NovelToon NovelToon

My Beautifull Ugly Wife

001 - Jelita

Kata orang memiliki wajah yang cantik sudah cukup untuk menyelesaikan separuh masalah hidup.

Namun sepertinya hal itu tidak berlaku bagi Jelita.

Meski Jelita memiliki paras dan penampilan yang cantik, namun kehidupan percintaannya bisa dikatakan tidak beruntung. Di usianya yang sudah genap tiga puluh lima tahun, Jelita masih belum menikah. Jelita tidak pernah menjalin hubungan dengan pria mana pun dikarenakan orang tuanya yang terlalu kolot.

"Oi!"

Jelita tersentak saat seseorang meletakkan sebuah kaleng minuman soda di depannya yang sedang duduk termenung di kursi teras sebuah minimarket.

"Baru ditinggal sebentar sudah melamun lagi! Awas kerasukan jin gabut!"

Jelita mengerutkan keningnya saat mendengar seringaian Okta. Okta adalah teman masa kuliah Jelita. Okta memiliki penampilan yang begitu maskulin sejak wanita itu mulai bekerja di lokasi tambang batu bara begitu lulus kuliah.

Okta melihat wajah Jelita yang nampak kusut bak pakaian yang belum disetrika. Okta membuka kaleng soda yang dibawanya lalu meneguk minuman soda rasa jeruk itu.

"Ada apa?" tanya Okta masih mengawasi ekspresi wajah Jelita yang makin kusut.

"Okta, apa kita tidak bisa pura-pura menikah?" tanya Jelita.

"Uhuk! Uhuk!"

Okta terbatuk mendengar pertanyaan Jelita.

"Lit! Kau benar-benar kesurupan jin gabut?" tanya Okta dengan ekspresi ngeri.

"Okta, aku tidak kesurupan jin gabut. Aku serius," jawab Jelita.

"Ya, ya, kau tidak kesurupan jin gabut! Tapi aku rasa kau sudah gila!" cibir Okta.

"Bagaimana bisa kau berpikir agar aku berpura-pura menikah denganmu, untuk apa?" tanya Okta.

"Dengan wajahmu, banyak pria yang bersedia menikahimu tanpa perlu berpura-pura," Okta kembali menyesap minuman sodanya.

"Okta, seandainya memang semudah itu, harusnya aku sudah tidak melajang sampai sekarang! Semua orang berpikir bahwa aku melajang karena terlalu pemilih. Padahal justru karena orang tuaku yang tidak memberiku izin untuk memilih sendiri pria yang kuinginkan," keluh Jelita.

"Aku sudah begitu lelah karena merasa hidupku terlalu dikekang dan dikendalikan oleh orang tuaku. Aku ingin mendapatkan kebebasan," lanjut Jelita.

"Wah! Wah! Rupanya kau ingin jadi anak durhaka?" Okta terkekeh.

"Okta! Aku serius! Bulan depan adalah jadwalku untuk pergi tur keliling Eropa! Aku sudah merencanakan hal itu sejak sepuluh bulan yang lalu! Tidak, lebih tepatnya aku memang sudah bertahun-tahun mengumpulkan uang untuk bisa pergi keliling Eropa dan baru mendaftarkan diri sepuluh bulan yang lalu," beber Jelita.

"Aku tentu tidak ingin tur yang sudah kubayar mahal itu harus batal hanya karena orang tuaku tidak mengizinkanku untuk pergi! Aku sungguh tidak ikhlas jika kerja kerasku selama ini demi tur harus berakhir dibatalkan! Aku benar-benar sangat rugi!" lanjut Jelita berapi-api.

"Bahkan kesempatanku untuk bertemu dan membawa pulang satu orang bule Eropa yang tampan harus hilang!"

"Haha!" Okta tertawa mendengar ucapan Jelita.

"Okta! Kenapa kau malah tertawa? Aku serius!" cibir Jelita.

"Jelita, jujur saja, kau jelas bukan tipe kesukaan bule! Kau tidak eksotis!" potong Okta.

