NovelToon NovelToon

Suddenly Married

Turnamen terakhir Alvino.

"Selamat pagi, Ma... Papa.... dan kakakku yang tertampan di dunia." Sapa Vino kepada semua yang telah duduk di meja makan. Seperti biasa, mereka tidak akan memulai ritual sarapan sebelum semua anggota keluarga berkumpul.

"Vino, mau sampai kapan kamu seperti ini. Kamu itu bukan anak remaja lagi. Kamu kebiasaan membuat kami menunggu. Belajarlah dari kakakmu, dia sangat disiplin dan tahu aturan. Papa tidak tau lagi harus ngomong apa sama kamu." Sesaat Papa Ryan mengalihkan pandangan kepada istri cantiknya, Diandra.

"Ini gara-gara kamu sayang, kamu terlalu memanjakannya." Ryan sedikit menekankan suaranya agar istrinya tidak membela anaknya kali ini..

"Sudah... ayo kita sarapan dulu." Kata Mama Dian berusaha mencairkan suasana sambil memberi isyarat kepada Vino agar segera duduk dan mulai sarapan.

"Maafkan Vino, Pa... Vino janji tidak akan membuang waktu papa dan kakak lagi." Ucapnya sedikit menyesal.

"Sudahlah, makan sarapanmu. Bersiaplah untuk ikut ke kantor denganku." Kata Varo dengan suara beratnya.

"Apa....? Yang benar saja kak ? Jangan sekarang yah... Aku ada turnamen penting hari ini. Minggu depan aku akan mulai ikut dengan kakak. Tolong yah, kak... Aku janji ini yang terakhir." Vino memohon namun karena kasih sayang Varo yang begitu dalam kepada sang adik, iapun tidak kuasa untuk menolaknya.

"Baiklah, ingat ini yang terakhir. Setelah ini tak ada ada lagi eksebisi, turnamen atau apalah namanya. Mengerti ??" Varo mengancam.

"Iya kak... mengerti." Vino melanjutkan mengunyah makanannya dengan terpaksa, ia seolah menelan bara api saat mendengar ancaman sang kakak. Jika kakaknya sudah berkata demikian, maka ia pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

*****

Hari ini adalah hari terakhir turnamen Tennis yang diikuti oleh Vino. Seperti biasanya, ia akan masuk dalam babak final. Tadi ia sempat berpesan kepada Mamanya agar ikut menyaksikan pertandingannya. Tentu saja, dengan senang hati Diandra akan meluangkan waktu untuk menyaksikan pertandingan terakhir sang anak. Tak lupa Dian mengabari suami dan anak sulungnya untuk ikut menonton. Tak butuh waktu lama, sang ayahpun tiba di lokasi pertandingan. Namun berbeda dengan sang kakak, permainan sudah berlangsung sekitar lima belas menit namun ia belum juga menampakkan batang hidungnya.

Sisa dua point lagi angka yang harus di cetak oleh Vino maka ia akan memenangkan perlombaan itu. Pukulan demi pukulan terus ia layangkan, dan smash terakhir pun mencetak angka kemenangannya. Tentu saja, Vino keluar sebagai pemenang dengan selisih lima point dari sang lawan.

Vino dipanggil ke podium untuk penyerahan piala dan medali. Semua bertepuk tangan saat Vino mengangkat piala dan memamerkannya. Para juri dan lawan main bergantian memberinya selamat.

Dari kejauhan, tampak seorang pria jangkung mengenakan stelan rapi dengan kaca matanya berjalan ditengah kerumunan orang. Ia pun menghampiri Vino, mama, dan papanya. Yah, pria itu adalah Alvaro.

"Sorry, Ma... Varo telat. Tadi ada rapat penting yang harus Varo hadiri." Ucapnya dengan raut memelas.

"Jangan minta maaf sama mama, tuh liat adik kamu. Keliatannya dia ngambek." Lirik Dian ke arah si bungsu.

"Hey dude... Selamat..! Kakak tahu kamu pasti menang.! Tuturnya sambil memeluk tubuh adiknya.

