NovelToon NovelToon

Touch My Senorita

Episode 1

Restoran.

Palette Gallery.

"Sudah setengah 12 malam bu, sebentar lagi akan di tutup." Ucap salah satu pelayan pada seorang wanita yang berdiri di meja kasir menggunakan celemek.

Wanita itu melihat sekeliling, para pengunjung restoran satu persatu sudah meninggalkan tempat itu.

"Baiklah, bersihkan semua setelah itu kalian langsung pulang. Kita tutup lebih awal."

"Iya.."

Petugas dan pelayan resto bergegas menyelesaikan pekerjaan tanpa sisa, sehingga saat dibuka besok semuanya sudah siap kembali.

"Bu, kami pulang duluan ya." Pamit salah satu pegawai di susul yang lain.

"Sampai bertemu besok."

"Silahkan, hati-hati di jalan." Balasnya dengan wajah tersenyum menyaksikan kepergian para pegawai.

Di dalam restoran itu kini sunyi dan hening, terlihat di luar seorang security masih setia menjaga pemilik restoran menunggunya sampai benar-benar pulang.

Wanita itu berdiri mengotak-atik mesin kasir, menata struk pembayaran agar terkelola dengan baik.

"Sedikit lagi."

Drrrrt!. Drrrrt!.

Sudut matanya menoleh pada handphone yang berbeda tak jauh darinya.

Terlihat nama kontak yang memanggil atas nama 'Direktur Alister Royce'.

Alih-alih menerima panggilan, ia malah menggigit bibir bawahnya membiarkan panggilan terus berlangsung tanpa menolaknya.

"Dari tadi dia terus menghubungiku, jawab tidak ya?." Ia menatap handphone dengan intens, terlihat wajahnya sedikit resah.

"Tapi, jika aku mengangkat teleponnya..."

Bayangan pria itu seketika terlintas dalam benak.

"Berhentilah! apa yang kau pikirkan?."

Pada akhirnya panggilan yang terus masuk diabaikan begitu saja.

Pekerjaan ini harus cepat selesai. Tubuhku akhir-akhir ini terasa berat dan panas. Tak biasanya aku terkena demam yang berkelanjutan.

Panggilan yang terus mengganggu itu, aku akan menghiraukan nya dan tidur dengan nyenyak.

Sementara di luar.

Sebuah mobil metalik berwarna hitam terparkir di depan restoran.

"Kita sudah sampai tuan."

Dua orang berjas hitam membukakan pintu mobil, lalu mereka menunduk.

Tak lama seorang pria dengan tubuh tinggi, berpakaian rapi menginjakan kakinya di sana.

Security yang berjaga terkejut dengan kedatangan mereka, ini tampak tak biasa terlihat dari penampilannya.

"Mohon maaf tuan, tapi restorannya sudah tutup 30 menit yang lalu. Kalian bisa datang kembali lagi besok." Ujarnya.

"Kami datang bukan untuk makan."

Security mengerutkan keningnya, ia bertanya-tanya. Apa tidak akan ada ancaman? Mereka seperti bukan orang sembarangan. Apalagi pria yang berada di tengah itu pria yang dikawal pemilik mata tajam menusuk tulang.

Saat hendak memastikan lagi, security terdiam saat kartu tanda pengenal di tunjukkan.

"Tak akan ada keributan, kami hanya ingin bertemu dengan Mrs. Leah." Ucap salah satu pria berjas hitam.

Seolah tak menyangka saat ini sedang berhadapan dengan siapa, security langsung menunduk hormat. "Baiklah, silahkan tuan. Nona masih di dalam belum pulang."

"Oke."

Setelah pekerjaan selesai, wanita itu melepas celemek yang dikenakan. Ia mengambil tas untuk pulang, namun langkahnya terhenti saat menyadari ada seseorang yang masuk dan itu bukan hanya satu orang.

"Mohon maaf, tapi kami sudah tut...

