NovelToon NovelToon

Reinkarnasi... Menjadi Semut?

Prologue

Panas matahari yang terik menyengat kulitnya, terasa seperti bara api di tubuh. Di tengah hiruk-pikuk jalanan yang ramai dengan suara tukang bangunan dan mesin-mesin berat, dia berdiri di sana, tangan kekar yang kotor memegang palu besar. Setiap pukulan yang dihasilkan menggema di telinga, menggetarkan dinding beton yang sedang mereka bangun.

Hari itu tidak berbeda dengan hari-hari lainnya, penuh dengan keringat dan rasa lelah yang seolah tak pernah hilang. Dia, seorang kuli bangunan biasa, terpaksa bekerja keras demi sesuap nasi. Nama mereka tak pernah disebut dalam berita, tak pernah ada yang peduli dengan hidupnya yang selalu diabaikan oleh dunia. Seperti debu yang diterbangkan angin, begitu kecilnya dia di mata masyarakat.

Ketika itu terjadi.

Sebuah suara keras menggelegar menganggu konsentrasi pria itu. Suara dentuman beton yang jatuh ke tanah, lalu suara gemuruh yang mengiringinya, membuat seisi lingkungan menjadi kacau. Tanpa sempat menyadari apa yang terjadi, sebuah beton raksasa dengan kecepatan yang luar biasa jatuh menimpa kepalanya. Segalanya menjadi gelap seketika.

Kepalanya terasa seperti dihantam palu besar, tubuhnya terasa mengambang dan jatuh tanpa daya. Tanpa sempat merasakan rasa sakit yang lebih dalam, kesadaran mulai memudar. Dan dunia seketika menjadi sunyi.

...----------------...

Ketika ia membuka matanya kembali, dia merasa aneh. Awalnya, hanya kegelapan yang dia lihat. Lalu, perlahan-lahan, cahaya yang gelap dan suram menyinari pandangannya. Langit yang berwarna merah redup, seperti darah yang mengalir di langit. Dua bulan besar tergantung di atas kepala-bulan yang satu berwarna kuning, yang lainnya biru, keduanya hampir sejajar, tetapi seolah terpisah oleh ruang yang sangat luas. Kilatan cahaya menyambar dari langit, membelah suasana yang semakin mencekam.

Dia tidak mengerti.

Segalanya berbeda. Semua yang dia lihat seolah berasal dari dunia yang asing, dunia yang penuh kehancuran dan rasa takut. Awan tebal menggulung di langit, seperti ombak yang siap menelan segala sesuatu yang ada di bawahnya. Kebakaran hutan yang terus meluas, merobek bumi dengan api yang mengamuk tanpa henti. Bau hangus dari kebakaran itu semakin terasa menusuk hidungnya, mencampur dengan hawa panas yang menghanguskan kulit.

Monster-monster besar yang tidak pernah dilihat sebelumnya berjalan berkoloni, menyerbu tanah dengan langkah kaki yang berat. Mereka bergerak seperti parade raksasa, langkah mereka menggetarkan tanah, menciptakan getaran yang bisa dirasakan jauh di dalam tubuhnya.

Kehancuran ada di mana-mana. Dunia ini tidak mengenal perdamaian, tidak ada ruang untuk ketenangan. Dunia ini dipenuhi dengan kekacauan.

Sang pria-atau siapapun dirinya sekarang-mencoba mengangkat kepalanya, berharap bisa mendapatkan sedikit pencerahan tentang apa yang terjadi. Namun, rasa pusing yang luar biasa menyergap, membuatnya kembali terjatuh. Saat itu, dia merasakan keanehan yang lebih besar lagi. Dia tak bisa merasakan tubuhnya dengan jelas. Tubuhnya terasa sangat ringan dan asing.

Suasana dunia ini begitu asing baginya. Segala sesuatu terasa begitu jauh, begitu besar, seolah dia menjadi sangat kecil di tengah-tengah kehancuran yang ada di sekelilingnya.

"Dimana aku?" gumamnya dengan suara serak, meskipun dirinya tahu tidak ada yang akan mendengar. Tidak ada seorang pun di sini selain dirinya. Atau... apakah itu benar?

Tubuhnya terasa lebih kecil dari biasanya, sangat kecil. Begitu kecil hingga dia hampir tak bisa mengenali bentuk tubuhnya sendiri. Di sekelilingnya, dunia yang semula tampak seperti dunia biasa itu kini tampak sangat besar, seolah segala sesuatu mengancam dan siap untuk menelannya hidup-hidup.

Dengan perlahan, ia mencoba untuk bangkit. Saat tubuhnya bergerak, dia merasakan sesuatu yang bahkan lebih aneh lagi. Tubuhnya tidak seperti manusia-dia merasa lebih ringan dan memiliki bentuk yang berbeda. Seperti sebuah tubuh kecil yang rapuh, seolah dirinya bukanlah manusia lagi.

