Sebuah mobil melaju perlahan masuk ke halaman dan berhenti di depan sebuah rumah klasik bergaya Eropa.
"Selamat datang kembali, Nona Daisy." kepala pelayan, Calix, dengan hormat menyambut nya dan mengambil kunci mobil.
"Ya, terima kasih Paman Calix.." jawab Daisy dengan senyum cerah di wajah nya.
"Apakah ada kesulitan di akademi hari ini?" tanya Paman Calix seperti biasa.
"Tidak ada, hari ini sangat menyenangkan.." jawab Daisy dengan senyum ramah.
Daisy melepas jaket nya dan mengusap leher nya, lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Dia berhenti sejenak dan bertanya sambil memikirkan sesuatu.
"Apakah dia sudah kembali?"
Paman Calix menjawab setelah terdiam sejenak, "Ya, Tuan Muda kembali siang tadi. Saat ini sedang beristirahat di ruang kerjanya."
Daisy bergegas ke lantai dua setelah mendengar jawaban yang di inginkannya. Dia tidak melihat pria itu selama seminggu, tetapi dia tidak menunjukkan rasa rindu di wajahnya. Tapi berbeda dengan langkah terburu-buru nya yang cukup menjelaskannya.
Setelah berhenti di pintu masuk ruang kerja, Daisy mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan perlahan menurunkan tangannya. Namun setelah berpikir sejenak, dia mengepalkan tangannya dan mengetuk pintu dengan pelan.
"Lucifer~"
Daisy tidak mendapat balasan.
"Lucifer, bolehkah aku masuk?" masih tidak ada jawaban dari dalam ruangan.
Daisy membuka pintu dengan perlahan dan melangkah masuk. Sesuatu yang menarik perhatiannya adalah wajah tertidur orang yang di cintainya, sosok pria yang sedang bersandar di sofa.
Daisy berjalan pelan dan berjongkok. Dia menatap wajah pria yang lembut dan tampan itu cukup lama, mengulurkan tangannya untuk merapikan alisnya, dan bergumam, "Kapan kamu akan peduli pada ku?"
Hanya saat Lucifer dalam keadaan tidak sadar saja Daisy berani menyentuh nya.
Daisy berjalan ke jendela dan menutup nya. Di dekat jendela, dia mengambil dokumen-dokumen yang berserakan di lantai dan menatap bingkai foto di atas meja.
Dalam foto tersebut tampak dua remaja sedang duduk di depan piano, keduanya menatap kamera dengan senyum yang mempesona. Seperti dua orang yang saling mencintai.
Daisy tersenyum getir. Tentu saja dia mengenali kedua orang itu, yang satu adalah suaminya yang telah dinikahinya selama empat tahun, Lucifer Zack Killian. Yang satunya lagi adalah orang yang sebenarnya dicintai suaminya. Rose Isabelle, adik tiri Daisy.
"Siapa yang mengizinkan mu masuk?" sebuah suara khas bangun tidur namun tegas terdengar.
Mendengar suara yang familiar, Daisy buru-buru berbalik dan berusaha mengembalikan bingkai foto di tangannya ke tempat semula. Namun karena dia sangat gugup, dia tidak mengembalikan bingkai itu dengan benar dan bingkai itu jatuh ke lantai dengan bunyi kaca pecah yang cukup keras.
"A-aku tidak.. aku hanya tidak memegangnya dengan kuat, aku tidak bermaksud begitu.." Daisy buru-buru berbalik dan berlutut untuk mengambil bingkai yang rusak itu.
Lucifer bangkit dan melangkah maju, lalu mendorong Daisy. Dia segera mengambil foto itu dan memeriksanya. Setelah memastikan bahwa foto di dalamnya masih baik-baik saja, dia menghela napas lega.
Daisy terdorong mundur dan terhuyung. Dia menatap foto di tangan Lucifer yang diperlakukan seperti bayi berharga. Dia merasa itu ironis, rasa iri juga sedikit dia rasakan.
Plak!
Tamparan keras terdengar di dalam ruang belajar. Bekas gambaran tangan terpampang jelas di wajah Daisy.
Dia terkejut sesaat, dan perlahan memalingkan wajahnya untuk melihat Lucifer yang tampak cemberut dan marah padanya.
