...✧༺♥༻✧...
...✧༺♥༻✧...
...✧༺♥༻✧...
Disuatu pagi Kabut tipis menyelimuti perkampungan kumuh di pinggiran kota metropolitan yang ramai. Lampu-lampu neon dari gedung pencakar langit membiaskan cahaya redupnya ke jalanan tanah yang berlubang, menerangi deretan rumah reyot yang berjejer tak beraturan.
Di salah satu rumah kecil yang nyaris ambruk, Liam Alessandro Reyes terbangun dari tidurnya yang tak nyenyak. Liam saat ini Berusia 28 tahun, namun beban hidup seakan telah menua dirinya jauh lebih cepat.
Wajah tampannya yang dikaruniai garis tegas dan mata gelap yang menyimpan sejuta cerita, tak mampu menutupi kesedihan yang terpancar dari sorot matanya, kesedihan dam trauma yang mengantuk dirinya.
Liam hidup sendirian. Kenangan pahit tentang pembantaian keluarganya ketika ia masih kecil menghantuinya di setiap malam.
Bayangan orangtuanya dan adik perempuannya yang masih balita, tergeletak bersimbah darah, masih jelas terukir di benaknya.
Dimana Setelah pembantaian itu, ia dijual oleh bibinya sendiri kepada Mr. Ricardo Silas, pemilik diskotik mewah Inferno.
Sejak usia 15 tahun, Liam menjadi benda atau Alat yang diperjualbelikan, dipaksa untuk menerima tip dari para wanita kaya yang datang ke Inferno. Ia terpaksa menjalani kehidupan yang tak pernah ia inginkan.
Tubuhnya lelah, pikirannya kacau. Aroma alkohol dan keringat masih melekat di pakaiannya yang lusuh. Setiap hari ia menjalani rutinitas yang sama bangun, bersiap, pergi ke Inferno, melayani para tamu, kembali ke rumah kecilnya, dan tertidur dalam kesunyian yang mencekam.
Ia mencoba melupakan masa lalunya, namun bayang-bayang itu selalu mengikutinya. Ia ingin bebas, ingin hidup normal, namun ancaman Mr. Ricardo selalu membayangi.
Mr. Ricardo selalu mengingatkannya akan hutang budi yang tak akan pernah bisa ia lunasi. Hutang budi yang telah menghancurkan hidupnya.
Disuatu pagi Liam menatap cermin kecil yang retak. Wajahnya yang tampan kini tampak pucat dan lelah. Matanya yang dulu berbinar kini redup dan hampa. Namun, di balik kesedihan itu, ada percikan harapan kecil yang masih menyala.
Harapan untuk suatu hari nanti bisa bebas dari jeratan Mr. Ricardo dan membangun kehidupan baru. Harapan itu, sekecil apapun, menjadi satu-satunya yang membuatnya tetap bertahan.
Liam menghela napas panjang, mencoba meredakan gejolak di dalam hatinya. Ia berjalan menuju jendela kecil yang menghadap ke jalanan kumuh. Suara bising dari kota besar terdengar samar-samar, membuatnya merasa semakin terasing.
Ia memejamkan mata, membiarkan kenangan pahit kembali menyeruak. Bau anyir darah, tangisan adik perempuannya, dan wajah ayahnya yang bersimbah darah… Semua itu kembali menghantuinya.
Tiba-tiba, suara samar dari radio tua di sudut ruangan menarik perhatiannya. Sebuah lagu mengalun pelan, melodi yang sendu dan menyayat hati. Lagu itu seakan mengerti kesedihan yang tengah ia rasakan.
Liam duduk di kursi usangnya, menatap radio tua itu dengan tatapan kosong. Ia tak ingat kapan terakhir kali ia mendengarkan musik.
Kehidupan di Inferno telah merampas segalanya darinya, termasuk kesenangan sederhana seperti mendengarkan musik.
Setetes air mata jatuh membasahi pipinya yang kasar. Ia menghapusnya dengan kasar, tak ingin menunjukkan kelemahan di hadapan dirinya sendiri. Ia harus kuat. Ia harus bertahan.
Ia harus mencari cara untuk keluar dari kehidupan yang telah menghancurkannya ini. Ia berjanji pada dirinya sendiri, suatu hari nanti ia akan bebas.
