NovelToon NovelToon

Dua Istri Polosku

Menuju Panti Asuhan

Pagi ini begitu tenang, tidak ada yang menganggu duda tak ada anak itu. Siapa lagi kalau bukan Rahul Atmaja, di tinggal istri saat malam pertama membuat ia tak suka menikah muda. Rahul di jodohkan orangtuanya saat ia baru menyelesaikan sekolah menengah atas, untuk laki-laki seusianya saat itu adalah suatu yang buruk untuknya. Menikah dengan wanita yang sakit-sakitan dan meninggal saat malam pertama membuat ia harus menyandang gelar duda saat kuliah.

Kini dia tak muda lagi, umurnya sekarang 30 tahun tepatnya 2 bulan lagi. Rahul belum menikah, orangtuanya tak lagi menjodohkan Rahul karena takut Rahul marah. Rahul saat ini mengurus perusahaan kakek buyutnya, kata orang-orang harta mereka tak habis tujuh turunan dan Rahul keturunan yang ketiga. Rahul tak suka wanita, belum suka maksudnya. Gara-gara pengalaman buruk saat ia menikah dan ia belum ingin mengenal wanita lagi, baginya wanita akan merepotkan apalagi yang sakit-sakitan.

Kring Kring Kring

Alarm yang memekakkan telinga membuat Rahul terbangun, hari sudah menunjukkan tepat pukul 07:00 dan ia tetap setia dengan kasurnya. Dengan berat hati Rahul bangun dan mematikan alarm yang terpasang di jam weker, tak lama itu alarm handphonenya juga berbunyi.

Rahul tidur memakai piyama, wajahnya saat ini jangan di tanya, pastinya berwajah bantal. Kusut sekali, tapi saat Rahul mengusap wajah dan mengatur rambutnya kebelakang membuat wajahnya yang kusut kini tampak menawan. Rahul memang tampan, sangat tampan dan banyak memenuhi hati para wanita di kantornya. Sayangnya, semua hati itu kecewa saat tidak ada sedikitpun lirikkan untuk mereka, tapi pemuja tetaplah pemuja mereka tetap menyukai Rahul yang tampan dan angkuh.

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu kamarnya membuat ia bangkit dari tempat tidur, Rahul berjalan menuju pintu sambil mengatur piyamanya.

Ceklek

Rahul melihat adik iparnya yang gendut sudah tampak segar dan rapi, adik ipar laki-lakinya ini sangat baik dengan dirinya. Namanya Ikbal, tapi Rahul memanggilnya Bulat karena adik iparnya itu memang sangat gendut dan pendek sebahu Rahul.

"Ayolah bang, ini sudah jam tujuh. Jam sembilan kita akan ke desa terpencil itu, cepatlah mandi!" kata Bulat berbicara sekaligus dengan tangannya yang memperagakan apa yang di ucapnya, begitulah ciri khas Bulat.

Rahul terkekeh pelan melihat adik iparnya itu, "baiklah, Bulat. Aku akan bersiap dulu, kau bereskan semua barang-barang yang akan di bawa," balas Rahul sambil memperhatikan perut Bulat yang bulat dan besar.

"Semua barangnya sudah beres, lori juga sudah siap untuk jalan. Tinggal Abang saja, makanya cepat sedikit," Bulat mengatakan itu dengan tak sabar, Rahul geram melihat adik iparnya yang menggemaskan menurutnya, walaupun sudah berumur 26 tahun.

"Iya, Bulat. Aku mau mandi dulu, kita akan pergi setelah aku bersiap. Aku ingin sarapan di mobil saja agar kita cepat sampai ke desa itu," setelah mengatakan itu Rahul langsung masuk menggelitik perut Bulat membuat adik iparnya itu tertawa dan melangkah mundur ke belakang.

Rahul dengan cepat menutup pintu, ia dengan senang hati langsung menuju kamar mandi. Bulat hendak marah, namun di urungkannya karena tidak ingin mencari keributan pagi-pagi hari.

Rahul berkaca di dalam kamar mandi, ia melihat wajahnya yang tampan yang di tumbuhi dengan kumis dan jenggot yang tipis. Setelah puas memperhatikan wajahnya, kemudian Rahul mencukur kumis dan jenggotnya sampai mulus.

