Namaku Aluna Madison, kau bisa memanggilku Aluna, umurku enam belas tahun, aku selalu pergi ke Karnival sendirian ntah dalam keadaan senang maupun sedih. Hari minggu ini aku pergi ke Karnival lagi untuk bermain sepuasnya disini, aku menyisihkan uang jajanku setiap hari agar bisa pergi ke Karnival dan membeli makanan enak tentunya. Aku sangat senang bermain permainan yang sangat menantang, seperti Roller Coaster yang kencang dan tinggi. Namun, permainan favorit ku ialah Gokart. Disini aku bisa melawan musuhku yang bahkan aku tidak mengenalnya atau mungkin saja untuk melampiaskan kekesalan atau kesedihan yang selama ini ku pendam. Mungkin saja para penjaga permainan sangat bosan melihat wajahku yang setiap hari libur selalu ke mengunjungi Karnival. Tapi hari ini berbeda, ini adalah hari yang kelam bagiku. Aku harus melakukan aktivitas yang lain setelah bermain dari Karnival, hal yang aku benci tapi harus aku lakukan.
Aku tak merasa kesepian karena aku sudah terbiasa melakukan hal-hal yang aku sukai sendirian selama ini. Hari ini aku pulang agak cepat karena ini hari yang sangat berarti bagiku. Tidak berarti dalam arti kebahagiaan, namun lebih mengarah ke hal yang menyedihkan. Aku ingin pergi ke suatu tempat, saat berjalan di lorong dengan langkahku yang terburu-buru, saat keluar aku melihat laki-laki yang berdiri di ujung gerbong Karnival sedang menatap ponselnya. Aku menatapnya sepanjang langkahku karena dia begitu tampan, tinggi dan kulitnya putih bersih, dia benar-benar mengambil perhatianku. Tak ku sangka dia juga menatap ke arahku.
" Ah"
" Hei sialan, bajuku jadi basah kan. kau jalan tak pakai mata hah?"
Aku menabrak seorang laki-laki berbadan besar dan menumpahkan minuman yang sedang dia pegang di tangannya, tampak ia sedang bersama segerombolan teman laki-lakinya yang akan masuk ke dalam Karnival.
" Maaf kan aku, biar aku lap, dan berapa harga minuman yang harus ku ganti?"
" Ah tidak usah, sebagai gantinya kau harus melayani kami menjadi pelayan kami selama disini" dia menepis tanganku.
" T tapi aku harus pergi sekarang"
" Enak saja kau mau kabur ya? kau harus tanggung jawab sial" dia menarik tanganku dengan kuat.
" Sudahlah bro, dia cantik juga ya bro, gimana kalau.." saut temannya yang lain.
Aku menutup mataku karena ketakutan dan berusaha melindungi diriku dengan kedua tanganku yang aku angkat ke atas untuk menutupi wajahku.
" Maaf, tapi pacarku tidak sengaja, biar aku ganti saja berapa totalnya? segini cukup?" terdengar suara laki-laki yang berusaha menolongku.
Dia adalah laki-laki yang bertatapan denganku tadi, dia menolongku dengan mengatakan bahwa aku adalah pacarnya dan menyodorkan sejumlah uang dalam jumlah yang cukup besar untuk sebuah satu minuman.
" Nah bagus, lain kali jangan kau ulangi ya, akan aku kasih kau kesempatan kali ini" dia mengambil uang yang diberikan anak itu kepadanya, lalu dia pergi dengan gembira bersama teman-temannya karena telah mendapatkan uang yang cukup banyak.
" Hei, kau gila ya? kenapa memberi mereka uang sebanyak itu, dan sekarang aku tak bisa menggantinya padamu"
" Bukankah harusnya kau berterima kasih dulu padaku?"
" Ah iya tentu saja, terima kasih telah menolongku, tapi tetap saja bagaimana aku bisa.."
" Sudah ya kau segeralah pergi sebelum mereka menangkapmu, aku pergi duluan" dia melangkah pergi keluar.
" Hei tunggu, namamu siapa?"
Dia hanya berbalik dan tersenyum ke arahku tanpa menjawab pertanyaanku. Sungguh laki-laki yang misterius, untuk apa dia menolongku, tapi mungkin beberapa orang akan melakukan hal yang sama saat melihat hal itu terjadi. Bahkan aku merasa senang dan hatiku berdegub kencang saat dia mengatakan bahwa aku adalah pacarnya. Padahal kami tak saling mengenal satu sama lain.