"Haahh...! Kakak kebiasaan datang di saat-saat terakhir." Ucap Vino datar memalingkan wajahnya. Ia merasa kesal dengan kakaknya, setiap kali ia bertanding, sang kakak selalu telat dengan alasan pekerjaan.

"Jangan cengeng gitu, kayak anak perempuan tau ! Yang penting kan kakak sudah datang, lagian kakak sudah yakin kalau kamu pasti menang. Kakak selalu berdoa untukmu." Varo mencoba menghibur adiknya yang terihat kesal.

"Sudah... sekarang kita pulang. Kita rayakan kemenangan kamu nanti. Kebetulan adik sepupu papa Hendra dan keluarganya mau datang lusa, sekalian kita ajak juga. Sudah lama kita tidak bertemu mereka." Ucap Ryan.

"Maksud papa, Om Hendra yang di kota M ?" tanya Vino.

"Iya betul sekali. Nanti kita lanjut ngobrolnya, sekarang kita makan dulu." Ajak Diandra kepada suami dan anak-anaknya.

keempatnya berjalan menuju parkiran, saat akan memasuki mobil tiba-tiba seseorang berteriak memanggil nama Vino. Mereka pun berbalik bersamaan ke arah sumber suara.

"Vin...!!"

Seorang gadis cantik dengan rambut panjang di uraikan bebas mempercepat langkahnya mebghampiri Vino dan keluarganya.

"Hey... Ananya..?" Vino balik menyapa.

"Maaf aku terlambat. Tapi kamu menang lagi kan ?" Tanyanya sambil mengulurkan tangannya ingin menjabat sang juara.

"Tentu saja, mana boleh aku kalah !" Ucap Vino sombong.

"Vino, gadis cantik ini siapa sayang ?" Tanya Diandra yang tersenyum menatap gadis mungil berwajah menggemaskan yang berdiri di hadapannya.

"Oopostt... sorry,, Ma, Pa, kakak... kenalin dia Ananya. Teman kampus Vino dulu. Dia yang suka bantuin Vino dulu dikampus. Dia ini mahasiswi jenius di kampus ma, sebentar lagi dia akan menyelesaikan masternya." Vino memperkenalkan sosok Ananya.

Tampak raut sedih di wajah sang gadis namun ia tutupi dengan senyum manisnya, mengingat sampai detik ini Vino hanya menganggapnya sebagai seorang teman, tidak lebih.

"Halo Om, tante, kak... Aku Ananya." Ia pun memperkenalkan dirinya dan menyalami mama dan papa Vino secara bergantian.

Varo hanya menatap sang gadis tanpa berkedip. Baru kali ini ia merasa takjub melihat seorang gadis. Tidak seperti gadis pada umumnya yang sering ia jumpai. Ananya sangat berbeda, tubuh mungilnya dibalut dengan kaos yang longgar, menggunakan jeans dan sepatu keds, tapa riasan berlebih di wajah, serta senyum yang terlihat tulus di wajah gadis itu.

"Manis, gadis yang sangat sederhana." Varo bergumam dalam hati.

"Ehhmm....Halo kak, saya Ananya.!" Suara Ananya menyadarkan Varo dari lamunannya.

"Oh, maaf... Saya Varo, kakaknya Vino." Jawab Varo sedikit gugup.

"Kalau gitu nak Ananya ikut sama kita saja yah... Kita mau makan dulu." Ajak Diandra.

"Hhm... gak usah tan, Nya masih mau ke kampus. Masih ada mata kuliah." Tolaknya dengan halus.

"Gak seru ah,,, kamu tuh udah pinter. Ayo ikut saja, lagian sebentar lagi juga kamu bakal dapat gelar mastermu." Paksa Vino.

"Tapi Vin..." Belum selesai kata-kata Ananya Vino sudah menyeretnya masuk ke dalam mobil sportnya.

Mereka menuju mobil masing-masing. Diandra ikut di mobil suaminya karena sopir yang mengantarnya sudah pulang dari tadi. Begitupun dengan Varo, ia mengendarai mobilnya sendiri mengikut mobil adik dan orang tuanya.

