Lagi-lagi Rara terlambat untuk pergi ke sekolah. Seperti hari-hari sebelumnya, saat dia terbangun di rumahnya sudah tidak ada orang tuanya. Hanya tinggal para pembantu rumah tangga yang selalu menemaninya.
"Mami, sama Papi kemana bik? Kok gak keliatan? Apa udah berangkat lagi?" tanya Rara dengan raut wajah biasa saja ketika dia sampai di meja makan.
Bik Jum merasa kasihan dengan gadis kecil ini. Entah mengapa dia yang merasa sedih setiap kali melihat Rara bertanya di mana keberadaan orang tuanya.
"Mami sama papi udah berangkat Non. Mami katanya ke Singapura dan akan berada di sana selama 3 hari. kalau Papi ninjau proyek di Bali katanya." jelas bik Jum sambil menahan rasa sedihnya saat melihat Rara.
"Oh, pantesan aja. Kadang heran sih bik. Kalau mereka gak sibuk terus kenapa harus punya anak ya? Mendingan aku gak usah di lahirin deh kalau gitu. Tapi yaudah, sih. Udah takdir juga yakan, bik?" ucapnya tanpa rasa sedih sedikit pun.
Hal itu membuat mata bik Jum berkaca-kaca. Sedih sekali setiap mendengar Rara mengatakan hal seperti ini, atau bertanya di mana keberadaan orang tuanya. Tapi memang mereka selalu sibuk dengan usahanya masing-masing.
Rara adalah anak tunggal dari orang tua yang super sibuk. Di mana maminya Danira Anastasya adalah seorang desainer terkenal dan Anton Pratama adalah pengusaha batu bara yang tak kalah sibuknya dengan sang istri.
Mereka terlalu sibuk hingga tidak memiliki waktu luang untuk sekedar menyapa putri mereka. Mereka bahkan tidak pernah tau bagaimana tumbuh kembang Rara hingga saat ini karena mereka memang terlalu sibuk dengan dunia mereka sendiri tanpa memikirkan putri mereka satu-satunya.
"Yaudah, gak usah nangis bik. Aku berangkat sekarang ya, Bye bibik...nanti siang buatin ayam serundeng, sama sayur kayak kemaren ya, Bik. Love you, bik Jum." ucapnya gang berlalu dari hadapan wanita paruh baya tersebut.
Rara terlihat biasa saja, bahkan dia tidak merasa sedih sedikitpun. Tapi, bik Jum yang sudah menangis tersedu-sedu melihat gadis kecil yang dia jaga sejak lahir hingga sekarang.
"Bibik harap non selalu bahagia, ya Non. Jangan menyerah." kata bik Jum dengan tangisannya.
Semua orang yang berada di rumah ini tau, bagaimana tumbuhnya seorang gadis bernama Rara Danira. Mereka sering terbawa suasana haru akan kisah gadis itu. Tapi Rara sendiri terlihat biasa saja. Entah dia tidak ingin orang-orang melihat kesedihannya atau mereka memang dia yang sama sekali tidak merasa sedih.
Rara terlihat begitu santai di dalam mobilnya sambil menikmati roti coklat yang dia bawa dari rumah. Sambil memainkan ponselnya, tiba-tiba dia mendapatkan sebuah iklan yang masih ke ponsel miliknya dan dia penasaran akan situs tersebut.
"Dark Site?" gumamnya ketika membaca situs tersebut.
Dia penasaran hingga masuk ke situs tersebut karena dia baru mendengar nama situs itu. Hingga akhirnya dia memasukkan nomor identitas miliknya dan masuk dengan sebuah akun bernama "Rania, deh." gumamnya setelah membuat akun tadi.
Bahkan fotonya saja dia memakai foto miliknya yang tidak terlihat wajahnya. "Oh, My God! situs apa ini?" gumamnya setelah semakin masuk dan itu adalah situs terlarang.
Sebuah situs kencan buta, bahkan di dalamnya juga terdapat berbagai macam nama pria yang sudah mulai masuk ke akunnya untuk berkenalan.