Badanku bergerak mengikutinya, apa aku gila mengikuti laki-laki yang tak ku kenal hanya karena dia menolongku sekali.
Aku mengikutinya diam-diam. Dia menuju ke arah Halte bus, aku tak bisa terus mengikutinya aku harus berbicara padanya.
" Hei, kau mau kemana?"
" Ah kau membuatku kaget, kau mengikutiku ya dari Karnival?"
" Tidak, aku hanya searah denganmu, jangan terlalu percaya diri" padahal aku bukan niat menaiki bus, aku hanya mencari alasan saja.
" Kau tidak bohong kan?"
" Ya untuk apa aku berbohong dan untuk apa juga aku mengikutimu" sepertinya aku tampak begitu jelas.
" Ya sudah, aku mau naik bus"
" Aku juga, wah kebetulan sekali"
" Wah sangat tidak natural"
" Apa maksudmu?"
" Tidak, lupakan"
Ah mati aku, mungkin dia tahu bahwa aku hanya beralasan saja.
Lalu aku menaiki bus duluan, namun dia tak kunjung naik, pintu pun akan tertutup secara otomatis.
" Hei kau tak naik?"
Lagi-lagi dia hanya tersenyum dan melambaikan tangannya sembari bergumam kecil “bye-bye”
Bus pun berjalan maju. Aku hanya terus melihat keluar jendela dan melihatnya yang hanya berdiri di halte itu sambil menatap ke layar ponselnya. Sebenarnya apa yang dia lakukan disana kenapa dia tidak menaiki bus ini. Ternyata dia menipuku dan sudah tahu tujuanku yang sebenarnya.
" Sial aku mau kemana naik bus ini, dasar bodoh HAH HARI YANG SIAL" gumamku dengan pelan.
Hari sudah semakin larut, aku harus bergegas turun di Halte berikutnya, aku akan ke tempat tujuanku dengan berjalan kaki, setiap tahun setelah pulang dari Karnival aku akan mengunjungi tempat itu dengan berjalan kaki tapi kenapa aku malah menaiki bus, dasar bodoh. Aku juga harus membeli bunga terlebih dahulu. Semoga toko bunganya belum tutup.
“ Apa aku bisa bertemu lagi dengan anak laki-laki itu ya? apa dia juga sering mengunjungi Karnival sepertiku, tapi aku baru kali ini melihatnya, andai aku tahu namanya hah” cetusku dalam hati.
“ Aduh!! sudah jam setengah sembilan, aku harus bergegas, atau ayah akan risau jika aku pulang telat”
Aku bergegas turun dari bus dan lari menuju ke tempat pemberhentian bus pertama tadi, lumayan jauh, tapi kalau aku tidak berlari aku akan pulang telat, aku tidak mau ayah khawatir padaku. Setelah sampai di tempat halte tadi, anak laki-laki itu sudah tidak ada, dia sudah pergi. Padahal aku masih berharap bertemu dengannya sekali lagi.
Aku mampir ke toko bunga dulu sebelum pergi, toko bunganya ada di sudut dekat halte.
“ Hah untungnya toko bunganya belum tutup, aku harus cepat” aku terlalu banyak menghela napas hari ini.
“ Permisi bibi, saya mau bunga mataharinya seikat ya”
“ Ah kau datang lagi ya nak, setiap tahun di tanggal yang sama aku selalu ingat kau membeli bunga matahari ini, aku sengaja tutup lebih lama di tanggal ini karena aku tahu kamu akan datang saat malam hari, tunggu sebentar ya akan aku bungkus dulu untukmu”
“ Iya, terima kasih banyak bibi!”
“ Apa ini untukmu? atau untuk orang lain? mungkin ibumu atau pacarmu? ah maaf aku bertanya tidak perlu dijawab tidak apa-apa”
“Tidak apa-apa bibi, ini untuk orang yang sangat aku sayangi”
Bunga itu di bungkus dengan hati-hati, setelahnya aku segera membayar dan bergegas pergi. Bunga yang sangat indah, setiap tahun aku selalu membeli bunga yang sama.
Tempat tujuanku adalah tempat yang penuh dengan kesedihan bagiku dan juga menjadi alasan kisah hidupku selama ini.