Lucifer mencengkeram baju Daisy dan berteriak, "Menurutmu apa hakmu untuk masuk ke sini? Siapa yang mengizinkanmu menyentuh barang-barangku? Apa kau begitu membencinya?"
"Bahkan jika semua jejaknya di rumah ini hilang, aku tidak akan pernah menyukaimu sedikit pun!"
Lucifer merasa bahwa wanita di depannya itu sangat munafik. Empat tahun selama hidup bersama dia sudah menggenggam dugaan bahwa Daisy memiliki banyak wajah.
Rose, kekasih yang telah dicintainya selama bertahun-tahun menghilang tanpa kabar di hari pertunangan nya. Setelah beberapa bulan kemudian, Ibunya memaksanya untuk menikahi Daisy. Prasangka buruk selalu memenuhi kepalanya, hal apa yang telah dilakukan Daisy hingga bisa membuat Ibunya bersikap seperti itu.
Lucifer mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Daisy yang tadi di tampar nya. Melihat Daisy yang mulai gemetar karena sentuhannya, Lucifer menjadi semakin marah.
"Jika bukan karena Ibuku, apakah menurutmu aku akan pulang dan melihat wajahmu yang munafik? Aku merasa mual setiap kali melihat wajahmu!" setelah itu, dia melepas tangannya dengan jijik.
"Aku hanya ingin bertemu denganmu. Kamu pergi untuk perjalanan bisnis selama seminggu. Aku sangat merindukanmu," ucap Daisy sambil tersenyum kaku.
"Keluar dari sini! Jangan biarkan aku melihatmu lagi!"
Tanpa berlama-lama lagi Daisy bangkit dan keluar. Di luar sana Daisy memunggungi pintu yang tertutup dan menunduk melihat tangannya yang berdarah karena tergores kaca. Bahkan pecahannya masih tertancap di sana. Lebih dari tangannya, hatinya terasa sangat perih.
Di ruang tengah, Daisy duduk di lantai sambil memeluk tubuhnya yang gemetar, membiarkan darah menetes ke bajunya. Paman Calix berjalan mendekat dan ingin membantunya, tetapi Daisy mundur.
"Jangan, jangan datang.. Aku akan menenangkan diri sebentar.."
Paman Calix berdiam di tempat dan menatap Daisy yang duduk di lantai dengan cemas. "Nona Daisy, anda perlu membalut tangan anda.." tutur Paman Calix dengan khawatir.
Daisy mengangkat kepalanya, dan dengan raut wajah lelah dia berkata, "Aku baik-baik saja. Aku akan kembali ke kamarku sendiri. Tolong katakan pada Bibi Marlin untuk menyiapkan makan malam, aku akan berbaring sebentar.."
Dia berjalan cepat melintasi setiap lorong dan ruangan yang gelap sambil terburu-buru menyalakan semua lampu. Tubuhnya yang gemetar berangsur-angsur mengendur. Dia takut disentuh dan takut pada kegelapan karena trauma masa kecilnya.
Dia telah berusaha keras untuk mengatasi rasa takutnya, tetapi dia menunjukkan respons stres saat Lucifer menyentuhnya. Dalam beberapa tahun terakhir, dia dengan hati-hati menjaga pernikahannya. Tetapi dia masih belum dapat mencapai hati Lucifer.
"Mengapa dia sangat membenciku? apa yang telah ku perbuat padanya?" gumam Daisy.
Hal itu sudah Daisy pahami sejak lama. Sejak Lucifer menuang sebotol anggur ke kepala nya di hadapan semua tamu undangan, tepat di hari pernikahan nya.
"Dengan bodohnya saat itu aku hanya tersenyum dan mengatakan pada semua orang kalau dia hanya sedang mabuk.."
"Padahal aku tahu betul kalau sejak saat itu dia sudah membenci ku."
Masih tidak bisa pudar dari ingatannya tatapan mengejek dari teman-teman Lucifer. Mereka tahu dan menganggap Daisy adalah seorang pengganti. Orang-orang pasti juga sudah mendengarnya.
Dan setelah melihat sikap Lucifer, orang lain di sekitarnya pasti semakin yakin bahwa Daisy telah menggunakan trik kotor untuk menikah dengan Lucifer yang berasal dari keluarga terpandang.
Tentu saja, dia tahu bahwa Lucifer sengaja membuatnya terlihat seperti pecundang di depan semua orang sehingga dia tidak bisa mengangkat kepalanya di masa depan. Dia menggantikan posisi yang seharusnya menjadi milik saudara nya, Rose.