"Astaga, apa-apaan ini" gumamnya lagi setelah banyak yang mengirimkan pesan untuknya.
"Kita udah, sampai non." ucap pak Didik ketika mobil mereka sudah sampai di sekolahnya Rara.
"Oh, iya Pak. Makasih ya." jawabnya yang langsung turun dari mobil dan keluar dari situs tersebut.
Sementara di sebuah ruangan megah, tempat di mana seorang pria bernama Levis Morelli terjadi keributan karena teman-temannya yang sibuk mencarikan jodoh untuknya.
"Apa kalian pikir aku tidak laku? Aku masih sangat mampu hanya untuk mencari pasangan saja!" serunya setelah mengatakan hal itu pada kedua temannya.
"Ayolah, Lev. Lo baru saja balik dari Amrik kan? Lo yang spek dewa Yunani aja bisa di selingkuhi sama cewek model Bianca begitu. Lagian kenapa harus setia sama satu cewek di saat Lo bisa dapat banyak? Nih, gue kasih Lo satu cewek spek bidadari. Namanya Tania. Dia temen gue dan-"
"Aku tidak butuh itu!" potong Levis karena memang menurutnya dia tidak membutuhkan hal itu.
Dia hanya butuh waktu untuk dirinya saat ini dan dia tidak ingin melakukannya hal semacamnya.
"Astaga, Tania ini cantik bro. Dia-"
"Gak usah di paksa kalau dia gak mau. Mending Lo masuk ke situs ini deh. Nah, gue udah daftarin Lo untuk akun itu. Dark Site. Lu bisa ngeliat cewek mana yang lu suka dan lu bisa ngajak kencan tau hanya sekedar one night stand." jelas Dodi sih paling one night stand.
"Apa? Lo daftarin dia untuk jadi aliran sesat kayak Lo Dod? Anjin*g banget Lo ya!" umpat Bisma saat temannya memasukan Levis ke dalam sebuah akun tersebut.
Levis tadi melihat ke arah ponselnya yang sejak tadi di pegang oleh Dodi dan dia melihat sebuah foto dirinya yang sengaja di pasang Dodi.
"You're crazy, Dodi!" umpatnya ketika dia melihat ponselnya tadi.
Tak lama setelah itu masuk beberapa pesan dari banyak wanita yang memakai pakaian seksi dan menyapa dirinya.
"Oh my God! Kau benar-benar gila, Dodi!" umpatnya lagi setelah begitu banyak pesan yang masuk ke dalam ponsel miliknya.
Entahlah, Levis benar-benar tidak habis pikir dengan teman gilanya ini. Bisa-bisanya Dodi melakukan hal itu. Bahkan yang membuatnya semakin tidak habis pikir lagi saat ada beberapa wanita yang terang-terangan mengajak dirinya untuk kencan dan bahkan ada yang menawarkan diri untuk menghangatkan malamnya.
"Mana sini liat. Biar gue sortir dulu mana yang cantik dan mana yang gak. Gue harus liat dulu tete-nya gede atau gak. Masak iya bule kayak Lo main sama size lokal yang di paksa gede karena implant. No, gak enak di pegang bro. Gak kenyal dan gak menantang anjir!"
Plak!
Bisma yang sudah kesal sejak tadi langsung memukul kepala Dodi karena temannya itu sudah bertindak terlalu jauh dengan hal ini.
"Anjir, sakit bego!" umpat Dodi saat kepalanya di pukul Bisma hingga membuat ponsel Levis tadi terjauh dan menampilkan sebuah gadis cantik bernama Rania.
"Rania?" gumam Levis ketika membaca nama akun tersebut dan dia juga melihat fotonya.
Dia mengambil ponselnya dan melihat gadis itu. Entah mengapa rasanya Levis tertarik untuk mengenalnya karena mata gadis itu terlalu indah menurutnya.
***
Rara semakin penasaran dengan situs tersebut hingga membuatnya terus saja memantau pergerakan akunnya. Bahkan dia terus menantikan pesan-pesan yang mereka kirimkan untuknya.
