Amira harus menelan pil pahit, ketika seorang kekasih yang selama ini dia sayangi harus bersanding dengan sahabatnya sendiri, dengan alasan cintanya sudah habis dengannya, bahkan selama satu tahun ini sang kekasih bertahan karena berpura-pura dan tanpa berpikir panjang lelaki yang bernama Arya itu mengakhiri begitu saja hubungannya dengan Amira, di saat yang bersamaan Amira ingin memberi kejutan kalau dia tengah mengandung benih kekasihnya itu.
"Maafkan aku Mira, yang selama ini sudah membohongimu, tapi aku tidak bisa terus-terusan di siksa hati seperti ini, cinta ku benar-benar sudah habis dan maafkan aku jika harus mengakhirinya," ucap seorang lelaki yang bernama Arya itu.
"Apa gara-gara Nadine, kau mengakhiri hubungan yang sudah lima tahun ini, ingat Mas, dulu kau yang meyakinkan hati ini untuk memilihmu dan kau berjanji tidak seperti lelaki kebanyakan, tapi nyatanya apa! Kau malah menjadi racun yang bisa mematikan hatiku," sahut Amira dengan tatapan yang penuh dengan luka.
"Amira, mungkin dulu aku begitu menggilai mu, tapi dengan berjalannya waktu rasa itu mulai berkurang, dan maaf aku bukan tipikal orang yang bisa membohongi hati dan pikiranku, aku sudah mencoba untuk menyelami hati ini agar bisa mencintaimu seperti dulu lagi, tapi semakin aku berusaha semakin tersiksa pula hati ini," pungkas Arya.
Sedang Amira sudah tidak bisa berkata-kata lagi dia tidak tahu lagi harus berbuat apa sedangkan dirinya tidak ingin menggenggam tangan yang tidak ingin di genggam.
"Kamu yakin dengan keputusanmu itu?" tanya Amira mencoba untuk tidak mengeluarkan air mata setetes pun.
"Aku yakin, Mir," sahut Arya dengan tatapan nanar.
"Baiklah kalau begitu aku akan pergi jauh dari kehidupan mu, agar supaya aku bisa menyembuhkan luka yang sudah kau torehkan padaku, dan aku hanya bisa memberikan ini," ucap Namira sambil memberikan sebuah kado berukuran kecil.
"Mir, ini apa?" tanya Arya.
"Sebuah kenangan berharga yang tak mungkin kamu lupakan, dan tolong jaga baik-baik kado itu jangan dibuka dulu sebelum satu Minggu kepergian ku," pinta Amira sambil berlalu pergi meninggalkan Arya yang mematung sambil memandangi kado kecil pemberian dari mantannya itu.
*****
Amira sudah mulai mengemasi baju-bajunya di dalam koper, gadis yang sejak dulu di dewasakan oleh keadaan itu, harus benar-benar menata dan menguatkan hatinya, ketika di terpa badai seperti ini.
Ini bukan tentang putus cinta semata, melainkan ada kehidupan lain yang sedang tumbuh di dalam janinnya, bahkan gadis cantik itu sudah bertekad akan tetap mempertahankan janinnya meskipun sang pemilik janin sudah tidak menginginkan dirinya lagi.
"Mungkin Tuhan begitu baik Nak, dengan menghadirkan dirimu di tengah-tengah kehidupan Ibu yang sebatang kara ini, tetaplah bertahan karena hanya dirimu yang ibu punya di dunia ini," ucap Amira sambil berlalu pergi meninggalkan kota yang penuh kenangan ini.
Pesawat membawanya pergi di kota kecil yang letaknya paling ujung timur di pulau Jawa, Amira sudah memikirkan matang-matang untuk tinggal di kota kecil yang jauh dari polusi ibu kota, langkahnya terhenti di sebuah desa yang dulu pernah ia datangi bersama rekan kerjanya dulu.
"Assalamualaikum," ucap Amira dengan senyum yang hangat.
"Walaikum Salam," sahut Si Mbah.
"Mbah Iyam, gimana kabarnya?" tanyaku dengan senyum yang mengembang.
"Kamu siapa ya Nduk, maaf, Mbah suka lupa orangnya," sahut Mbah Iyam
"Aku Amira Mbah temannya Ana dulu," ucap Amira.