Ia akan meninggalkan Inferno dan memulai kehidupan baru, jauh dari bayang-bayang masa lalunya.
Namun, di tengah kesunyian malam itu, sebuah bayangan lain mulai muncul di benaknya. Bayangan seorang wanita muda yang kaya raya, yang selalu datang ke Inferno.
Wanita itu bernama Amanda Valkyrie Alistair yang berusia 25 tahun. Amanda yang selalu memperhatikannya dari kejauhan, dengan tatapan yang sulit ia artikan.
Apakah Amanda adalah malaikat penyelamatnya? Atau justru akan menjadi ancaman baru baginya? Pikiran itu membuatnya semakin gelisah. Ia harus bersiap. Ia harus menghadapi apa pun yang akan terjadi esok hari.
...✧༺♥༻✧...
Bau alkohol dan keringat memenuhi ruangan ganti yang sempit dan pengap itu. Liam duduk di bangku kayu yang sudah lapuk, mencoba mengabaikan rasa mual yang menyerang perutnya.
Ia lelah, badan dan pikirannya sama-sama lelah. Ia ingin sekali melepaskan diri dari kehidupan ini, namun ancaman Mr. Ricardo selalu menghantuinya.
Suara berat dan tegas Mr. Ricardo memecah kesunyian. Pria tua itu berdiri di ambang pintu, wajahnya yang bengis seakan mampu membuat siapa pun gemetar ketakutan.
"Kau pikir kau hanya bermalas-malasan di sini, hah?"
Menatap liam dengan tajam.
"Bagaimana bisa kau mendapatkan uang jika hanya duduk-duduk saja?" suaranya menggelegar, menimbulkan getaran di dada Liam.
Mr. Ricardo melangkah mendekat, bayangannya jatuh di dinding, membuat ruangan semakin terasa sesak. "Sekarang, keluarrrr! " Teriak kan nya menggema di ruangan itu.
"Ada pria kaya di sana." menarik liam keluar dengan paksa.
"Dia ingin pria sepertimu… layani dia!" menunjuk unjuk dada Liam.
"Ajak dia minum, buat dia senang! Dan… jika sudah selesai, berikan hasil uangmu padaku! Jika banyak keuntungan, kau akan mendapat banyak uang! Maka dari itu, bersiaplah!"
Mr. Ricardo menunjuk Liam dengan jari telunjuknya yang kokoh. Ancaman tersirat dalam setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Liam mengangguk patuh, tak berani membantah. Ia tahu, jika ia membantah, akibatnya akan jauh lebih buruk. Ia bangkit dari duduknya, merasakan tubuhnya gemetar.
Ia harus melakukannya lagi. Ia harus melayani pria kaya itu, untuk mendapatkan uang dan menebus hutang yang tak pernah habisnya. Ia menghela nafas panjang, mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatan yang ada dalam dirinya.
Ia harus bertahan. Ia harus tetap bertahan. Ia berjanji pada dirinya sendiri, suatu hari nanti ia akan bebas dari jeratan ini.
Liam berjalan tertatih menuju ruangan utama diskotik Inferno. Lampu remang-remang dan musik keras membuat kepalanya sedikit pusing. Bau alkohol dan parfum wanita memenuhi ruangan, membuat tenggorokannya terasa kering.
Ia melihat Mr. Ricardo sudah berada di meja VIP, berbincang dengan seorang pria paruh baya yang berpakaian mahal. Pria itu tampak sedang mabuk, tertawa terbahak-bahak tanpa sebab.
Dengan langkah gontai, Liam mendekati meja VIP itu. Jantungnya berdebar kencang, merasakan campuran rasa takut dan jijik.
Ia harus melayani pria ini, melakukan apa pun yang pria itu inginkan. Ia harus menahan rasa mual yang kembali menyerang perutnya. Ia harus kuat. Ia harus bertahan.
"Selamat malam, Tuan," ucap Liam dengan suara serak, mencoba bersikap profesional.
Pria itu menatapnya dengan mata setengah tertutup, tersenyum sinis.
"Duduklah, Nak," kata pria itu dengan suara berat dan mabuk.