Lalu, aku terus berlari menuju ke tempat yang seharusnya ku tuju, tidak begitu jauh dari halte tadi, aku hanya perlu menyebrang jalan, lalu berbelok kiri dan jalan lurus hingga tiba di sana, Valley Bridge. Ada taman yang sangat indah di dekat jembatan itu, aku sangat suka berjalan melewatinya karena sangat cantik. Perjalananku jadi tidak membosankan. Aku terus berjalan menelusuri taman sambil melihat-lihat sekeliling, pemandangan yang sangat indah. Pohon-pohon dengan bunga yang sedang bermekaran, musim yang sangat teduh. Ah cantik sekali, andai kamu juga bisa melihatnya disini, pasti kamu akan tersenyum bahagia, aku yakin kau pasti menyukainya.
Ada sebuah jembatan di pinggir kota, aku selalu datang untuk memperingati hari dimana kakak perempuanku meninggal tepat pada delapan tahun yang lalu, kala itu dia masih duduk di kelas satu SMP. Aku sangat sedih melihat kakakku yang sangat tertekan setiap harinya karena ibuku hanya menyuruh kakakku untuk belajar dan tak boleh bermain bersama teman-temannya, ketika waktunya pulang sekolah dia harus pulang, jika telat maka ibu akan menghukumnya. Kakak harus berdiri mengangkat kedua tangannya ke atas, atau menyikat kamar mandi. Kakak selalu menangis di kamar seharian di malam hari dan dan bahkan di hari libur. Ibu sangat menuntutnya untuk menjadi apa yang ibu mau tanpa memikirkan perasaan anaknya sendiri.
Kala itu, aku masih sangat kecil, jadi aku tak begitu mengerti. Kakakku sangat sayang padaku dia hanya bisa bermain denganku saja, padahal aku tahu jika kakak ingin sekali bermain di luar bersama dengan teman-temannya. Kakak berada seperti dalam penjara anak setiap harinya. Terkadang, saat ibu pergi kerja keluar kota, ayah mencuri kesempatan dan membawa kakakku dan aku pergi ke Karnival. Kami hanya pergi beberapa kali ketika Ibu tak berada di rumah. Kakakku terlihat begitu senang dan dia selalu tersenyum lebar saat berada di Karnival, dia selalu mengajakku bermain Gokart, dia menaiki Gokart sendirian dan aku bersama ayah. Kami balapan bersama, dan berusaha menabrakkan satu sama lain. Tampaknya dia sangat senang sekali terlihat dari raut wajahnya.
" Ayah ini sungguh menyenangkan, terima kasih, aku sangat senang!" ucap kakak dengan tersenyum lebar.
Hari itu kakak begitu bahagia sekali, berkali-kali dia mengucapkan terima kasih kepada ayah. Tapi, kebahagiaan itu tidak bertahan lama.
Kami pulang ke rumah dan kami melihat bahwa sepatu ibu sudah ada di dalam rumah. Ayahku menyuruh kami masuk ke dalam kamar dan dia menemui Ibuku yang duduk di ruang tamu. Ibuku terlihat begitu marah, dengan tatapan yang penuh dengan amarah dan emosi. Kami tak menyangka Ibu pulang lebih cepat dari pada waktu yang ditentukan. Aku sangat takut.
" Kau dasar brengsek!! kemana kalian pergi saat aku tak di rumah?" ibu menyalak seperti iblis.
" Aku hanya membawa anak-anak pergi makan di luar"
" Ini apa sialan?!! Kau ajak anak-anak pergi ke Karnival?" Ibu menunjukkan dan melempar kertas dari tangannya.
Sepertinya ibu menemukan tiket Karnival di kamar kami setelah mengacak-acak kamar kami. Sebab, kakak selalu menyimpan tiket dan gelang tanda pengunjung dan menyelipkannya di tengah-tengah buku setiap pulang dari Karnival, dia mengatakan bahwa itu akan menjadi kenangan yang sangat menyenangkan baginya. Entah bagaiman ibu bisa menemukannya.
" Kau sungguh tak punya hati, bagaimana bisa kau mengurung anak-anakmu di rumah hanya karena keegoisanmu!!"
" Kau yang terlalu memanjakannya, mereka jadi bodoh jika hanya terus bermain"
" Aku hanya menjadi ayah yang baik bagi mereka"
" Aku tak mau mereka jadi sepertimu, bahkan gajimu lebih kecil dari padaku"
" Kenapa kau membahas itu? kenapa kau dulu menerimaku kalau kau tak terima gajiku lebih kecil dari padamu"
" Karena kau terlihat kasihan dan terus saja mengejarku"
" Kau benar-benar tak punya hati, mari kita bercerai saja"
" Oke, lagian kau sangat tidak berguna, lelaki sampah"
“ Jaga ucapanmu wanita sialan!!” aku mendengar pintu yang dibanting dengan sangat keras.
