"Aku pulang ma", teriakku begitu kubuka pintu rumah.
"Mandi Ka, udah gitu nanti kita makan bareng", mama menjawabku dari arah dapur.
Namaku Malika, aku adalah anak tunggal dan seorang pelajar SMU. Ekonomi keluargaku bisa dikatakan cukup baik, kami bukan orang kaya namun kami suka berlibur meski hanya dalam negri. Papa seorang polisi dan mama bekerja sebagai staff administrasi perusahaan kecil.
"Ayo kita doa dulu sebelum makan Ka".
Aku menganggukkan kepalaku dan mama memimpin doa makan kami.
"Papa pulang malam lagi ma?".
"Iya", jawab mamaku singkat.
Aku menceritakan kejadian kejadian lucu di sekolah dan mama hanya tersenyum mendengarkanku, dan sesekali menanggapiku.
Setelah makan malam aku pamit mengerjakan tugasku dikamar, mama memelukku dan mencium keningku sambil mengucapkan selamat malam, sebelum ia masuk kamarnya.
"Plak...! plak...!".
Aku terbangun dari tidurku karena suara itu. Pelan pelan aku membuka kamarku dan mengintip mencari keberadaan mamaku.
Samar kudengar perkelahian orangtuaku, papa pasti tadi memukul mama lagi. Papaku suka memukul mama, namun setelah itu ia akan meminta maaf lalu menjadi sangat baik dan suka memberi mama hadiah atau mengajak kami liburan. Dulu waktu aku kecil aku suka keluar kamar dan memohon pada papa untuk berhenti memukul mama, tapi mama memintaku untuk tidak ikut campur. Kini aku terbiasa hanya mendengarkan dari kejauhan dan berdoa mama baik-baik saja.
Keesokan paginya begitu bangun aku langsung mencari mamaku. Kulihat pipi mama merah dan beberapa biru lebam di pundaknya
"Mama...", kataku pelan.
"Mama ga apa-apa Ka, ayo siap-siap ke sekolah", kata mama sambil memelukku.
Aku meneteskan airmataku, mama menghapus airmataku dan mengangguk tersenyum. Dengan langkah lemah aku menuju kamar mandi bersiap ke sekolah.
"Ka ... kamu ga apa apa?", tanya Carlo, tetanggaku sekaligus sahabatku dari kecil.
Kami seumuran, aku dan Carlo hanya berbeda beberapa bulan saja.
"Eh Lo, bikin kaget aja".
"Dari tadi aku udah manggil kamu tapi kamu ga dengar. Apa kamu baik-baik aja?".
"Ya begitulah", jawabku singkat.
Carlo mengetahui rahasia keluargaku, tidak hanya Carlo, tetanggaku yang lain juga mengetahui kalau papa suka memukul mama, cuma karena papa polisi, mereka tidak bisa banyak membantu, hanya bisa melihat dan kadang memberi bantuan kecil kepada mama secara diam-diam.
Carlo merangkulku kemudian berkata, "Mau mampir rumahku nanti? Aku punya game baru".
"Terima kasih Lo, aku hanya mau cepat pulang hari ini".
"Baiklah Ka", ucap Carlo sambil melepas rangkulannya.
Di sekolah aku membatasi pergaulanku, karena aku tidak ingin rahasia keluargaku terbongkar, cukup lingkungan rumahku saja yang tau. Jadi Carlo adalah satu satunya sahabatku.
Seperti dugaanku, papa sangat baik setelah kejadian kemarin malam. Kami makan malam bersama, papa menanyakan hariku disekolah, lalu mengobrol ringan bersama, seakan akan kejadian kemarin malam tidak pernah terjadi, hanya lebam biru di badan mama mungkin yang menjadi bukti bahwa kejadian kemarin bukanlah mimpi.
Pagi ini aku bangun lebih baik daripada kemarin. Kulihat papa sudah duduk di meja makan dengan seragamnya, sambil minum kopi.
"Ka, pagi ini papa antar ke sekolah, sekalian papa juga harus dinas pagi".