"Berapa lama aku tertidur.." gumam Daisy saat terbangun dan mendapati langit telah gelap.
Dengan segera dia berlari ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dia merawat lukanya sebentar, kemudian keluar kamar. Ketika turun dari lantai atas, dia melihat Lucifer duduk di ruang makan. Gerakannya anggun dan menawan seperti seorang pangeran, sama seperti saat pertama kali bertemu dengannya.
"Nona Daisy, anda sudah bangun?"
"Saya membuat makanan kesukaan anda, sup jamur.." teriak Bibi Marlin dari bawah, dilengkapi dengan senyum ramah di wajahnya.
"Iya, terima kasih.." jawab Daisy setelah sampai di meja makan.
Daisy menarik kursi di depan Lucifer dan duduk untuk makan. Keduanya makan makanan di piring mereka masing-masing dalam diam.
Ada sedikit bau desinfektan dan salep yang mengganggu. Lucifer mengerutkan keningnya dan menatap orang yang sedang mengambil sup itu. Mata juga pipi yang bengkak, dan perban di tangan yang menarik perhatiannya.
"Wajahmu terlihat sangat bengkak, membuat ku semakin mual untuk melihatnya!" Lucifer mengatakannya dengan ekspresi jijik di wajahnya.
"Ah, aku kehilangan nafsu makan ku.." Lucifer meletakkan sendok nya.
"Apa kamu tidak tau cara mengoleskan obat?" tanya nya meskipun dia sudah mencium bau salep.
Daisy meremas sendok di tangannya, lalu melepaskannya saat merasakan sengatan dari lukanya.
"Aku sudah mengoleskan obat, nanti aku mengompresnya.." jawab Daisy dengan tenang.
'Apa dia khawatir?' batin Daisy.
Hati Daisy tiba-tiba terasa hangat. Meskipun ungkapan Lucifer sedikit kasar.
"Aku akan kembali ke rumah utama untuk menemui Kakek dalam beberapa hari. Jangan tinggalkan bekas luka apa pun!"
"Jangan biarkan Ibuku mengetahui nya!"
Daisy tersenyum kecut. Benar, hanya karena itu alasannya. Tidak karena yang lain. Bagaimana bisa dia peduli padanya.
'Dia tidak mungkin mengkhawatirkan ku..' batin Daisy.
Ding~
Lucifer mengambil ponselnya untuk memeriksa. Pesan itu berasal dari nomor yang tidak dikenal, wajah nya menjadi muram setelah membuka pesan itu.
Melihat Lucifer yang tiba-tiba berubah ekspresi, Daisy bertanya dengan cemas, "Ada apa? Apakah ada masalah dengan perusahaan?"
Lucifer tiba-tiba membalik piringnya dengan emosi. Makanan yang tadi berada di piringnya berceceran di meja makan.
Dia bangkit untuk meninggalkan meja makan. Berjalan ke arah pintu dan keluar dengan meninggalkan suara gebrakan pintu. Suara mobil di luar rumah berangsur-angsur menghilang, tidak menyisakan apa pun kecuali Daisy yang menangis dan tidak tahu harus berbuat apa.
Gedung perusahaan keluarga Killian.
Lucifer membaca berkas-berkas di tangan nya dengan wajah serius, perlahan tatapan nya bergerak kebawah.
"Apakah kau yakin dengan apa yang kau selidiki?" tanya Lucifer pada sekertaris nya, Gavin.
"Ya, Tuan Muda. Alasan mengapa kami tidak dapat menemukan keberadaan Nona Rose adalah karena seseorang dengan sengaja menyembunyikan dan menghapus jejaknya. Kali ini, menurut petunjuk yang diberikan informan kami, kami berhasil menemukan jejak Nona Rose." jelas Gavin.
"Dan juga.." ucap Gavin ragu-ragu , lalu menggantung ucapannya.
Lucifer mengangkat kepalanya dan menatap tajam pada pria itu.
"Katakan!" tegasnya.
"Nona Rose bertemu dengan Nona Daisy sebelum dia menghilang. Dan CCTV di kedai kopi merekam Nona Daisy beberapa kali menampar Nona Rose," ucap Gavin dengan hati-hati.
Lucifer mencengkeram kertas di tangannya hingga kusut. Rahangnya terlihat mulai mengeras.
