Bukan sebuah Badai dari lautan yang bergemuruh dengan ombaknya. Bukan pula badai yang menghanyutkan dilautan. Tapi, dia adalah Badai Bagaskara putra dari Bara Bagaskara. Seorang yang berasal dari keturunan keluarga yang kaya raya sejak lahir, memiliki ayah yang sangat tampan seperti orang luar negeri. Dan kini Badai sedang menimba ilmu di sebuah penjara suci yang begitu terkenal akan keilmuan khusunya. Penjara suci yang pendekatan kepada sang Khaliq sangat tinggi, yaitu Pondok Pesantren Ma'rifat Billah yang ada di Jawa Timur.
"Badai. Kamu pakai apa sih kok putih kulitmu bersih gak kayak ayahmu? Aku lihat ayahmu berkulit sawo matang." ucap teman baiknya yang bernama Faisal.
Mereka berada di serambi masjid seusai solat subuh berjamaah.
Badai yang tak hanya sekali mendapatkan pujian seperti itu pun dia langsung menjawab, "Kamu belum tau ya? Dulu ibuku ngidamnya susu kedelai. Jadi yaudah deh putih." celetuk Badai, yang cukup humoris memang orangnya. Sehingga dia memiliki banyak teman.
"Oia, gimana tentang latihannya? Apakah kamu sudah melakukannya?" tanya Faisal.
Badai pun menjawab dengan santai seperti biasanya, "Sudah. Bahkan aku telah melakukan lebih."
"Melakukan lebih? yang seperti apa?"tanya Faisal.
"Kau mau aku praktekkan?"
"Kalau kau tidak keberatan."
Badai pun berdiri dari duduknya di serambi masjid, lalu dia berjalan ke arah halaman samping masjid. Faisal pun mengikutinya. Kemudian Badai memulai aksinya.
Badai berdiri tegap, lalu dia mengeluarkan sebilah pisau lipat dari dalam lipatan depan sarungnya. Dan mulutnya membaca sesuatu, yang tak di dengar oleh Faisal, hanya Badai saja yang tau apa yang dia baca. Kemudian Badai memotong salah satu jemarinya, tepatnya jari telunjuknya yang kiri. Dan ajaibnya, jemarinya tidak putus sama sekali, namun darah segar kelar dari bekas pisaunya yang memotong jemarinya.
Faisal yang melihatnya, sangat terkesima. Namun tidak terkejut. Karena memang begitulah yang telah di praktekkan oleh sang guru, mengajarkan ilmu kekebalan. Sehingga saat benda tajam mengenai tubuhnya, tidak akan tergores luka sedikitpun tubuhnya.
Prok! Prok! Faisal bertepuk tangan, "Kamu hebat Badai! Kamu bahkan dapat mengeluarkan darah." ucapnya.
Dan setelah Faisal bertepuk tangan memuji dirinya, Badai mengusap satu kali usapan pada darah yang sedikit mengucur dari jari telunjuk kirinya itu, dan bersih lah kini jemarinya.
"Sangat hebat! Bahkan kamu tidak terluka meski keluar darah. Dan kini darahnya telah hilang." puji Faisal.
"Sudah stop memujinya. Sekarang giliran kamu, mana ayo tunjukkan hasil latihanmu?"
Faisal pun nyengir dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Hehee aku belum mencobanya sedikit pun. Aku belum hafal hafal dengan ayatnya."
"Padahal lumayan loh ayat kekebalan tubuh itu pastinya bukan berfungsi hanya untuk itu saja. Aku yakin itu. Soalnya kuat banget tubuh kita setelah kita menggunakan ayat yang guru berikan." ucap Badai, kemudian dia mulai beranjak meninggalkan tempat itu, "Yaudah ayo balik, aku mau siap-siap ke sekolah." ucapnya lagi.
Faisal pun dengan sedikit berlari menyusul Badai yang beranjak pergi, "Tunggu aku!"
...****************...
"Kamu udah mau ke sekolah?" tanyanya.
"Iya. Kamu mau tetap disini saja? Gak balik saja ke istana mu?" ucap Badai.
Dia masih dengan tiduran bersantai nya, dengan tangan menopang kepalanya, dan melihat ke arah Badai yang sedang berpakaian siap ke sekolah.
"Boleh nggak aku coba juga ayat dari guru mu itu?" tanyanya lagi, seperti biasa dia tak akan berhenti sampai membuat Badai membentaknya untuk menghentikan pertanyaannya.