"Baik pa".
Baru saja mobil papa melaju beberapa rumah kulihat Carlo sedang berjalan menuju halte bis dekat perumahan kami.
"Pa itu Carlo", tunjukku.
"Carlo ayo bareng, om antar ke sekolah".
"Pagi om, terima kasih banyak ya om", jawab Carlo.
Sesampainya di sekolah aku pamit kepada papaku. Carlo tetap diam di sampingku sambil mengucapkan terima kasih lagi kepada papaku. Sebelum kami menuju ke kelas masing-masing, Carlo menepuk bahuku pelan dan tersenyum padaku, seakan mengatakan bahwa ia tau semuanya akan berjalan kembali normal.
Seminggu kemudian kejadian yang sama terulang lagi. Kali ini berlangsung lebih lama daripada biasanya.
"Ampun mas, aku mengaku salah... aku ga akan buka hp mas lagi", perkataan mama begitu lirih menyayat hatiku.
Tapi kudengar papa terus memukul mama. Aku mencoba menutup kuping, tapi aku akhirnya tidak tahan juga dan berlari menuju kamar orangtuaku.
Kulihat papa sedang memukul mama menggunakan ikat pinggang. Kuberlari memeluk mama dengan membuat tubuhku sebagai tameng agar ikat pinggang itu tidak mengenai mama.
"Plak....!!!"
Kurasakan sakit dan perih saat ikat pinggang itu mengenai kulitku.
Papa memisahkanku dengan mama, dan melemparkanku ke sudut ruangan.
Aku berlari lagi menuju mamaku, kali ini badanku menghadap ke arah papa, aku membentangkan kedua tanganku seakan memberi perlindungan pada mama.
"Aku mohon pa, berhenti pa", ucapku sambil berlutut memohon pada papa. Air mata entah sejak kapan sudah membanjiri pipiku.
Mata kami saling bertatapan, kemudian papa dengan marah melempar ikat pinggang itu lalu pergi keluar.
"Brakkk!!!"
Kudengar pintu depan rumah dibanting oleh papa, dan tidak lama ada suara mesin mobil yang bergerak menjauh.
Setelah yakin kalau papa sudah pergi, aku segera mengecek keadaan mama. Kulihat kali ini luka lebam mama lebih banyak dari kemarin, bahkan wajahnya juga terluka dipelipis dan pipi. Sambil sama sama menangis aku membantu mengobati luka mama.
"Ma, malam ini tidur di kamarku aja yuk ma".
"Mama ga apa apa, kamu juga harus tidur Ka", mama mendorong tanganku memintaku untuk meninggalkannya di kamar.
Aku mengangguk. Sebelum aku kembali ke kamarku, aku mengunci pintu rumah, setidaknya malam ini aku berharap papa tidak kembali ke rumah dulu.
Keesokan paginya, aku memperhatikan mama menjalani rutinitasnya seperti biasa. Dan aku berusaha tidak mengungkit kejadian kemarin malam.
"Ka...", panggil Carlo sambil menepuk lenganku.
Aku meringis merasakan sakit pada lenganku.
"Apa kali ini, dia memukulmu juga? Coba aku cek lukamu Ka", Carlo memegang cardiganku, memintaku membuka cardigan yang menutupi lenganku.
"Yang kamu sebut dia itu papaku Lo. Aku ga apa apa kok", jawabku sambil menarik cardiganku dari tangan Carlo.
"Dia tidak pantas dipanggil papa. Biarkan aku mengeceknya Ka, aku harus memastikan sendiri luka itu".
"Aku sungguh tidak apa-apa Lo, ayo nanti telat", ucapku sambil memindahkan tangannya dari cardiganku lalu kepegang tangannya berjalan cepat ke arah halte bis.
Carlo mengubah pegangan tanganku, kali ini ia menautkan jari-jari kami, lalu berkata,
"Suatu saat aku akan membawamu keluar dari rumah itu Ka".