"Minumlah bersamaku." pria kaya itu mencoba membelai rambut liam dan dengan cepat Liam menghindar.
Liam duduk di kursi yang disediakan, merasakan tatapan pria itu yang tak lepas darinya. Pria itu terus menuangkan minuman keras ke gelasnya, lalu menyuruh Liam minum bersamanya.
"Maaf tuan, sepertinya anda sudah tak mampu lagi minum" liam berusaha untuk membuat pria itu berhenti minum.
"eh...mengapa hm... aku masih ingin" tatapan pria yang mengoda liam dan mengusap pahanya.
Liam terpaksa menuruti perintah itu, meski perutnya sudah mulai mual. Ia merasakan rasa jijik yang semakin kuat, namun ia harus menahannya. Ia harus bertahan. Ia harus mendapatkan uang itu.
Sepanjang malam, Liam melayani pria kaya itu. Ia dipaksa untuk minum, mendengarkan cerita-cerita tak penting, dan melakukan segala sesuatu yang diinginkan pria itu.
Liam menahan rasa mual dan jijiknya, hanya untuk mendapatkan uang yang cukup untuk membayar hutang pada Mr. Ricardo. Ia berharap malam ini akan cepat berakhir.
...✧༺♥༻✧...
Tubuh Liam terasa remuk. Setelah melayani pria kaya itu, rasa mual dan kelelahan semakin menjadi-jadi. Ia berjalan tertatih menuju ruangan sempitnya, ingin segera beristirahat.
Namun, belum sempat ia duduk, Mr. Ricardo sudah kembali menghampirinya.
"Kau pikir sudah selesai sampai di situ saja?...." teriak Mr. Ricardo, suaranya menggelegar.
"Malam ini kau harus menjadi DJ! ...."
"Aku sudah melihatmu bermalas-malasan sepanjang malam! Kau pikir kau bisa mendapatkan uang dengan hanya duduk-duduk saja?!"
Liam hanya bisa menunduk, tak berani membantah. Ia sudah sangat lelah, tubuhnya terasa remuk, namun ia tak bisa menolak perintah Mr. Ricardo. Ia tahu akibatnya akan jauh lebih buruk jika ia membantah.
Melihat Liam yang tampak tak berdaya, Mr. Ricardo mengeluarkan senjata andalannya: sebuah sabuk kulit tebal dengan gesper besar dan berat. Liam sedikit gemetar, merasakan ancaman yang tersirat dalam gerakan Mr. Ricardo.
Dengan suara bergetar, Liam memohon, "Mr. Ricardo… beri aku lima menit…"
"setelah itu aku janji...aku... aku akan segera tampil…"
Mr. Ricardo menatap Liam dengan tatapan tajam. "Lima menit? Baiklah," katanya dengan nada mengancam.
"Tapi… ingat! Kau tahu kan apa yang akan kulakukan jika kau berontak?!" Ia memanggil salah satu anak buahnya, Rico. "Sudah kubilang, turuti saja perintahku!"
Rico mengangguk, menunjukkan kesetiaannya pada Mr. Ricardo. Liam hanya bisa menghela nafas panjang, mencoba mengumpulkan sisa-sisa tenaganya.
Ia harus tampil. Ia harus bertahan. Ia harus melewati malam ini. Ia harus terus bertahan, meski hatinya sudah tak kuat lagi.
...✧༺♥༻✧...
...Bersambung......
...✧༺♥༻✧...
...✧༺♥༻✧...
Lima menit berlalu dengan cepat. Liam menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia berjalan menuju meja DJ, tubuhnya masih terasa lelah dan remuk.
Namun, ia harus profesional. Ia harus menunjukkan penampilan terbaiknya, meski hatinya penuh dengan rasa sakit dan kecewa.
"Baiklah... kali ini aku harus tenang" Liam menarik nafas dalam dan mencoba tersenyum di depan kaca.
Saat lampu sorot menyinari dirinya, Liam membuka bajunya. Tubuhnya yang sempurna, dengan otot-otot yang terbentuk dengan baik, terlihat jelas di bawah sorot lampu.
Jejak-jejak luka dan bekas cambukan samar-samar terlihat di beberapa bagian tubuhnya, menceritakan kisah hidupnya yang penuh dengan penderitaan.