"Tanpa kamu menggunakan ayat apapun yang biasa manusia baca, kamu sudah dapat melakukan manipulasi dengan caramu!" balas Badai.
Badai pun keluar dari kamarnya, dimana di pondok pesantren nya ini dia yang memang tinggal sendirian di dalam kamar berukuran 3x4 meter. Kamar istimewa, karena dia adalah santri teladan sekaligus ketua pengurus Pondok Pesantren Ma'rifat Billah. Jadi dia mendapatkan fasilitas yang santri lain tidak akan mendapatkan nya. Dan dimana setiap tugas yang gurunya berikan, pasti hanya Badai yang dapat mempraktekkan ilmu yang dia dapat itu.
"Tunggu, Badai! Boleh kah aku ikut?" Kembali dia menghentikan Badai.
Badai yang mulai kesal, sepertinya tak akan berhenti dia sampai membuat Badai kesal. Badai menoleh sejenak sambil berkata, "Cukup Satria! Kamu tetap tak boleh lagi ikut ke sekolah! Pergilah dulu, nanti boleh balik lagi!" ucap Badai.
Satria, yang selalu setia mendampinginya pun tersenyum, mendengar bentakan kekesalan dari Badai. Dia mengingat kejadian beberapa waktu lalu dimana dia memaksa Badai agar mengizinkan dirinya ikut serta ke sekolahan pesantren tempat Badai sekolah, dan disana dia membuat kekacauan. Dengan jail dia membuat tangan salah satu teman sekolahnya Badai memukul teman yang lainnya, sehingga bertengkar lah keduanya. Hal itu membuat Badai kesal saat tau ternyata itu ulahnya Satria. Dan sejak saat itu, Badai tak lagi inginkan hal hal jail yang dilakukan Satria di dalam sekolahannya yang akan menimbulkan kekacauan lagi.
"Baiklah! Kau tenang saja. Aku pergi dulu, sampai jumpa nanti." ucap Satria dan Cling!
Satria pun menghilang dari hadapannya Badai, dimana Satria ini hanya bisa di lihat oleh Badai seorang. Karena Satria hanya mendampingi Badai di alam manusia, bukan mendampingi orang lain.
.
.
.
Lanjutannya besok 😘 kalo gak sibuk nanti malam ya 😆
Baiklah,
Assalamualaikum wr wb readers pecinta Novel Baru 🥰
...Human Perfect ...
Di novel kali ini kita kenalan dulu yuk dengan pemeran pemeranya siapa aja. 👇
...Badai Bagaskara ...
...Satria...
...Guru atau Romo Kiyai Haji ...
...(KH. Robiyulloh Ma'rifat Billah)...
...Bara Bagaskara...
...Versi Ayah...
...Arya/Asep...
...Raja Jin Laut Utara...
...Versi Ayah...
...Ratu Roro Kidul...
...Ratu Laut Selatan ...
...Versi Sudah Old...
...Faisal Hanafi...
...Bintang Adi Kusuma ...
...Versi Ayah ...
...Sayyidati Zainab...
...Versi Ibu...
...Najmi Hawa dipanggil Najwa...
Baiklah readers, sampai disini dulu ya perkenalkan nya, nanti detailnya baca di episode ke dua 🥰
Wassalamu'alaikum wr wb jawab ya salamku readers 😚
Sinar matahari sudah mengintip dari ufuk timur, di dalam rumah kini dua orang sepasang suami istri sedang bersiap-siap untuk berangkat menaiki kereta api, hendak pergi nyambangi putri kesayangan nya yang tengah mondok di salah satu pondok pesantren terkenal di Jawa Timur. Dimana putrinya ini mondok sudah cukup lama, bahkan sudah hampir lulusan.
"Ayo ma! Keburu ketinggalan kereta loh nanti!" ucapnya, yang cukup lama menunggu istrinya selesai bersiap.
"Sabar dong sayang. Ini juga udah selesai!" ucapnya, dimana sambil menunjukkan penampilannya kepada sang suami.
"Gimana? Aku cantik?" tanyanya.
"Kamu itu selalu cantik mamanya Najwa." pujinya kepada istrinya tercinta.
"Ya istri siapa dulu dong? Bintang Adi Kusuma!" ucapnya sendiri. Memuji pada dirinya sendiri.