Aku hanya tersenyum menanggapinya.
Kelakuan papa semakin menjadi, dulu papa hanya sesekali saja memukul mama, sekarang papa sering memukul mama.
Ini semua pasti karena selingkuhan papa.
Ya, samar kudengar dari perkelahian papa dan mama, kalau papa memiliki wanita lain. Sekarang papa hanya seminggu 2x pulang ke rumah, dan tiap pulang papa pasti memukul mama. Mama sebenarnya sudah meminta bercerai semenjak mengetahui papa berselingkuh, tapi itu hanya membuat papa semakin marah. Mungkin ego papa masih tinggi, ia tidak mau namanya jelek, bercerai karena berselingkuh.
Hingga malam itu tiba, papa pulang karena akan mengambil beberapa barangnya dari rumah. Seperti biasa papa akan marah hanya karena melihat mama. Kemudian adu mulut terjadi karena mama meminta bercerai lagi.
Karena tidak mau membuat papa semakin marah, aku hanya duduk di pojok kamarku, melipat kedua lututku dekat dengan dadaku, menutup kedua telingaku agar tidak mendengar rasa sakit mama, sambil berdoa agar papa segera pergi dari rumah.
Namun aku tidak tahan dengan kata-kata kasar yang papa lontarkan kepada mama.
"Jangan mas, aku mohon, Malika juga belum tidur mas...", samar kudengar rintihan mama.
Apa yang akan papa lakukan sampai mama berkata seperti itu?. Aku berlari ke ke kamar mereka, kulihat mama berada di tempat tidur dengan papa berada diatas mama, pakaian mama bagian atas sudah robek.
Aku mendorong papa sekuat tenaga dari arah samping. Tapi papa menyeretku masuk kamar dan mengunciku dari luar.
"Pa jangan papa!! Buka pa!!!", teriakku dari dalam kamar.
Lalu aku mendengar papa lari ke arah luar rumah, sambil berteriak, "Kembali kamu!!".
Aku berlari mengintip ke arah jendela, kulihat mama berlari keluar dari rumah, pergi mengendarai mobilnya. Saat itu dalam tangisku aku berdoa agar papa tidak berhasil menangkap mama.
Tidak lama kudengar papa membanting barang-barang yang ada di rumah, berarti mama berhasil kabur dari papa.
"Terima kasih Tuhan, Engkau mengabulkan doaku", kataku dalam hati.
Aku menangis semalaman. Mungkin aku baru tertidur menjelang subuh.
"Malika bangun", papa mengguncangkan badanku.
Kulihat sepertinya ini sudah siang.
"Papa mau pergi, ini atm untuk keperluanmu, nomor pin nya papa sudah tulis di belakang kartu".
Lalu papa pergi meninggalkan rumah dengan mobilnya.
Aku langsung mengecek HP ku, kulihat ada pesan dari mama.
"Malika sayang, maaf mama pergi dari rumah, mama berjanji akan menjemputmu keluar dari rumah itu ya", pesan itu mama kirim subuh tadi, sesaat sebelum aku tertidur.
Langsung aku menghubungi mama.
"Ma, apa mama baik-baik saja? Mama dimana sekarang?".
"Mama ga apa apa Ka, untuk sementara mama akan tinggal di rumah mba Mur dulu ya, mama belum siap pulang ke rumah".
"Iya ma, ga apa apa, mama disana dulu aja. Papa pergi ma, sepertinya papa ga akan pulang beberapa hari ini, tadi papa memberikanku atm miliknya".
"Jaga dirimu baik baik ya Ka, selalu kunci pintu rumah dan pintu kamarmu sebelum tidur ya Ka".
"Baik ma".
Aku keluar kamarku, dan melihat keadaan rumah dalam keadaan berantakan. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Aku membereskan rumahku, setelah 2 jam akhirnya keadaan rumah sudah terlihat lebih baik, aku mandi dan kembali ke kamarku.
"Malika... Malika...", samar suara Carlo membangunkanku.