Dalam hati ia bertanya-tanya, apa benar Vino dan Ananya tidak ada hubungan khusus. Namun bagaimana mungkin seorang pria dan wanita bisa bersahabat tanpa ada perasaan diantara keduanya.

"Shittttt !!! Ada apa ini. Hm...!" Sepertinya Varo merutuki dirinya sendiri.

Mereka pun tiba di salah satu restoran milik keluarga Wijaya. Mereka langsung menuju ke ruang VIP karena sebelumnya Diandra sudah menginfokan kedatangannya dan keluarganya kepada sang manager.

"Ananya, duduk sini sayang dekat tante.!" Ajak Diandra.

Ananya merasa canggung duduk di tengah-tengah keluarga Wijaya yang terkenal sangat kaya dan di hormati di Kota J. Ia mendaratkan bokongnya di kursi di samping Diandra. Ia duduk diantara Diandra dan Varo.

Makanan kini telah dihidangkan, semuanya makan diselingi canda tawa. Ananya yang merasa orang asing pun mulai terbiasa dengan kehangatan yang diberikan keluarga Wijaya. Sungguh ia tidak menyangka, bahwa keluarga Wijaya sehangat ini kepadanya..

.

.

.

.

.

.

.

To Be Continued....

Mohon di Like sayang.

Jangan lupa commentnya, agar author bisa lebih semangat lagi update Babnya.

Vote nya please... ,😍

Thank You 😘

Rumah Sakit Husada

Semenjak pertemuannya dengan keluarga Wijaya, Ananya kerap kali diundang oleh Diandra ke Mansion keluarga Wijaya meskipun hanya sekedar makan siang atau makan malam. Ananya semakin akrab dengan Diandra dan Ryan. Namun dengan Varo, Ananya masih merasa canggung meskipun mereka sudah sering bertemu.

Wajar saja, Varo orangnya sangat berbeda dengan Vino yang gampang bergaul. Varo terkesan cuek dan dingin padahal sebenarnya hatinya sangat lembut dan penyayang.

Saking serinya Ananya kesana, para pelayanpun sudah sangat hafal dengan sosok sang gadis

"Pagi, semua... Apa tante Dian ada ?" Sapa Ananya kepada security yang berjaga di depan.

"Iya, non... Nyonya sudah menunggu nona dari tadi."

"Baiklah, Nya ke dalam dulu yah pak..!" Ananya berlari-lari kecil sambil melompat menuju rumah bak istana milik keluarga Wijaya. Saat akan masuk kedalam rumah, ia tidak sengaja menubruk tubuh seseorang.

Bruukkk.....!!!

Tubuh Ananya terpental, ia terjatuh kelantai.

"Aduh...!" Ananya meringis kesakitan.

Seseorang mengulurkan tangannya hendak membantunya berdiri. Ananya pun menyambut tangan itu tanpa melihat wajahnya. Ia menggenggan tangan besar itu kemudian berdiri.

"Eehh... Kak Varo, maaf Kak. Nya gak sengaja." Ananya berusaha merapikan rambut dan kaosnya yang berantakan.

"Kamu tidak apa-apa ?" Tanya Varo datar.

"Iya kak, Nya gak apa-apa kok. Eemm.. Tante Dian ada kak ?" Tanya Ananya berusaha menutupi kecanggungannya.

"Masuklah, Mama ada di dapur."

"Ya udah, Nya masuk dulu yah kak..." Langkahnya terhenti dan membalikkan badannya.

"Eemm... Kak... apa kak Varo mau ke kantor ?" Ananya berusaha menghilangkan rasa gugupnya.

"Iya, kenapa ?" Lagi-lagi Varo menjawab dengan datar.

"Kalau begitu yang semangat kak kerjanya, hati-hati dijalan !" Setelah melambaikan tangan ia kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur dengan berlari dan melompat dengan riang menemui Diandra.