Bintang pun tertawa renyah. "Yaudah deh, kalau aku? Gimana penampilan ku ma?" ucap Bintang.
"Bapaknya Najwa selalu ganteng." pujinya.
Bintang pun ikut-ikutan memuji diri sendiri seperti yang dilakukan istrinya, "Siapa dulu dong? suaminya Sayyidati Zainab!" sambil menyisakan tawa. Dimana Zainab pun juga tertawa.
"Sudah deh, ayo berangkat!" ucap Zainab. Lalu dia menaiki motor, dimana sudah sejak tadi Bintang telah naik di atas motornya.
Motor matic mereka yang telah berusia belasan tahun dimana mereka memiliki nya sejak mereka punya anak Najwa itu, meninggalkan rumah dengan dikunci rapat. Mereka kini yang tinggal di rumah miliki Bintang sendiri, walaupun berukuran tidak terlalu besar, namun mereka bahagia di dalam keluarga kecilnya.
Sesampainya di stasiun kereta api, motor telah Bintang parkir di stasiun seperti biasanya. Dan akan diambil sekembalinya mereka dari nyambangi putri mereka.
Tut tut tuuuuut
Suara terompet kereta api telah di lepaskan, Bintang dan Zainab pun juga telah ada di dalam gerbong kereta. Dan kereta pun tak lama kemudian bergerak meninggalkan kota Surabaya menuju ke kota tujuan para penumpang.
Setelah dua jam dalam perjalanan menggunakan kereta api, sampailah mereka di kota tujuan mereka, namun mereka harus menggunakan transportasi umum lainnya untuk sampai di pondok pesantren sang putri menimba ilmu. Yaitu mereka mengendarai angkot.
Dan sesampainya mereka di tempat tujuan, di pondok pesantren putri Fusshilat. Mereka pun turun dari mobil angkot dan langsung tersenyum lah keduanya. Karena kebetulan kini terlihat di sekolahan para siswanya sedang melakukan olahraga serentak.
Bintang dan Zainab yang berangkat pukul enam pagi telah sampai di tempat tujuan tepat pukul sepuluh pagi pun sangat senang. Dimana tak lama setelah mereka turun dari angkot, mereka melihat di kejauhan, tepatnya di barisan siswa yang berbaris salah satunya ada putrinya.
"Najwa!!!" teriak Zainab dengan penuh antusias kebahagiaan.
Najwa yang mendengar panggilan dari suara sang ibu pun, "Seperti suara mama?" ucap Najwa dalam hati. Dia pun menoleh ke kanan kiri, depan belakang.
Dan tepat di belakangnya dia berbaris olahraga, di kejauhan, ada dua orang yang dia sayangi sedang mengunjungi dirinya.
"Mama!! Bapak!!!" ucapnya lalu dia izin kepada gurunya. Dan gurunya pun mengizinkan, Najwa pun langsung berlari dan meneriaki.
"Mama! Bapak!" sambil berlari dan memeluk mamanya, lalu setelah itu memeluk bapaknya.
"Gimana nak? Kamu sehat-sehat aja?" tanya Bintang.
Najwa saat ditanya keadaannya, dia langsung berubah raut wajahnya. Dia menarik tangan kedua orangtuanya. Sambil tersenyum, memperlihatkan kepada banyaknya mata memandang. Tapi bibir Najwa sambil menggumam,
"Mari ikut aku mama, bapak... Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan." sambil menggumam, sambil tersenyum.
Dan sampailah Najwa dan kedua orangtuanya dia ruangan tempat tamu berkunjung. Dimana setiap pondok memang ada tempat khusus apabila ada orangtuanya atau keluarga lainnya ingin mengunjungi putrinya yang mondok.
"Ada hal apa lagi Najwa? apakah hal yang sama seperti yang kamu ceritakan di telpon seminggu lalu?" tanya Bintang pada sang putri.
Sambil membenarkan kerudung nya, Najwa mengangguk pasti.
Sedangkan Zainab yang tak tahu menahu bahwa anaknya menelpon suaminya, dia pun bertanya, "Kenapa mama juga gak diceritain? Memangnya ada apaan sih?" kepo lah Zainab.
"Ma... Saat itu mama sedang ada arisan di kampung Madu, jadi hanya bapak yang ada dirumah yang bisa Najwa curhati." ucap Najwa.
"Baiklah, katakan apakah kau memimpikan hal yang sama?" ucap Bintang lagi, dimana dia sudah tak sabar mendengar cerita putrinya.