Namun, ia menunjukkan tubuhnya dengan keyakinan, seperti menunjukkan bahwa ia adalah seorang pejuang yang kuat.
Musik mulai mengalun, irama yang kuat dan menggelegar mengisi ruangan. Liam mulai menunjukkan keahliannya sebagai DJ.
Jari-jarinya bergerak dengan cepat dan terampil di atas meja putar, menciptakan suasana yang menarik dan menghibur. Ia lupakan sejenak rasa lelah dan sakitnya, fokus pada musik yang sedang ia putar.
Para penonton terpukau oleh penampilan Liam. Tubuhnya yang sempurna dan keahliannya sebagai DJ menciptakan suasana yang sangat menarik.
Liam menunjukkan bahwa ia adalah seorang pria yang kuat dan berbakat, meski ia telah mengalami banyak penderitaan.
Namun, di balik senyum dan penampilan profesionalnya, rasa sakit dan kecewa masih terasa mendalam di hatinya.
Di tengah alunan musik yang menggema, Liam merasakan gelombang emosi yang menerjangnya. Di balik penampilannya yang memukau, hati kecilnya berteriak pilu.
Gumaman lirih terdengar dari bibirnya, hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri: "Apakah aku harus terus terjerumus di sini? Tuhan… aku ingin keluar…"
...✧༺♥༻✧...
...✧༺♥༻✧...
Dari kejauhan, Mr. Ricardo mengamati penampilan Liam. Ia meneguk minuman kesayangannya, sesuatu yang berwarna merah tua dan beraroma kuat.
Senyum licik terukir di sudut bibirnya. "Anak itu… oke juga," gumamnya, suaranya sedikit serak karena alkohol.
"Tidak sia-sia aku membelinya dulu…" ia mulaii tersenyum dan memandang Liam penuh kepemilikan.
Pandangan Mr. Ricardo menunjukkan kepemilikan. Bukan sekedar kepuasan atas penampilan Liam sebagai DJ, tetapi juga kepuasan atas kekuasaannya atas Liam. Liam adalah miliknya, sebuah aset yang lumayan menguntungkan.
Ia sudah memperlakukan Liam sebagai barang dagangan, tanpa pernah mempertimbangkan perasaan dan keinginan Liam. Bagi Mr. Ricardo, Liam hanya sebuah alat untuk mendapatkan keuntungan.
Namun, di balik kesuksesan Liam sebagai DJ, tersimpan rasa sakit yang mendalam. Ia merasa terjebak dalam lingkaran setan, dengan Mr. Ricardo sebagai penguasa kehidupannya.
Ia ingin bebas, ingin menjalani hidup yang normal, jauh dari dunia gelap dan kejam itu. Ia ingin mencari cara untuk melepas diri dari jeratan Mr. Ricardo, namun tak tahu harus memulai dari mana.
...✧༺♥༻✧...
...✧༺♥༻✧...
Di sudut ruangan yang remang-remang, seorang wanita muda duduk di meja VIP. Ia dikelilingi beberapa pria yang berpakaian mahal, menikmati minuman dan percakapan ringan.
Wanita itu bernama Amanda, seorang sosialita muda yang kaya raya. Ia sering mengunjungi diskotik Inferno, dan dikenal karena kedermawanannya memberikan tip kepada para pekerja di sana, dengan jumlah yang fantastis.
Amanda mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan, tatapan matanya tak lepas dari Liam yang sedang beraksi di atas panggung.
Ia memperhatikan setiap gerakan Liam, cara ia memainkan musik, dan cara ia menunjukkan tubuhnya yang sempurna. Beberapa kali ia menghela napas, menunjukkan ketertarikannya pada Liam.
Kepada pria-pria di sampingnya, Amanda berbisik, "Pria itu… menarik sekali," suaranya lembut namun penuh dengan misteri.
Pria-pria itu menunjukkan kesetujuannya, mencoba menafsirkan maksud Amanda. Mereka tahu, Amanda adalah seorang wanita yang memiliki selera tinggi, dan ketertarikannya pada Liam merupakan sesuatu yang luar biasa.
Mereka tahu, Amanda pasti memiliki rencana tersendiri untuk Liam.