Setidaknya Rara tidak merasa kesepian lagi karena adanya mereka yang bisa di ajaknya bercerita. Tapi ada seseorang yang membuatnya tertarik untuk semakin bercerita.
"Namanya kayak merk celana wkwkwk." gumam Rara ketika membaca nama akun pria tersebut.
"Oh, mu God! Dia kirim gue pesan anjir!" Rara terlihat bersemangat saat mendapatkan pesan tersebut.
"How are you?" pesan yang di terima Rara.
"Ampun, sok enggres anjir! Btw mukanya emang bule Cok! Beneran ini asli gak ya? Nanti gue kena tipu pula." Rara takut untuk membalasnya karena takut tertipu dengan hal itu.
"What's up? Why didn't you reply to my message? Are you okay?" Rara kembali mendapatkan pesan selanjutnya karena dia tak kunjung membalas pesan tersebut.
"Sorry, agak lemot kalau pakai inggris. Agak kaku lidah makan kangkung ini." balasnya pada laki-laki tersebut yang mana membuat Levis mengerutkan keningnya saat mendapatkan balasan dari pesan yang dia kirimkan.
"Kangkung? Apa itu kangkung?" tanya Levis sambil terus membalas pesannya.
"Orang kayaaa gak tau kangkung. Eh, nanti lagi deh. Soalnya ada something. Bye!" Rara meninggalkan situs tersebut karena bel sekolah sudah berbunyi.
Dia bukanlah seorang gadis yang memiliki banyak teman. Dia lebih suka menyendiri karena menurutnya itu jauh lebih baik untuk dirinya karena memang selama ini lebih menyukai kesendiriannya.
"Ra, Rara..." panggil Erina teman sekelasnya.
Merasa namanya di panggil membuat gadis itu langsung menoleh ke arah belakangnya dan melihat siapa yang memanggil dirinya.
"Ya?" balas Rara dengan senyuman kakunya yang selalu dia berikan pada orang-orang.
Bukan karena dia sombong, tapi karena memang dia sulit untuk berinteraksi dengan orang luar.
"Nanti nonton yuk." ajak Erina karena sulit sekali mengajak Rara untuk berteman. Dia merasa tertantang untuk berteman dengan Rara karena setelah kelas XII kemaren, merek mulai di kelas yang sama. Di mana kelas XII unggulan ini isinya para siswa yang sanggup bersaing dengan kelas lain.
"Nonton apa?" masih bersikap kaku.
"Nonton bioskop Rara, iya kali nonton bok*p." sahut Aqila satu gadis lagi di samping Erina tadi.
Mendengar hal itu membuat Rara tersenyum kaku lagi. Dia merasa kedua gadis itu cukup membuatnya terhibur. Tapi dia takut untuk berteman.
Sementara di sudut lainnya, terdapat seorang gadis bernama Clarista yang merasa bahwa dirinya adalah gadis yang paling cantik di sekolah ini.
"Yakin lu berdua mau temanan sama manusia jaman batu ini? Yang ada nanti malu-maluin aja tau gak. Kasihan banget ya, gak punya temen yang bisa di ajak main." sindir Clarista tadi yang mana membuat Rara langsung berpaling.
Dia tidak ingin terlibat pembicaraan apa pun lagi karena menurutnya semua ini sudah selesai.
Hal inilah yang membuatnya malas untuk berteman. Karena apa? Karena dia paling tidak suka dengan yang namanya sindir menyindir atau geng gengan di sekolah ini. Mereka selalu menindas orang yang menurutnya jauh di bawah mereka.
"Rara, plis jangan dengerin dia oke. Kita temenan kan? Ayolah, kita temenan ya?" Erina masih berusaha membujuk Rara untuk berteman.
Sayangnya semua belum di jawab karena guru yang akan mengisi pelajar kali ini sudah masuk dan Rara kembali fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung.