"Oh, kamu temannya Ana dulu, yang dari Jakarta itu ya!" serunya begitu antusias menyambut kedatangan tamu dari kota.
"Ayo Nduk masuk-masuk," ajak Mariyam atau Mbah Iyam.
"Iya, Mbah Makasih," sahut Amira.
Amira pun di persilahkan masuk oleh wanita paruh baya itu, dia begitu sumringah kedatangan tamu dari jauh dan seperti biasa wanita paruh baya itu langsung melayani tamunya dengan begitu baik.
"Ayo Nduk, teh nya di minum," ucap Mariyam.
"Iya Mbah, makasih," sahut Amira sambil tersenyum hangat.
Sesaat Amira sambil menjelaskan kedatangannya kemari ingin menetap di kota ini dan gak tahu kapan pulangnya.
"Begini Mbah, sebenarnya kedatangan saya kemari, ingin menetap di kota kecil ini," ucap Amira sedikit menahan malu.
"Oh, kamu mau pinda ke sini ya Nduk," sahut Iyam.
"Iya, Mbah dan aku minta tolong untuk di carikan rumah sewaan pertahunnya di sini Mbah," pinta Amira.
"Oh begitu ya Nak. Baiklah di seberang jalan sana ada rumah di kontrakan kebetulan pemiliknya ada diluar negeri jadi TKW dan rumahnya gak ada yang ngurus, kalau mau sekarang ya monggo aku antar sekarang," ucap Mbah Iyam.
"Baiklah Mbah kalau begitu ayo," ajak Amira dengan begitu semangat.
Singkat cerita rumah sewaan yang Amira kontrak sudah dil pertahunnya dan di sini Amira hanya dapat ngontrak dua tahun saja, selebihnya mungkin gadis cantik itu akan berpindah-pindah tempat.
******
Satu Minggu kemudian di sebuah kota Jakarta, seorang lelaki tengah menikmati malam panjangnya bersama dengan seorang gadis yang merupakan sahabat dari mantannya itu, ya dia adalah Arya dan Nadine yang sekarang bisa hidup damai tanpa bayang-bayang dari Amira.
"Akhirnya Sayang, hubungan kita bisa bebas," ucap Nadine sambil mencium pundak Arya.
"Iya, Sayang, dan beruntungnya si Amira tidak berontak, ketika aku ajak berpisah, padahal dalam hati aku tidak tega mengatakan itu semua, tapi bagaimana lagi, aku tidak bisa lepas darimu yang begitu menggoda," puji Arya seakan tidak pernah mengerti bagaimana hancurnya hati Amira saat ini.
"Iya Sayang, kita ini sudah di takdirkan untuk saling memiliki karena kita sama-sama saling cinta, mungkin cinta mu sudah habis untuk Amira, dan mau tidak mau dia harus terima, lagian modelan kaya begitu dapat lelaki setampan dan sekaya kamu, ya tidak imbang lah," cetus Nadine yang membanggakan diri sendiri.
Setelah cukup lama melepas kerinduan, akhirnya Arya mulai kembali ke apartemennya, sejenak dia melihat sebuah foto dia dan Amira yang sudah di bingkai indah yang terpajang di meja kerjanya.
"Maaf ya, sekarang cintaku sudah sirna, dan terima kasih banget sudah mau mengerti dengan keadaanku, semoga di luaran sana kamu bisa mendapatkan lelaki yang baik yang menerima kamu apa adanya," ucap Arya sambil menatap sendu wajah mantan kekasihnya itu.
Sejenak pria itu teringat dengan kado terakhir yang diberi oleh sang mantan.
"Oh, iya inikan sudah tujuh hari, aku penasaran dengan kado yang terakhir kali diberi oleh Amira, semoga saja kado itu akan menjadi kenangan manisku bersama dengan dia," gumam Arya yang langsung mengambil kado tersebut dari dalam laci.
Perlahan Arya mulai membuka kertas yang menempel diatas kotak kecil itu, begitu tahu isi didalam kado itu, tubuh Arya tiba-tiba tersungkur begitu saja di lantai
Deg!!!
Bersambung ....
Arya begitu terkejut bahkan hatinya terasa sakit melihat sebuah alat tes kehamilan yang terlihat jelas dua garis merah di dalamnya, membuat kehidupan Arya seakan runtuh begitu saja.
"Amira....!" teriak Arya, menggema di ruangan kamarnya.