"Okta, cinta itu buta!" potong Jelita.

"Haha, siapa bilang? Cinta bisa membedakan uang warna merah dan uang warna hijau!" Okta kembali terkekeh.

"Okta!" sungut Jelita.

"Ya, ya, baiklah, aku bisa paham garis besar masalahmu. Kau mau pergi tur keliling Eropa, tapi orang tuamu tidak memberi izin. Kau mengajakku untuk pura-pura menikah agar sekalian bisa pergi bulan madu ke Eropa," ucap Okta.

Jelita mengangguk-angguk penuh semangat.

"Kau benar-benar sudah gila, Jelita. Aku ini perempuan tulen, sampulku saja yang seperti pria! Apa kau mau kita berdua viral setanah air karena melakukan pernikahan sesama jenis?!" cecar Okta.

"Okta! Kumohon! Siapa lagi yang bisa kuajak untuk pura-pura menikah selain dirimu?" rengek Jelita.

"Memohonlah pada pria tulen!" jawab Okta dengan tegas.

"Lantas, di mana aku bisa mendapatkan pria tulen itu?"

"Ya, kau carilah pria yang butuh uang! Kau bayar saja! Untuk jalan-jalan saja kau perlu biro perjalanan, untuk jodoh, carilah di biro jodoh," sahut Okta.

"Okta, jujur saja, biro jodoh, aku tidak berani! Bagaimana jika pria itu ternyata seorang psikopat kejam berdarah dingin? Bisa melayang nyawaku di tangannya!"

"Atau bagaimana jika pria itu justru jatuh cinta padaku? Padahal aku ingin mendapatkan pria bule Eropa yang tampan!" beber Jelita.

Okta mendelik gusar mendengar betapa problematiknya seorang Jelita.

"Ya, kalau begitu, kau cari saja pria yang membencimu! Dengan begitu, pria itu tidak akan mencintaimu dan menghalangimu untuk mendapatkan pria bule Eropa yang tampan!" potong Okta.

Jelita kembali mendelik gusar.

"Okta, apa kau lupa? Berapa banyak pria yang membenciku karena aku menolak mereka semua?"

Okta kembali mendelik gusar sambil menghela napas berat.

Sewaktu masih kuliah, setiap hari Jelita mendapat banyak pengakuan cinta dan banyak pemuda yang mengajaknya pacaran. Namun semua berakhir dengan penolakan. Ada yang menerima penolakan itu, ada juga yang tak terima. Bahkan banyak pemuda pernah kedapatan menjadikan Jelita sebagai bahan taruhan.

Hingga sekarang, Jelita masih tetap konsisten untuk tidak berkencan dengan pria mana pun karena orang tuanya tidak memberinya izin.

Orang tua Jelita bersikeras akan mencarikan Jelita jodoh yang terbaik, itulah alasan mengapa orang tua Jelita tidak memberi Jelita izin untuk berpacaran dengan pria mana pun.

"Okta, para pria yang dulu kutolak pastilah membenciku, mana mungkin mereka bersedia menikahiku meski hanya pura-pura," keluh Jelita lagi.

"Jelita, apa salahnya mencoba dulu? Jika kau cemas mereka akan jatuh cinta padamu karena kau begitu jelita, bagaimana jika kau terlihat tidak jelita?" usul Okta.

Jelita mendelik gusar pertanda tidak setuju dengan usul Okta.

"Ayolah, Jelita! Daripada minta tolong pada laki-laki jadi-jadian sepertiku, lebih baik kau minta tolong pada laki-laki tulen!"

Jelita membuka kaleng minuman soda miliknya. Kemudian ia meneguk cairan bening bergelembung rasa jeruk nipis yang menggelitik kerongkongan.

Jelita bukan seorang penggemar minuman soda seperti Okta. Ia hanya meminumnya karena merasa tenggorokannya begitu kering.

Semua usulan dari Okta saat ini sedang diolah dalam otaknya.