Saat matanya mulai berfokus, ia menyadari sesuatu yang menakutkan. Dia tidak bisa merasakan kaki dan tangan seperti biasa. Alih-alih, tubuhnya seakan terdiri dari beberapa bagian kecil yang bergerak dengan cara yang tidak biasa.

Dia tidak bisa bergerak seperti dulu, tidak bisa merasakan gerakan tubuh dengan cara yang sama. Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia merasa begitu kecil?

Dengan kebingungannya, dia melirik ke bawah dan mendapati bahwa tubuhnya... bukan tubuh manusia. Tubuhnya kini adalah tubuh semut.

Segalanya terasa lebih besar dari sebelumnya. Semut-semut lainnya berjalan di sekelilingnya, dan dunia yang sebelumnya tampak biasa kini berubah menjadi dunia yang raksasa dan menakutkan. Semua yang ada di sekitarnya-pohon, batu, bahkan daun-tampak seperti gunung besar. Begitu besar, hingga dia hampir merasa terjebak di dunia yang tak ada ujungnya.

"Apakah ini... dunia baru?" gumamnya, merasa bingung. "Apakah ini kehidupan baru yang kuterima setelah kematian?"

Sekilas, dia melihat tubuhnya yang rapuh dan kecil. Segala sesuatu di dunia ini menjadi sangat besar dan luar biasa menakutkan. Apa yang harus dia lakukan? Apa yang bisa dia lakukan untuk bertahan hidup di dunia yang penuh dengan kekacauan dan ancaman ini?

Namun, meskipun rasa takut itu menguasai dirinya, ada sebuah rasa penasaran yang tak bisa dihindari. Dunia ini begitu berbeda, begitu penuh dengan misteri, dan mungkin-hanya mungkin-dia bisa menemukan jawabannya, meskipun dia sekarang hanyalah semut kecil di dunia yang tak tahu arah.

...~𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐~...

Hanya Karena Sepotong Roti?

Langkahnya masih goyah. Setiap gerakan terasa aneh dan tidak natural. Dia mencoba menyesuaikan diri dengan tubuh barunya, tetapi hasilnya tetap mengecewakan. Seolah-olah setiap bagian tubuh ini bukanlah miliknya.

“Astaga… jalan saja susah,” keluhnya, berusaha menyeret tubuh kecilnya melewati ranting-ranting yang baginya sekarang tampak seperti batang pohon raksasa.

Kakinya—enam jumlahnya—bergerak secara otomatis, tetapi dia belum terbiasa dengan ritme barunya. Rasa frustrasi mulai muncul. Jika saja dia masih memiliki tubuh manusia, dia pasti sudah berlari menjauh dan mencari jalan keluar. Namun sekarang, dia hanya bisa merangkak seperti makhluk kecil yang baru belajar berjalan.

Namun, di tengah segala kebingungan itu, sesuatu yang aneh mulai terasa.

Ada semacam aliran di sekelilingnya.

Bukan angin, bukan suara, bukan juga sesuatu yang bisa ia lihat dengan jelas. Lebih tepatnya… seperti air yang mengalir ke arah tertentu. Rasanya seperti ada sesuatu yang membimbingnya, semacam arus yang bergerak perlahan tetapi pasti.

“Apa ini?”

Rasa penasaran mulai mengusik pikirannya. Arus ini terasa familiar, meskipun dia tidak bisa menjelaskan kenapa.

Tanpa sadar, tubuhnya mulai bergerak mengikuti aliran itu.

Semakin jauh ia berjalan, semakin kuat arus yang ia rasakan. Seolah-olah sesuatu di depan sedang menariknya ke sana. Meskipun ragu, nalurinya berkata bahwa mengikuti aliran ini adalah keputusan terbaik.

Beberapa saat kemudian, dia akhirnya tiba di suatu tempat yang cukup terbuka. Cahaya matahari menembus celah-celah dedaunan yang besar, menerangi sebuah objek yang tampak bersinar di matanya.

Secuil roti.

Atau lebih tepatnya, sebuah potongan roti yang tampak besar di matanya yang kecil.

“Oh, makanan!” serunya dalam hati.

Perutnya yang sedari tadi kosong tiba-tiba meronta. Tanpa berpikir panjang, dia segera berlari ke arah roti itu dengan tubuh kecilnya yang masih belum sepenuhnya stabil.

Dia menggigit roti itu dan—

“Ini enak!”

Roti yang ia kunyah memiliki rasa yang jauh lebih intens daripada yang ia bayangkan. Apakah karena tubuhnya yang sekarang berbeda? Atau apakah karena ini adalah makanan pertama yang ia makan sejak tiba di dunia ini?