"Apa yang kau maksud dengan alat ini Mir, kenapa kamu tidak berusaha untuk jujur, kalaupun kamu jujur sebisa mungkin aku akan tanggung jawab terhadap anak kita!" teriak Arya penuh dengan frustrasi.
Sejenak Arya mulai menelisik sebuah lipatan kertas kecil yang letaknya di samping Tespek itu membuat Arya penasaran dengan isi surat tersebut.
"Hay kesayangan aku, hari ini pas hari jadi kita yang ke lima tahun, jika aku boleh meminta boleh kah aku meminta sesuatu yang begitu aku inginkan sejak dulu, yaitu sebuah pernikahan, aku sangat berharap kamu bisa mengabulkan permintaanku ini, karena apa? Tadi malam aku tiba-tiba tes karena sudah dua Minggu aku telat, dan akhirnya hasilnya begitu membahagiakan dan selamat kamu akan menjadi calon papa dari anak kita nanti, selamat ya papa Arya, ganteng ku kesayangan aku, love-love se kebun." Isi surat dari Amira yang membuat Arya semakin menangis dan menyesali perbuatannya.
"Kau begitu tulus Amira bodohnya aku yang selalu memandang sepele ketulusanmu itu, bahkan satu hal tak bisa aku lupa di saat aku diam-diam bermain api dengan sahabatmu sendiri kau begitu diam dan tak pernah memancing kegaduhan yang membuatku malu, kau sekarang dimana Amira tolong kembalilah lagi, aku tidak akan membiarkan anak kita terlantar," tangis Arya pecah begitu saja.
Tanpa tunggu lama Arya langsung mengerahkan semua anak buahnya untuk mencari keberadaan Amira di seluruh penjuru kota ini, mungkin Arya pikir Amira tidak akan pergi untuk sejauh itu, karena memang gadis itu merupakan sebatang kara dari lahir, bahkan hidup Amira hanya dihabiskan di panti asuhan dan setelah dewasa dia baru mandiri dan ngekost sendiri.
"Amira ayo tunjukkan di mana keberadaan mu, semua akun media sosialmu tidak aktif Sayang, nomor handphone mu juga, kau sengaja ya ingin menghilangkan jejakmu dari aku," ucap Arya sambil menggebrak meja di depannya.
******
Di sebuah desa terpencil seorang gadis cantik yang sekarang ini tengah menata hidup barunya bersama dengan calon buah hatinya yang sekarang masih terlihat rata dan belum menyembul di perut ibunya.
Mungkin anak ini akan menjadi teman dan sahabat untuk Amira karena sejatinya gadis ini dari dulu tidak pernah tahu wajah dan keberadaan orang tuanya, yang iya tahu hanyalah wajah-wajah malaikat yang menyamar sebagai pengurus panti yang setiap hari selalu menjaganya dengan penuh ketulusan di waktu kecil.
"Ibu suci dan adik-adik panti lainnya, maaf ya, Kak Mira harus pergi jauh dari kehidupan kalian, lagian kak Mira tidak mau terus terusan membebani hidup kalian dengan hidup kak Mira yang sudah rumit ini," ucap Amira terhadap dirinya sendiri.
Sejenak gadis itu mulai terpikirkan akan sebuah kotak yang ia berikan satu Minggu yang lalu pada mantan kekasihnya itu.
"Heeemb, apa sekarang dia sudah membuka kotak dari ku, bagaimana ya reaksinya senang bahagia atau malah sebaliknya, ah! Bodohnya aku yang sudah menulis di dalam surat itu, tentang keinginanku untuk menikah," gumam Amira.
"Siapa yang mau menikahimu Amira belum apa-apa kekasihmu sudah mundur duluan, bodohnya aku yang mau begitu saja menyerahkan kehormatanku," pungkas Amira sambil mengelus perutnya yang masih rata.
Karena sudah lelah Amira mulai membawa tubuhnya di ranjang berukuran kecil itu yang cukup nyaman untuk menopang tubuhnya yang sudah lelah.
******
Pukul sudah memasuki jam 02.00 dini hari gadis tangguh itu mulai menyiapkan jualannya ke pasar terdekat, ya memang setelah satu Minggu menetap di kota yang diberi julukan Sunrise of Java ini Amira mulai bergelut dengan dunia perdagangan baru tiga hari ini.