Saat ini ia memang membutuhkan seseorang yang bisa ia mintai tolong untuk berpura-pura menikahinya. Pria itu tidak harus menikahinya, cukup berpura-pura akan menikahinya.

Jelita sudah mengatur rencana bahwa ia akan datang bersama pria yang bersedia berpura-pura menikahinya.

Jelita sangat yakin, kedua orang tuanya pasti tidak akan merestui pria itu. Dan di saat itulah, Jelita akan berpura-pura mengalami depresi karena tidak bisa menikah lalu menggunakan alasan depresinya itu untuk mengikuti tur keliling Eropa demi healing.

Sungguh rencana yang sangat sempurna yang harus segera Jelita realisasikan.

Sekarang yang perlu Jelita lakukan adalah mencari pria itu.

...----------------...

002 - Pertemuan Setelah Dua Puluh Tahun

"Akhirnya kau datang juga!"

Toby dan Ezra serempak langsung menyambut kedatangan Saka. Keduanya langsung memaksa Saka untuk duduk di kursi seperti polisi yang meringkus pencuri pakaian dalam.

"Toby, Ezra, apa-apaan kalian ini?" keluh Saka.

"Kenapa kau datang lama sekali? Sudah lewat dari waktu yang dijanjikan!" keluh Toby.

"Macet," sahut Saka.

"Sebentar lagi dia datang, kita harus bersiap!" kata Ezra.

"Dia?" alis Saka terangkat sebelah. "Dia siapa?"

Ezra melemparkan pandangannya pada Toby yang langsung bersiul-siul senang.

"Hei, apa-apaan kalian ini? Bukankah kalian mengajakku hanya untuk makan malam karena kita sudah lama tidak berkumpul?"

Saka melemparkan tatapan skeptis kepada dua pria yang sudah menjadi temannya sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sementara Ezra melotot ke arah Toby.

"Apa kau tidak menjelaskannya pada Saka?" bisik Ezra.

"Aku rasa lebih baik aku pergi daripada kalian main rahasia-rahasiaan seperti ini. Toh, aku rasa aku tidak perlu tahu," Saka beranjak pergi.

"Tu-tunggu, Saka!" cegah Toby.

"Baiklah! Baiklah! Aku akan menjelaskan semuanya padamu!" Toby menyerah.

Toby masih mengedarkan pandangannya ke segala penjuru restoran, memastikan bahwa tamu yang ditunggunya belum tiba.

Toby terlihat kehilangan ketenangannya, saat ini jantungnya sedang berlomba dengan waktu karena menunggu sesuatu yang tak pasti.

"Ck, kelamaan!" Ezra berdecak kesal. "Toby sengaja mengundang kita datang karena Toby ingin bertemu dengan cinta pertamanya. Toby menjadikan kau dan aku sebagai alasan di depan istrinya.”

Saka kembali melemparkan tatapan skeptisnya pada Toby yang tersenyum sumringah.

"Huh! Dasar suami takut istri," cibir Saka.

"Hei, itu namanya menjaga perasaan istri. Bujangan sepertimu mana mengerti," potong Toby.

"Huh, dia mau mencoba bermain api, tapi takut terbakar," sindir Ezra.

"Ya, maaf, Ezra, aku tidak berani sepertimu yang nekat terbakar sampai habis," ujar Toby.

Ezra menyeringai kecut karena Toby menyindir tentang keberanian Ezra yang berselingkuh dari sang istri hingga berujung pada perceraian.

"Memangnya siapa cinta pertama yang mau kau temui?" tanya Saka.

"Saka, apa kau sungguh tidak mengingatnya? Gadis yang begitu cantik secantik namanya. Rambut hitamnya yang tergerai indah, kulitnya yang bagaikan porselen merona merah jambu saat tersipu malu, senyumnya yang begitu indah!"

Saka dan Ezra bergidik ngeri melihat Toby yang menyeringai sambil membayangkan sosok gadis yang menjadi cinta pertamanya.

