa yang pernah mati karena diserang kambing?!” Lexi masih saja menggerutu seharian kepada salah satu teman sekamarnya di asrama.

“Kau tahu kan saat tahun pertama masuk kita di seleksi kemampuannya, dan hanya kepala asrama Mountain Goat yang mengangkat tangannya saat seleksi mu, pilihannya kau pulang atau melanjutkan di asrama ini” jawab teman sekamar Lexi, laki-laki kurus berkulit coklat, berambut hitam keriting, memakai kacamata kotak yang cukup besar diwajahnya, ia bernama Genta.

“Yahh.. dan sepertinya dia menerima ku hanya karna dia teman ayahku” jawab Lexi sedikit sudah mulai menerima nasibnya sebagai murid yang tidak begitu berbakat.

Dan tentang ayah Lexi, dia salah satu Master yang mengajar di Sekolah Sihir Selatan, dan sebenarnya Lexi belum pernah meninggalkan kastil Sekolah Sihir Selatan dari yang ia ingat, ia dibesarkan disana karna ayahnya mengajar disana, dari kecil ia tinggal di kamar ayahnya, baru setahun yang lalu akhirnya ia pindah ke asrama Mountain Goat.

“Hari ini hari seleksi kan?” celetuk Lexi yang masih bersantai di tempat tidurnya.

“Yahh. .kurasa.. kau mau nonton?” tanya Genta yang sedang membaca-baca buku sihirnya.

“Kau buat apa si selalu baca buku? Sihir itu yang penting prakteknya, membaca teori takkan membantumu” kata Lexi yang memperhatikan Genta selalu membawa-bawa buku sihirnya kemana-mana.

“Kau tahu sendiri bagaimana kemampuan sihirku.. aku saja baru bisa mengubah tanganku jadi cakar burung” jawab Genta dengan putus asa, kemampuan sihirnya adalah sihir binatang, dan dalam kasus genta, burung.

“Yahh..tidak jauh beda..” Lexi mengeluarkan api kecil dari jarinya, kemampuan sihirnya adalah sihir elemen, dan dalam kasus Lexi, api.

Lexi sudah bisa mengeluarkan api dari jarinya semenjak berusia sepuluh tahun, tetapi kacaunya, semenjak itu kemampuannya belum berkembang, sejauh ini sihirnya hanya berguna untuk menyalakan lilin di malam hari, setidaknya lebih berguna sedikit daripada sihir Genta.

“Hei.. kalian engga mau nonton seleksi?” seorang anak laki-laki masuk kedalam kamar, laki-laki bertubuh sedikit gemuk, berambut hitam disisir rapi dengan gigi depan yang cukup besar, teman sekamar Lexi lainnya yang bernama Jojo.

Jojo sendiri dari keturunan darah penyihir yang cukup terkemuka, ia memiliki sihir telekinesis, tetapi sepertinya ia tidak terlalu mahir menggunakannya, ia menghabiskan kebanyakan waktu untuk makan, satu-satunya sihir telekinesis yang ia kuasai adalah menyihir pena bulunya agar bisa menulis sendiri sementara kedua tangannya sibuk memegang makanan, tetapi karena fokus pikirannya terbagi, akhirnya selalu tidak jelas apa yang ditulisnya, jadilah ia berakhir di asrama Mountain Goat.

“Aku sedang malas, besok sudah harus belajar, aku ingin menghabiskan seharian untuk bersantai saja” celetuk Lexi yang masih berbaring di tempat tidurnya.

Jojo tertawa mendengar alasan Lexi “palingan kau cuma malas ngeliat anak-anak yang umurnya dibawahmu tetapi sihirnya udah lebih jago”.

“Tidak usah mengkritik ku, kau sebaiknya ngaca!” jawab Lexi kesal.

Genta akhirnya menutup bukunya “setelah kupikir-pikir, kayaknya aku mau liat seleksi”.

“kau tidak sedang bercanda kan?” celetuk Lexi.

“kau mau ikut tidak?” tanya Jojo.

“ahh.. baiklah.. daripada harus sendirian dikamar” dengan malas Lexi bangkit berdiri meninggalkan kamar asramanya bersama Genta dan Jojo.

BOOK 1 - CHAPTER 2

Book 1 – Chapter 2

Seleksi

 

Lexi, Genta, dan Jojo berjalan menyusuri koridor kastil menuju benteng tempat akan berlangsungnya seleksi, koridor cukup ramai, bukan hanya mereka saja yang tertarik menonton acara seleksi, tetapi hampir semua murid di Sekolah Sihir Selatan tentunya tertarik.

“Oi-oi-oi! Ngapain anak-anak Mountain Goat disini? Setiap tahun kalian cuma bakal dapet yang sisaan” celetuk salah seorang anak laki-laki bertubuh tinggi, berambut kuning tersisir rapi.