Aku melihat kakakku menangis di kamar, dia memelukku dengan erat sambil menutup telingaku. Aku tak bisa mendengar apapun lagi karena kakakku melindungiku dengan kedua tangannya. Dia terus mengatakan ini salahku, ini salahku, ini salahku.
Setelah malam itu, ayah pergi keluar rumah dengan membawa koper yang besar. Ayah izin pada kami pergi dinas kerja di luar kota untuk sementara waktu, tapi ayah tak pernah kembali ke rumah sejak saat itu dan ibu selalu pulang malam hari.
Seminggu setelah kejadian itu, ibu selalu membentak kami dan mengatakan kami anak yang tidak berbakti kepada ibu. Ibu semakin melarang kami untuk pergi keluar rumah, hanya boleh saat jam sekolah dan les saja. Bahkan untuk membeli peralatan atau makanan saja tidak boleh. Setelah pulang sekolah, kami pergi les dan setelah les kami harus bergegas pulang karena setiap satu jam ibu akan menelepon ke rumah, memastikan apa kami benar-benar ada di rumah.
Kalau tidak, ibu akan sangat marah. Ibu tidak menerima satu pun alasan keterlambatan kami. Ayah kadang mencuri-curi waktu kedatangannya untuk memberikan kami uang saku dan makanan yang enak. Aku sangat rindu pada ayah, setiap kali ayah datang aku akan menangis kencang, aku merengek dan meminta untuk tinggal bersama ayah saja.
“ Ayah! aku ingin ikut dengan ayah, tidak mau dengan ibu huaaa”
Ayah hanya terus berjanji padaku, bahwa nanti dia akan membawa kami pergi dari sini. Tapi, itu tak pernah terlaksana. Seingatku, beberapa bulan kemudian, suatu hari kakak mengajakku dan membawaku pergi diam-diam.
" Kak kita mau kemana? nanti ibu marah" tanyaku dengan ragu.
" Ikut dengan kakak saja, kakak akan melindungimu" seakan dia sangat meyakinkanku.
Aku menurutinya dan pergi bersamanya, kami berjalan cukup jauh, ternyata dia membawaku ke Karnival untuk bermain permainan di sana.
Kakak membeli tiket untuk kami berdua dengan mengumpulkan uang saku yang telah diberikan oleh ayah.
" Maaf tapi apa kamu hanya berdua dengan adikmu? anak dibawah umur lima belas tahun tidak boleh masuk jika tanpa wali" ucap seorang petugas penjaga tiket.
" Oh ayahku sudah menunggu di dalam, kami di antar ibu kami kesini, itu ibuku disana" dia hanya menunjuk asal ke arah ibu-ibu lain.
" Baik lah, segera temui ayahmu di dalam"
Aku tak paham kenapa kakakku harus berbohong, aku hanya mengikutinya saja, kakak menggandeng erat tanganku.
Kami menaiki setiap wahana yang sering kami naiki bersama ayah dan terakhir kami akan bermain Gokart kesukaan kakak dan membeli Hotdog untuk kami nikmati. Kakak juga membelikanku permen kapas berbentuk karakter. Karena kakakku sangat suka sekali makan Hotdog dan permen kapas saat di Karnival. Lagi-lagi dia menunjukkan wajah yang terlihat sangat bahagia.
Setelah selesai bermain, kami harus terus berjalan sangat jauh lagi. Kakak terus menggenggam tanganku dengan erat. Aku bertanya-tanya kemana dia akan membawa ku pergi, aku bahkan tak mengingat jalan pulang.
" Kak aku capek" keluhku dengan nada yang kelelahan.
" Sini kakak gendong"
Kemudian aku naik ke punggung kakakku.
Dia menggendongku sepanjang jalan dengan berjalan sedikit tertatih karena menahan beban di punggungnya. Lalu, kami berhenti di sebuah jembatan. Dia menurunkanku dan menggenggam tanganku dengan erat kembali.
" Kak, kenapa kita kesini?"
" Aluna, ibu dan ayah selalu bertengkar dan bercerai karena kakak, ini semua salah kakak"
" Lalu kakak ingin apa?"
