"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi.
"Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!"
"Eits, Marni, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!"
"Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!"
Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya.
"Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.
Marni menerima gelas-gelas kosong menuangkan air jahe hangat sebagai penetral pahitnya jamu yang diminum oleh pelanggannya.
"Jahenya Neng Marni banget!" Sambil mengembalikan gelas kosong pada Marni.
"Kenapa Aku toh Aa?"
"Manis!" Tawa genit Asep salah satu member Jamu Marni yang tak pernah absen menunggu jamu Marni.
"Sa Ae Lu pinggir koreng! Modus Lu! Modal Kardus!" Bang Urip yang juga pelanggan setia Marni mengeplak kepala Asep tanpa dosa.
"Jangan dengerin Mereka Dek, pokoknya sama Mas Joko aja, dijamin hidup tentram." Joko memasang senyum mesum malah membuatnya diamuk kedua rekan sesama kuli bangunan, Asep dan Urip.
"Pale Lu Tentram! Noh Anak sama Mantan Bini urusin! Duda bapuk Lu!" Tawa Urip kembali meledek Joko.
Sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi Marni melihat pelanggannya saling ribut dan berdebat saat menikmati jamu buatannya.
"Ayang Marni mau kemana? Buru-buru amat. Abang kan masih kangen ini!" Urip membantu Marni mengikat bakul Jamu.
Tentu saja Urip dan Joko tak mau kalah bahu membahu menolong Marni yang sudah siap akan kembali keliling.
"Dah Aa, Abang, Mas, dilanjut lagi kerjanya. Besok tak mampir lagi. Jangan lupa beli lagi. Sekarang Marni mau keliling lagi. Nanti keburu siang. Permisi." Marni memberikan kiss bye buat ketiga pria yang kini sudah meneteskan liurnya melihat bongkahan bumper belakang milik Marni yang bergeal-geol.
"Astaga Naga! Tuh bumper pulen amat ya! Bikin pikiran Gua ngeres aje!" Bang Urip sampai ternganga seolah Marni masih ada dipelupuk matanya.
"Duh Gusti, tak kelonin bawaannya kalo lihat si Marni!" Joko mengusap dadanya namun entah apa yang dibayangkan hingga juniornya ikut upacara.
"Rip! Ko! Lah Marninya udah ga ada! Kalian kenapa atuh masih mandangin jalan. Mana Lu Ko, itu Otong diamanin! Baperan amat! Gitu aja bangun!"
Urip melirik kearah celana Joko yang memang sudah menonjol, "Buseng dah Ko! Lu Engas banget jadi laki! Ngeri dah!"
"Loh! Ya Aku kok ditinggalin! Gawat ini! Telat bisa dipecat sama mandor!"
Joko berlari menyusul kedua rekan sesama kuli kembali ke proyek tempat Mereka mengais rezeki.
Sementara Marni melanjutkan keliling Kampung menjajakan Jamunya. Meski tak sedikit kaum hawa berlabel Ibu-Ibu memicingkan mata. Menatap waspada karena takut Suami-Suami Mereka malah melirik Marni, Si Penjual Jamu yang seksi dan bahenol.
"Jamu, Jamu! Jamune Mas, Mbakyu! Jamu kuat! Jamu rapet! Jamu Galian Singset! Pokoke segala Jamu ada di Marni!"
Marni mengusap keringat yang mengucur di dahinya.
"Marni! Jamu!"
"Siap Bue cantik!"
Seorang wanita memanggil Marni. Tentu saja senyuman Marni merekah. Cuan datang senyumpun mengembang.
"Mar ada Jamu apa?" Si Wanita melirik pada bakul jamu Marni yang berisi banyak botol-botol dengan beragam warna.
"Yo macem-macem Mbakyu yang cantik. Mbakyunya mau jamu opo toh? Ada Jamu Galian Putri, Jamu Galian Singset, Jamu Sari Rapet, atau ini rahasia tapi wes tak kasih bocoran buat si Mbaknya, Ramuan Madura Asli, bikin rapet, keset dan greget!" Kalimat terakhir Marni bisikan meski terdengar juga.
"Serius itu Mar. Khasiatnya Oke ga!" Penasaran dong si Wanita dibuat oleh Marni.