"Iya bapak, aku kan tadi sudah mengangguk juga. Jadi gini.....".
...****************...
Disebuah lembah didekatnya terdapat aliran sungai yang indah, Najwa berada disana. Sendirian. Namun Najwa tak merasakan sedikitpun kesedihan, malah sebaliknya. Dia sangat bahagia dengan melihat sekitarnya yang dipenuhi dengan keindahan dan kelestarian alam yang seimbang.
Najwa berjalan di atas jembatan yang melintang memotong sungai dimana membuatnya bisa menyeberang ke seberang sungai. Najwa pun melihat ke sekelilingnya, keindahan semakin menyeruak. Semakin Najwa lihat, semakin indah pula pemandangan itu. Dan saat Najwa melihat ke arah Sungai, semakin panjang pula aliran air sungai itu.
Tanpa berkata-kata apapun, bahkan dalam hati Najwa pun tak berkata-kata apa-apa. Dia benar-benar hanya menikmati keindahan yang kini dilihatnya.
Dan saat itu juga, dalam kesunyian.
"Kau disini? Kamu yang bernama Najwa Hawa itukan?!!" satu suara muncul, sangat jelas di pendengaran Najwa, karena memang di dukung suasana yang sangat hening.
Dalam keheningan, ada suara muncul. Najwa langsung lah dia menoleh mencari sumber suara. Dan tak perlu repot mencari, saat dia menoleh ke belakang.
Telah ada orang yang berdiri tepat di belakangnya. Seorang lelaki tampan dan masih muda, berambut abu-abu namun tidak karena sudah berusia lanjut. Tapi karena memang lah begitu warna rambutnya. Kedua tatapan matanya yang memicing tajam. Bibirnya tipis kemerah-merahan. Hidungnya mancung, dan kulitnya sangat putih pucat. Pakaiannya seperti berjubah hitam, namun rapi. Lebih mirip kemeja yang dilapisi blazer.
Najwa pun langsung bersuara, setelah sejak awal berada di tempat itu dia diam saja. "Siapa kamu?" tanyanya.
Dan lelaki tampan itu tersenyum mendengar pertanyaan dari Najwa. Tanpa menjawab apa-apa, lalu lelaki tampan itu berjalan ke arah sungai, menginjak air sungai tanpa terjebur dan air sungai itu dibuatnya berubah menjadi lautan yang sangat luas. Hingga tak ada lagi pepohonan, bahkan jembatan pun telah tak ada. Hanya hamparan lautan luas yang disertai suara gemuruh ombak di depan mata kepala Najwa.
Membuat Najwa pun hanya bisa tercengang kini melihatnya. Tak berkata apa-apa lagi juga, dia hanya terdiam.
...****************...
"Lalu aku bangun dari tidurku. Aku siangnya nelpon ke hp bapak, dan cuma ada bapak dirumah. Jadi aku curhatnya ke bapak, gitu ma...." Najwa menghela nafas sejenak, dia minum minuman yang dibawakan oleh mamanya. Teh manis, namun setiap buatan mamanya tetaplah enak baginya.
Dan Najwa pun melanjutkan ceritanya sebelum kedua orangtuanya berkomentar tentang ceritanya, "Dan aku kira semua itu hanya mimpi saja. Mama bapak tau? Setelah aku curhat, malam harinya, sebelum tidur ini!" ucap Najwa, dengan menekankan kata sebelum tidur.
"Aku belum tidur, aku yakin betul. Aku di datangi Agi kedua kalinya oleh lelaki tampan itu. Tapi dia seperti nyata. Tapi sekali lagi, aku tidak tidur."
Ditengah-tengah curhatannya Najwa, mamanya yang telah penasaran untuk bertanya, akhirnya pun bertanya, "Atau mungkin kamu ketind**ihan¹ nak..." ucap Zainab.
Bintang pun dibuatnya ikutan menganggukkan kepalanya setuju atas pertanyaan sang istri.
"Nggak ma..." namun Najwa malah menjawabnya dengan sanggahan lagi, dengan penuh keyakinan.
Lalu Najwa melanjutkan kata-katanya, "Dan lelaki tampan itu malah berkenalan ke Najwa. Dia bilang, 'Maukah kau mengenalku?' aku cuma diam aja gak menggubris ucapannya. 'Aku Satria.' lalu aku tetap diam, dia tiba-tiba menghilang." ucap Najwa.