Rahul mandi cukup lama, ia tak suka jika badannya kotor makanya ia mandi hampir satu jam. Rahul keluar kamar mandi saat jam menunjukkan pukul 07:59. Setelah itu, Rahul berpakaian rapi, sangat sederhana dengan baju kaos panjang warna kuning dan celana jeans warna hitam. Rahul sengaja memakai pakaian seperti itu agar tampak cerah di depan orang-orang desa nanti, tak lupa pula ia memakai sepatu kets warna putih.

"Tidak ada yang lebih tampan selain diriku di dunia ini," ucap Rahul percaya diri.

Setelah memastikan wajah, rambut, serta pakaian telah sempurna akhirnya Rahul keluar kamar pukul 08:30. Rahul langsung menuju pintu luar rumah, ia tahu pasti Bulat sudah memasang wajah cemberut di depan mobil nanti.

Rahul berjalan agak lama karena kamar dan pintu luar agak jauh, rumahnya begitu besar membuat ia lelah sendiri berada di rumahnya itu. Udin membukakan pintu untuk tuannya, ia menyapa dengan menundukkan kepalanya.

"Selamat pagi, ayo kita berangkat sekarang," kata Rahul sambil merentangkan tangan, ia berdiri di depan teras rumahnya yang besar. Bulat menghela nafas berat, tak lupa mengelus dadanya yang gemuk dan berisi.

Rahul berjalan menuju mobil yang sudah di sediakan, Bulat masuk lebih dulu di tempat duduk belakang. Rahul terkekeh pelan melihat adik iparnya itu, ia juga menyusul duduk di samping Bulat. Setelah semuanya merasa siap, Peri sang supir langsung tancap gas menuju desa terpencil dengan jarak 4 jam itu.

"Dasar Abang ipar, untung saja aku mencintai adiknya. Dia berbeda sekali hari ini, biasanya tak tinggal memakai jas. Sekarang lihatlah, dia seperti anak muda yang menyukai artis-artis Korea itu. Wanginya, mengapa sangat maskulin," Bulat berbicara dalam hati.

Merasa di lirik-lirik oleh adik iparnya, Rahul yang sedang bermain handphone langsung menoleh cepat ke arah Bulat yang sedang memandangnya sambil memicingkan mata.

"Apa yang kau bicarakan dalam hatimu?" tanya Rahul dengan cepat.

"Apanya? aku tidak bicara apapun," jawab Bulat mengelak, ia menelan air ludahnya sendiri.

"Jangan bohong, aku tahu kau pasti membicarakan yang buruk-buruk soal penampilan ku ini kan?" tanya Rahul lagi, kini dengan nada yang agak tinggi.

"Mana ada, Abang itu yang terlalu percaya diri. Untuk apa juga aku membicarakan Abang dalam hati, hatiku ini sudah di penuhi dengan Khani, istriku." Bulat menjawab dengan sombong, sementara Rahul menatap Bulat tak percaya.

"Ah sudahlah, aku mau tidur dulu. Jika sudah sampai bangunkan aku dan pastikan jika barang-barang di lori baik-baik saja!" Bulat hanya menganggukkan kepalanya saja, setelah mengatakan itu Rahul memakai earphone yang di bawanya sedari tadi dan memejamkan mata seraya mendengar lagu.

"Apa dia punya indera keenam? semua yang aku pikirkan tahu. Huh, dasar duda sok ganteng!" umpat Bulat dalam hati.

Lori di belakang mobil mereka terus mengikuti, perjalanan masih sangat jauh. Barang-barang untuk panti asuhan di dalam lori di jaga dengan aman. Rahul memang suka membagikan sedikit hartanya untuk panti-panti asuhan di seluruh Jawa, panti asuhan yang di desa terpencil ini yang belum ia beri dan ia ingin turun tangan langsung walaupun jarak yang akan di tempuh cukup jauh.