Kulihat jam saat ini sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku berjalan membukakan pintu untuk Carlo.
"Apa kamu baik-baik saja?", ia memperhatikan wajahku, kemudian memeriksa lenganku juga kakiku, mencari apa ada luka ditubuhku.
"Aku baik-baik saja Lo", jawabku sambil menghentikan tangannya memeriksa tanganku.
"Ayo masuk", ajakku.
"Kamu sendiri Ka? Dimana tante?".
"Mama pergi Lo, aku sekarang sendiri", jawabku sambil menangis lagi.
Carlo berdiri dan kini duduk disampingku kemudian memelukku, sambil mengusap punggungku ia berkata,
"Kamu ga sendiri Malika, aku akan selalu ada untukmu".
Aku hanya membalas pelukannya dan menangis sepuasnya.
Cukup lama aku menangis dalam pelukan Carlo. Setelah aku berhenti menangis aku melepas pelukanku, dan duduk sambil memeluk lututku.
"Apa kamu mau menceritakannya padaku Ka?", tanya Carlo pelan sambil membelai rambutku.
Aku tidak menceritakan detail kejadian semalam, hanya intinya saja.
"Jadi sekarang entah sampai berapa lama, untuk sementara aku akan tinggal sendiri disini", kataku mengakhiri ceritaku.
"Apa kamu tidak mau tinggal di rumah tantemu saja Ka?".
Aku menggelengkan kepalaku dan berkata,
"Aku tidak mau membuat papa semakin marah dan mempersulit tanteku, lebih baik aku tinggal disini saja".
"Aku tidak tenang kamu tinggal sendiri di rumah Ka, bagaimana kalau kamu tinggal di rumahku".
Aku tersenyum mendengarnya.
"Papa tidak akan memukulku Lo".
"Ka, aku tidak buta, kamu suka menutupi lebam di tubuhmu kan".
"Itu terjadi hanya kalau aku menghalangi papa, tapi papa tidak pernah memukulku tanpa alasan, berbeda kasusnya dengan mama", aku kembali meneteskan air mataku.
Carlo memelukku lagi dan berkata,
"Andai usiaku lebih tua darimu, aku akan membawamu pergi sekarang Ka".
"Terima kasih Lo, kamu memang teman terbaikku".
"Jadi apa rencanamu sekarang Ka?".
"Aku ingin menemui mama besok".
"Biar aku antar ya Ka".
"Aku bukan anak kecil, aku bisa sendiri", jawabku sambil tersenyum.
"Bagiku kamu kaya anak kecil, tuh sekarang aja ingusan", canda Carlo sambil berjalan mengambil tissue.
Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala.
"Lagipula kamu harus bertanggung jawab Ka".
"Hah?", aku mengerenyitkan alisku.
"Lihat nih, basah sama ingus kamu, besok aku sekolah gimana?", tunjuk Carlo pada baju seragamnya.
Aku tersenyum lagi, "Baiklah berikan bajunya aku akan mencucinya", aku menjulurkan telapak tanganku dengan gerakan meminta.
"Besok sepulang sekolah tunggu aku, aku akan mengantarmu Ka", ucap Carlo sambil memegang telapak tanganku lalu menggenggam nya dengan kedua tangannya.
Mata kami saling bertatapan, kemudian perutku bunyi. Carlo tertawa mendengarnya.
"Apa seharian ini kamu belum makan?".
Aku menggelengkan kepalaku.
"Coba aku cari apa ada sesuatu yg bisa aku buat", ucap Carlo sambil berjalan ke arah dapurku. Ia menemukan persediaan mie instan dari lemari. Lalu memanaskan lauk sisa kemarin dan sedikit nasi dari kulkas.
Aku duduk di kursi makan menunggunya memasak mie instan dengan telur.
"Ayo makan dulu Ka".
Carlo menghidangkan semua makanan itu di meja makan, dan juga membawakan piring dan sendok untukku.