"Memangnya kamu ada dimana?" tanya Bintang.
"Aku ada di teras kamar pondok. Sebagian teman-teman sudah tidur. Aku di datangi lelaki tampan itu tepat duduk disebelah ku." ucap Najwa.
Bintang dan Zainab pun saling tatap kemudian berkata secara bersamaan, "Masak jin? Jin tampan?" ucap nya bersama-sama.
"Tapi sekali lagi loh ma, pak... Aku sadar dan tidak ketindihan ataupun merasa itu jin. Dia kayak nyata, tapi hilang begitu saja. Dan dia gak serem." ucap Najwa.
"Yaudah deh lupain aja. Nanti bapak akan cari tau siapa yang datangin kamu itu lewat Gusti Allah." ucap Bintang.
Zainab pun tersenyum mendengar ucapan suaminya, karena dia tahu kalau suaminya menganggap Najwa cuma curhat, atau mungkin semuanya itu hanya ilusi semata, atau tanpa sadar Najwa bermimpi.
Dan mereka pun menikmati makanan yang Zainab bawa jauh-jauh dari kampung Madu, Surabaya. Ke pondoknya Najwa. Maka mereka pun makan bersama di ruang kunjungan pondok.
Sedangkan Najwa, yang tau dibalik senyuman sang mama, dia pasti dianggap hanya curhat. Namun Najwa bersikeras dan sangat yakin bahwa itu makhluk Allah juga yang Najwa sendiri tak tau siapa.
"Lain kali aku akan menjawab setiap pertanyaan laki-laki tampan itu! Dan aku akan tau siapa dia sebenarnya!" gumam Najwa dalam hati.
.
.
.
Lanjutannya besok 😘
Orang Jawa menyebutnya Ketindihan saat diganggu oleh jin sebelum tidur atau saat tidur.
Suasana yang begitu modern, namun di tempat yang begitu mistis. Seperti berada di dunia dua puluh tahun lagi, namun ini sedang berada di alam lain.
Satria memasuki kerajaannya yang canggih nya telah melebihi kecanggihan teknologi saat ini di alam manusia. Gerbang gerbang tinggi menjulang hampir keseluruhan tampak menggunakan listrik, gerbang menuju istananya otomatis terbuka sendiri saat dia melewati nya, seperti ada sensor pendeteksi manusia kalau di alam manusia.
Tapi ini berbeda, gerbang itu semacam dipasang sensor pendeteksi jin. Sehingga terbuka sendiri setiap ada yang masuk. Namun sebenarnya tidak. Tidak ada sensor apapun. Dan semua teknologi kecanggihan di alam tempat Satria berada tidak berasal dari teknologi itu sendiri, melainkan dari sihir para jin.
"Kau sudah datang Satria! Dari mana saja?!" satu suara menggema, sudah terdengar seperti seisi ruangan yang terpasang sound sistem yang menyalurkan kabel di seluruh ruangan. Padahal itu suara asli tanpa sound sistem.
Satria dengan tetap berjalan santai, "Dari tempat Badai." jawabnya, kemudian sambil duduk di singgasana nya sendiri, yang berdekatan dengan singgasana.
"Jangan bohong." ucap Ayahnya, yang tiba-tiba muncul di dekat Santri, duduk di singgasana Satria.
"Gak bohong. Beneran kok!"
Sang ayah pun melotot ke arah Satria.
"Yaudah iya! Aku juga datang ke tempat perempuan cantik itu." ucap Satria.
Sang ayah pun menghela nafas, "Huft! Kenapa kau datangi dia? Ayah gak mau kau mengusik kehidupannya."
"Itu semua juga gara-gara ayah. Seandainya ayah gak ceritain semua tentang kehidupan alam para manusia itu, pastinya aku gak akan penasaran sampai ekplorasi ke berbagai tempat yang ayah ceritain. Bahkan Badai, semakin bikin aku penasaran. Padahal sebelumnya, dia hanya kawan biasa bagiku. Tapi kini, aku merasa dia memiliki banyak hal yang dapat mengasah keingintahuan ku ini."
Ayahnya pun mengusap rambut Satria, "Apakah kau sudah memahami bahwa Badai lebih hebat darimu?" tanyanya.
"Aku memang sudah tau kalau dia lebih hebat. Tapi aku juga tak ingin kalah darinya." ucap Satria lagi.