“Mungkin mereka ingin menyemangati anak-anak baru yang masuk asrama buangan mereka” celetuk laki-laki lainnya yang bertubuh gemuk, kemudian dibalas tawa oleh teman-temannya.

“Tutup mulut kalian!” Lexi bermaksud menyerang gerombolan laki-laki itu, tetapi Genta menahannya.

“Sebaiknya kau jangan cari masalah, mereka anak-anak kelas tiga asrama White Tiger” bisik Genta.

“Peduli amat!” Lexi melepaskan diri dari Genta kemudian maju menerjang anak laki-laki berambut kuning yang berdiri paling depan.

Lexi bermaksud menyemburkan api dari tangannya, api pun keluar, tetapi tidak besar dan sesaat kemudian redup begitu saja seperti ditiup angin. Dalam sekejap tawa anak-anak White Tiger pun pecah.

“Sekarang aku tahu kenapa kau masuk asrama Mountain Goat” celetuk laki-laki berambut kuning itu sembari tertawa bersama teman-temannya.

Lexi semakin kesal mendengar itu, tidak peduli dengan sihir ia pun langsung melayangkan pukulan ke wajah laki-laki berambut kuning itu hingga terjatuh. Genta dan Jojo terkejut melihat itu, tetapi mereka hanya mematung tidak tahu harus berbuat apa.

Darah menetes dari bibir laki-laki berambut kuning itu, “Sialan!” laki-laki berambut kuning itu langsung bangkit berdiri, menerbangkan belati dari sakunya, ia memiliki sihir telekinesis. Belati itu pun berputar terbang menggores pipi kiri Lexi yang mematung terkejut tidak sempat menghindar.

“Hentikan!” teriak seorang laki-laki dari kejauhan, laki-laki paruh baya berambut coklat ikal panjang, dengan brewok tebal memenuhi wajahnya, duduk di kursi roda, ia adalah Master Lokar, kepala asrama Mountain Goat.

“Apa kalian tahu jika senjata dilarang digunakan selain di kelas?” Lokar mendorong kursi rodanya menghampiri kerumunan anak-anak.

“Sepertinya anak asramamu duluan yang memulai perkelahian, anak asramaku hanya menyelesaikannya” celetuk seorang laki-laki yang tengah berjalan menuruni tangga koridor, laki-laki berambut putih panjang lurus, kulitnya begitu pucat, membawa hawa dingin disekitarnya, ia adalah Master Krusius, kepala asrama White Tiger.

“Apapun itu senjata tetap dilarang Krusius!” jawab Lokar tegas.

Krusius tersenyum “baiklah kalau begitu, aku akan mengurus anak-anak asramaku, dan kau urus anak-anak asramamu, kalian semua ikut aku!” kata Krusius kepada anak-anak asaramanya, berjalan pergi meninggalkan koridor.

“Lexi! kita perlu bicara” Lokar mendorong kursi rodanya diikuti Lexi, sementara Genta dan Jojo masih mematung ditempat mereka.

“Apa yang kau pikirkan? Berkelahi dengan anak yang lebih tua menggunakan kekuatan fisik?” Lokar membuka pembicaraan “ini sekolah sihir Lexi, gunakan sihirmu!” lanjut Lokar sebelum Lexi bisa menjawab.

Lokar menghela nafas “aku yakin Krusius juga tidak akan menghukum anak-anak asramanya, tidak adil jika aku menghukum mu, oh iya.. ayahmu sudah kembali ke kastil, kau tidak ingin menemuinya?”

Lexi menggeleng “sepertinya tidak perlu, besok juga saya ada kelasnya”

“Ahh.. begitu, baiklah.. ku kira kau ingin pergi ke benteng, sampai bertemu disana” Lokar mendorong kursi rodanya pergi, sementara Lexi berputar kembali kepada teman-temannya.

 

***

 

Benteng ramai hari itu, semua murid antusias untuk melihat anak-anak baru mana yang nantinya masuk ke asrama mereka, tentu saja mereka berharap anak-anak berbakat akan dipilih dan memilih asrama mereka masing-masing.

Di loteng benteng sudah terdapat lima kursi, masing-masing untuk kepala asrama yang akan menyeleksi anak-anak baru. Para kepala asrama pun mulai memasuki benteng, mereka disambut meriah oleh para murid, kelima kepala asrama mengambil tempat duduk, Lokar duduk di paling ujung, menyingkirkan kursi yang sudah disediakan, memilih tetap duduk di kursi rodanya.

“Selamat datang semuanya!” sambut seorang laki-laki yang duduk ditengah, laki-laki bertubuh kurus, berambut hitam panjang, memaki jubah bewarna emas, ia adalah Master Cillion, kepala asrama Gold Dragon sekaligus wakil kepala sekolah.