"Ck, dijamin, manuk'e si Mas kalo masuk bisa kelojotan kalo Mbakyunya habis minum ini." Setelah membisikan kata-kata fantastis Marni mengedipkan mata pada si pelanggan.
"Boleh deh. Coba satu!"
"Siap! Tak racikin dulu. Mbaknya sabar ya."
Marni dengan piawai meracikan Jamu pelanggan sang Pelanggan.
"Langsung diminum selagi anget. Wes tunggu 1 jam kalo mau tempur. Kalau mau malem juga masih ada khasiatnya."
Tanpa ragu sang pelanggan meneguk Jamu racikan Marni dengan perasaan dag dig dug.
"Eee! Pahit Mar!" Ekspresi mencebik setelah menuntaskan segelas Jamu Pamungkas yang diberikan Marni.
"Ini, minum dulu. Biar pahitnya ilang." Marni menuangkan air jahe kegelas dan langsung ditenggak hingga tandas oleh sang pelanggan.
"Tambah lagi Mbakyu?"
"Cukup Mar. Bisa kembung Saya."
"Pokoknya. Nanti malam si Mas bakal nambah-nambah. Percaya deh sama Marni."
"Bener ya!"
"Dijamin!"
"Berapa Mar?"
"Khusus yang tadi karena Ramuan Khusus jadi sepuluh ribu saja Mbakyu."
"Dua kali lipet ya Mar dari Jamu biasa."
"Ya kan itu khasiatnya super Mbakyu. Rapopo toh, mahal sedikit tapi dijamin sesuk pasti bakal nyariin Marni."
"Loh kok malah nyariin Kamu?"
"Maksud Marni nyariin buat beli Jamu lagi toh!"
"Kirain! Awas aja kalo Lu berani ngembat laki Gw!"
"Wah, Mbakyu jangan kuatir, Marni begini-begini ga nafsu sama laki orang! Tapi kalo Lakinya yang nyosor ya jangan salahin Marni toh!"
"Dah sana Mar, keliling lagi!"
"Lah ini juga mau keliling. Makasi Mbakyu, semoga langganan terus yo!"
Marni tak ambil pusing dengan semua ucapan apapun yang diucapkan para pelanggannya. Bagi Marni selama Jamu jualannya laris manis, pulang botol kosong bawa duit banyak sudah bikin Marni bahagia.
Walaupun tak sedikit cemoohan dan stigma negatif yang disudutkan kepadanya. Tapi Marni tetap cuek saja. Karena baginya yang penting jamunya laris dan cuan. Di otak Marni hanya ada Cuan, Cuan dan Cuan.
"Alhamdulillah. Laris manis tanjung kimpul. Jamune laris, duite kumpul! Ah senengnya Aku. Wes pulang sekalian belanja bahan bikin Jamu."
Marni yang duduk dibawah pohon sambil membuang air bilasan gelas yang sudah bersih. Botol-botol kosong yang ada dalam bakul gendongan kembali ringan tak seberat saat baru keluar karena penuh terisi Jamu. Berganti dompet kain batik milik Marni yang kini penuh hasil berjualan Jamunya dari pagi hingga tengah hari.
"Alhamdulillah. Setiap hari begini. Tapi kok yo Marni ga kaya-kaya ya. Lah mau beli motor second aja belum keturutan."
"Wes lah. Sing penting buat bayar kontrakan ada, makan yang lumayanlah walau ikan asin lagi-ikan asin lagi. Cuma ini kenapa Tabung Gas Melon pake acara langka. Marni bingung gimana kalo susah beli Gas nanti godog Jamunya mesti cari Kayu bakar."
"Lagi Pemerintah yo Ada aja, tabung Gas Melon pake acara distop. Yo Marni mana mampu beli yang tabung gede. Apalagi yang warna pink. Muahal! Nanti kalo Jamunya naik ya langganan Marni kabur! Mestinya Bapak Presiden ngundang Marni biar denger keluhan penjual Jamu kayak Marni."
"Suit! Suit! Marni, sini Sayang, ga kangen sama Abang! Sombong bener dah ah! Astaga naga! Tuh Bokong Bahenol banget!"
"Marni, Marni, usah ga usah jualan Jamu! Mending sini aja Abang kelonin!"
"Duh ileh! Tuh semangka bulet amat! Jadi pengen Enen!"