" Ayo kita pergi bersama, kakak tak mau kau menderita sendirian karena kakak tak bisa melindungimu"
" Kakak mau apa? ayo kita pulang" aku menarik tangan kakakku, tangan kecilku berusaha menarik tubuh orang yang lebih besar.
" Tidak, ayo kita melompat saja"
" Aluna tidak mau kak! jangan begini, aku sangat takut!” aku menangis, tapi sedikitpun kendaraan yang lalu lalang mencoba memberhentikan laju kendaraannya.
Kakakku terus menggenggam tanganku dengan erat, aku kesakitan dan dia berusaha untuk melompat dari jembatan, aku memegang tonggak besi yang ada di jembatan sambil menangis kencang dan berteriak meminta tolong. Kakakku dengan perlahan melepas genggaman tanganku dan dia tersenyum melihatku sambil berkata “ Jaga dirimu baik-baik ya, Adikku”. Aku terus menangis dan berusaha meminta tolong kepada orang-orang yang sedang berkendara.
" Tolong, tolong, tolong, kakakku jatuh!!! tolong selamatkan dia ku mohon tolong!!"
Orang-orang kemudian berdatangan, lalu memanggil polisi dan berusaha menenangkanku. Polisi pun datang dan mengirim timsar untuk mencari kakakku. Lalu, aku di bawa ke kantor polisi.
" Adik, dimana orang tuamu?"
" Kerja"
" Kemana tujuan kalian hari ini?"
" Kami hanya pergi ke Karnival lalu kakakku menggendongku hingga ke jembatan"
" Nama ayahmu siapa?"
" Tom Madison"
" Ibumu?"
" Angela Cornelia”
“ Kakakku bagaimana? apa dia selamat?" tanyaku dengan cemas, seluruh tubuhku bergetar. Aku takut, sangat takut. Tapi aku lebih takut lagi jika bertemu dengan ibu.
" Aku akan menghubungi orang tua mu dahulu"
Setelah sekitar tiga puluh menit kemudian, ayah dan ibu tiba di kantor polisi, mereka terlihat menangis sambil menyebut-nyebut nama kakak.
" Arami, dimana Arami ku" ibu memanggil-manggil nama kakak berulang-ulang.
Ibu mendatangiku dan menuduhku bahwa aku lah yang telah mendorong kakak.
" Kau, pasti kau kan yang mendorong Arami, dasar anak kecil gila, pak polisi pasti dia yang mendorong kakaknya, Arami tak mungkin melakukan itu sendirian"
" Kau gila ya mana mungkin anak sekecil mendorong kakaknya sendiri!" ayah membelaku dan memelukku.
Aku begitu takut pada ibu entah apa yang akan dia lakukan padaku di rumah nanti. Aku menangis ketakutan di pelukan ayah.
Ibu dan ayah pergi ke rumah sakit, polisi di tempat kejadian mengabarkan bahwa jasad kakak telah ditemukan mengapung di tengah laut dan akan dibawa ke rumah sakit dahulu, selanjutnya akan dibawa ke pemakaman untuk di makamkan.
Keesokan harinya, di pemakaman ayah terlihat menundukkan kepalanya sambil terus menangis, dan ibu terus berteriak dan menyalahkanku dan mengatakan aku membunuh kakakku. Sebagian pelayat melihat ke arahku dengan tatapan sinis, sebagian lagi memberikan semangat padaku.
" Kembalikan Arami ku, kembalikan, anakku yang malang. Kau dasar anak tak berguna teganya kau" ibu mengguncang-guncang tubuhku, aku begitu takut namun ayah terlihat hanya terdiam dan termenung saja.
Aku hanya bisa menangis, bukan aku yang melakukannya. Padahal kakak melakukan itu karena ibu sendiri yang memperlakukannya buruk.
Setelah pemakaman kakak, tingkah ibu semakin aneh dan parah. Di rumah, ibu selalu meneriaki ku dengan kata pembunuh, anak sialan, anak tak berguna, aku menyesal telah melahirkan seorang pembunuh. Setiap hari dia hanya mengatakan hal semacam itu padaku, dia hanya mabuk dan jarang pergi kerja dan ibu selalu memukuli ku. Sesekali ayah mengunjungiku dan melihat bagaimana aku diperlakukan. Sehingga membuat ayah khawatir dan datang kembali untuk membawaku keluar dari rumah itu dan ikut tinggal bersama ayah.
Seminggu setelah kakakku meninggal, aku kembali ke sekolah. Aku mendengar mereka berbisik-bisik dan mengatakan bahwa aku adalah pembunuh.