"Ah!.

Wanita itu seketika terkejut melihat siapa yang datang, di hadapannya adalah sosok pria yang ia kenal dengan kedua anak buah. "D-Direktur Ali. Bagaimana bisa anda..."

"Kenapa orang ini tiba-tiba ada di sini!?." Batin wanita itu cukup panik.

Ia mengalihkan pandangan karena tatapan tajam yang diterimanya.

"Katakan sesuatu, kenapa anda..

"Kenapa?." Potongnya yang membuat wanita itu terdiam.

"Leah Gracella, berapa lama lagi aku harus mengawasimu?."

Deg!.

"Tidak! apa mungkin? Mungkinkah orang-orang ini datang ke sini untuk menemuiku karena sudah mengetahui kebenarannya?." Batin wanita itu seraya melirik dua anak buah yang berjaga di pintu utama.

Mendapati wanita di hadapannya menatap ke arah lain, pria itu menarik dagunya agar tidak melepaskan pandangan.

"Apa ini? sepertinya kau kehilangan kewarasanmu karena sedang berada di hadapanku."

Manik keduanya bertemu.

"Benar, itu tidak mungkin. Pasti dia belum tahu." Batin Leah.

"Maaf direktur jika anda datang ke sini untuk makan, datang kembali besok saja. Kami tutup lebih awal, dan saya lelah ingin segera istirahat."

"Tsk!!.. Bagaimana dengan anak yang ada di sana?." Ujarnya to the point dengan tangan menunjuk pada perut wanita itu.

Deg!.

Rasa terkejut yang cukup menghantam membuat rasa pusing pada Leah semakin terasa. "B-bagaimana anda mengetahuinya!?."

"Bagaimana.. Umph!." Wanita itu menahan tubuhnya yang mulai hilang keseimbangan.

"Tentu saja aku tahu, ini bukan hal sulit."

"Jadi, selama aku pergi kau berhubungan dengan pria lain rupanya." Bisik Alister.

Mata wanita itu membulat. "Apa yang kau bicarakan!."

Tangan kekar pria itu menahan tubuh Leah yang hilang keseimbangan. Disentuhnya perut wanita yang ada di hadapannya. "Aku bertanya-tanya apakah yang ada di sini adalah anakku atau bukan."

Leah menatap wajahnya yang terasa dekat, pertanyaan itu pertanyaan yang tak ingin ia dengar.

"Kau tak memiliki jawaban?."

Benar, sesuai dugaan dan rumor yang beredar. Alister Royce memanglah orang yang seperti ini. Tak punya belas kasih dan semuanya harus berjalan sesuai dengan keinginannya.

"Tidak, ini bukan anak direktur Ali. Lebih tepatnya saya juga tidak tahu anak siapa ini. Mengingat saya berhubungan se*s dengan satu atau dua pria saat itu." Jawabnya.

Pria itu diam tak langsung menjawab, menatap Leah dengan intens.

"Kenapa?."

"Apa ini menyenangkan bagimu?." Lirih Ali.

Leah mundur beberapa langkah dan keluar dari dekapan pria yang menahan tubuhnya. "Apa anda berpikir bahwa saya hanya melakukannya dengan anda seorang?."

"Begitu ya? Jika berbohong, aku akan marah bahkan tak peduli jika itu dirimu."

"Leah, pikiran bahwa kau menggoyangkan pinggulmu dan melebarkan kakimu untuk pria lain.. Aku tak akan mempercayainya." Lanjut Ali dengan tatapan penuh intimidasi itu.

Leah meremas kuat ujung bajunya, ia mengalihkan pandangan. "Ya, terserah anda saja. Lagipula anak ini tidak ada hubungannya dengan direktur, ini urusan saya apakah mau mengaborsinya atau membesarkannya sendiri, jadi...

"Silahkan anda pergi, direktur. Saya akan menutup restorannya."