Marni tak menggubris celotehan yang menjurus pelecehan secara verbal. Sudah kebal telinga Marni setiap hari aaat ia mendatangi pasar untuk berbelanja bahan-bahan membuat jamu.
Meladeni? Marah! Buat Marni buang-buang energi!
Selama Mereka cuma mau menggoda saja tanpa menyentuh silahkan. Mau berfantasi senam lima jari pake bayangan dirinya, ra urus!
Yang penting jangan noel apalagi grapa grepe, Marni ga segan nendang manuke jadi manuk cucak rowo.
"Loh Mar, tumben masih siang sudah kesini? Wes habis toh jamumu?" Bude Sri langganan Marni membeli kunyit dan kawan-kawannya menatap heran belum tengah hari Marni sudah belanja.
"Alhamdulillah laris manis Bude. Biasa ada Bude?" Marni duduk selonjoran meletakkan bakul jamu dari gendongannya. Memilih duduk menemani si Bude yang tengah menyortir pinang.
"Lengkap pool. Lah ini pinang pesananmu lagi Bide pilihan yang bagus-bagus. Lah wong Kamu kan pesen ke Bude maunya yang besar dan begini toh?" Bude Sri menyodorkan sebutir pinang yang sesuai kriteria Marni.
"Mantep ini Bude! Soalnya banyak yang pesen Ramuan Pamungkas Bude. Katanya Jamu Marni yang satu ini Jamu Anti Pelakor dan Anti Ani-Ani." Marni membantu Bude Sri agar lebih cepat menyortir pinang-pinang dalam tampah besar itu.
"Anak sekarang lah yo macem-macem ae bahasanya Ndok. Yo Ani-Ani dulu setahu Bude buat panen Padi di sawah. Lah sekarang opo meneh Ani-Ani nyambung ke pinang sama Jamu."
Marni tertawa melihat raut wajah serius Bude Sri yang belum paham istilah Ani-Ani.
"Jadi yang dimaksud Ani-Nai itu Bude, bukan Ani-Ani yang dipake buat panen Padi. Lah kalau itu Abi-Aninya bermanfaat. Lah Ani-Ani yang Marni maksud malah bikin Istri-Istri SAH melarat!"
"Loh kok iso ngono toh Ndok? Lah Ani-Ani ne sejenis opo? Tuyul?"
Marni semakin terbahak-bahak. Ada-ada saja ya Bude Sri menyamakan Ani-Ani dengan tuyul. Eits, ada kesamaan deh.
"Loh yo Kamu malah ketawa! Yo Bude makin ruwet urusan si Ani-Ani itu. Moso sekarang bisa bikin melarat, yo apa ya podo karo tuyul! Ya duite kalo diambil tuyul iso bikin melarat! Ngono?"
"Hehehe. Iya Bude. Ani-Ani itu ibarat tuyul! Bener Bude. Sama-sama morotin duite. Tapi Duite lanange wong."
"Sek, Sek, loh jadi Ani-Ani itu podo karo Gundik yo?" Bude Sri memisahkan pinang yang sudah menjadi pilihan terbaik ke dalam kantong plastik hitam yang akan dibawa Marni.
"100 buat Bude! 1000 buat Aku!" Tawa Marni semakin ceria sambil membantu memasukkan bahan yang sudah ia beli dari Bude Sri.
"Oalah. Yo namanya saja ya berubah. Tapi kelakuannya podo koyo Demit!"
Marni bisa melihat bagaimana rona wajah Bude Sri yang berubah. Sejak lama Marni mengenal Bude Sri, sejak jaman Si Mbah Marni masih hidup hingga kini, Marni yang terus meneruskan jualan Jamu Bude Sri yang Marni kenal begitu ceria dan senang guyon menyimpan pengalaman pahit di hidupnya.
Marni tahu dari Almarhumah Si Mbah, kalau Bude Sri dulu pernah dimadu oleh sang Suami. Karena Bude Sri tak kunjung punya anak dan Mertua dari Bude Sri sering mengatakan kalau Bude Sri Gabuk. Gabuk itu artinya tidak beranak atau mandul. Kejam sekali bukan?
Hingga tanpa sepengatahuan Bude Sri, Suaminya dinikahkan lagi dengan perempuan pilihan Mertua Bude Sri. Dan setelah setahun diketahui bahwa yang sebetulnya Gabuk bukan Bude Sri tetapi sang Suami. Padahal Istri Muda Suami Bude Sri sempat hamil namun ketahuan kalau sang Madu hamil dengan pria lain.