" Hei kata ibuku dia membunuh kakaknya, dia sengaja mendorong kakaknya dari jembatan"
" Itu tidak benar!" ucapku dengan lantang.
" Ih aku takut ayo kita pergi ada pembunuh di sekolah kita"
Mereka semua memindahkan bangku dan mejaku di sudut paling belakang, ada coretan coretan yang memenuhi mejaku.
“Pembunuh! Dasar pembunuh! Aluna si pembunuh! dasar monster!” itulah yang tertulis di mejaku.
Kala itu aku masih kelas tiga SD, aku dikucilkan dan dicap pembunuh oleh orang-orang. Bahkan temanku sendiri pun menjauhiku.
" Emely, kau mau makan denganku?"
" Pergi sana pembunuh, aku tak menyangka aku berteman dengan seorang pembunuh" Emely mendorongku hingga aku jatuh ke lantai dan kotak makanku berserakan. Teman-teman sekelasku menertawakanku. Aku melihat dan mendengar tawaan mereka seperti melihat sesuatu yang memang pantas untuk ditertawakan.
Saat SMP pun aku masih terus dikucilkan, ada anak-anak yang satu sekolah denganku saat SD lalu saat di SMP pun mereka menyebarkan rumor itu kembali.
" Hei waktu SD ku dengar dia membunuh kakaknya"
" Wah gila yang benar?"
" Iya dia mendorong kakaknya dari jembatan"
" Sungguh mengerikan, jangan dekat-dekat dengannya nanti kau akan di dorong dari jendela hih"
Setiap hari aku kenyang dengan semua ejekan dan bullyan dari mereka. Aku hanya menganggap mereka tong kosong yang tidak tahu apa-apa. Aku hanya akan terus menjalani hidupku seperti biasa saja tanpa memerdulikan hinaan mereka. Ah, kenapa dunia sungguh terasa begitu tak adil bagiku, kenapa aku yang harus disalahkan.
Aku masih terus merasakan hal kelam itu sampai aku menduduki bangku SMA , sekarang aku sudah kelas satu SMA. Kejadian bertahun-tahun yang lalu masih terus mengusikku. Hal yang sama terus menimpaku. Mereka yang satu sekolah denganku dulu di SMP langsung menyebarkan rumor itu. Rumor itu bertebaran bagaikan virus dengan cepat. Terus terjadi seperti itu, dari SD dan SMP lalu sekarang saat SMA. Setiap hari berada di sekolah sangat menyiksa. Sekolah adalah neraka bagiku. Aku selalu menunggu hari libur tiba agar aku tidak pergi ke sekolah.
" Ku kira dia tidak akan berani masuk SMA, ternyata dia masih punya muka setelah membunuh kakaknya" ucap Zea, siswi satu SMP denganku dulu.
" Bu guru kenapa sekolah ini menerima seorang pembunuh?" celetuk salah satu murid perempuan di kelasku.
" Kalian tidak boleh berkata begitu, ibu rasa itu hal yang tidak benar jadi tolong jaga ucapan kalian"
" Kata ibuku, ibunya sendiri yang mengatakan kalau dia yang membunuh kakaknya!”
" Wah sungguh mengerikan anak itu, mengapa dia harus bersekolah, harusnya dia dikurung di rumah saja!"
Hinaan-hinaan itu terus tertuju padaku, lagi-lagi aku tak bisa melawan, aku hanya menundukkan kepala ku menghadap meja, tempat dudukku juga sama seperti dulu, mereka memindahkannya di pojok belakang kelas.
" Ah kenapa dia harus di belakang ku sih, bagaimana kalau tiba-tiba dia menusukku dari belakang. Bu saya tidak mau duduk disini"
" Sudah kalian diam, bila tak nyaman silahkan keluar kelas"
" Kenapa harus kami yang keluar bu, harusnya dia!!"
Mereka semua meneriaki ku dan menyuruhku keluar kelas.
" Permisi, selamat pagi, apa ini kelas 10 A?"
Aku seperti pernah mendengar suara ini sebelumnya, suara yang lembut itu aku yakin pernah mendengarnya di suatu tempat. Ah tapi mana mungkin. Bisa saja hanya mirip.
" Ah kau anak baru yang bernama Jaeden ya?" tanya ibu guruku.