Bersambung

Dua Gadis Kembar

Rahul bangun sebelum sampai di desa, ia terbangun karena jalan menuju desa sangat menganggu tidurnya. Tanah merah menjadi jalan menuju desa itu, desa tak bernama. Desa Tanpa Nama namanya, di kenal dengan kesejukan dan asrinya desa itu. Penduduk di sana sangat sedikit, bahkan hanya beberapa keluarga di sana. Desa itu hanya di ramaikan dengan anak-anak panti asuhan, anak-anak yang di buang oleh orangtua mereka sendiri. Pegunungan, kebun dan sungai menjadi tempat mereka mencari makan, bahkan pakaian saja mereka hanya memiliki satu atau dua potong per orang.

Mobil memasuki kawasan perumahan yang berjarak sangat jauh, tepat di ujung jalan ada sebuah rumah kayu panggung yang cukup besar dengan halaman yang luas dan banyak pohon-pohon rindang. Rumah itu kelihatan sangat tua, tapi melihat anak-anak yang ramai dan tertawa riang berlarian di halaman membuat suasana hati makin tenang melihatnya.

Mobil berhenti di halaman luas itu, anak-anak melihatnya dengan tatapan bingung. Mereka tak pernah melihat mobil sebelumnya, anak-anak itu mundur saat ada lori yang besar juga ikut masuk ke halaman main mereka, sungguh mereka takut.

Mendengar suara anak-anak yang berisik membuat ibu pengasuh mereka keluar, wanita paruh baya itu keluar dari rumah panggung dengan memakai baju batik dan kain di ikat, sangat sederhana. Ia bingung melihat ada yang datang menggunakan mobil, sebab memang tidak pernah ada yang datang menggunakan mobil. Jikapun ada yang menitipkan anak di panti asuhan pasti ibu Asih menerimanya saat subuh hari di depan pintu.

Rahul keluar dari mobil dengan senyuman yang mengembang, begitupun juga dengan Bulat. Mereka senang melihat anak-anak yang ramai, tapi mereka langsung mengembalikan senyuman saat anak-anak itu berlarian masuk ke dalam rumah.

Ibu Asih turun dari tangga rumah itu dan langsung berlari kecil menuju Rahul dan Bulat yang sedang berjalan menuju dirinya, Ibu Asih agak kesusahan berlari karena angin yang cukup kencang dan di tambah faktor umur.

"Maaf, ada keperluan apa kalian kemari?" tanya Ibu Asih langsung sebab ia kasihan melihat anak-anak yang ketakutan melihat mereka.

Rahul tersenyum kembali, begitu juga dengan Bulat.

"Maaf Bu, saya Bulat, eh.. maksudnya Ikbal. Saya dan Abang ipar saya mau memberikan sedikit harta kami untuk di sumbangkan ke panti asuhan ini.

"Hiks.." Ibu Asih menangis, sudah lama bahkan sudah bertahun-tahun orang tak pernah memberikan sumbangan lagi. Ibu Asih terharu mendengarnya.

Rahul dan Bulat saling melirik, Rahul mengangguk dan Bulat mengerti apa yang di maksud dengan kakak iparnya itu.

"Lori itu semuanya berisi makanan dan pakaian, serta juga mainan untuk anak-anak di panti. Maafkan kami yang datang tanpa kabar, boleh kami masuk untuk melihat kondisi rumah, Bu?" Bulat berbicara hati-hati ia takut menyinggung perasaan Ibu Asih.

Ibu Asih mengangguk, "ayo masuk, saya minta maaf karena sudah menangis di depan kalian," kata Ibu Asih sambil menghapus air matanya, kemudian ia tersenyum dan mempersilahkan Rahul dan Bulat masuk kerumah itu.

Hati Rahul dan Bulat tersentuh melihat keadaan dalam rumah panggung yang di tempati anak-anak panti, rumah itu sangat luas di dalamnya dan banyak tersusun kasur tipis untuk alas tidur anak-anak. Tidak ada kursi di sana, tidak ada barang-barang elektronik dan tidak ada jam dinding. Hanya rumah panggung yang sudah tua dan tidak memiliki isi apapun hanya anak-anak dan kasur untuk tidur.

Ibu Asih mempersilahkan Rahul dan Bulat duduk di papan tak beralas, ia berpamitan untuk membuat minuman tapi Rahul menghentikannya, Rahul tidak ingin merepotkan.

"Maafkan saya jika kami tidak menyuguhkan apapun untuk tamu seperti kalian," ucap Ibu Asih sambil menundukkan kepala, ia sangat sungkan di depan Rahul dan Bulat.