Berawal dari keinginannya yang ingin bekerja sendiri tanpa harus bergantung dengan orang lain, hal ini yang menjadi peluang besar Amira, apalagi posisi rumah yang dia sewa begitu dekat dengan pasar, maka dari itu gadis cantik ini tidak mau menyia-nyiakan peluang di depan mata.
Suara riuh para pembeli di pasar sudah menjadi ciri khas, dan daya tarik tersendiri, tawar menawar itu sudah biasa, dan Alhamdulillah, di subuh hari ini beberapa jenis sayur mayur yang dijual Amira ludes dibeli para pedagang, yang menjajakan dagangannya ke kampung-kampung.
Pukul lima subuh, Amira sudah mulai bisa beristirahat sejenak karena jualannya sudah habis, segera gadis itu menggulung tikarnya lalu memasukkannya kedalam rombong sepedanya.
Sesampainya di rumah Amira langsung menjalankan ibadah wajibnya yang dua rakaat itu, selesai shalat gadis itu tidak hanya berdiam diri, dia langsung berkeliling ke sawah-sawah petani, yang mau menjual hasil panennya pada dirinya.
Di pukul enam pagi para petani sudah berada di ladang, terlihat berbagai tanaman segar seperti bayam, kangkung, dan juga genjer, ada di ladang milik Mbah Sutrisno, seorang paruh baya yang mengabdikan dirinya sebagai petani sayuran seperti ini.
"Mbah Sutrisno," panggil Amira dengan begitu ramah.
"Eh, ada Mbak Amira," sahut Sutrisno sambil menyesap kopi hitam buatan istrinya dari rumah.
Suasana hijau mampu menyejukkan mata, hingga tak terasa sinar matahari sudah terasa terik di kulitnya.
"Mbah, hari ini panen apa?" tanya Amira.
"Hari ini, ada wortel, kol, dan juga para sayuran hijau," jelas Sutrisno.
"Ya sudah Mbah kalau begitu nanti aku ambil semuanya ya, diantar ya di rumah," ucap Amira sambil mengecek sayuran segar yang hendak di panen nanti.
Amira memang selalu memastikan sendiri dagangan yang ia bawa ke pasar harus benar-benar segar dan dari petaninya langsung hal ini bertujuan agar supaya dia bisa menjaga kualitasnya dalam berdagang.
Selesai mendatangi satu persatu pedagang sayur maupun polowijo, Amira langsung pulang ke rumahnya.
"Nduk, kamu baru pulang," sapa Mbah Iyam sambil membawa rantang yang isinya makanan untuk Amira.
"Iya Mbah, Mira baru saja datang," sahut Amira.
"Nduk ini ada sayur bening bayam dan juga ikan pepes ada juga dadar jagungnya, makanlah yang banyak ya, karena kamu butuh nutrisi yang banyak untuk dirimu dan juga anak yang ada di kandunganmu," tutur Iyam ketika sudah masuk ke dalam rumah Amira.
"Mbah Makasih ya, sudah repot-repot bawakan makanan tiap harinya," ucap Amira yang begitu senang selalu mendapatkan perhatian dari wanita paruh baya itu.
"Nduk, kamu itu ngomong apa? Wong semua bahan-bahan dari kamu kok, si Mbah ini terima masak saja," sahut Iyam.
"Ya meskipun begitu Mira banyak terima kasih Mbah, gak pernah ikutan masak tapi selalu makan enak dari tangannya si Mbah, sumpah deh masakan Mbah begitu enak cocok di lidahku," terang Amira.
"Syukurlah kalau kamu suka Mbah juga merasa senang, Mbah gak bisa ngasih kamu apa-apa hanya bisa ngasi doa dan tenaga semoga saja kalau anakmu lahir kelak Mbah masih sehat dan bisa bantu-bantu kamu mengurus anakmu nanti," ucap Iyam.
Amira begitu tersentuh mendengar tutur kata dari seorang paruh baya di depannya itu, jujur dari dulu Amira memang haus akan belaian kasih sayang dari seorang ibu, namun ketika bertemu dengan Mbah Iyam gadis itu serasa memiliki seorang ibu karena setiap harinya ada yang memperhatikannya.
Bersambung!!!
Sore Amira datang lagi semoga Kakak-kakak suka ya dengan novel baru dari aku.