" Iya bu”
" Silakan perkenalkan diri dulu di depan kelas"
" Halo, perkenalkan nama saya Jaeden Greevenford, mohon kerjasamanya"
" Wah gila tampan sekali, akhirnya di kelas kita ada anak yang tampan" celetuk anak perempuan di kelasku.
" Sialan, kau pikir kami jelek?" saut anak laki-laki di kelasku.
" Kau boleh duduk terserah dimana kau mau" ucap bu guru.
" Hei hei kau mau duduk disampingku?, hei Gab kau pindah di samping si pembunuh sana"
" Ah sialan kau kini membuangku dan kau ingin aku mati ya? aku tak mau pindah, kau saja sana!"
Semua wanita di kelas ku tampak ingin anak baru itu duduk bersamanya. Aku tak bisa menatapnya karena begitu takut dengan tatapan anak-anak lain terhadapku, aku hanya menunduk ke bawah meja setiap hari.
Aku mendengar langkah kaki ke arahku
" Permisi, apa bangku ini kosong?"
" Ah iya, ini kosong.. kau kan?" aku terdiam dan menatapnya, dia adalah anak laki-laki yang ku temui di Karnival waktu itu, kenapa dia pindah ke sekolahku?
" Wah apa-apaan itu gila, hei kau jangan duduk disitu, dia pembunuh bisa-bisa kau selanjutnya!"
" Kenapa aku tidak boleh duduk di tempat yang ku mau?”
“ Dia itu pembunuh! kau duduk saja dengan Clarissa disini” ucap teman sebangku Clarissa.
Clarissa, anak cantik dan kaya di kelasku. Sepertinya dia menginginkan Jaeden untuk duduk bersamanya. Wajahnya terlihat sangat kesal dan dia begitu iri denganku. Saat aku melihatnya sekilas, tatapan matanya sangat tajam ke arahku. Aku buru-buru menundukkan wajahku kembali.
“ Kenapa menyuruhku begini dan begitu? dan lagi jangan berbicara omong kosong kalau kalian hanya mendengar rumor bukan melihatnya langsung jadi jangan menyebar rumor sembarangan tanpa tau faktanya" dia membelaku dengan ucapannya untuk yang kedua kalinya.
“ Dia benar kok!! itu bukan rumor belaka” celetuk Zea dengan keras.
" Hei anak-anak sudah, benar kata Jaeden jangan menyebar rumor yang tak jelas" bu guru juga terlihat membelaku.
Anak-anak masih berbisik dan tampak mengumpat padaku. Tapi aku sudah tak peduli dan tak mau dengar lagi, itu adalah makanan hari-hariku.
" Hei, terima kasih karena telah menolongku lagi, Jaeden" bisikku kepada Jaeden.
Akhirnya aku tau namanya, Jaeden Greevenford. Apa ini keajaiban dan dia akan menjadi penyelamatku. Tak ku sangka aku bertemu lagi dengannya bahkan dia duduk disampingku.
" Aku tak membantumu tuh" jawabnya.
" Apa kau sungguh akan duduk disini? kau tak perlu duduk disini, nanti namamu akan jelek setelah duduk bersamaku".
" Aku tak peduli pada orang-orang seperti mereka"
" Kau sungguh tak apa?"
" Kau sendiri masih mau terus dirundung, tidak di luar tidak di sekolah kau masih tahan begitu, kenapa diam saja dan tak melawan?"
" Percuma aku melawan pun tak akan ada yang percaya padaku"
Jam pelajaran pertama pun telah usai, saat istirahat biasanya aku akan makan di taman sekolah, karena aku takut untuk pergi ke kantin. Aku pernah makan di kantin lalu mereka menatapku dengan penuh kebencian, sinis dan kemarahan. Pernah sekali kaki ku tersandung yang dilakukan dengan sengaja oleh Gabby, salah satu teman Clarissa. Aku terjatuh dengan makanan yang aku bawa, lalu mereka semua yang ada di kantin menertawakanku. Aku yakin mereka melakukan itu dengan sengaja. Ada anak yang berpura-pura tidak tahu, tidak ingin ikut campur dan lebih memilih diam saja melihat aku dirundung begitu.
Jadi, aku lebih memilih makan sendirian di taman sekolah dengan sembunyi-sembunyi, karena aku tak punya seorang pun untuk bersandar atau sekedar berbicara. Bahkan aku tak punya tempat di sekolah ini. Aku ingin sekali punya teman, bagaimana ya rasanya.