Dia mendengarkan dengan begitu serius setiap penjelasan dari gurunya. Sampai di mana mereka harus ulangan dan Rara siap untuk semua itu. Setelah merasa semua jawabannya benar, Rara langsung maju ke depan dan dia lebih memilih untuk menjauh dari kelasnya. Setidaknya ini membuatnya merasa lebih baik lagi.
Melihat Rara sudah lebih dulu keluar dari kelas mereka membuat semua yang tersisa menatap ke arah gadis itu.
Ya, Rara lebih memilih duduk di taman sekolah dari pada berada di ruangan kelasnya. Dia bisa merasa lebih tenang ketika sendirian.
Sementara di tempat lain, Levis terus menatap ke arah ponselnya. Entah mengapa dia kembali mengingat kejadian saat di mana dia yang hendak melamar kekasihnya. Namun, apa yang terjadi?
Dia malah melihat wanita yang telah menjalin hubungan dengannya selama hampir 4 tahun ini malah ketahuan selingkuh.
Flashback
Levis terus saja tersenyum sepanjang perjalan menuju tempat di mana kekasihnya berada. Ya, dia sudah menemukan di mana keberadaan wanita itu setelah mendapatkan kebar dari anak buahnya yang mengatakan jika wanita yang di cintai ya itu sedang menjalani pemotretan di swimming suit dengan brand ternama.
Mengetahui hal itu membuat Levis langsung menuju tempat tersebut. Apalagi itu pantai, jadi menurutnya akan sangat cocok untuk melamar sang pujaan hati.
Levis sudah sampai di tempat tujuan, jantungnya semakin berdebar kencang saat menuju tempat di mana Bianca berada.
"Sebentar lagi sayang, sebentar lagi kita akan hidup bersama. Aku akan membuatmu menjadi wanita paling bahagia di dunia ini. Aku janji untuk itu, babe." gumam Levis.
Langkah tegapnya berjalan menuju bibir pantai, karena setelah dia bertanya di mana Bianca, ternyata kekasihnya berada di tempat itu.
Levis sudah melihatnya, namun dia melihat bahkan mendengar sesuatu yang tidak seharusnya dia dengar.
"Bagaimana dengan kekasihmu itu, Bianca? Aku tidak ingin jika-"
"Sttt...dia tidak akan mengetahui hubungan kita, Jordan. Dia adalah laki-laki paling sibuk di dunia ini. Dia juga tidak akan mungkin mengetahui hubungan ini. Aku hanya ingin uangnya saja dan dia akan memberikan apa pun yang aku inginkan. Jadi aku tidak akan melepaskannya. Kamu tenang saja, karena aku hanya mencintaimu, Jordan." ucap Bianca dengan begitu berani.
Bahkan keduanya berciuman mesra di bibir pantai dengan pemandangan laut biru dan senja yang mulai menghiasi.
Melihat hal itu membuat Levis merasa bahwa dirinya benar-benar menjadi laki-laki paling bodoh di dunia ini.
Dia masih bertahan di tempat itu untuk melihat sejauh mana mereka berani berbuat, sampai di mana Bianca sadar jika ada orang lain di tempat itu selain mereka berdua.
"Levis?" gumamnya yang langsung melepaskan ciuman mereka begitu saja.
"No! Jangan mendekat padaku!" ucapnya pada Bianca karena dia tidak ingin di dekati oleh wanita itu.
"Levis, dengarkan aku dulu, babe. Aku-"
"Ssttt...tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi. Aku sudah mendengarkannya dan ya, i know. Kau adalah wanita murahan yang tidak pantas untuk di perjuangkan. Kau itu hanya wanita sampah!" ucapnya yang membuat Bianca langsung terdiam setelah mendengar apa yang Levis katakan. Tidak, dia tidak akan membiarkan laki-laki itu lepas darinya. Tidak akan!
***
"Mau kemana kamu, sayang?" tanya maminya ketika melihat sang putri hendak keluar rumah padahal mereka ada di rumah hari ini.
Mendengar suara maminya membuat Rara langsung berhenti. Tatapannya terlihat biasa saja. Tidak menampilkan kerinduan walau sudah selama seminggu tidak bertemu dengan wanita itu.