Pria itu diam dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Ikut aku." Ia menarik wanita itu untuk keluar.

"Apa?? Direktur, tunggu!.."

Seberapa kuat berontak, Leah tak bisa melawan. Security yang berjaga juga ditahan dan diberi pengertian oleh anak buah Ali.

"Hei, lepas!."

Pintu mobil di buka, dimasukannya Leah ke dalam.

"Ugh! Mau dibawa kemana!!.."

Ali menyalakan korek dan menghisap rokoknya. "Tenang saja, aku tidak mungkin menjual wanita yang sedang mengandung anakku."

Mendapati bau rokok, Leah langsung menghindar dan menutup mulutnya. "Uhkuk!!."

Ali mengetahui itu dan seketika sadar sesuatu. "Ah... Kau ini benar-benar."

Ia langsung menginjak rokoknya dan memberikan sapu tangan pada Leah. "Ambillah.."

"Tak usah."

"Tidak ada penolakan."

Leah pun menerimanya.

Kini pria itu masuk ke dalam mobil dan sudah duduk berada di samping Leah yang menutup mulut dengan sapu tangan.

Anak buah Ali melajukan mobilnya membelah jalanan raya.

Leah memejamkan mata, tangannya menyentuh perut yang masih rata itu. "Aku tak punya pikiran untuk mengaborsi anak ini." Lirihnya dalam hati.

"Anda tak perlu khawatir direktur. Saya tidak akan meminta anda untuk bertanggung jawab bahkan jika saya memutuskan untuk melahirkannya." Ucap Leah.

"Hah.. Jelas saja." Alister sudah menduga.

"Leah Gracella.. Ini tak tak seperti aku ingin menikahimu. Kau harus merawat diri dengan baik sampai anak itu dilahirkan." Ujar Ali.

"Berhenti dulu dan belikan sesuatu yang bisa dimakan!."

"Baik tuan."

"Tidak, anda tak usah khawatir saya baik-baik saja!." Tolak Leah.

Alister tak menjawab yang membuat Leah kesal sendiri, dan tak lama makanan pun datang.

Mau tak mau Leah menerimanya.

Karena pusingnya masih terasa, Ali meletakkan tangannya pada mata Leah. "Tutup matamu."

"Ali, kenapa dia bersikap seperti ini?."

Rasanya terlalu mahal untuk satu malam..

Bayangan malam itu kembali terlintas, penyatuan penuh gairah diantara keduanya nya sangat nyata, menyatu tanpa celah dan saling cakar mendorong satu sama lain.

Jika saja kami tak bertemu, bukankah hal ini tak akan pernah terjadi?.

Tidak, anehnya perasaanku tetap membantahnya. Kami pasti bertemu lagi seolah-olah kami berada dalam lingkaran takdir yang telah ditentukan meskipun kami tak menghendakinya.

Aku Leah Gracella, akan melangsungkan pertunangan dengan Austin Royce. Tetapi malah mengandung anak dari adiknya, Alister Royce.

Episode 2

Tiga bulan sebelumnya.

Seorang wanita paruh bayar berwajah lembut meletakkan hidangan yang telah disiapkan pada meja makan. Ia biasa dipanggil bibi Maria, orang dekat yang begitu peduli dan menyayangi Leah sepenuh hati.

"Apakah ini menu baru bi?." Excited Leah.

"Iya, makanlah yang banyak sebelum pergi ke kantor. Ini spesial bibi sengaja membuatkannya untukmu."

"Terimakasih."

Keduanya melakukan sarapan bersama di atas meja. Melihat Leah menikmati masakannya, bibi Maria tersenyum.

"Leah, apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?."

Wanita itu seketika teringat. Leah sudah lima tahun mendedikasikan dirinya pada perusahaan Relax, dan saat ini ia akan mengundurkan diri karena ingin lebih fokus pada bisnis barunya yaitu mengelola restoran.