Amanda menatap Liam dengan tatapan yang dalam dan penuh arti. Ia tertarik bukan hanya pada tubuh Liam yang sempurna, namun juga pada aura misterius yang terpancar dari pria itu.
Ada sesuatu yang membuat Amanda tertarik pada Liam, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ia ingin mengetahui lebih banyak tentang Liam, ingin mengetahui siapa pria misterius itu sebenarnya.
Setelah penampilan Liam selesai, Amanda mengangkat jarinya, memanggil Mr. Ricardo untuk mendekatinya. Ia menatap Ricardo dengan tatapan tajam,
menunjukkan kekuasaannya. "Siapa pria itu? Mengapa ia jarang terlihat?" tanyanya, suara lembutnya menyimpan sebuah perintah.
Mr. Ricardo mendekat dengan langkah hati-hati, menunjukkan rasa hormatnya pada Amanda. Ia tahu, Amanda adalah tamu VIP yang sangat berpengaruh.
"Dia adalah pria yang sangat sibuk, Nona," jawab Mr. Ricardo,
suaranya rendah dan menghormati. "Hanya tamu-tamu VIP yang bisa bertemu dengannya. Apakah Nona berminat?"
Ia menunjukkan sebuah senyum licik, menunjukkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari ketertarikan Amanda pada Liam.
Amanda mengoyangkan gelasnya dengan lembut, tatapan matanya tetap tertuju pada Liam yang sedang bersiap untuk meninggalkan panggung.
Ia menunjukkan minatnya yang dalam pada Liam. "Siapkan dia untukku… besok," katanya, suaranya tegas dan pasti. Tidak ada ruang untuk penolakan. Perintahnya adalah hukum.
Mr. Ricardo mengangguk patuh, menunjukkan kesetiaannya pada Amanda. Ia tahu, Amanda adalah seorang wanita yang berkuasa dan berpengaruh. Perintahnya harus dituruti tanpa bantahan.
Ia akan melakukan apa pun untuk memenuhinya, meski itu berarti harus memanipulasi Liam. Ia akan mempersiapkan Liam untuk bertemu Amanda besok, dan mendapatkan keuntungan dari situasi ini.
...✧༺♥༻✧...
Liam kembali ke ruangan sempitnya, merasa lelah dan putus asa. Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang keras dan usang, mencoba melupakan kejadian malam ini. Namun, belum sempat ia terlelap, Mr. Ricardo sudah datang menghampirinya.
"Liam," panggil Mr. Ricardo, suaranya tajam dan tegas. "Siapkan dirimu besok. Ada tamu istimewa yang ingin bertemu denganmu."
Liam sedikit terkejut, namun ia juga merasa sedikit lega. Mungkin ini adalah kesempatan baginya untuk mendapatkan uang yang lebih banyak, dan bisa menebus hutang pada Mr. Ricardo lebih cepat.
Namun, ia juga merasa lelah dan ingin beristirahat. Dengan hati-hati, ia mencoba menolak permintaan Mr. Ricardo.
"Mr. Ricardo," kata Liam, suaranya lembut tetapi tegas. "Bisakah aku mengambil libur besok? Aku sangat lelah…"
Mendengar penolakan Liam, Mr. Ricardo langsung naik pitam. Ia menampar Liam dengan keras "PLAAKKK", membuat Liam terhuyung mundur. "Anak bodoh!" teriaknya, suaranya penuh dengan kemarahan.
"Kau harus siapkan dirimu besok! Tidak ada penolakan! Ini tamu penting, dan dia sangat berkuasa! Kau ingin menghancurkan bisnisku, hah?!"
Mr. Ricardo mendorong Liam dengan kasar hingga menubruk dinding. Liam merasakan sakit yang menusuk di punggungnya.
Ia terdiam, tak berani membantah lagi. Ia tahu, jika ia melawan, akibatnya akan jauh lebih buruk. Ia hanya bisa pasrah, menunggu apa yang akan terjadi besok.
Mr. Ricardo terdiam sejenak, kemarahannya sedikit mereda. Ia mengingat perkataan Amanda, bahwa tidak boleh ada bekas luka baru di tubuh Liam. Amanda ingin Liam dalam kondisi yang sempurna besok.