Sedangkan mendengar ucapan Satria, ayahnya pun langsung mengingat kejadian dua puluh tahun yang lalu, dimana tiba-tiba terputar kembali di pikirannya.
...****************...
Ditengah-tengah lantunan ayat suci Al-Qur'an yang Zulfa baca, yaitu surat jin. Juga bacaan ayat kursi Bintang, Bara, Naz, dan yang lainnya. Membuat Roro langsung menutupi telinganya.
Karena mereka para jin anti dengan bacaan ayat suci Al-Qur'an. Bahkan Fandi, manusia yang sebenarnya telah mati namun dibangkitkan dari kuburnya. Dia juga sama, karena jiwa tubuhnya sebenarnya telah tiada. Hanya jasadnya saja, dan roh yang merasuki dirinya adalah salah satu jin yang menjelma merasuki jasad Fandi. Sehingga saat itu pula Roro bersamaan dengan dia menutupi telinganya, dia yang terkejut melihat roh jin lain yang tak begitu benar-benar patuh terhadap Roro, dia memerintahkan Arya untuk mengusirnya.
Namun Arya, yang juga seorang jin bahkan dia Raja jin dari Laut Utara, dia juga kesakitan. Kedua tangannya juga menutupi telinganya.
Dengan kekuatan yang tersisa, Roro pun dengan cepat mengambil tindakan yang bagi Arya seharusnya tak Roro lakukan.
Karena saat Roro hendak melakukan perbuatannya, Arya sempat mengisyaratkan kepada Roro dengan menggelengkan kepalanya dan tatapan matanya yang menolak perbuatan Roro.
Namun Roro, dia adalah Ratu. Tetap saja dia tak ingin diperintah, bahkan oleh Raja jin sekalipun!
Roro langsung menarik tangan Nur, dan juga membawa Fandi sekaligus Arya dengan kedua selendang nya yang dapat menjelma menjadi tangan. Sehingga tangan Roro sejenak berjumlah empat.
Zulfa yang menjadi saksi mata atas semua perbuatannya Roro, langsung saja dia di interogasi oleh teman-temannya saat Zulfa mulai membuka matanya, dimana dia menutup matanya untuk kedua kalinya. Setelah semua teman-temannya menyadari atas hilangnya Nur yang secara tiba-tiba.
"Zulfa??? Kamu baik-baik saja?!" tanya Permata, bukan hanya Permata. Teman-teman perempuan yang lain juga bertanya hal yang sama.
Hanya Bintang yang bertanya dengan pertanyaan yang berbeda. "Ada apa Zul???" tanya Bintang, khawatir. Dimana yang lainnya juga pun tak kalah khawatirnya.
Dan perlahan, dengan lemas Zulfa menjawab, "Roro membawanya pergi." ucap Zulfa.
Bintang pun langsung lemas pula, hingga membuat langkahnya mundur ke belakang. Seolah hendak pingsan, namun tidak sampai pingsan.
Bara, yang mendengarnya. Tak kalah syoknya. Bahkan teman-temannya yang perempuan. Semuanya pun tercengang bingung.
"Kita mau ngomong apa ke orangtuanya Nur?" ucap Naz tiba-tiba, mengingatkan bahwa mereka hidup ditengah masyarakat, bukan hidup seorang diri.
Dan Bara pun langsung menenangkan teman-temannya seperti biasa, "Aku yang akan menjelaskan hal ini kepada orangtuanya Nur." ucapnya. Dengan penuh kepastian.
...----------------...
Di alam jin, Roro melepaskan genggamannya terhadap Nur, Arya dan Fandi. Roro langsung membacakan sihirnya kepada Fandi, dimana membuat Fandi tiba-tiba langsung lenyap seolah tak ada jejak sedikitpun tentang Fandi.
"Kenapa kau kembalikan Fandi?!" namun perbuatan Roro, justru malah membuat Arya semakin tak mengerti dengan apa yang hendak diperbuat Roro.
"Karena aku telah tak membutuhkan dirinya lagi!!!" jawab Roro dengan tegas, dan dia kembali menatap tajam ke arah Arya, saat Arya kembali melemparkan pertanyaan padanya.
"Lalu kenapa kau bawa Nur kemari? Apa salah dia?!" bentak Arya.