"Sudah bi sekarang aku sedang mengurus surat-suratnya."

Maria menatap lekat wanita cantik yang sudah bukan anak-anak lagi itu. "Ya sudah kalau itu keputusan mu."

"Iya."

"Leah, bibi belum sempat bilang ini sama kamu. Kemarin tuan Johan menyampaikan pesan, katanya lusa kau harus menemuinya ke mansion." Ucap Maria.

Wanita itu seketika menoleh ke arah luar jendela, dimana di ujung sana tak jauh terlihat mansion besar keluarga Royce salah satu keluarga bangsawan yang terpandang di negara ini.

Bibi Maria merupakan kepala pelayan yang diangkat Johan. Alih-alih ikut tinggal bersama pelayan yang lain di mansion, Maria lebih memilih tinggal terpisah dan berkebun menanam bunga di tempat itu. Tempat sederhana yang bersih dan nyaman.

"Apa om Johan memberitahukan sesuatu pada bibi? soal kenapa aku harus menemuinya?." Tanya Leah.

Maria menggelengkan kepala. "Tidak, kamu harus menemuinya dan bicara langsung. Sudah lama juga kamu tidak datang ke mansion karena sibuk di luar, bagaimana pun juga kamu bagian keluarga Royce Leah. Bibi tak enak."

Leah tahu itu. Sudah sepuluh tahun ia menjadi bagian keluarga Royce sejak kedua orang tuanya meninggal. Johan dan mendiang ayah Leah merupakan orang yang tak bisa dipisahkan karena hubungan keduanya yang sangat kuat. Johan penolong hidupnya ia mengangkat Leah bak seperti keluarga, membiayai pendidikan dan menjamin masa depannya. Tak hanya itu ia juga mebawa bibi Maria pengasuh pribadi Leah sejak bayi untuk ikut tinggal di sana. Leah sudah seperti anak Maria.

Alih-alih ikut tinggal bersama di mansion berselimutkan kemewahan, Leah memilih tinggal di rumah sederhana itu dengan bibinya. Johan yang sebelumnya marah pada akhirnya memilih mengalah karena tak bisa memaksakan kenyamanan Leah.

"Baiklah, nanti aku akan datang ke sana."

"Anak baik." Maria tersenyum.

Setelah sarapan selesai, Leah pun pamit untuk berangkat ke kantor. Si bibi menyaksikan kepergiannya hingga hilang dari pandangan.

"Hati-hati Leah."

"Iya."

Wanita itu berlalu dengan mobilnya.

"Padahal kamu juga bisa bergabung di perusahaan besar tuan, tapi kau menolaknya." Bibi tak mengerti dengan jalan pikiran Leah, namun ia tetap mendukungnya.

.

Kantor.

"Mengundurkan diri!?." Pemimpin perusahaan Relax terkejut dengan keputusan Leah.

"Iya pak."

"Apa tidak bisa memperpanjang kontrak lagi Leah?." Ujar ketua Jay.

"Tidak pak."

Alasan yang diberikan Leah tak bisa diganggu gugat. Jay sangat menyayangkan karena di perusahaan nya sosok Leah sangat dibutuhkan apalagi sekarang perusahaan itu sedang terlibat konflik berat.

Ketua Jay menatap Leah. Surat pengunduran diri tinggal di tandatangani setelah itu Leah bebas.

"Begini Leah, seperti yang kau ketahui perusahaan sedang genting soal masalah kemarin. Aku akan melepaskan mu tapi dengan satu syarat kau harus menyelesaikan misi terakhir."

Wanita itu mengerutkan kening, ia sudah merasa damai tapi harus melakukan misi lagi. Namun karena ini cara terakhir agar bisa mengundurkan diri akhirnya Leah setuju.

"Misi apa itu?."

"Negosiasi perdamaian dengan pihak Nexora Group."

Leah terkejut, Nexora Group merupakan perusahaan besar milik Johan Royce omnya sendiri.