Hari demi hari sudah terlewati, tidak terasa kandungan Amira sudah memasuki bulan ke sembilan, meskipun begitu perempuan hamil itu masih saja menjalankan aktivitasnya sebagai bakul sayur, yang selalu bangun di jam 02.00 dini hari, untuk datang ke pasar menjajakkan semua dagangannya.
"Mbak kangkungnya dua ikat, kajang panjangnya tiga ikat," ucap seorang pembeli.
"Baik Pak, silahkan di pilih dulu," sahut Amira dengan sopan.
Pembeli tersebut mulai memberikan uang dengan jumlah belanjaan yang dia beli, tak jarang banyak pembeli yang merasa iba karena sampai detik ini Amira masih kekeh untuk berjualan.
"Mbak, kandungannya sudah berapa bulan?" tanya seorang pembeli.
"Sembilan Pak," sahut Amira.
"Semoga saja dedek baginya lahir dengan selamat, selama di kandungan anak Mbak sudah diajarkan berdagang, mudah-mudahan saja besarnya menjadi orang yang sukses," ucap pembeli itu.
"Terima kasih Pak, untuk doa yang Bapak panjatkan," sahut Amira.
Setelah itu Amira langsung melanjutkan dagangannya lagi, dia mulai menawari setiap pembeli yang datang melewati jualannya, meskipun Amira sudah banyak pelanggannya tapi tetap saja perempuan ini tidak berhenti berusaha untuk menarik pembeli baru agar dagangannya habis tak tersisa.
"Ayo Buk ibu Bapak-bapak, silahkan di pilih harga mura saja, biar sama-sama untung ya Pak Bu," ucap Amira yang sudah pasih dengan trik penjualannya.
"Mbak, kol satu kilo nya berapa?" tanya pembeli tersebut.
"Kok satu kilo 18 ribu Mbak, harganya lagi mahal-mahalnya ini Mbak," sahut Amira.
"Iya Mbak, karena tidak ada musimnya makanya mahal," sahut pembeli tersebut yang memang sudah tahu dengan harga pasar.
"Iya, Mbak, aku tuh kalau barang murah ya aku jual murah, kalau mahal ya aku jual mahal," ucap Amira.
"Iya Mbak, masak murah di jual mahal, mau naik haji kali," canda pembeli tersebut.
"He, he yang baik-baik saja diambil semoga aku bisa naik haji beneran ya Mbak," papar Amira.
"Amiin," ucap pembeli tersebut.
Selesai memilih aneka sayur mayur pembeli tersebut langsung membayar sesuai dengan harga yang sudah di total oleh Amira.
Ibu hamil itu masih bersemangat, melayani para pembeli yang datang dari penjuru desa manapun, maklum lah pasar yang dia tempati berjualan merupakan pasar yang cukup besar sehingga tidak sulit untuk mendatangkan pembeli.
Seperti biasa pukul setengah enam jualan Amira sudah mulai tinggal sedikit, sambil menunggu pembeli lagi perempuan itu sambil menikmati sedapnya nasi pecel di tengah pasar.
"Alhamdulillah Ya Allah, engkau masih memberikan hamba, tenaga untuk bekerja dengan mental yang cukup bagus untuk berjualan, sehingga hamba tidak kesulitan untuk makan seperti ini, sungguh kenikmatan yang sangat luar biasa," ucap Amira sambil menikmati nasi pecel itu.
Selesai makan tiba-tiba pelanggan mulai berdatangan satu persatu meskipun tidak sebanyak tadi, setidaknya dia pulang tidak terlalu membawa banyak bahan dagangannya.
"Alhamdulillah sayurku sudah habis," ucap Amira sambil menggulung tikar tempatnya berjualan dan mengambil barang-barang lainnya untuk di letakkan di gerobak sepedanya.
Sepeda Supra X keluaran lama siap melaju menuju pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari pasar.
Sesampainya di rumah tiba-tiba saja Amira merasakan mulas, tapi perempuan itu tidak terlalu peduli dengan mulas yang tidak terlalu kencang, bahkan perempuan itu masih kuat untuk meletakkan kembali bahan-bahan yang tersisa sedikit itu di dalam kulkas.
Bahkan seperti biasa perempuan hamil itu masih kuat mencuci baju, piring dan juga membersihkan rumah.
"Ah sepertinya kontraksi mulai datang, apa aku bawa saja ya ke rumah bidan," ucap Amira sendiri.