Dia tidak peduli. Yang penting, dia bisa mengisi perutnya yang kosong.

Namun, di tengah asyiknya menikmati makanan, bulu-bulu halus di tubuhnya tiba-tiba meremang.

Suasana di sekitarnya berubah.

Awalnya, dia tidak menyadarinya. Tapi sekarang, dia bisa merasakan ada sesuatu yang aneh. Udara terasa lebih berat, seolah-olah ada bahaya yang mengintai.

Instingnya berteriak.

Perlahan, dia melirik ke samping.

Dari balik semak-semak kecil, segerombolan makhluk muncul.

Semut.

Tapi bukan sembarang semut.

Semut merah.

Mereka keluar dengan barisan yang rapi, seolah sedang melakukan invasi. Ukuran mereka sama dengannya, tetapi ada sesuatu yang membuatnya merasa… tidak nyaman.

Musuh.

Dia tidak tahu kenapa, tetapi melihat mereka membuat darahnya mendidih. Seolah-olah tubuhnya memiliki ingatan sendiri.

Semut hitam dan semut merah adalah musuh bebuyutan.

Dan sekarang, dia sendirian di tengah-tengah mereka.

Begitu dia menggerakkan satu kakinya, bahkan hanya sedikit saja, semut merah langsung bereaksi.

Seolah-olah mereka sudah menunggu sinyal itu, tubuh-tubuh kecil dengan rahang tajam berbaris maju dengan kecepatan yang mengerikan. Barisan mereka bergerak seperti gelombang yang hendak menelannya hidup-hidup.

"Sial...!"

Ketakutan menyergap dirinya. Tubuh kecilnya gemetar melihat musuh yang jumlahnya terlalu banyak. Bahkan jika dia masih seorang manusia, menghadapi gerombolan sebesar ini akan tetap membuatnya ciut nyali.

Namun, tepat ketika dia hampir pasrah…

*Srekkkk!

Tanah di depannya bergemuruh, dan sesuatu menerobos dari sisi lain. Koloni semut hitam muncul dari balik dedaunan, menyerbu seperti prajurit yang datang untuk merebut medan perang.

Mereka tidak hanya maju secara membabi buta. Tidak seperti semut merah yang menyerang secara frontal, semut hitam tampak bergerak dengan koordinasi yang rapi.

Mereka menembus barisan musuh dengan formasi khusus, menciptakan jalur lurus menuju ke arahnya.

Pertempuran pun meletus.

Semut merah menyerang lebih agresif, rahang mereka mengatup dengan bunyi klik klik mengerikan, merobek tubuh lawan tanpa ampun. Namun, meskipun mereka unggul dalam serangan individu, semut hitam lebih taktis.

Mereka bertempur dalam formasi terorganisir, mengepung lawan secara berkelompok dan menyerang titik lemah mereka. Seakan-akan ada pemimpin yang mengatur strategi mereka.

Dia hanya bisa terdiam.

Pertempuran ini lebih dari sekadar perkelahian antar serangga. Ini adalah peperangan—dengan strategi, manuver, dan kekejaman yang nyata.

Di tengah semua kekacauan itu, tiba-tiba…

*Ding!

Sebuah cahaya samar muncul di hadapannya. Seperti layar transparan yang sering ia lihat di novel atau komik bertema fantasi.

[Sistem Aktif]

“Apa…?”

Saat dia masih berusaha memahami apa yang terjadi, suara lembut terdengar di pikirannya.

[Hai, aku adalah 'Pemandu']

Suara perempuan. Tenang, jelas, dan entah kenapa… familiar.

Dia mengerjap, merasa aneh karena suara itu terdengar langsung di dalam pikirannya. Pada saat yang sama, kalimat tersebut juga muncul dalam window sistem di depannya.

[Aku di sini untuk membantumu bertahan di dunia ini.]

[Selamat datang di kehidupan barumu, wahai Semut yang Terpilih.]

...~𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐~...

Sang 'Pemandu'

Dalam kebingungan yang masih menyelimuti pikirannya, suara perempuan itu kembali terdengar.

[Ahaha…]

Suara tawa ringan itu terasa menggema di dalam kepalanya. Seolah-olah ada seseorang yang tengah menikmati kekacauan yang ia alami saat ini.

Tak lama kemudian, notifikasi lain muncul di hadapannya.

[Santai saja, sebelum itu…]

Apa maksudnya? Sebelum apa?

Namun, dia tidak sempat mencari jawabannya.

[Bisakah kau tulis namamu?]

Notifikasi itu muncul dengan jelas, disertai dengan sebuah jendela lain yang menampilkan biodata yang harus ia isi. Hanya satu kolom yang tersedia—

Nama.

Seketika, pikirannya kosong.