"Lo ikut makan ya, aku lagi ga nafsu makan, ini semua terlalu banyak, ga akan habis, lagipula ini makanan kemarin, sudah ga bisa lagi masuk kulkas".
"Baiklah", jawabnya sambil mengambil piring, kemudian duduk di sampingku.
Setiap isi piringku berkurang setengah, maka ia akan menambahkan lagi isi piringku.
"Udah Lo, cukup, aku udah kenyang".
"Biar kamu gemuk, soalnya kamu isinya cuma tulang", jawabnya sambil terkekeh pelan.
Carlo melarangku mencuci piring, ia memintaku duduk di kursi, lalu ia membereskan semuanya.
Setelah selesai ia pamit pulang.
"Besok kita berangkat bareng ya, terus tunggu aku pulang sekolah, jangan pergi sendiri ya".
"Iyaaaa", jawabku.
Ia tersenyum dan mengacak rambutku pelan kemudian melangkah menuju rumahnya.
POV Carlo.
"Aku pulang ma".
"Tumben kok baru pulang? Makan dulu Lo", tanya mama.
"Tadi aku habis dari rumah Malika ma, aku sudah makan di rumahnya".
"Ma, Malika ditinggal mamanya pergi, papanya juga. Untuk sementara dia tinggal sendiri di rumah itu".
"Ya ampun, yah mungkin untuk sementara ini yang terbaik bagi keluarga mereka Lo. Kalau papa melakukan kekerasan sama mama, udah lama mama akan pergi Lo. Mama Malika sudah bertahan cukup lama, mama ga tega melihatnya".
"Aku khawatir ma, anak cewe tinggal sendirian gitu".
"Ga akan ada apa apa Lo. Tetangga-tetangga disini pasti ikut memperhatikan Malika. Ada kamu juga yang ikut jagain dia".
"Hmmm... iya ya ma".
"Kamu suka Malika kan Lo?".
"Apaan sih ma, dia itu temen dari kecil".
"Mama juga suka sama Malika", ucap mama sambil tersenyum dan berlalu ke kamar.
Setelah mandi dan membereskan tas sekolahku, aku berbaring memikirkan kata-kata mama.
Sebenarnya aku sudah lama menyukainya. Mungkin aku menyukainya dari kecil. Dulu aku anak baru di perumahan ini, badanku gendut jadi aku sering diejek saat bermain bersama. Aku ingat saat itu aku ditinggal pergi bermain bola, aku hanya duduk sendiri di ayunan taman bermain dekat rumah. Malika lah yang mendekatiku duluan. Dari kecil ia anak yang pendiam, melihatku murung sendirian, sore itu ia memberikanku permen dan kemudian pergi bermain sendiri tidak jauh dari ayunanku. Sejak saat itu kami berteman. Ia tidak memiliki banyak teman sama sepertiku, karena ia sangat pemalu dan tidak banyak berbicara. Saat bermain bersama, kebanyakan akulah yang mendominasi pembicaraan, ia hanya banyak tersenyum dan mendengarkan. Saat aku bertekad banyak berolahraga untuk kurus, Malika juga ikut menemaniku berolahraga, ia berkata ia ingin menjadi kuat seperti tokoh superhero di komik komik. Aku baru mengetahui situasi keluarganya saat kami duduk di kelas 8.
Sejak saat itu aku bertekad untuk selalu menjaganya.
Aku mulai menyadari kalau aku menyukainya saat kami kelas 10.
Berbeda dengan Malika, semenjak aku bertekad menjadi kurus aku banyak mengikuti kegiatan olahraga dan aku memiliki banyak teman.
Saat awal kelas 10, beberapa temanku menanyakan tentang Malika kepadaku, mereka berkata bahwa Malika itu cantik, dan ingin berkenalan dengan Malika. Sejak saat itu aku menyadari kalau aku suka cemburu saat melihat Malika diajak berbicara dengan lawan jenis. Namun Malika tetaplah Malika, ia akan segera menjaga jarak dan memberi batasan, hingga akhirnya mereka menyerah dengannya. Sayangnya tidak hanya cowok, Malika juga kadang memberi batasan pada teman-temannya, karena tidak ingin rahasia keluarganya terbongkar, dan ia tidak suka merasa dikasihani, ia juga tidak suka menjadi bahan gossip dan menjadi pusat perhatian.