Pernah suatu hari, ada dua anak perempuan, mereka mendatangiku di taman, Katrina dan Chloe, mereka meminta maaf karena tidak bisa bermain denganku, meminta maaf atas sikap mereka. Mereka mengatakan bahwa mereka berdua tidak percaya pada rumor itu, tapi mereka hanya mencari aman karena tidak mau membuat masalah di sekolah. Jadi mereka memilih menghindariku dan tidak mau ikut campur daripada terkena masalah. Katrina dan Chloe sungguh-sungguh meminta maaf karena tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memaklumi hal itu. Aku tersenyum kepada mereka jika aku tidak apa-apa, padahal aku tidak merasa begitu baik, aku hanya menjalani hidupku saja.
Tak seperti biasanya, hari ini ada yang mendatangiku.
" Kenapa kau makan sendirian di sini?" Jaeden datang ke tempatku entah dari mana.
" Kenapa kau tahu aku ada disini? Aku memang suka makan sendiri sambil menikmati udara segar"
" Ada dua anak perempuan yang memberitahu. Lagi-lagi kau bohong ya"
Aku hanya diam.
" Mulai sekarang aku akan menemani mu makan di sini, kalau kau butuh teman kau bisa panggil aku"
" Terima kasih, tapi kau tak perlu repot, aku tak mau kau jadi susah karena aku"
" Wah kelihatan enak sekali" dia mengambil sandwichku seakan mengalihkan pembicaraan.
" Hei, beli sana dan kenapa kau tak makan di kantin saja sih?"
" Aku tak suka makan di kantin".
Apa yang membuat dia tak menyukainya, aku masih tak tahu banyak tentang dia.
" Hei, waktu itu kau kenapa tak jadi naik bus?" aku sangat penasaran akan hal itu.
" Ada urusan lain, aku sebenarnya sedang menunggu seseorang di Karnival tapi orang itu mendadak membatalkan janjinya, saat aku tiba di halte bus, tiba-tiba orang itu bilang bahwa ingin menemuiku kembali”
" Ku kira kau sedang mengerjaiku"
" Lagian kenapa kau harus mengikuti ku sih?"
" I i itu, aku tak mengikutimu tahu!!" ah menyebalkan aku malu setengah mati.
" Hahahaha kau sungguh lucu"
Mendengar hal itu aku jadi merasa malu sepertinya pipiku menjadi sangat merah. Dia menganggapku lucu. Baru kali ini ada yang mengajakku bicara di sekolah.
Bel masuk telah berbunyi kami segera kembali ke kelas. Suasana kelas seperti biasa, mereka masih tetap menggunjingku. Melihat aku dan Jaeden berjalan bersama, membuat suasana kelas semakin panas.
" Jaeden, kau tadi kemana? kenapa tidak ke kantin? aku mencari mu di kantin" tanya anak perempuan di kelasku.
" Apa semua yang aku lakukan harus aku beritahu?”
" Pffftt" aku menahan tawaku.
" Kau kenapa ketawa sialan?" perempuan itu terlihat marah padaku.
" Kan memang lucu jadi wajar dia ketawa, kau berlagak sok akrab padaku"
" Ah menyebalkan awas kau Aluna" dia kembali ke tempat duduknya dan langsung menyebarkan rumor kepada teman-temannya tentangku. Aku bisa melihatnya dari tatapan tajam teman-teman di kelas ke arahku. Tiba-tiba aku jadi berani melihat wajah mereka, karena aku merasa aman karena ada Jaeden.
Mungkin saja rumornya seperti " wah gila dia sudah berani menggoda dan mencari muka pada anak baru itu, dia jadi berani sekarang"
Hari demi hari jadi berbeda, setelah kehadiran Jaeden di sekolah ini. Aku jadi punya teman di sekolah, makan siang bersama, bermain bersama, belajar bersama dan sesekali pergi ke perpustakaan bersama. Aku jadi bisa mengunjungi Perpustakaan karena sebelumnya aku tidak berani pergi kesana sendirian. Saat kembali ke kelas, aku selalu mendengar rumor yang berubah-ubah. Aku yakin anak-anak perempuan itu iri padaku.
Meskipun mereka bilang aku menggoda Jaeden, aku wanita murahan yang menggoda laki-laki tampan di kelas. Aku sudah muak dengan hal itu, tapi aku hanya akan tetap diam. Biarlah tong kosong seperti mereka berbicara omong kosong setiap hari, itu hanya akan merugikan diri mereka sendiri karena memberi efek negatif pada diri mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!