Ketua Jay memijit keningnya. "Kau sebagai corporate negosiator terbaik, aku percaya kepadamu Leah agar bisa menyelamatkan perusahaan ini. Ada kecurangan yang dilakukan sekretaris ku tanpa bertindak sesuai instruksi, ia mengambil data rahasia Nexora Group dan setelah itu tertangkap."

"Akan ku bayar dua kali lipat asal kau datang menemaniku dalam negosiasi nanti, Leah."

Nexora Group adalah perusahaan besar yang beroperasi di semua sektor, sehingga posisinya sangat tinggi di negara ini. Tidak hanya di dalam negeri tapi Johan memilikinya di luar negeri. Sebagai pendiri utama ia sudah menyiapkan semuanya dengan baik.

Johan memiliki dua orang putra dari ibu yang berbeda, untuk menghindari perebutan hak waris maka ia telah membagi kekuasaan sejak awal. Nexora Group dalam negeri diberikan pada putra sulungnya yaitu Austin Royce. Dan Nexora Group di luar negeri ia serahkan kepada putra keduanya yaitu Alister Royce.

Dengan ini semuanya telah terbagi rata.

Leah sudah mengetahui itu sejak awal, dan ia kenal dengan Austin Royce. Jika ini negosiasi yang cukup serius pasti Austin akan langsung menghadirinya atau sekretaris sebagai perwakilan.

Tapi apa ini? yang datang dalam negosiasi bukan Austin melainkan orang asing yang mirip dengannya. Tidak, tubuhnya lebih tinggi dengan wajah tampan bak lukisan yang dipahat dengan sempurna.

Mungkinkah?... Leah tercengang saat menyadari sesuatu.

Ketua Jay menyambut penuh hormat, pria itu dikawal oleh seorang sekretaris dan satu orang bodyguard.

"Selamat datang direktur Alister Royce."

Episode 3

Sudah lima tahun sejak musim semi berlalu, akhirnya Leah kembali bertemu dengan putra kedua Johan. Ia sering mendengar tentang kabar Ali dari keluarga mansion, tapi tak disangka pertumbuhannya sangat luar biasa.

Cukup gugup bagi Leah saat berhadapan dengannya. Bukan tanpa alasan, tetapi jika itu Austin, ia tahu bagaimana sikap dan tindakannya. Tapi ini? Ali mungkin berbeda dengan Austin.

Sebisa mungkin Leah akan cepat adaptasi dan melakukan negosiasi perdamaian dengan baik.

"Aku masih mengingatnya, tapi sepertinya orang ini sudah lupa." Batin Leah.

"Mari kita mulai."

Dengan ditengahi meja, pihak perusahaan Relax dan Nexora Group berhadap-hadapan.

Ketua Jay langsung memulai pembicaraan, menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi. Mengenai tindakan menyimpang sekretarisnya, ia akan bertanggung jawab asal perusahaan Relax tak dilengserkan.

"Berdamai ya? padahal Nexora Group sudah dirugikan karena sekretaris mu berani mencuri data rahasia." Lirih Ali.

Pernyataan itu berhasil membuat ketua Jay berkeringat dingin terlihat dari tangannya, Leah menyadari itu.

"Apa yang akan kami dapatkan jika menyetujui perdamaian ini?."

"Izin masuk direktur." Ujar Leah.

Semua mata tertuju kepadanya. Sekretaris Ali mempersilahkan.

"Pertama, kami tidak ada rencana untuk melakukan hal hina itu seperti yang dijelaskan ini murni tindakan bejat sekretaris ketua Jay. Kedua, untuk mengganti kerugian kami akan memberikan tebusan finansial dan jika masih belum cukup ketua Jay akan menyerahkan 60% sahamnya kepada Nexora." Jelas Leah.

Ali menatap wanita yang sedang bicara di hadapannya. Rambut coklat bergelombang dengan mata hazel yang indah berbinar.