"Tidak apa-apa, maafkan kami yang baru tahu jika ada panti asuhan di daerah terpencil ini. Apa kami bisa melihat anak-anak tadi?" Bulat sebenarnya ingin berjalan melihat-lihat rumah itu dengan baik, Rahul mengatakan kepadanya jika kondisi panti tidak memungkinkan maka akan di perbaiki, namun karena badannya yang berat ia tidak berani berjalan di rumah kayu yang tua itu.

"Boleh, tunggu di sini sebentar saya akan memanggilnya," Ibu Asih menjawab dengan lembut, ia berdiri dan berjalan menuju dapur di mana tempat anak-anak berkumpul.

"Ayo semuanya kita bertemu dengan om-om itu, mereka semuanya baik-baik, jadi jangan takut."

Anak-anak itu mengangguk mereka menuruti apa yang di katakan Ibu asuhnya itu. Mereka berjalan di belakang Ibu Asih, sangat ramai. Bulat khawatir jika rumah itu tiba-tiba roboh, begitu juga dengan Rahul.

"Maafkan saya, ini anak-anak panti. Mereka semua berjumlah 176 orang, rata-rata anak kecil dan hanya belasan anak yang sudah remaja." Jelas Ibu Asih sambil duduk, anak-anak itupun mengikuti Ibu Asih duduk.

Rahul dan Bulat menelan ludah melihat rumah itu sudah penuh, mereka tak habis pikir bagaimana dengan tidur anak-anak tersebut jika malam. Mereka juga tertegun melihat pakaian-pakaian yang di pakai anak-anak itu, semuanya kekecilan dan tampak sudah sangat lama, seperti tidak berganti.

"Halo anak-anak semua, kami dari kota. Ini memang pertemuan pertama untuk kita, tapi yang jelas kami datang kesini untuk memberi kalian hadiah loh. Siapa yang mau?" Bulat mengatakan itu dengan suara yang lantang agar semuanya terdengar, anak-anak itu langsung mengangkat tangan tinggi-tinggi tanpa terkecuali.

Rahul senang melihat anak-anak yang begitu ceria, begitu juga dengan Bulat. Ada kesedihan melihat senyum-senyum anak-anak yang tidak berdosa itu.

"Baiklah, kalau kalian mau ayo kita keluar. Hadiah kalian sudah menunggu di luar," seru Bulat dengan semangat.

"Yeayyy...."

Semuanya bersorak senang, mereka dengan cepat berlari keluar dan melihat orang-orang yang di suruh Rahul tadi tengah mengeluarkan barang-barang dari lori berwarna kuning itu.

"Ayo Bu, kita keluar!" Bulat mengajak Ibu Asih keluar, saat mereka berada di tangga menuju keluar mereka di sajikan dengan pandangan yang indah. Anak-anak sangat senang melihat barang-barang yang di keluarkan dari lori itu, Rahul ingin mengabadikan momen itu tapi ia ketinggalan handphonenya di dalam mobil.

"Bulat, aku mau mengambil handphoneku dulu. Kau tunggulah disini!" kata Rahul mencolek perut Bulat yang besar.

"Baiklah," jawab Bulat tanpa melihat Rahul ia sangat suka melihat pemandangan di depan matanya itu.

"Saya tinggal sebentar, Ibu Asih," ucap Rahul dengan ramah dan di anggukkan dengan Ibu Asih.

Rahul berjalan dengan wajah yang senang, ia melihat anak-anak yang berteriak senang. Namun saat ia sampai di mobil ia sangat kaget, matanya langsung melotot saat ada dua gadis kembar sedang duduk di mobilnya dan memainkan handphone dan earphone miliknya.

Bersambung

Meminta Izin

Jangan Lupa Like dan Coment biar semangat nulisnya ya zeyengg 😁🙏

Mata Rahul melotot saat tampak satu wanita muda memainkan handphonenya, wanita itu di menekan layar handphone dengan kuat dan memencet sembarangan. Mata Rahul makin hendak keluar saat earphone mahalnya di tarik lurus oleh gadis yang berwajah serupa dengan memainkan handphonenya. Aksi mereka berhenti saat Rahul masuk dan langsung duduk dengan kasar dan mengambil dengan cepat barang-barangnya dari tangan kedua gadis kembar itu.