Sekitar 15 tahun yang lalu, Suami Bude Sri berpulang. Sakit kencing manis dan selama ini sebetulnya sang Suami sudah mengalami disfungsi ereksi yang membuat selama ini itulah penyebab Istri-Istrinya termasuk Bude Sri tidak hamil-hamil.
"Bude," Marni melihat sorot menerawang Bude Sri.
"Eh, yo Bude malah ngelamun, ada lagi Ndok?" Bude Sri melihat kantong-kantong pesanan Marni apakah sudah komplit semua.
"Sudah komplit. Makasi yo Bude. Sudah nemeni dan dukung Marni. Kalau ga ada Bude Marni ga tahu apalagi sejak Si Mbah wes mulih."
"Sama-sama Cah Ayu. Mugi-mugi Gusti Allah paringi Kita sehat ya. Bude yo pingin lihat Kamu jadi Manten. Pasti cuantek pol!"
"Marni ga harap banyak Bude. Tapi tak aamiinkan saja.
"Ndok, Kamu ra mau kerja lain? Maksud Bude, Kamu masih muda. Masa depanmu masih panjang. Siapa tahu Kamu bisa kerja di pabrik. Lah Kamu kan lulusan SMK."
Marni tersenyum, meraih jemari keriput yang menjadi saksi kerasnya perjuangan seorang wanita bernama Bude Sri.
"Marni seneng nerusin dagagannya si Mbah. Banyak orang susah-susah cari kerja, lah si Mbak malah mewarisi pekerjaan yang jelas dapat duite Bude. Walau ga banyak tapi muter. Bisa hidup dari Jualan Jamu."
"Ya sudah. Kalo Kamu nyaman Jualan Jamu Ndok. Tapi Bude kesel sama itu omongan lanang ya ngece ke Kamu. Mana genit begitu. Tapi Kamu gapapa kan Ndok? Ga diusili Mereka?" Rasa sayangnya Bude Sri kepada Marni telah menganggap Marni layaknya anaknya sendiri.
"Ndak Bude. Mereka masih sebatas ucapan saja. Kalau berani pegang wes tak selengkat selangkinya. Biar manuke ambyar!"
Bude Sri dan Marni tertawa, masing-masing kepikiran bagaimana kalau Manuk pria-pria genit itu beneran Ambyar, bisa-bisa di demo bojone neng Omah.
"Bude, ini uangnya." Marni menyerahkan uang pesanan rempah-rempah Jamunya kepada Bude Sri.
"Matur suwon yo Ndok. Semoga laris terus Jamumu. Cepet dapat jodoh!"
"Aamiin."
Marni pamit oada Bude Sri dengan iringan tatapan penuh cinta dan doa dari sosok paruh baya yang begitu tulus menyayanginya.
Bakul jamu milik Marni bertambah berat kembali karena terisi bahan-bahan membuat Jamu.
Marni sekalian berbelanja kebutuhan sehari-harinya. Sederhana saja membeli beras yang kebetulan stoknya habis dirumah dan sekilo telur ayam. Perbawang-bawang dan cabe.
"Besok sebelum keliling bikin nasi goreng terasi yo kayaknya enak." Marni yang sedang memilih ketimun membayangkan membuat sarapan Nasi Goreng terasi dengan telur mata sapi begitu menggugah selera ditambah lalap ketimun.
"Neng yang milih ketimun, Abang yang ngilu!" Salah satu penjual sayur menggoda Marni saat Marni sedang serius memilih ketimun.
"Tuh ada terong Neng! Siapa tahu butuh! Apa mau yang asli! Hehehe!"
Marni tak menggubris, biarkan saja. Toh cuma ngucap. Kecuali megang bahkan sampe anggur-anggur wes tak potong buar jadi Manuk Goreng.
Pakaian yang dipakai Marni tidak bagus. Sederhana. Tidak juga terbuka hanya saja tubuh sintal Marni kerap membuat laki-laki berpikiran kotor begitu senang menjadikannya fantasi.
Marni masa bodo. Bagi Marni yang terpenting ia tidak murahan. Kalo ada yang tergoda itu urusan Anda.