Mr. Ricardo menghela napas panjang, kemudian memanggil Rico dan Jay, dua orang anak buahnya yang lain.
"Berikan salep ini pada Liam," perintah Mr. Ricardo, suaranya sedikit lebih lembut.
"Pastikan lukanya sembuh besok. Amanda tidak suka ada bekas luka baru di tubuhnya."
Rico dan Jay menghampiri Liam yang masih terduduk di lantai, meringis kesakitan. Liam menatap mereka dengan tatapan tajam.
"Pergi kalian!" katanya, suaranya penuh dengan kemarahan dan kekecewaan.
Rico menatap Liam dengan tatapan kasihan. "Kau ini… seringkali memberontak. Kau tahu sendiri Mr. Ricardo itu bagaimana," katanya, suaranya penuh dengan rasa simpati.
Jay menambahkan, "Liam… kita pun juga ingin pergi dari sini. Tapi kita tidak bisa. Kau menderita… kita juga."
Rico mencoba memberikan salep itu pada Liam. "Pakai ini. Besok kau harus tampil sempurna di depan Amanda."
Liam menatap Rico dan Jay dengan tatapan yang berbeda. Ia melihat rasa simpati dan kekhawatiran di mata mereka.
Ia tahu, mereka juga adalah korban dari kekejaman Mr. Ricardo. Mereka juga ingin bebas, tetapi tak berdaya.
...✧༺♥༻✧...
...Bersambung......
...✧༺♥༻✧...
...✧༺♥༻✧...
...✧༺♥༻✧...
Liam mengambil salep yang diberikan Rico dan Jay, jari-jarinya sedikit gemetar. Ia mengoleskan salep itu ke luka di punggungnya, merasakan sentuhan dingin yang menenangkan. Ia menutup matanya sejenak, mencoba untuk menenangkan diri.
Namun, di balik perbuatannya yang patuh, sebuah rencana sudah terbentuk di benaknya. Ia tidak akan membiarkan Amanda mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia akan mencari cara untuk menghindari pertemuan dengan Amanda.
Liam memikirkan berbagai skenario untuk mencegah pertemuan itu. Ia bisa pura-pura sakit, atau mungkin menghilang dari Inferno sebelum Amanda datang.
Ia juga memikirkan untuk mencari bantuan dari seseorang yang bisa melindunginya dari Mr. Ricardo dan Amanda. Namun, ia tahu, ini akan menjadi tugas yang sulit dan berbahaya. Ia harus berhati-hati dan memikirkan setiap langkahnya dengan teliti.
Setelah mengolesi salep itu, Liam mengambil pakaian bersihnya, lalu bersiap untuk beristirahat. Namun, tidur tak kunjung datang. Pikirannya masih penuh dengan rencana untuk menghindari pertemuan dengan Amanda.
Ia harus merancang segalanya dengan teliti, agar ia bisa melewati ini semuanya dengan selamat. Ia harus mencari cara untuk bebas dari jeratan Mr. Ricardo dan Amanda.
Pagi tiba. Liam bersiap dengan pakaian rapi, mencoba untuk tampak sehat dan prima. Ia berusaha untuk menunjukkan bahwa ia siap untuk bertemu Amanda. Namun, di dalam hatinya, ia sudah menyiapkan rencana untuk menghindari pertemuan itu.
Saat Mr. Ricardo datang, Liam sudah siap beraksi. Ia bersiap-siap untuk berbaring di kasurnya, lalu berpura-pura menggigil dan sakit. Ia mencoba untuk menunjukkan bahwa ia terlalu sakit untuk bertemu Amanda.
Namun, Mr. Ricardo mengenal Liam dengan sangat baik. Ia telah mengenal Liam sejak usia 15 tahun, dan tidak ada sedikitpun kebohongan yang bisa terselubung dari matanya. Ia tahu bahwa Liam sedang berpura-pura.
Mr. Ricardo menatap Liam dengan tatapan tajam. Ia menjewer telinga Liam dengan keras, membuat Liam meringis kesakitan.
"Sudahlah, manjanya!" teriak Mr. Ricardo, suaranya keras tetapi tidak sekeras biasanya.