Suatu saat, jika waktunya tepat, aku akan menyatakan perasaanku. Saat ini aku hanya ingin berada disampingnya dan menjaganya sebagai teman.
......................
POV Malika.
Aku bangun pagi dan berangkat kerumah tante Mur pagi sekali sebelum Carlo mencariku untuk berangkat ke sekolah bersama.
"Drrttt... drrtt...", HP ku bergetar, kulihat Carlo meneleponku.
"Kamu dimana Ka? Kamu ga ke sekolah hari ini?".
"Maaf ya Lo, aku tidak mau merepotkan, aku sedang dalam perjalanan ke rumah tante Mur. Besok baru akan kembali ke sekolah".
"Baiklah, hati-hati ya Ka. Hubungi aku begitu kamu sudah kembali ke rumah".
"Iya Lo".
Kulihat mama sedang menungguku di depan rumah tante Mur.
"Mama...", aku setengah berlari ke dalam pelukan mama.
"Apa mama baik-baik saja?".
"Iya Ka mama baik-baik saja. Maaf mama pergi dari rumah".
"Ga apa apa ma, aku baik-baik saja, jangan khawatir".
Di dalam rumah aku disambut pelukan oleh om dan tanteku, juga sepupuku yang lebih tua 3 tahun.
"Ayo duduk dulu, sini biar barang-barang mamamu, tante bawa ke kamar", ajak tante Mur.
Aku menyerahkan beberapa barang mama yang kubawa dari rumah kepada tante Mur.
"Ka, ikut mama keluar dari rumah itu ya, kita akan menyewa apartemen bersama", ajak mama.
Aku menggelengkan kepalaku.
"Ma, situasinya akan menjadi lebih rumit kalau aku ikut mama sekarang. Jika mama sudah bercerai dengan papa, berjanjilah mama akan menjemput Malika ya ma".
"Maafkan mama ya Ka, mama menyusahkan kamu".
"Jangan berkata begitu ma, Malika senang sekarang Malika tidak perlu mengkhawatirkan mama lagi. Malika yakin mama pasti berusaha yang terbaik untuk kita kan ma".
"Iya Ka, mama berjanji akan melakukan yang terbaik, mama berjanji akan menjemput Malika secepatnya ya", ucap mama sambil menangis dan memelukku.
Aku menghabiskan waktu di rumah tante Mur sampai sore.
Sebelum pulang mama memberikan kartu atm nya kepadaku.
"Pegang ini Ka, mungkin mama tidak bisa memberi sebanyak papa, tetapi setidaknya untuk pegangan kamu ya Ka".
"Iya ma, Malika pamit ya", kemudian aku berpelukan dengan mama sebentar dan pergi kembali ke rumah.
Kulihat dari kejauhan Carlo menungguku di depan rumah.
"Sudah lama Lo?".
"Ga kok, baru aja". Padahal mungkin Carlo sudah lama menungguku disini, aku tau dia mengkhawatirkanku.
"Ayo masuk, mama membawa beberapa makanan dari mama dan tanteku".
Carlo mengambil tentengan tas makanan dari tanganku dan mengikutiku masuk ke rumah.
"Mau makan bersama Lo?".
"Aku cuma sebentar kok Ka, nanti aku makan di rumah aja".
Kami mengobrol sebentar lalu Carlo pamit pulang.
Sebelum tidur, aku merenung memikirkan perjalanan hidupku ke depannya, saat ini papa dan mama memberikanku uang yang cukup, namun aku ingin mama segera bisa mandiri agar aku bisa ikut bersamanya, jadi sebisa mungkin aku tidak menggunakan uang mama. Sedangkan papa, belum tentu ia akan mengingatku. Ya... mulai besok aku harus mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhanku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!