"Dua puluh tahun yang lalu saja, dia secantik itu, apalagi sekarang? Dia pasti benar-benar seindah lukisan Monalisa," Toby berucap dengan manik mata berbinar-binar.

"Dua puluh tahun yang lalu? Astaga! Apa aku perlu memukulimu sampai kau babak belur agar kau sadar?" sergah Saka.

"Saka, biarkan saja rasa ingin tahu membakarnya," cegah Ezra seraya terkekeh.

"Ya, ya, terserah kalian mau berkomentar apa. Sekarang aku akan ke meja di seberang sana, kalian tunggulah di sini dan jangan ke mana-mana. Ini ponselku, kalau istriku mencariku, katakan saja, aku ke toilet," Toby meletakkan gawai cerdasnya di atas meja.

Kemudian pria itu segera pindah ke meja di seberang yang menghadap ke jendela besar.

Saka dan Ezra kembali saling berpandangan. Mereka takjub dengan kelakuan ajaib Toby. Hanya karena ingin menemui cinta pertamanya, pria itu sampai menyusun rencana yang menjadikan kedua temannya sebagai tumbal.

"Ezra, apa kau tahu siapa yang akan ditemui Toby?" tanya Saka.

"Saka, dua puluh tahun itu bukan waktu yang sebentar. Dan aku tentu tidak ingat dengan gadis itu, karena kurasa aku tidak tertarik pada gadis yang bukan tipeku," jawab Ezra.

Ezra memanggil pelayan lalu segera memesan makanan. Sementara Saka masih memusatkan perhatiannya pada Toby yang masih menunggu.

Gawai cerdas Toby bergetar, sebuah notifikasi muncul di layar datar benda pipih itu.

"Jelita,” Saka menggumamkan nama itu.

Sesaat kemudian seorang wanita berpakaian serba hitam menghampiri meja tempat Toby menunggu.

Wanita itu mengulurkan tangannya ke arah Toby. Toby tidak bisa menutupi ekspresi wajahnya yang memucat bak sedang melihat hantu.

Dua puluh tahun yang lalu, gadis yang menjadi cinta pertamanya adalah gadis berkulit putih mulus dengan rambut hitam lurus yang tergerai sehat, serta senyum manis yang menggetarkan jiwa.

Kini di hadapannya wanita yang nampak seperti lukisan Monalisa tanpa ada alis membingkai wajah yang memiliki aura magrib begitu kuat. Wanita itu juga mengenakan gaun hitam longgar berkerah tinggi.

Toby melirik ke meja seberang, dua temannya sedang menyeringai jahat mengejeknya dalam diam.

Batin Toby meronta-ronta tak terima dengan kenyataan bahwa gadis bak bidadari yang menjadi cinta pertamanya dua puluh tahun silam kini menjelma menjadi seorang penyihir kegelapan.

Toby benar-benar nelangsa, bagaimana bisa ia terjebak bersama penyihir kegelapan sedangkan di meja seberang, teman-temannya pasti sedang mengejeknya habis-habisan.

Bagaimana bisa dulu Toby tergila-gila pada wanita bernama Jelita ini?

"Tobias, terima kasih sudah bersedia menemuiku," ucap Jelita.

"Eh, ah, hah, ya," Toby tersentak.

"Bagaimana kabarmu? Sekarang apa kesibukanmu?" tanya Jelita.

"Eh, ya, aku begini," jawab Toby.

"Kau terlihat banyak berubah, sekarang kau sudah lebih tampan dan dewasa," ucap Jelita.

Toby merasa mual, seandainya Jelita memujinya dua puluh tahun yang lalu, Toby pasti sudah merasa luar biasa senang. Namun karena yang memujinya ini sudah terlihat sangat berumur, bahkan Toby yakin, ibunya terlihat lebih cantik daripada wanita ini.

Jelita melirik ke arah tangan Toby, mencari cincin kawin di jari pria itu.

"Tobias, apa kau sudah menikah?" tanya Jelita.

"Eh, ya, sudah! Aku sudah menikah dan punya istri yang benar-benar sangat cantik," jawab Toby.