“Hari ini kalian semua akan diseleksi oleh kelima kepala asrama, kalian dinilai dari kemampuan kalian menguasai sihir kalian dan bagaimana kalian mampu menggunakan sihir kalian dengan efektif, selamat berjuang!” Cillion membuka acara seleksi disambut dengan tepukan meriah para penonton.

Satu persatu anak masuk kedalam benteng dan memperagakan sihir mereka, ada yang berbakat, mungkin melewati beberapa anak-anak dikelas atasnya, atau mungkin ada yang sama sekali tidak bisa mengendalikan sihirnya, dan bisa ditebak mereka akan masuk ke Mountain Goat, sebenernya bisa saja mereka semua kembali pulang ke rumah mereka, tetapi entah mengapa, setiap ada anak yang kurang handal melakukan sihirnya, menatap para kepala asrama dengan tatapan memohon agar ada yang menerimanya, Lokar selalu disana mengangkat tangannya.

“Aku heran denganmu Lokar, apa kau benar-benar berniat menjadikan asramamu tempat pembuangan?” celetuk Krusius.

Lokar tertawa kecil “mungkin pemahan tentang sekolah kita berbeda Krusius, jika pemikiranmu kurasa kau ingin mengoleksi anak-anak berbakat, tetapi aku..aku ingin mengajar anak-anak yang tidak begitu menguasi sihir, itukan tujuan mereka datang ke sekolah?”.

“Cih!” gerutu Krusius.

 

BOOK 1 - CHAPTER 3

Book 1 – Chapter 3

Asrama Mountain Goat

 

Asrama Mountain Goat berada di pondok yang cukup besar di tepi danau yang berada disamping kastil, mungkin alasan utamanya adalah kepala asramanya itu sendiri, tidak mungkin Lokar harus naik turun tangga kastil dengan kursi rodanya.

 

“Selamat datang murid-murid baru!” sambut Lokar antusias kepada anak-anak yang baru menyentuh usia tiga belas tahun itu, dan dari wajah-wajah mereka, tidak ada yang meyakinkan, dan jika mereka berbakat, tidak mungkin mereka memilih asrama ini, begitulah setidaknya pikir Lexi, karna semua orang daerah selatan sudah tau tentang Mountain Goat yang berisi anak-anak buangan, saat anak-anak itu berencana masuk Sekolah Sihir Selatan, Mountain Goat tidak akan ada di rencana mereka.

 

Kepala asrama Mountain Goat sendiri juga tidak begitu meyakinkan, yang pertama-tama dia duduk di kursi roda, sedangkan kepala asrama lainnya tampak gagah, meskipun kepala asrama Red Scorpion seorang perempuan, tetapi ia masih terlihat lebih menakutkan daripada Lokar sendiri.

Selama Lexi mengenal Lokar, ia tidak pernah melihat Lokar menggunakan sihir, mungkin Lokar mengalami kecelakaan pertarungan dan tidak bisa menggunakan sihir lagi, dan itu mungkin juga yang menjadi penyebab Lokar mengajar kelas sihir kuno, kelas yang tidak perlu menggunakan sihir, hanya mendengarkan dan mencatat, setidaknya itulah spekulasi Lexi dan beberapa murid Mountain Goat lainnya.

“Baiklah sekarang waktunya pembagian kamar!” kata seorang laki-laki yang usianya diatas Lexi beberapa tahun, laki-laki berambut hitam ikal bernama Percy, murid tahun keempat, ketua murid asrama Mountain Goat, banyak yang bilang Percy cukup tampan dan cukup berbakat, Lexi sendiri menganggap ia menyia-nyiakan bakatnya dengan masuk ke asrama Mountain Goat.

Dua anak laki-laki kembar berusia tiga belas tahun kini duduk menempati dua tempat tidur yang masih kosong di kamar Lexi, laki-laki berambut coklat ikal dengan wajah dipenuhi bintik-bintik merah, mereka bernama Bill dan Will.

Lexi, Genta, dan Jojo duduk memperhatikan mereka berdua yang hanya mematung di tempat tidur mereka layaknya sedang interogasi, wajah mereka sedikit khwatir apa yang akan terjadi dengan malam pertama mereka di sekolah.

“Apa sihir kalian?” tanya Lexi.

“kami belum tahu..” jawab mereka bersamaan dengan gugup.

“Kalian belum tahu?!” mungkin ini hal paling mengejutkan yang pernah dialami Lexi selama tiga belas tahun dia hidup.

“Kalian belum tahu?” Lexi mengulang.

Mereka mengangguk.