Marni sampai dirumah petakan yang ia kontrak lima ratus ribu sebulan. Rumah yang berukuran kecil atau lebih tepatnya hanya ada kamar mandi di dalam dan sedikit tempat untuk tidur berbagi dengan dapur yang menyatu dengan lainnya. Namun Marni merasa nyaman. Selama ia bisa istirahat dan membuat jamu dagangannya serta ada kamar mandi di dalam itu sudah cukup.
Marni sudah lama mengontrak di rumah petakan itu sejak Si Mbak masih ada. Beruntung harga sewa yang stabil tak ikut-ikutan naik seperti kontrakan pada umumnya membuat Marni betah.
Soal listrik semula meteran berbayar bulanan kemudian diganti dengan token oleh sang Pemilik kontrakan.
Tak banyak eletronik di rumah Marni, hany ada kipas angin, kompor gas dan TV tabung yang kini sudah tak ada saluran karena sudah ketinggalan zaman.
Beruntung meski ponsel jadul Marni memilikinya, lumayan bisa untuk menelpon dan mengirim pesan.
Rencananya Marni, mau ganti ponsel, ya beli second saja, dikonter depan gang banyak yang jual murah-murah. Tapi ya bagi Marni tetap masih harus nabung dulu.
Setelah menjalankan kebajiwan sebagai hamba Tuhan agar senantiasa diparingi selamet, sehat dan rezeki yang lancar, Marni memulai meramu Jamu untuk jualannya besok.
Jangan tanya Marni punya kulkas apa ngak. Jawabannya ya enggak punya. Lah listriknya bisa emos menurut Marni.
Marni menjatah pembelian tokennya sebulan hanya dua puluh ribu saja. Murah toh! Ya harus cukup. Setrika baju saja Marni batasi sebulan hanya 4 kali. Seprihatin dan hemat sekali Marni.
Soal makan Marni sudah biasa sekali sehari atau paling banyak dua kali saja. Jadi kalo orang Kota ada yang diet OMED, lah Marni bukan diet tapi memang sehari-hari begitu.
Sambil menunggu godokan Jamu matang, Marni melipat pakaian yang sudah kering. Sambil pakaian kotornya sedang ia rendam lalu ia akan cuci dengan tangan. Jemurnya pun simpel paling di jemur di kamar mandi. Kecuali kalau nyuci siang hari baru Marni akan gantung di depan kontrakannya saja. Marni mana berani jemur jeroan pribadinya di luar.
Trauma. Jadi dulu ada kejadian, BH Marni dijemuran berkurang satu. Besoknya CD hilang satu. Lah lama-lama bisa jadi tarzan Marni ga pake daleman kalo dicolong terus-terusan.
Ternyata oknumnya adalah orang yang Ngelmu. Dan akhirnya tertangkap saat sedang mencuri dalaman cewek di kampung itu. Saat itu juga oknum tersebut diusir dari kampung. Alhamdulillah sampai sekarang udah ga ada lagi kejadian begitu. Meski begitu Marni Trauma ga mau lagi jemur jeroannya di luar rumah.
Dalam renungannya Marni kembali teringat Si Mbah.
"Seandainya si Mbah masih ada, mungkin ga sepi begini."
Dulu Si Mbah dan Marni ada saja yang diobrolin. Marni senang, setiap pulang keliling jual Jamu Si Mbah bawa berita apa saja. Dan Marni saat itu masih sekolah begitu antusias mendengarkan cerita si Mbah.
Tanpa terasa airmata Marni mengalir. "Semoga si Mbah Gusti Allah tempatkan di sisiNya. Ampuni segala khilaf si Mbah dan jadukan amal ibadah si Mbah sebagai jalan menuju surga."
*
Sebelum ayam berkokok bahkan suara mengaji waktu adzan subuh berkumandang kesegala penjuru alam, Marni sudah terjaga.
Setelah Shalat malam, Marni lanjut memasak Jamu yang akan ia dagangkan hari ini. Marni mengelap satu per satu botol jamu yang sudah bersih ia cuci agar siap dimasukan lagi Jamu-jamu yang sedang didinginkan agar bisa masuk botol.
"Semoga hari ini rezeki Marni tambah banyak Gusti Allah. Aamiin." Dengan penuh keyakinan dan semangat Marni membereskan segala keperluan perdagangannya.