"Nama… ya?"

Nama aslinya masih teringat dengan jelas, tetapi apakah masuk akal jika ia tetap menggunakannya? Dunia ini berbeda, tubuhnya juga telah berubah… Maka, apakah dia juga harus meninggalkan nama lamanya?

Dia menghela napas panjang. Meski tubuhnya kini kecil, otaknya masih bekerja seperti manusia.

Setelah bergumam beberapa saat, akhirnya ia memutuskan sebuah nama baru untuk dirinya.

Namun, saat ia hendak mengetikkan nama tersebut…

Brakkk!

Tanah bergetar.

Dia mendongak, dan…

Seekor semut merah berukuran besar berlari ke arahnya dengan kecepatan tinggi!

"Sial!"

Dia ingin bergerak, ingin melarikan diri… Tapi tubuh kecilnya membeku.

Rahang tajam semut merah itu terbuka lebar, siap untuk meremukkan tubuhnya dalam satu gigitan.

Dia bahkan bisa melihat dengan jelas detail mengerikan dari makhluk itu—mata hitamnya yang dingin, bulu-bulu halus yang menutupi tubuhnya, dan cairan kental yang menetes dari rahangnya.

"Aku akan mati lagi?"

*TAP!

Sesuatu yang tak terlihat tiba-tiba mengelilinginya.

Semut merah itu menerjang ke arahnya—tetapi tepat sebelum taringnya bisa mencapai tubuhnya…

*CLANK!

Sesuatu yang transparan menghentikan serangan itu.

Pelindung.

Semut merah itu tampak kebingungan. Ia mencoba menyerang lagi, tetapi serangannya tetap mental.

Sementara itu, suara perempuan tadi kembali terdengar, kali ini dengan nada santai.

[Hey… Hey… Kau bisa tenang, sobat kecil…]

[Aku sudah memasang pelindung.]

Dia masih terengah-engah, tetapi akhirnya sadar bahwa dirinya masih hidup.

Masih gemetar, dia kembali fokus ke jendela biodata yang masih terbuka. Dengan tangan kecilnya yang bergetar, dia mulai mengetik.

"R Y Z E F"

Dia menekan tombol konfirmasi.

[Nama diterima: Ryzef]

Dengan itu, dia secara resmi memulai kehidupannya sebagai seekor semut bernama Ryzef.

Seketika, kepalanya terasa panas.

"Ugh…!"

Ryzef meringis, tubuh kecilnya bergetar hebat saat rasa sakit luar biasa menghantam pikirannya.

 

(transisi memori)

 

Ingatan-ingatan asing membanjiri otaknya.

Ia merasa seperti menerima pelatihan intensif dalam sekejap. Cara merangkak, bagaimana menggerakkan antena untuk merasakan lingkungan, bagaimana menggunakan rahangnya, bahkan cara menyesuaikan gerakan tubuhnya untuk efisiensi maksimum.

Semua itu mengalir begitu saja, seakan-akan ia sudah menjadi semut sejak lahir.

Ketika sakit kepalanya akhirnya mereda, tubuhnya terasa lebih ringan.

Tanpa sadar, sebuah kata keluar dari pikirannya.

"Status."

Awalnya, ia hanya asal mencoba. Dalam hatinya, ia merasa tidak mungkin itu akan berhasil. Namun…

*Ding!

Sebuah jendela transparan muncul di hadapannya.

Atau…

Tidak lagi transparan.

Tampilan yang kini ia lihat berbeda dari sebelumnya. Warna abu-abu kusam dengan noda kecoklatan, menyerupai kertas usang dari zaman Pertengahan.

...----------------...

...----------------...

Ryzef tertegun.

"Wah… Tema window-nya ganti…"

Suara takjubnya terdengar datar, seolah perubahan itu lebih menarik perhatiannya dibandingkan isi statusnya sendiri.

[Oyy… Bisa-bisanya kau terkejut karena hal sepele itu!!!]

Pemandu, yang sedari tadi diam, tiba-tiba menginterupsi dengan nada kesal.

Ryzef tersentak, baru menyadari bahwa ia sama sekali belum membaca statusnya sendiri.

Namun, sebelum ia bisa memeriksanya lebih lanjut…

—Semut merah.

Mereka masih ada di sana.

Bertarung, berlarian, dan menyerang di sekelilingnya.

Ryzef mengamati pergerakan mereka, lalu menatap statusnya yang baru saja muncul.

Dengan kecepatan geraknya yang lumayan bagus, mungkin… ia bisa mencoba bertarung?

Saat ia mulai bersiap, sebuah pesan lain muncul di hadapannya.

[Apa kau yakin?]

Pemandu mengajukan pertanyaan yang membuatnya sedikit ragu.

Apakah ia benar-benar siap bertarung?

~𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!