"Hmm... benar-benar gadis yang lucu." Varo menarik bibirnya kekiri dan kekanan, terbentuklah seutas senyum yang menawan. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah gadis kecil yang kini mengganggu pikirannya. Namun ia tidak berani mendekatinya sebelum memastikan sendiri hubungan adiknya dengan gadis itu.

"Mimpi apa aku semalam ? Kakakku ini tersenyum ?" Goda Vino yang baru saja turun dari lantai dua menghampiri kakanya. Varo yang terkenal dingin dan cuek terlihat sangat jarang tersenyum. Di kantor dan di rumah pun sama, jadi tidak heran jika para karyawannya memberikan gelar "DIREKTUR KILLER".

"Ayo ke kantor, kita sudah telat. Eh pacar kamu ada di dalam tuh..!" Kata Varo.

"Pacar..? Siapa kak ?" Vino terlihat bingung.

"Kakak ini berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Apa yang membuat kakak tersenyum sepagi ini ? Apa kakak bertemu dengan seorang bidadari ?" Vino kembali menggoda kakaknya.

"Iya... Mmm.. maksud kakak tidak. Kakak duluan yah..?!" Varo berlalu menghindari pertanyaan adiknya.

"Hhm... pacar ? Maksud kakak siapa yah ?" Vino masuk ke dapur melihat siapa yang di maksud kakaknya. Ia pun melihat sosok Ananya dari kejauhan.

"Heyy... kamu rupanya. Sudah lama ?" Tanya Vino.

"Baru kok..!" Jawab Ananya yang tak henti memandangi wajah tampan Vino.

"Kamu udah mau berangkat sayang ?" Tanya Diandra.

"Iya, Ma... Takut telat. Mama tau sendiri kan kakak orangnya gimana ? Vino jalan yah Ma.. Daagh Mama..!" Vino berlalu.

"Vin...! Kamu hati-hati yah !?" Kata Ananya yang di balas dengan senyum manis Vino.

Ananya datang ke rumah Wijaya karena undangan Diandra. Diandra mengajak Ananya untuk menemaninya ke Panti Asuhan. Setelah bersiap, keduanya pun menuju panti asuhan yang di maksud. Mereka membawa banyak hadiah dan makanan untuk anak-anak panti. Jiwa sosial Diandra sangat tinggi, ia menjadi salah satu donatur tetap di beberapa panti asuhan di kota J. Setelah menyerahkan barang-barang tersebut, Diandra dan Ananya pamit kepada ketua Yayasan.

"Tante, Nya turunnya di depan aja yah." Pinta Ananya.

"Loh, biar tante antar sampe rumah kamu aja sayang." Tolah Diandra.

"Gak apa-apa kok tante. Kebetulan Nya mau mampir ke rumah sakit dulu."

"Ya sudah, kalau begitu. Siapa yang sakit sayang ?" Tanya Dian penasaran.

"Sudah dua hari ini Ibu dirawat, asam uratnya kambuh." Jawabnya.

"Ya sudah sekalian tante mampir jengukin Ibu kamu." Pinta Dian.

"Gak usah tante, Ibu juga udah baikan. Mungkin siang ini Ibu udah keluar." Ananya Menolak karena merasa tidak enak.

"Tidak apa-apa, tante jadi merasa bersalah menyita waktu kamu, padahal ibu kamu lagi dirawat." Kata Diandra sambil menggenggam tangan Ananya.

"Tidak kok tant, Nya juga sudah ijin sama ibu."

Mobil Diandra bebrbelok masuk ke halaman rumah sakit. Keduanya menuju kamar perawatan dimana Ibu Lena di rawat.

"Ibu....!" Ananya membuka pintu dan menghampiri ibunya.

"Nya, sudah pulang ? Sama siapa nak ?" Tanya ibu Lena.

"Ibu, ini tante Dian, mamanya Vino teman kampus Dian."

"Halo jeng, bagaimana keadaannya ? Tadi Nya sudah cerita." Diandra menyalami ibu Lena.