Dalam perjalanan pulang, Lucifer teringat hari dimana terakhir kalinya dia bertemu Rose. Saat itu mata dan pipi Rose terlihat bengkak, namun saat di tanya Rose membuat alasan dengan terlalu banyak minum.
Saat itu Lucifer mempunyai keraguan terhadap Daisy, karena Rose sering menceritakan tentang sifat buruk saudara tirinya itu. Dia tidak menyangka bahwa tebakannya saat itu benar.
"Seharusnya saat itu aku langsung membunuhnya!"
...****************...
Dengan bosan Daisy duduk di depan TV sambil terus menggonta-ganti chanel. Kemudian berhentilah dia di salah satu chanel yang menampilkan wajah suaminya.
Berita itu mengatakan bahwa pemimpin Killian Group itu baru saja membeli perusahaan lain. Pria dalam berita itu mengerutkan kening karena dia tidak suka di potret oleh reporter.
"Nona Daisy, anda tidak perlu menunggu. Minum susu anda dan tidurlah terlebih dahulu.." ucap Paman Calix dengan nampan berisi susu di tangannya.
Daisy tersenyum, kemudian mengambil segelas susu itu dari nampan. "Terima kasih, Paman Calix.." ucap Daisy. Kemudian mematikan TV nya dan berjalan ke lantai atas setelah menghabiskan susu nya.
Daisy membuka gorden balkon nya, dan tiba-tiba cahaya terang bersinar di luar. Suara mobil Lucifer terdengar. Daisy tersenyum, kemudian keluar kamar dan berlari menuruni tangga dengan gembira.
"Lucifer~" Daisy menyambut Lucifer yang baru masuk.
Lucifer berjalan mendekat, dengan perasaan dingin menatap gadis dihadapannya. Dia menggertakkan gigi nya dan mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Daisy Elyssia Mirabelle!" Lucifer menekankan nama Daisy.
Takut dengan tatapan mata dan suara dingin Lucifer, Daisy memundurkan langkah nya. Namun dengan kasar Lucifer menyeret nya kembali mendekat.
"Apakah putusnya hubungan dan menghilangnya Rose secara tiba-tiba ada hubungannya denganmu?" teriak Lucifer dengan tajam.
Daisy menatap Lucifer dengan tidak percaya, kemudian menundukkan kepala nya dan tersenyum pahit.
"Jika aku berkata tidak, apakah kamu akan mempercayaiku?" ucap Daisy.
"Apakah aku akan percaya padamu? Orang sepertimu akan selalu melakukan apa saja demi keserakahan mu!" bentak Lucifer.
"Bagaimana kau bisa menikahi ku saat itu?! Bukankah kau selalu melakukan hal-hal kotor? Beraninya kau memanipulasi Ibuku!" cengkeraman tangannya semakin kuat.
Daisy tahu bahwa Rose adalah topik sensitif Lucifer. Tidak ada seorang pun yang berani menyebut nama itu, tak terkecuali keluarganya sendiri.
Ada banyak jejak Rose di rumah itu, rumah pernikahan Lucifer dan Daisy. Dan Lucifer dengan hati-hati melindungi semua foto-fotonya di ruang kerja dan sebuah piano di ruangan lantai dua.
Bahkan baju-baju peninggalan Rose masih tersimpan dengan baik di salah satu ruangan khusus. Bayangkan betapa sakitnya Daisy. Rumah kebahagiaan nya dipenuhi oleh barang seseorang yang dicintai suaminya.
"Aku bilang tidak!" tegas Daisy.
Pada saat itu, ponsel Lucifer berdering, dan setelah sambungan teleponnya terhubung, tiba-tiba ekspresi nya berubah menjadi panik.
"Jika kau benar-benar menyakitinya, aku akan membuatmu membayar harga yang dua kali lebih menyakitkan!" ucap Lucifer pada Daisy setelah memutus panggilan nya.
Lucifer menghempas tubuh Daisy dengan kasar hingga dia tersungkur ke lantai. Lalu pergi keluar. Dengan buru-buru Daisy bangkit dan mengejar Lucifer keluar.
"Tunggu, kamu mau kemana selarut ini?" tanya Daisy yang mengejar Lucifer.
Lucifer masuk ke mobilnya dan melaju pergi tanpa menghiraukan Daisy.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!