"Aku kenal kau sudah lama! Jadi jangan berbohong! Kali ini aku lembut, karena Amanda. Tapi… jika kau membuat masalah, kau tahu akibatnya!"
Mr. Ricardo melepas jewerannya, namun tatapan matanya tetap tajam. Ia tahu, Liam sedang mencoba untuk menghindarinya.
Namun, ia tidak akan membiarkan Liam lolos dari pertemuan dengan Amanda. Ia akan memastikan bahwa Liam akan bertemu Amanda, dan ia akan mendapatkan keuntungan dari situasi ini.
Di sisi lain, Amanda menunggu dengan tidak sabar. Waktu terasa berjalan sangat lambat. Ketidaksabaran mulai terlihat di raut wajahnya.
Ia menatap jam tangan mewahnya berkali-kali, menunjukkan ketidaksukaannya dengan penantian yang lama.
Akhirnya, ketidaksabaran Amanda meledak. Ia memanggil Mr. Ricardo dengan suara tajam. "Kenapa lama sekali?! Apakah dia belum siap?!" tanyanya, suaranya penuh dengan ketidakpuasan.
Mr. Ricardo terkejut dengan kemarahan Amanda. Ia tahu, Amanda adalah seorang wanita yang berkuasa dan tidak suka dibuat menunggu.
Ia berusaha untuk menenangkan Amanda dengan nada yang penuh dengan rasa takut. "Nona… tunggu sebentar… biar saya panggil Liam…" ujarnya, suaranya gemetar karena takut.
Namun, Amanda tidak mau menunggu lagi. "Tidak! Kali ini aku ingin datang ke ruangannya!" katanya, suaranya tegas dan tidak ada ruang untuk bantahan.
Mr. Ricardo tahu bahwa ia tidak bisa menolak permintaan Amanda. Ia takut Amanda akan membatalkan pertemuan ini, dan kesempatan untuk mendapatkan uang yang banyak akan hilang.
Dengan cepat, Mr. Ricardo memberikan tahu Amanda lokasi ruangan Liam. Ia berharap, semuanya akan berjalan dengan lancar, dan ia bisa mendapatkan keuntungan dari pertemuan ini. Ia tak mau kehilangan uang yang sudah ada di depan matanya.
Amanda membuka pintu ruangan Liam dengan sedikit paksaan. Melihat Liam yang sedang berbaring di tempat tidur, tampaknya sedang sakit, Amanda sedikit terkejut. Namun, ia tak menunjukkan rasa simpati. Ia malah menunjukkan sikap yang dingin dan tegas.
Dengan nada tegas dan dingin" Kau ini siapa? Bagaimana bisa masuk ke ruang DJ tanpa izin? Keluar! Atau aku panggil satpam!" kata Liam dengan cuek, menunjukkan sikap yang tidak mengharapkan Amanda.
Ia berusaha untuk menunjukkan bahwa ia tidak tertarik pada Amanda, dan ingin Amanda segera meninggalkan ruangannya.
Amanda menatap Liam dengan tatapan kesal. Ia tidak mengharapkan sambutan seperti itu. Ia adalah seorang wanita kaya dan berpengaruh, dan ia tidak terbiasa diperlakukan seperti itu. "Aku Amanda Valkyrie Alistair"
Dengan suara kesal "Ini aku, Amanda! Oh… aku tak perlu izin! Aku punya kartu VIP!" katanya, suaranya menunjukkan ketidaksukaannya pada sikap Liam.
Ia menunjukkan kartu VIP-nya pada Liam, sebagai bukti bahwa ia berhak untuk masuk ke mana saja di diskotik itu. Ia ingin Liam mengetahui status dan kekuasaannya.
Liam mengangkat sebelah alisnya, menatap Amanda dengan intens. Ia tidak terkesan dengan kartu VIP yang ditunjukkan Amanda. Senyum miring terukir di bibirnya, menunjukkan sikap meremehkannya pada Amanda.
Mengangkat sebelah alis, menatapmu dengan intens. "Kartu VIP?" Menyilangkan tangan di dada, senyum miring.
"Oh, jadi salah satu dari para wanita kaya yang suka melempar uang ke para pria di sini?" Menatapmu dari atas ke bawah, sedikit meremehkan.