"Kau pandai berbahasa Spanyol?."

Leah mengangguk, ia akan menyesuaikan bahasa lawan bicaranya sehingga memudahkan dalam negosiasi.

Ali tak langsung menjawab.

"Baiklah, biarkan kami bicara dulu nona." Ujar sekretaris Han, kaki tangan Alister.

"Silahkan."

Mereka beranjak dari kursi dan berdiskusi di tempat yang agak jauh. Leah menatap ketua Jay yang tampak berkeringat, sejak masalah ini terjadi dirinya hilang ketenangan sampai mengalami panik berlebih. Mentalnya sedikit terganggu.

Leah menggenggam tangan atasannya itu berusaha menenangkan, karena bagaimanapun juga ketua Jay orang baik yang berhasil membantunya mewujudkan bisnis restoran.

"Tenanglah pak, kita juga sudah bertanggung jawab."

"Harapanku begitu Leah."

Tak lama kemudian, Ali dan sekretarisnya muncul kembali. "Baiklah, sudah kami putuskan."

Ketua Jay dan Leah menatap penuh harap.

"Apa masih ada pilihan lain selain tebusan finansial dan saham?." Tanyanya.

Leah dan ketua Jay saling tatap.

"Itu jaminan terakhir yang saya miliki direktur Ali, tidak ada lagi hal berharga selain itu." Balas ketua Jay yang sudah cemas. "Jika belum cukup ku naikkan 10% lagi bahkan jika perlu semuanya.."

"Ketua!.." Bantah Leah.

"Sayangnya aku tak tertarik bahkan jika semua saham di berikan, perusahaan kotor yang licik." Dingin Ali.

Mendengar itu jantung ketua Jay bak ditikam, Leah terkejut dengan apa yang diucapkan Alister.

"Jika tak ada pilihan lain yang memuaskan negosiasi ini berakhir." Ali berucap tanpa menoleh, ia melangkah pergi keluar dari ruangan tersebut.

"Apa!?." Leah tak bisa berkata-kata. Bukankah ini sangat kejam sekali?.

Sekretaris Han menghampirinya. "Nona mungkin ini akan ada negosiasi kedua, jadi persiapkan sesuai keinginan direktur Ali atau jeruji besi sebagai gantinya untuk pertanggung jawaban." Setelah berucap ia pun berlalu.

Leah terdiam hatinya terasa berat.

Sementara ketua Jay tak bisa menahan diri lagi ia terisak. "Leah bagaimana ini? jika perdamaian tak terjadi dan kompensasi tetap tak diterima aku akan mendekam di penjara. Bagaimana istri dan anak-anakku? bagaimana masa depan mereka?."

"Ketua ini bukan salah anda, sekretaris anda lah yang harus menerimanya. Sebagai pimpinan anda sudah bertanggung jawab. Saya akan bicara langsung dengan Austin, dia pemilik Nexora Group dalam negeri ini bukan Alister. Saat ini mungkin ia sedang mewakilkan kakaknya." Ujar Leah. Ia cukup marah juga karena Ali tak harus sejahat itu.

Ketua Jay menunduk. "Terimakasih Leah."

Sepulangnya dari negosiasi hati Leah cukup berat, ia kembali pada malam hari setelah mengunjungi restorannya.

Di rumah kosong tidak ada siapa-siapa, bibi Maria pasti sedang di mansion untuk menyiapkan jamuan makan malam.

Karena tak mau membuang waktu lagi, Leah keluar dan pergi jalan kaki ke mansion yang tidak jauh dari rumah. Ia akan langsung menemui Austin sekaligus bertemu dengan Johan.

Sesampainya di sana.

Leah bertemu dengan beberapa pelayan yang tampak sibuk tak seperti biasa, dan terlihat di mansion juga sedang ramai.

"Paman.." Sapa Leah pada penjaga gerbang keluarga Royce.

"Eh nona Leah."