"Kamu mau kemana sayang? kenapa buru-buru banget. Mami baru pulang loh, ini. Apa kamu tidak rindu sama mami?" tanya Danira ketika melihat putrinya sudah terlihat sangat rapi.
"Kok mami udah pulang?" tanya Rara saat melihat maminya sudah berada di rumah.
Danira sendiri kaget saat mendapatkan pertanyaan seperti itu dari putrinya.
"Kenapa begitu sayang? Mami udah pulang, terus kenapa kamu ngomongnya begitu?"
"Lah, kan gak salah dong Rara tanya kok mami di rumah? Bukannya biasa kerja terus ya? mami sama papi kan nggak pernah punya waktu untuk aku. Terus, salahnya di mana saat aku tanya kenapa tiba-tiba mami udah dari rumah. Kan, heran aja." jawab Rara yang membuat Danira semakin tidak percaya atas akan dikatakan putrinya.
Apa dia dan suaminya sebegitu sibuk tinggal membuatku ter mereka berani mengatakan hal seperti itu. Padahal mereka bekerja keras untuk putrinya. Untuk Rara,.
"Rara, mami ama papi sibuk itu semua demi kamu. Demi masa depan kamu. Mami dan papi bekerja keras, untuk kamu, sayang. Karena kamu satu-satunya papi dan mami. Jadi kami dan Papi kamu-"
"Terus, mami pikir aku butuh semua ini? nggak mi, aku nggak butuh semua ini. Aku cuma butuh mami dan papi punya waktu lebih untuk aku. Coba mami ingat-ingat lagi, kapan terakhir kali kita makan malam bersama? apa meja makan ini pernah ada isinya mi? Rara selalu sarapan sendirian. Rara juga sering makan malam sendirian. Semua serba sendirian dan nggak ada mami sama papi. Tapi, mau gimana lagi. Mami sama papi kan sibuk. Sama-sama sibuk mengumpulkan harta kalian masing-masing!" potong Rara yang membuat Danira merasa tertampar dengan apa yang dikatakan putrinya.
Rara bisa mengatakan hal seperti itu dengan begitu mudahnya. Putrinya menjelaskan apa-apa saja yang selalu mereka lakukan dan memang benar bahwa mereka tidak memiliki waktu lebih hanya untuk sekedar sarapan bersama atau makan malam bersama.
"Tapi, sayang. Mami dan papi-"
"Rara berangkat, Mi!" ucapnya yang langsung pergi meninggalkan maminya begitu saja.
Dia tidak peduli lagi dengan apa yang dikatakan wanita itu dan bagaimana perasaannya. Lebih baik Rara pergi dan menikmati harinya daripada harus berdebat dengan maminya. Padahal dia tidak ingin berdebat dan dia tidak ingin membahas apapun. Hanya saja mereka terpaksa membahas hal itu, karena maminya yang lebih dulu memulai pembicaraan yang tidak ingin sebenarnya tidak ingin dia bicarakan.
Rara pergi mengendarai mobil miliknya. Mobil yang diberikan orang tuanya saat ulang tahun dapat 17 kemarin. Mobil yang sangat jarang sekali dia pakai. Tapi, kali ini dia memakainya karena dia merasa bosan di rumah. Untung saja dia sudah berniat untuk pergi keluar. Jika tidak dia akan masa pusing di rumah karena ada maminya.
Perjalanan menuju pusat perbelanjaan terasa begitu santai. Rara begitu menikmati akhir pekannya, sampai dia tiba di pusat perbelanjaan itu, ponselnya bergetar dan itu pesan yang dikirimkan Levis padanya.
"Apaan nih?" gumamnya ketika melihat pesan yang dikirim Levis padanya.
"Where are you, Darl?" pesan yang di terima Rara.
"Darl? Darling nih maksudnya?" ulang Rara setelah membaca pesan yang baru saja di terimanya.
"Di mall." balas Rara pada akhirnya setelah mengirimkan pesan tersebut.