Kini Lexi yang mematung ditempat tidurnya, apa yang dipikirkan Master Lokar bisa menerima mereka berdua? Ini kan sekolah sihir, sekarang dua anak yang tidak tahu sihir sedang duduk dikamarnya dan bahkan akan tidur satu kamar dengannya, apa yang dipikirkan Master Lokar? Apa dia berharap setelah kita tidur satu kamar dia akan kebagian sihir dari kami? Otak Lexi masih berputar dengan kencang mencari jawaban yang tidak akan pernah ia temukan ini.

***

Hari pertama tahun ajaran baru pun dimulai, dan tentu saja Lexi terlalu asik dengan mimpinya.

“Oi bangun!” Jojo menggoyang-goyangkan tubuh Lexi.

“Lexi cepat bangun!” Genta ikut menggoyangkan tubuh Lexi.

Butuh beberapa saat hingga akhirnya Lexi terbangun, “Kenapa kalian engga bangunin dari tadi?!” Lexi melompat turun dari tempat tidur dan mengganti pakaiannya menjadi cardigan krem seragam sekolah mereka, Genta dan Jojo hanya bisa memasang muka datar.

Mereka berlari menembus halaman kastil yang luas hingga akhirnya sampai disebuah rumah kaca dibagian belakang kastil, kelas obat-obatan, kelas pertama mereka.

“Kalian terlambat!” sambut seorang laki-laki paruh baya, rambut hitam panjang diikat kebelakang, brewok tipis, dan juga beberapa bekas luka menyilang diwajahnya, ditambah mata hitam yang persis seperti mata Lexi, ia adalah Master Rupert, guru kelas obat-obatan, sekaligus ayah Lexi.

“Terlambat bangun?” Rupert melihat kearah Lexi.

Lexi mengangguk, kemudian berjalan menuju mejanya bersama Genta dan Jojo.

“Baiklah anak-anak, hari ini kita akan belajar merebus daun obat, tumbuhannya sudah saya petik dan ada disamping meja kalian, obat ini berguna untuk menyembuhkan luka-luka luar setelah pertarungan, buka halaman tiga buku kalian dan disana sudah ditulis langkah-langkah merebus tumbuhan ini, ikuti dan selamat mengerjakan” perintah Rupert kepada murid-muridnya, dalam sekejap semua murid sudah bergerak mengikuti instruksinya dan mulai merebus tumbuhan mereka.

Lexi juga sudah mulai mengerjakan rebusan tumbuhannya, ia selalu saja merasa canggung jika berada di kelas ayahnya, ia merasa diawasi dan tidak bisa berbuat jahil seperti dikelas-kelas lainnya.

Rupert melihat jam sakunya “lima menit lagi, kumpulkan rebusan kalian dan bereskan meja kalian!”.

Rupert berjalan menghampiri meja Lexi “Lexi, setelah ini saya mau bicara sama kamu”.

“Baik Master” jawab Lexi. Rupert memang meminta Lexi untuk memanggilnya sama seperti murid-murid lain memanggilnya, meskipun sebagian anak-anak Mountain Goat sudah tahu jika Master obat-obatan mereka adalah ayah Lexi.

Rumah kaca sudah kosong, murid-murid yang lain sudah menuju kelas mereka selanjutnya, hanya tinggal Rupert dan Lexi dikelas itu.

Rupert memberikan selembar kertas “nilaimu tahun lalu”.

Lexi membaca kertas itu, sebagian nilainya bertuliskan tinta merah yang artinya buruk.

“Latih sihirmu lebih giat tahun ini Lexi” kata Rupert dengan nada yang tidak galak tetapi tegas.

Lexi mengangguk tanpa menjawab.

“Bukannya semenjak sihirmu muncul kau selalu ingin mulai sekolah? Lalu kenapa sekarang malah main-main terus?” lanjut Rupert.

“Aku tidak menyangka akan masuk asrama Mountain Goat” jawab Lexi tanpa memandang ayahnya.

“Lalu?”

“Aku kira aku akan masuk asrama Gold Dragon atau White Tiger”.

Rupert mengeluarkan tawa kecil yang membuat Lexi memandang kearahnya.

“Kenapa ayah tertawa? Ayah pikir aku tidak punya kemampuan untuk masuk asrama mereka?”

“Bukan-bukan.. tetapi siapa yang mau kau masuk asrama Krusius itu? yah.. mungkin kalo Cillion masih oke, tapi Krusius? Jika kau masuk asrama White Tiger, mungkin hari berikutnya aku akan mengirim surat kepada kepala sekolah untuk memindahkan asrama mu” Rupert tersenyum kepada Lexi.

“Masuk asrama Moutain Goat bukan berarti kau payah dan harus selalu seperti itu, kau mengerti maksud ayah kan?”.

Lexi mengangguk.

“Sana susul teman-teman mu sebelum kau terlambat masuk kelas”

Lexi mengangguk lagi dan langsung meninggalkan rumah kaca, berlari kecil memasuki kastil menuju kelas berikutnya.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!