Marni mengusap peluh di dahinya saat ia mengangkat panci berisi jamu yang masih mengepul dari kompor.
Disudut yang dijadikan dapur, remang-remang hanya diterangi lampu temaram, Marni menatap cairan kekuningan yang perlahan menguap. Ia menuangkan jamu ke dalam wadah besar untuk didinginkan.
Sambil menunggu, ia mengambil lap bersih dan mulai mengelap botol-botol kaca yang telah ia cuci semalam.
Marni tak pernah lalai dalam menjaga kebersihan dan kualitas jamu buatannya. Setiap botol Marni lap hingga mengkilap, memastikan tidak ada setitik debu pun yang menempel.
Ia bergerak cepat dan cekatan, memanfaatkan waktu sebelum fajar menyingsing dan orang-orang mulai beraktivitas.
Selesai mengelap, Marni kembali ke wadah jamu, mengaduknya pelan sambil sesekali mencicipi, memastikan rasa yang pas sebelum ia tuangkan ke dalam botol-botol kaca yang telah siap.
Senyum Marni mengembang saat semua botol telah terisi Jamu buatannya bertepatan adzan subuh dan kokok ayam jago bersahutan.
Marni menunaikan dua rakaat dan setelahnya berdoa mengirimkan al fatihah untuk si Mbah dan meminta diampuni dosanya.
Dengan menu sederhana, Nasi goreng terasi dan lalap ketimun, ceplok telor menjadi menu sarapan Marni pagi ini.
Bagi Marni ini sudah mewah. Tak luput rasa syukur selalu terucap dari bibir Marni dan berdoa sebelum menikmati sarapan paginya kali ini.
"Alhamdulillah. Perut kenyang tinggal mandi dan siap-siap keliling."
Saat Marni akan mengunci pintu kontrakannya sambil menggendong bakul jamu dagangannya Marni dikejutkan dengan suara keras memanggil namanya.
"Marni!"
"Nah ini dia perempuannya!"
Marni yang tak tahu apa-apa kini terkejut melihat dua orang perempuan mendatangi dirinya sambil marah-marah.
"Mbaknya siapa ya? Pagi-pagi sudah kemari? Mau beli Jamu?" Marni dengan wajah penasaran namun masih berpikir baik akan kedatangan kedua wanita yang tampang dan suaranya tak baik-baik saja.
"Dasar tukang Jamu L***e! Lu jangan coba-coba ya jadi penggoda laki Gw! Pantes aja laki Gw setiap pulang nguli ga bawa duit! Jangan-jangan dikasih ke Lu ya! Sini Lu!"
Marni tak siap dengan serangan kedua wanita yang tampak murka dan menyerang Marni.
Baku hantam dan jenggutan pun tak terelakkan. Marni yang tadinya bisa mempertahankan diri dan bakul Jamu miliknya akhirnya kalah juga.
Terlebih bakul Jamu yang seharusnya menjadi ladang rezekinya hari ini, sudah tumpah ruah, pecah dan ambyar.
"Loh! Loh! Ini ada apa! Pak pisahin! Itu Marni kenapa dikeroyok begitu! Kalian jangan main hakim sendiri!" Beberapa Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang kebetulan lewat dan mendengar keributan melerai Marni dengan kedua wanita yang menyerangnya.
"Ga usah dipisahin! Gua ga rela! Kalo nih L***e masih baek-baek aja! Pokoknya Lu harus balikin duit Laki Gw! Mana sini! Jangan-jangan Lu umpetin di balik BH! Wanita yang usianya lebih tua dari Marni kembali mengeroyok hingga akan merobek pakaian Marni namun segera terhalang oleh warga yang memisahkan.
"Tenang! Semua bisa dibicarakan baik-baik!" Kini datang Pak RT setelah salah seorang warga melaporkan kejadian yang menggemparkan di pagi yang damai menjadi kisruh akan persoalan yang masih belum jelas.
"Gak bisa Pak! Bapak siapa? Suaminya? Bilangin nih L****e kalo mau morotin jangan Laki Gw!"
"Saya bukan L****e! Dan Saya gak pernah morotin siapapun!" Teriak Marni yang sejak tadi belum memiliki kesempatan karena terus diserang oleh kedua wanita yang sudah kesetanan mengamuk.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!