"Yah, beginilah jeng.. faktor usia. Gak boleh makan sembarangan."

Percakapan keduanya cukup akrab. Ibu Lena seolah mendapat teman baru, begitupun dengan Diandra. Keduanya mengobrol tanpa mengenal waktu.

Kring...kring..!!?

Ponsel Diandra berbunyi, ada panggilan dari sang anak.

"Ya nak, ada apa ?"

.........

"Iya, benar. Mama di rumah sakit Husada sekarang. Tapi...."

tuutt...tutt...ttuuutt...

Panggilan berakhir. Spertinya anaknya itu salah faham.

"Ada apa tante ? Apa ada masalah serius ?" Tanya Ananya pada Dian yang nampak rwsah.

"Itu, si Varo mau kesini. Tante belum sempat menjelaskan tapi dia buru-buru mematikan teleponnya. Dasar anak tidak sabaran." Jelasnya.

"Itu tandanya kak Varo sayang banget sama tante." Ananya mencoba menghiburnya.

Sepuluh menit berlalu, Alavaro datang tiba-tiba dan masuk ke ruangan Ibu Lena tanpa mengetuk pintu.

"Mama....!" Varo tercengang.

"Makanya, dengerin mama dulu kalau mama ngomong. Yang sakit itu Mamanya Ananya, bukan Mama. Tapi syukur juga kamu datang, biar ada yang mengantar Nya ke kampus." Pinta Diandra pada anak sulungnya.

"Maaf tante, Varo sudah masuk tanpa permisi." Kata Varo menatap ke arah seorang ibu paruh baya yang di yakini adalah ibu Ananya.

"Ini anak sulung saya jeng, kakaknya Vino." Diandra memperkenalkan anaknya.

"Iya, nak tidak apa-apa. Ibu juga sudah baikan kok." Kata Ibu Lena menatap ke arah Varo.

"Kalau begitu saya pamit ya jeng. kapan-kapan kita berjumpa lagi. Nya, tante duluan yah sayang."

"Iya tante, terima kasih tante sudah mau menjenguk ibu."

"Tidak apa-apa sayang, kamu sudah tante anggap seperti anak sendiri, tentu saja ibu kamu seperti saudara buat tante. Varo, kamu antar Nya ke kampus yah."

"Iya, Ma..." Jawab Varo datar.

"Gak apa-apa kan jeng Nya diantar anak saya."

"Tentu saja tidak apa-apa jeng, asal tidak merepotkan nak Varo saja." Jawab Ibu Lena.

"Gak usah kok tan... Nya bisa sendiri. Tidak enak merepotkan Kak Varo." Ananya menolak merasa kurang nyaman.

"Sudah, tidak apa-apa. Tante jalan dulu sayang. Cepat sembuh yah jeng..!" Diandra berlalu.

.

.

.

.

.

To Be Continued....

Mohon di Like sayang.

Jangan lupa commentnya, agar author bisa lebih semangat lagi update Babnya.

Vote nya please... ,😍

Thank You 😘

Mengantarkan

Diandra berlalu meninggalkan rumah sakit diantar oleh supir yang biasa mengantarkannya kemana-mana. Sedangkan di tempat lain, Varo nampak canggung berada diantara ibu dan anak itu.

"Kak Varo, kalau kakak sibuk, Nya gak apa-apa kok ke kampus sendiri. Lagian Nya masih mau bantu ibu beres-beres dulu terus pulang ke rumah." Ananya membuka suara.

"Tidak apa-apa, di kantor ada Heri dan Vino yang menghandle pekerjaan." Jawabnya santai.

"Beneran nih kak, tidak apa-apa?" Lidik Ananya.

"Iya, tidak apa-apa. Kamu tunggu disini, kakak mau keluar sebentar." Kemudian meninggalkan kamar perawatan Ibu Lena menuju bagian administrasi. Ia berniat menyelesaikan biaya pengobatan Ibu Lena. Setelah menyelesaikan semua administrasi, ia kembali meneui Ananya dan ibunya.

"Sudah siap ?" tanya Varo dengan wajah datar.