"Eh, bentar dulu, kata tetangga kalau belum terlalu mulas jangan dibawa dulu tunggu sampai benar-benar mulas," pikirnya kembali, setelah itu masih dia lanjutkan tugasnya untuk menjemur pakaiannya.
Setelah satu jam lebih, melakukan aktivitas rumah, akhirnya Amira merasakan mulas yang lumayan membuat bibirnya meringis akibat menahan kontraksi yang datang, sehingga membuat perempuan itu sambil tertatih, menyiapkan keperluannya untuk bersalin sendiri, karena memang Amira tidak mau merepotkan siapa-siapa meskipun tetangganya baik semua.
"Ya Allah rasanya begitu sakit, Mas Arya, di sini aku mulai berjuang untuk mengeluarkan darah dagingmu lahir ke dunia," ucap Amira sambil meneteskan air matanya.
*****
Sedangkan di ibu kota sana seorang pria dengan mengenakan baju pengantin berwarna putih siap untuk mengucapkan ijab kabulnya, dengan begitu tegas dan lantang.
"Saudara Arya Sudibyo, saya nikahkan engkau dengan putri saya yang bernama Nadine Amalia Putri dengan mas kawin logam mulia seberat 50 gram dan uang sebesar 300 juta dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya saudari Nadine Amalia Putri dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Gimana para saksi sah?" ucap pak penghulu.
"Sah ... Sah," sahut para keluarga dan sahabat yang menghadiri akad nikah tersebut.
"Alhamdulilah," ucap Penghulu tersebut.
Semua tamu undangan saudara kerabat dan juga teman dari Nadine dan juga Arya turut menyaksikan kebahagiaan pasangan pengantin baru tersebut, tapi diantara mereka yang dekat, begitu menyayangkan dengan sikap Nadine yang tega menikung sahabatnya sendiri demi seorang lelaki.
"Akhirnya kesampaian juga ya cita-cita Nadine untuk ngerebut Arya dari Amira," ucap salah satu teman.
"Sudah deh berarti jodohnya sama Amira sampai di situ saja," sahut yang satunya lagi.
"Ini nih modelan manusia yang tidak bertanggung jawab, dengan mengatakan takdir Tuhan, padahal kan kita sudah di kasih otak untuk berpikir, aku kurang setuju ya, dengan argumen orang-orang yang selalu membela perebut dengan alasan yang seperti itu, pakek bilang jodohnya gak ada, terus ada yang bilang paling menyakitkan, laki-laki tidak akan menikahi wanita yang menurutnya kurang begitu baik. Helo ... kalau merasa tidak baik kenapa harus pacarin anak orang dengan waktu yang cukup lama," berontak teman yang bernama Sindy itu.
"Idih elo kok ngegas orang yang jalanin santai saja," sahut Elma.
"Bukannya ngegas aku paling gak suka dengan orang yang suka ngebela perebut ataupun penikung, bahkan ada loh orang dengan bangganya bilang, kalau masih pacaran tuh sah sah saja kalau laki-laki mendua itukan untuk dia mempertimbangkan wanita yang mana yang pantas untuk dinikahi, helo! Kita ini manusia bukan barang yang harus butuh pertimbangan," sahut Sindy yang tidak mau kalah.
"Kayaknya ini masalah pribadimu deh, kok malah ngegasnya sama aku, sana kalau gak terima bilang sama Nadine nya sendiri," cetus Elma yang merasa geram.
"Iya memang ini masalah gue pribadi, dan gue gak suka sama modelan orang yang suka ngebela perebut seperti kamu ini," pungkas Sindy.
Para tamu undangan mulai naik ke pelaminan untuk mengucapkan selamat kepada dua mempelai yang baru meresmikan pernikahannya ini dan tidak dibayangkan dengan santainya Sindy memberikan selamat kepada pengantin wanita sambil membisikkan sesuatu di telinga Nadine.
"Selamat ya sudah berhasil merebut pacar sahabatmu sendiri dasar perempuan ular, mau marah ayo marah saja biar semua orang yang ada di sini tahu dengan kebusukan mu," bisik Sindy sedangkan Nadine hanya menatap wajah Sindy penuh kebencian.
Siang kakak-kakak .... Semoga suka ya dengan kelanjutan bab ini terima kasih🥰🥰🥰🙏🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!