"Oh begitu, selamat ya," kata Jelita.

Toby kembali melirik ke meja seberang, Ezra tak bisa menyembunyikan tawanya. Pria itu benar-benar tertawa tanpa suara mengejek Toby.

"Tobias, maaf, mungkin akan sangat merepotkanmu. Apa kau punya teman yang masih lajang?" tanya Jelita.

"Teman yang masih lajang? Oh tentu saja!" jawab Toby senang.

"Ikutlah denganku, kebetulan aku datang bersama mereka."

Toby beranjak dari tempat duduknya.

Ezra dan Saka tersentak kaget karena Toby tiba-tiba menghampiri meja mereka membawa serta Jelita.

Mampus! Apa yang kau lakukan? Dasar Toby sialan! batin Ezra.

"Silakan duduk, Jelita, ini teman-teman yang datang bersamaku, Ezra dan Saka," kata Toby memperkenalkan.

Ezra dan Saka menggeser posisi duduk mereka, memberikan ruang agar Jelita bisa duduk di kursi yang membentuk setengah lingkaran.

Jelita memandangi wajah Ezra dan Saka bergantian.

"Mereka juga di sekolah yang sama dengan kita, hanya saja kelas mereka berbeda," kata Toby.

"Mereka ini, anak-anak pintar dari kelas prioritas," Toby menambahkan.

"Oh, tentu saja, siapa yang tidak mengenal pemuda pintar dan tampan seperti mereka?" sahut Jelita.

"Uhuk! Uhuk!" Ezra terbatuk.

Ezra merinding dan bulu kuduknya meremang mendapat pujian dari titisan lukisan Monalisa.

"Maaf, membuat acara kencanmu dan Toby terganggu," kata Ezra.

"Tidak. Ini bukan kencan, lebih tepatnya kita seperti mengadakan reuni dadakan kecil-kecilan ya," ucap Jelita.

"Hehe, reuni ya," Ezra terkekeh.

"Kalian sungguh telah berubah menjadi pria yang dewasa dan tampan. Rasanya aku sungguh senang bisa bertemu dengan kalian," kata Jelita.

"Oh, jadi kau sadar bahwa kau sudah jelek dan menua?" ceplos Saka.

Ucapan Saka membuat semua orang terdiam, Toby dan Ezra segera melotot pada Saka.

Saka termasuk orang yang pendiam, namun sekali bicara, pria itu kerap mengatakan hal-hal pedas.

"Saka," ucap Toby.

"Kenapa? Apa ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Saka.

"Oh ya, ngomong-ngomong, Jelita tadi bertanya padaku, apakah aku punya teman yang masih lajang. Kedua temanku ini kebetulan masih lajang lho," Toby mengalihkan pembicaraan.

"Haha, lajang itu hanya status di kartu tanda penduduk. Kalau sekarang kebetulan aku sudah punya pacar lagi," sahut Ezra.

"Saka masih lajang, belum menikah dan belum punya pacar," ucap Toby.

Saka merasa Toby dan Ezra sedang memojokkannya.

"Siapa bilang? Aku bahkan akan menikah dengan kekasihku dalam waktu dekat," sahut Saka.

"Oh! Benarkah, Bro? Kau tidak pernah mengatakan apa pun!" seru Toby dan Ezra.

"Sekarang sudah kukatakan pada kalian," sahut Saka santai.

"Wah, selamat kepada kalian. Kalian sudah mendapatkan pasangan hidup dan berbahagia. Sepertinya di sini memang hanya aku saja yang belum memiliki pasangan," kata Jelita.

"Ya, maka dari itu, kau carilah pasangan hidupmu juga, Jelita," kata Ezra.

"Aku sungguh sangat senang jika kalian bisa membantuku mencarikan jodoh untukku," kata Jelita.

"Huh! Membantu mencarikanmu jodoh? Memangnya kau siapa?" celetuk Saka.

Lagi-lagi semua orang terdiam mendengar celetukan skeptis dari Saka.