"Kalian merusak barang-barang ku!" Rahul mengatakannya dengan setengah berteriak.

Kedua gadis itu berpelukan karena takut, tapi tak lama itu mereka tersenyum kompak karena mencium aroma maskulin dari badan Rahul. Mereka melepaskan pelukan mereka dan langsung memeluk Rahul dengan erat, mereka mencium dan mengendus baju dan leher Rahul.

"Hey, apa-apaan kalian! minggir dari tubuhku!" kata Rahul sambil berusaha melepaskan diri dari dua gadis itu.

Rahul hendak mendorong satu gadis yang memeluknya erat, namun matanya melotot saat gadis yang satu lagi mencium-cium pipinya dengan rakus.

"Bapak wangi," ucap gadis yang mencium Rahul dengan rakus tadi, sedangkan gadis satu lagi masih enggan melepas diri dari badan Rahul.

"Iya, saya wangi. Kalau kalian mau wangi juga ayo menjauh dari saya," ucapan Rahul langsung di dengar oleh kedua gadis itu, mereka menjauh dari Rahul bahkan tubuh gadis yang satu lagi mentok di pintu mobil.

Kedua gadis itu memasang wajah ceria dan mengulurkan tangan bersamaan, mereka meminta aroma wangi yang di cium mereka tadi.

Rahul melihat penampilan kedua gadis yang berwajah mirip itu, pakaian mereka kekecilan. Baju kaos yang untuk anak SD di pakai mereka dan rok yang mengembang sebatas lutut, mata Rahul melotot saat melihat gundukan di dada kedua gadis itu.

"Mereka sudah cukup besar, tapi kenapa tidak memakai bra. Apa di sini juga tidak ada bra? tapi ini sangat keterlaluan," ucap Rahul dalam hati.

Kedua gadis itu bergerak sedikit mendekati Rahul, mereka mengulurkan tangan mereka meminta aroma wangi tadi.

"Mana? wangi?" tanya wanita yang paling dekat dengan Rahul.

"Eh, parfumnya saya tinggal di rumah," jawab Rahul dengan gugup, matanya tak lari dari gundukan yang sudah tumbuh itu.

Kedua gadis itu merengut, mereka dengan kompak mengalihkan wajah dari Rahul. Cukup lama diam baru Rahul mengerti jika kedua gadis itu sedang merajuk.

"Saya tidak membawanya sekarang, tapi kalau saya kesini lagi saya akan membawanya." Rahul mengatakan itu agar kedua gadis yang berwajah serupa itu tidak merajuk.

Mereka kompak menoleh, gadis yang dekat dengan Rahul langsung menarik baju Rahul cukup kuat sampai Rahul maju dan berhadapan langsung dengan gadis yang menariknya itu.

"Sempurna," kata Rahul dalam hati.

Wajah cantik alami, mata bulat besar, hidung mancung, bibir seksi dan besar penuh di tambah lagi tatapan yang menyejukkan hati. Rahul tertegun melihatnya, ia pun melirik gadis yang berwajah serupa yang sedang memperhatikan mereka. Gadis itu juga memiliki pesona, hanya ada tahi lalat di dagunya membuat ia makin manis.

"Aku sudah lama tidak merasakan getaran ini, kenapa? kenapa dua gadis ini begitu memikat hati? kenapa mereka berdua sangat ingin aku miliki? pada yang kuasa, aku tak pernah merasakan ini sebelumnya. Kenapa gelora ini ada saat bersama mereka berdua? siapa sebenarnya mereka berdua? aku sungguh ingin memilikinya, tapi apa aku begitu rakus hendak menginginkan keduanya?"

Rahul tak dapat bicara, ia sudah jatuh ke dalam lembah perasaan yang tak pernah hadir akan cinta. Rahul gundah, perasaannya tak menentu melihat kedua gadis di depan matanya.

Rahul langsung tersadar saat ada kecupan mendarat di kedua pipinya, kedua gadis itu mencium pipinya dengan kompak.

"Apakah kami boleh ke rumah, Bapak?" tanya salah satu dari mereka, gadis yang tidak memiliki tahi lalat di dagu.