"Ramai sekali tak seperti biasanya."

"Benar, ini penyambutan atas kembalinya tuan Alister setelah 5 tahun tak berkunjung." Jawabnya.

Leah tak langsung menjawab, di sana banyak tamu-tamu dari kalangan bangsawan juga. Dapat dipastikan Alister juga ada di dalam.

"Baiklah aku duluan paman."

"Silahkan non."

Wanita itu melangkah masuk ke dalam lewat pintu belakang, ia ingin langsung menemui Johan setelah itu Austin.

Terlihat di sana Johan sedang mengobrol dengan seseorang, Leah mempercepat langkah kakinya.

"Om."

Johan menoleh. "Ah Leah! aku melihatmu lagi."

"Maaf akhir-akhir ini aku sibuk diluar om. Bibi menyampaikan pesannya kepadaku, jadi ada apa?."

Pria paruh baya itu menatap intens gadis cantik yang sudah bukan anak-anak lagi. "Saat ini sepertinya om belum bisa bicara karena sedang ada tamu, ditambah Austin juga masih di luar kota Leah."

Mendengar Austin tidak ada, Leah sedikit kecewa.

"Ya sudah kalau begitu."

"Apa kau mau langsung pulang?." Tanya Johan.

"Iya, om juga tak jadi bicara sekarang."

"Dasar kau ini. Lebih lama lah di mansion. Apa kau lupa saat ini sedang ada acara apa?."

Leah melihat sekeliling. "Kata paman sedang ada penyambutan atas datangnya Alister."

"Benar, kau sudah bertemu dengannya?."

Seketika Leah teringat negosiasi perdamaian.

"Belum." Leah sengaja bohong karena tak mau menjelaskan masalah panjang lebar disaat Johan sedang banyak tamu.

"Ya sudah mari ikut om." Johan membawa Leah.

Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Tidak om! mungkin lain kali saja."

"Orangnya sudah ada di depanmu."

"Ha?."

Leah menoleh mata keduanya saling bertemu.

Deg!.

Dalam beberapa detik tak ada yang bersuara, Leah segera mengalihkan pandangan.

"Wanita ini." Batin pria itu.

"Ah Ali apa kau masih ingat? dia Leah Gracella putri mendiang om Verharg." Ujar Johan.

Leah memberi salam penyambutan, walaupun dalam hatinya ia ingin melaporkan tindakan kejam Ali pada Johan.

"Selamat datang kembali Alister." Lirih Leah.

"Kau tumbuh dengan baik rupanya."

Hanya itu yang diucapkan Ali, setelah itu ia berlalu pergi dengan teman bangsawan lain.

Leah tak berucap apa-apa lagi.

Karena masih banyak tamu yang menghampiri Johan, Leah memilih pamit saja. "Kalau begitu aku pulang dulu om."

"Tidak bisakah lebih lama di sini dan nikmati segelas minuman?."

"Lain kali."

"Dasar kau ini, ya sudah kalau begitu istirahat dengan baik."

"Iya."

Leah pun keluar dari banyaknya orang yang sedang menikmati jamuan, ia lewat melalui pintu depan.

"Nona Leah!.." Panggil seseorang.

Wanita itu menghentikan langkahnya. Terlihat seorang pria asing menghampiri.

"Siapa dia?."

"Hallo nama saya Chris, biasa dipanggil nengok."

Loading beberapa detik namun akhirnya Leah terkekeh.

Melihat Leah tersenyum pria itu merasa senang. Sikap humorisnya melekat. "Saya Chris kita pernah bertemu sebelumnya saat negosiasi."

"Ah, anak buah Ali ya?."

"Benar."

Dari atas balkon. Alister yang tengah minum-minum dengan tamu lain melihat ke halaman bawah. Terlihat di sana Chris sedang mengobrol dengan Leah. Tatapan Ali terkunci, entah apa isi pikirannya.

"Senorita~."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!