Nur yang sejak tadi masih dibuat diam membisu oleh Roro, kemudian dengan sekejap gerakan selendang Roro yang dikibaskan ke wajah Nur, akhirnya membuat Nur tak lagi bisu.
"Roro! Kenapa kau membawaku?!!! Bagaimana nanti orangtua ku?" ucap Nur, dimana kini dia sambil menangis, bukan karena takut dengan Roro, tapi karena tak bisa memikirkan orangtuanya yang sedih jika tau dia dibawa kabur.
"Kau tenang saja Nur sahabatku. Kau telah melakukan hal yang baik dimasa lalu dengan menjadi sahabatku. Pastinya aku akan membalas perbuatan baikmu itu dengan tidak akan mengecewakan orangtuamu." ucap Roro, seolah memastikan hal yang tak dapat Nur bayangkan.
"Apa lagi yang kau lakukan Roro!! Hentikan lah semua perbuatan tidak masuk akalmu ini!!!" ucap Arya.
"Diam kau Arya!! Kau berisik! terlalu banyak bertanya! untung aku jin, yang tak akan dibuat pusing dengan semua pertanyaan mu." ucap Roro.
Kemudian Roro melangkah, berjalan perlahan, mendekati Arya, berjalan memutari Arya yang sedang berdiri, menunggu jawaban Roro.
Roro pun sambil berkata, "Tenanglah Arya... Aku akan menjawab satu persatu pertanyaan mu. Aku telah mengurus tentang Fandi, memindahkan dirinya untuk menggantikan Nur dirumahnya."
"Fandi menjelma jadi Nur?!!!"
"Fandi menjelma jadi aku?!!!"
Bersamaan Arya dan Nur mengatakannya.
"Ssttt.... Kalian berdua terlalu bersemangat mendengarkan apa yang aku katakan." tetap dengan nada santainya Roro saat mengatakannya.
"Ya, kalian benar." namun Roro tetap melanjutkan kata-katanya, "Aku telah mengutus Fandi menjadi Nur. Jadi kalian berdua tenang saja. Dan...." lalu kini Roro berkata dengan nada tegas dan lantang, "Kalian berdua akan aku kawinkan sekarang juga!!!" disertai dengan tatapan tajam dari Roro.
Nur dan Arya pun langsung tak terima mendengar ucapan Roro. "Apah?!!!"
"Tidak Roro.. Tolong jangan lakukan itu kepadaku.... Bagaimana kau bisa berpikir untuk menjodohkan diriku dengan bangsa jin? Aku adalah manusia. Dan aku percaya Allah!" ucap Nur, dengan memohon.
Protes bukan hanya dilakukan oleh Nur saja, namun Arya pun juga, cuma bedanya Arya lebih berani dalam membentak Roro.
"Tidak Roro! kau sudah gila! Bagaimana bisa kau berpikir untuk aku bisa bersama orang lain!!!" ucap Arya.
"Kenapa tidak Arya?! Aku yang menginginkan nya!" bentak Roro balik.
"Tidak Roro... Tolong... dengarkan aku, aku tidak mencintainya... Dia tampan, tapi dia jin.... Aku tidak mau Roro." ucap Nur, masih dengan memohon. Tapi kini dengan menghina Arya.
"Berani nya kau menghina Raja jin! Tenang saja. Aku tidak akan menikahkan kalian, kalian hanya akan punya anak. Tanpa menikah!" ucap Roro.
Arya pun langsung menggenggam tangan Roro, "Roro... Aku hanya mencintaimu Roro.... Jadi jangan berpikir bahwa aku akan punya anak dengan perempuan lain!"
"Diam Arya, ingatlah! Aku dan kau berbeda. Aku adalah Ratumu! Dan kau meskipun Raja jin, kau tetaplah pelayan ku. Maka patuhilah aku!" ucap Roro dengan tegas.
Arya yang kesal mendengar ucapan Roro, dia pun menjawab. "Baiklah! lakukan sesukamu. Dan aku akan menuruti apapun yang kau ingin kan. Kau ingin kan anak dari hasil aku dengan Nur kan?!!!" ucap Arya. Dan Arya tiba-tiba langsung melakukan sihir nya sebagai Raja jin, dia menggerakkan tangannya ke arah kemaluannya. Tanpa menyentuh Nur, Arya mengarahkan apa yang kini tengah ada di genggamannya ke perut Nur. Dan tiba-tiba saja, terjadilah.
.
.
.
Lanjutannya besok 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!