"Tidak, tempat kalian di sini." Rahul menjawab dengan cepat, ia ragu dengan perasaannya.

"Apa kami tidak boleh ikut?" tanya gadis yang memiliki tahi lalat di dagu dengan kecewa.

"Kalian boleh ikut, tapi ibu pengasuh kalian pasti tidak akan memberi izin," jawab Rahul sambil melepaskan tangan gadis yang begitu halus yang masih di memegang bajunya sampai kusut.

"Ibu Asih akan mengizinkan, tapi bapak harus minta izin." Gadis yang memiliki tahi lalat langsung menjawab dengan cepat.

"Kenapa kalian ingin ikut?"

"Kami ingin melihat luar, kami tidak pernah keluar dari desa ini selama 20 tahun," jawab gadis tadi dengan kecewa, sedangkan yang satu lagi menatap Rahul dengan penuh harap.

Rahul menghela nafas panjang, "umur kalian 20 tahun?" tanya Rahul.

Kedua gadis itu mengangguk kompak, Rahul berfikir sejenak. Setelah cukup lama berfikir dan kedua gadis itu sangat berharap, akhirnya Rahul mengambil keputusan.

"Saya akan membawa kalian, tapi saya ingin tahu dulu nama kalian siapa?"

"Nama saya Anjeli," jawab gadis yang memiliki tahi lalat di dagu itu dengan cepat.

"Nama saya Anjela," jawab gadis yang satunya tak kalah semangat.

Rahul tersenyum, "baiklah Anjeli dan Anjela, kalian tunggu di sini dan jangan keluar dari mobil ini. Saya akan berbicara dulu dengan Ibu Asih, kalian tunggu di sini ya!" setelah mengatakan itu Rahul hendak keluar dari mobil, tapi tangannya di tahan oleh Anjela.

"Ada apa?" tanya Rahul menoleh melihat Anjela.

Anjela sangat senang, ia langsung memeluk Rahul dengan erat. Ia juga mencium wajah Rahul bertubi-tubi, setelah selesai Anjela memberi kesempatan untuk Anjeli melakukan hal yang sama. Rahul hanya diam, Anjeli memeluknya juga dengan erat bahkan ia menerima ciuman di bibirnya dari Anjeli.

"Minta izin ya dari Ibu Asih," ucap Anjela dengan senang, Anjeli hanya mengangguk senang.

Rahul hanya tersenyum tipis, ia langsung keluar dari mobil. Saat hendak turun dari mobil Rahul hendak terjatuh karena kakinya lemas, namun ia menopang tubuhnya dengan berpegangan pada pintu mobil.

Rahul memandang terang di halaman rumah panti itu, ia melihat barang-barang yang di berinya kini di angkut oleh orang-orangnya, Peri dan Bulat juga membantu. Dengan langkah yang agak gontai Rahul berjalan menuju Ibu Asih yang sedang sibuk memantau orang-orang yang memasuki barang ke dalam rumah.

"Permisi, saya ingin meminta izin dengan Ibu. Saya ingin membawa Anjela dan Anjeli pulang ke rumah saya," Rahul mengatakannya langsung saat tiba dekat dengan ibu Asih.

Ibu Asih kaget, ia menoleh tak percaya. Dari dulu ia mengasuh anak-anak panti tak ada satupun yang hendak mengadopsi anak-anak, Ibu Asih langsung mengangguk cepat menyutujuinya.

Rahul senang dengan anggukan Ibu Asih, "apa Ibu menyutujuinya?" tanya Rahul dengan semangat.

"Iya, saya senang sekali ada yang mau mengadopsi anak-anak dari panti ini," jawab Ibu Asih dengan senang.

"Bapak...," teriak kedua gadis itu, mereka berlari menuju Rahul dan Ibu Asih.

Rahul menyaksikannya, pemandangan indah itu. Kedua gadis itu tampak bersemangat berlari, sampai rambut mereka di terpa angin. Namun, Rahul langsung menelan air ludahnya karena melihat gundukan yang tak tertutup bra itu bergoncang mengikuti hentakan badan mereka.

"Aku tak kuat," ucap Rahul dalam hati.

Bersambung*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!