"Iya kak, sudah selesai." Ananya berjalan mendekati ibunya kemudian memapahnya untuk berjalan. Sedangkan Varo sendiri membawa tas pakaian Ibu Lena.

"Kak, Ibu, tunggu disini sebentar yah. Nya mau ke bagian administrasi." Saat hendak pergi, Varo menahannya.

"Maaf, bukannya lancang. Tapi sudah kuselesaikan semuanya." Kata Varo.

"Tapi, kak... Nya bisa kok, kenapa kakak repot-repot."

"Tidak apa-apa, ayo jalan." Varo tidak mempedulikan Ananya yang masih ingin berdebat.

Varo mengemudikan mobilnya menuju alamat yang di sebutkan oleh Ananya untuk mengantarkan Ibu Lena terlebih dahulu. Sesampainya disana, Ananya turun menggandeng ibunya masuk ke dalam rumah disambut oleh Ibu Anna, adik dari Ibu Lena yang ditinggal mati oleh suaminya. Varo mengekori keduanya dari belakang sambil membawakan tas pakaian.

"Bagaimana keadaan kakak ? Apa sudah baikan ?" Tanya tante Anna dan dijawab dengan senyuman oleh Ibu Lena.

"Ibu sudah baikan kok, Bunda. Hanya saja masih perlu istirahat. Nya titip Ibu yah, Bund... Nya mau lanjut ke kampus." Kata Ananya kepada Ibu Anna yang dipanggilnya dengan sebutan Bunda.

"Loh, Nya.... ini siapa ? Apa ini kekasih kamu nak ?" Tanya Anna.

"Aduhh bunda, apa-apaan sih. Ini kak Varo, kakaknya Vino temennya Nya. Nya mana punya pacar..!" Jawabnya dengan mengerucutkan bibirnya karena merasa kesal dan malu atas perkataan bundanya.

"Halo, tante... Saya Varo.!" Varo mengulurkan tangannya dan berjabat tangan dengan Ibu Anna.

"Halo nak Varo,.. maafin tante yah. Tapi kalau kalian beneran pacaran tante gak apa-apa kok. Iya kan kak ?" Goda Anna.

Bblluuuusshhh...

Seketika wajah Ananya dan Varo berubah merah merasa malu.

"Bunda... jangan gitu dong.. Nya berangkat yah." Menyalami tangan ibu dan bundanya diikuti oleh Varo. Keduanya masuk ke dalam mobil, Varopun melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kampus Ananya.

Hening...

"Eemmm....Kak Varo maaf yah." Ananya membuka suara.

"Untuk ?" Varo bertanya.

"Ya untuk yang tadi. Bunda emang gitu orangnya. Tapi dia baik kok." Jelas Anannya.

"Ooh itu, tidak apa-apa kok." Jawab Varo singkat.

"Tapi tadi Nya liat muka kak Varo merah, kayak pakai blush on gitu, tandanya Kak Varo malu di ledekin sama bunda." Tutur Ananya.

"Berarti tadi kamu perhatiin aku." kata Varo datar.

"Ya bukan gitu, tapi anu... ya... gitu... Muka kakak merah." Ananya gelagapan memberi alasan.

"Bukankah pipi kamu juga merona tadi ? berarti kamu juga salah tingkah kan ?" Varo balik bertanya.

Ananya memalingkan wajahnya dengan kasar. Dia sedikit menganga tidak menyangka apa yang baru saja di katakan oleh Varo.

"Hhmmm... dia bisa melucu juga ternyata. kupikir dia adalah gunung es angkuh yang tidak bisa dicairkan." Ananya membatin.

"Berarti kakak tadi memperhatikan Nya juga yah...!?" Ananya berusaha mengalihkan kegugupannya.

"Iya !!!" Lagi-lagi Varo menjawab dengan singkat.

Ananya semakin salah tingkah, kini ia lebih memilih bungkam dibanding harus mengakrabkan diri dengan Varo yang menurutnya sangat jujur.