Dia kembali berjalan memasuki pusat perbelanjaan, dan terus saja sibuk dengan ponselnya sampai di mana tiba-tiba saja ada seseorang yang menabrak tubuhnya hingga membuat Rara hampir saja terpental ke lantai jika orang tersebut tidak sigap menangkap tubuhnya.
"Ahk..." Rara menjerit saat tubuhnya hampir melayang.
Sementara seseorang yang menangkap tubuhnya tadi terus saja menatap ke arahnya. Jantung Rara berdebar kencang saat melihat siapa yang menangkap tubuhnya saat ini.
Levis, benarkah ini laki-laki yang berada di situs terlarang tersebut?
Begitu juga dengan Levis, mengapa dia terdiam para dia kaget ketika melihat siapa yang ditangkapnya. Gadis yang ada di situs tersebut, benarkah ini Rania?
Ya, ini bener-bener Rania. Gadis yang berada di situs gelap tersebut.
"Rania, Is this you?" tanya Levis yang masih belum percaya dengan penglihatannya saat ini.
Dia benar-benar berusaha meyakinkan dirinya bahwa gadis itu memang Rania.
Levis melepaskan tangannya dari pinggul gadis itu, hingga membuat mereka saling berhadapan saat ini.
Rara sendiri merasa canggung dan bagaimana bisa mereka bertemu di tempat seperti ini. Bahkan disaat mereka baru saja berbalas pesan. Tapi, tiba-tiba saja pertemuan tidak sengaja ini terjadi.
"Om, Levis?" gumam Rara yang membuat kedua bola mata Levis langsung membulat sempurna.
Bagaimana bisa gadis itu memanggilnya Om. Apa wajahnya tua itu? hingga membuatnya dipanggil om.
"Apa aku setua itu hingga membuat kamu memanggil ku dengan panggilan itu? are you sure?" gumam Levis yang benar-benar tidak percaya dengan semua ini.
Rara sendiri merasa bingung. Dia harus memanggil apa pada laki-laki ini? Menurutnya panggilan itu sudah lebih dari cukup. Tidak mungkin dia memanggilnya dengan panggilan kakak, saat usia laki-laki itu sudah begitu matang. Bahkan mungkin hampir seusia dengan papinya.
"Terus mau dipanggil apa? kena mungkin dipanggil kakak, juga!" jawab Rara apa adanya karena memang itu yang dia pikirkan saat ini.
Sementara Levis hanya bisa menggelengkan kepalanya saja mendengar jawaban dari gadis itu. Akhirnya Dia memutuskan untuk membawa Rara pergi ke sebuah restoran dan mereka menyewa perubahan VIP untuk bicara.
"Om, kita mau ke mana?" tanya Rara mulai panik saat tangannya ditarik begitu saja oleh Levis.
"Kita makan siang." jawab Levi's yang tetap menarik tangan Rara untuk pergi bersamanya.
"Tapi, aku nggak laper Om."
"Kalau begitu kamu temani aku makan saja." jawabnya lagi.
Mereka sampai di ruangan VIP setelah Levis memesan ruangan VIP tersebut dan dia Rara untuk duduk.
Rara sendiri merasa risih saat Levis menatapnya seperti itu. Seolah-olah tatapan laki-laki itu seperti mengulitinya hidup-hidup.
"Kenapa, sih om? Memangnya ada yang salah ya sama aku?" tanya Rara merasa risih dengan tatapan itu.
"Nothing. Hanya sedikit berpikir bahwa kamu jauh lebih cantik dari foto yang kamu kirimkan." jawab Levis yang membuat Rara berpikir jika laki-laki ini sengaja mengatakan hal seperti itu agar dirinya merasa tersanjung.
"Bohong, ih. Mana ada cantik!"
"Sure! kamu benar-benar cantik, dan aku suka!"
"What?!" pekik Rara yang terkejut mendengar penuturan dari Levis saat laki-laki itu mengatakan dirinya cantik di saat mereka baru saja bertemu untuk pertama kalinya.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!