"Aku bukan salah satu dari mereka, Nona. Aku lebih dari sekadar mainan yang kau bisa beli."
Kata-kata Liam menunjukkan sikap yang sangat berbeda dari para pria lain di Inferno. Ia tidak tertarik pada uang Amanda, dan ia tidak akan membiarkan Amanda memperlakukannya seperti mainan.
Ia menunjukkan bahwa ia memiliki harga diri yang tinggi, dan ia tidak akan membiarkan siapapun memperlakukannya dengan semurah itu. Ia menunjukkan bahwa ia adalah seorang pria yang memiliki prinsip dan kepribadian yang kuat.
Ia tidak akan mudah tertarik pada uang atau kekuasaan. Ia akan menentukan sendiri nasibnya.
Amanda mendekat, jaraknya sangat dekat dengan Liam. Suaranya sedikit lebih lembut, namun tatapan matanya tetap tajam dan menunjukkan kekuasaannya. Ia ingin menunjukkan bahwa ia bisa mendapatkan apa pun yang ia inginkan.
Mendekat, suaranya sedikit lebih lembut, namun tatapannya tetap tajam. "Sering memberi tip?" Menatap mata dalam-dalam.
"Jadi kau hanya menganggapku sebagai penghibur?" Menarik napas dalam-dalam, suaranya berubah menjadi lebih bergairah.
"Mungkin kau salah menilai, Nona. Aku bisa lebih dari sekadar itu... jika kau mau."
Liam membalas tatapan Amanda dengan tatapan yang sama tajamnya. Ia tidak menunjukkan rasa takut atau gugup. Ia menunjukkan bahwa ia adalah seorang pria yang percaya diri dan berani.
Ia ingin menunjukkan bahwa ia bukanlah sekedar penghibur, dan ia bisa memberikan sesuatu yang lebih dari itu jika Amanda mau. Ia ingin menunjukkan bahwa ia memiliki daya tarik yang lebih dari sekedar uang.
Amanda terkejut dengan perubahan sikap Liam. Ia tidak mengharapkan Liam akan berani menantangnya seperti itu.
Ia merasa tertarik pada kepercayaan diri Liam, dan juga pada misteri yang tersembunyi di balik sikap Liam yang dingin dan cuek itu.
Ia menunjukkan rasa kagumnya dengan nada yang agak terkejut. "Oh… kau ini… sangat angkuh, ya…" katanya, suaranya menunjukkan sedikit rasa kagum dan tertarik pada Liam.
Amanda tersenyum kecil, senyum yang menunjukkan minatnya pada Liam semakin bertambah. Ia menikmati permainan ini, permainan antara dua orang yang sama-sama kuat dan percaya diri. Ia tidak terbiasa diperlakukan seperti ini, dan ia menemukan bahwa hal ini sangat menarik.
Ia mendekat lagi ke Liam, jaraknya sangat dekat hingga napas mereka saling bercampur. Ia menatap mata Liam dengan tatapan yang dalam dan penuh arti.
"Angkuh?" ulangnya, suaranya lembut dan menghibur. "Mungkin… tapi aku suka itu."
Ia menjangkau tangannya, menyentuh wajah Liam dengan lembut. Sentuhannya ringan, namun penuh dengan kekuasaan dan kepercayaan diri.
Ia ingin menunjukkan bahwa ia adalah seorang wanita yang berkuasa, dan ia bisa mendapatkan apa pun yang ia inginkan.
Liam tidak menghindar dari sentuhan Amanda. Ia menikmati permainan ini juga. Ia menemukan bahwa Amanda adalah seorang wanita yang menarik dan berbeda dari wanita-wanita lain yang pernah ia temui. Ia tertarik pada kekuasaan dan kepercayaan diri Amanda.
"Aku… menawarkan sesuatu yang lebih dari sekedar uang," kata Liam, suaranya rendah dan menarik.
Ia ingin menunjukkan bahwa ia punya sesuatu yang lebih dari sekedar tampilan fisik. Ia ingin menunjukkan bahwa ia memiliki sesuatu yang bisa menarik perhatian Amanda lebih dari uang.
...✧༺♥༻✧...
...Bersambung…...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!