"Kamu tidak bekerja ?" Varo bertanya.

"Sebenarnya Nya sudah memasukkan lamaran di beberapa perusahaan kak, tapi sampai sekarang belum ada panggilan. Mungkin Nya tidak memenuhi syarat kali." Jawabnya dengan raut pasrah.

"Bekerjalah denganku, kebetulan aku kekurangan tenaga." Varo menawarkan.

"Benarkah ??? Tapi aku tidak mau jadi sekretaris." Kata Ananya yang membalikkan badannya ke arah Varo.

"Kenapa ?" Tanya Varo penasaran.

"Imagenya buruk." Jawabnya santai.

"Haahaahaa... Ya tidak semua sekretaris seperti itu. Tergantung personalnya." Varo mejelaskan.

"Ya tetap saja Nya tidak mau. Oh iya kak, sekali lagi makasih yah, hari ini kak Varo bantuin Nya banyak banget. Nya jadi gak enak. Tapi sutu saat Nya akan membalasnya." Katanya kemudian dengan nada yang bersungguh-sungguh.

"Kalau gak enak yah kasih kucing aja." Kata Varo dengan nada cueknya sambil melirik wajah Ananya yang terlihat menggemeskan.

"Apaan sih Pak Tua ini, garing banget becandanya." Gumam Ananya dalam hati.

"Kamu mengumpatku ?" Lidik Varo.

"Mana berani Nya mengumpat sama calon boss Nya. Jadi Kapan Nya boleh bekerja kak ?" Ananya mulai antusias.

"Kapanpun kamu mau, tapi ingat kamu masih dalam masa percobaan. kalau kerjamu bagus yah aku akan merekomendasikanmu. Tapi kalau kinerjamu buruk, I'm so sorry."

"Siap kak, Nya akan bekerja dengan giat. Kak Varo tidak akan menyesal mempekerjakan Nya." Ucapny dengan bangga.

"Simpan saja kata-katamu, buktikan saja nanti." Balas Varo.

Keheningan kembali terjadi di dalam mobil. Ananya menatap ke arah jendela melihat-lihat pemandangan di jalan raya. Ia nampak senang akan tawaran Varo untuk bekerja dengannya. Ia tak henti-hentinya mengulas senyum di bibirnya. Sesekali Varo melirik ke arah Ananya dan mengaguminya dalam hati.

"Bagaimana bisa ia sebahagia ini ?" Batin Varo.

"Sudah, kak... Nya turun di depan aja." Tunjuknya ke arah minimarket yang berada tepat di depan kampusnya.

Varo menepikan mobilnya, sedangkan Ananya mulai merapikan tasnya dan mengenakannya dipunggung.

"Makasih yah kak.. Nya turun dulu." Ananya hendak membuka pintu namun Varo menahannya.

"Ananya...!"

"Hhmm... ada apa kak ?" Ananya menoleh ke arah Varo.

Sebenarnya Varo ingin bertanya langsung apa hubungannya dengan Vino, adiknya. Namun ia mengurungkan niatnya, mengingat keduanya beum lama kenal. Ia akut jika Ananya akan tersinggung.

"Tidak apa-apa, kamu masuklah. Hati-hati..." Sambil mengulas senyum manis yang langka buat Ananya.

"Ya Tuhan... Pak tua itu ganteng juga kalau tersenyum. Tapi bodoh amat !!!" Ananya membatin.

"Terima kasih kak, kak Varo eh maksud Nya Pak Varo juga hati-hati yah. Sampai ketemu besok pak !!" Ananya turun dari mobil dan menutup pintunya kembali.

Varo menurunkan sedikit kaca mobilnya kemudian menatap ke wajah Ananya yang nampak tersenyum ke arahnya. Lagi-lagi Varo membalas senyuman Ananya, keduanya nampak saling melambaikan tangan.

.

.

.

.

**To Be Continued ( Bersambung )

Budayakan Like dan Comment setelah membaca.

Mohon berikan masukan yang sifatnya membangun.

Terima kasih ayang-ayangku 🥰**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!