Jelita hanya bisa mengulas senyumnya. Sepertinya ia salah sudah meminta bantuan kepada para pria yang jelas tidak akan bersedia membantunya.

...----------------...

003 - Minta Tolong Cari Jodoh

Tobias, nama itu menjadi nama pertama yang muncul saat Jelita melihat-lihat daftar teman yang muncul di sosial medianya. Sudah begitu lama Jelita tidak menggunakan sosial media.

Tobias menjadi salah satu orang yang masih aktif dalam mengunggah aktifitas di sosial media.

Jelita langsung teringat dulu Tobias pernah memohon untuk menjadi kekasihnya. Meski Jelita selalu menolak Tobias, namun Tobias tidak menyerah.

Tobias menunggu hingga Jelita bersedia membuka hati untuknya. Namun Jelita begitu konsisten dalam menolak Tobias. Hingga akhirnya Tobias menyerah karena merasa waktunya untuk menunggu Jelita amatlah sia-sia.

Seperti yang disarankan oleh Okta, Jelita akan menemui Tobias namun dengan penampilan yang sangat berbeda. Jelita menggunakan riasan yang membuat kulit putihnya menjadi lebih gelap. Memakai pakaian longgar dan membuat dirinya tampak sama sekali tidak menarik perhatian.

Dan benar saja, saat bertemu dengan Tobias, Jelita bisa melihat ekspresi pria itu yang terlihat kurang nyaman saat mereka bertemu.

Uluran tangan Jelita bahkan sama sekali tidak disambut oleh Tobias.

Padahal dua puluh tahun yang lalu, Tobias sangat terobsesi untuk menjadi kekasih Jelita.

Apakah ini yang dinamakan kekuatan riasan yang mampu mengubah sudut pandang seseorang?

Tobias bahkan dengan segera membawa Jelita untuk bergabung dengan teman-teman pria itu.

Ada Ezra dan juga Saka.

Jelita tidak mungkin bisa melupakan dua pemuda yang dulu menjadi pujaan para gadis belia.

Meski Ezra sudah nampak berumur, namun wajah tampan pria itu dengan brewok-brewok tipisnya jelas sangat menggoda gadis-gadis muda.

Sementara Saka?

Pria itu tentu saja menjelma menjadi pria yang jauh lebih tampan daripada saat masih remaja.

Pria bernama lengkap Sakura Lerose itu jelas langsung menyita perhatian Jelita. Pria itu memiliki aura seorang putera mahkota, pewaris tahta sebuah kerajaan.

Wajahnya yang tampan maskulin dengan tubuh tinggi dan atletis terbalut kemeja gelap memberi kesan misterius, sangat kontras dengan kulit putihnya yang begitu bersih dan terawat. Alisnya hitam, tebal, dan tertata rapi begitu selaras dengan rambut hitam membuat wanita mana pun tergoda untuk mengacak-acaknya dalam gairah.

Hanya saja, sikapnya yang ketus dan tak bersahabat masih tetap sama seperti dulu.

"Jadi, apa kesibukanmu sekarang, Jelita?" tanya Ezra bersikap ramah.

"Aku tidak sedang sibuk," jawab Jelita singkat.

"Maksudku, apa pekerjaanmu saat ini?" tanya Ezra.

"Aku tidak bekerja," jawab Jelita.

"Oh, jadi kau tidak bekerja agar bisa fokus mencari jodoh?" Saka menimpali.

"Hehe, apa sungguh terlihat seperti itu?" Jelita terkekeh kikuk.

"Ya, aku melihatnya seperti itu. Seorang parasit lajang yang menjadi beban keluarga, berusaha mencari jodoh kaya raya demi mengubah nasib, sungguh klise," lanjut Saka.

"Oh, haha, Saka hanya bercanda, Jelita, tolong jangan diambil hati," potong Toby.

"Aku tidak bercanda, aku hanya mengatakan pendapatku. Tolong koreksi jika aku salah, hanya saja rasanya pendapatku ini adalah kebenaran," ucap Saka.

Jelita mengerutkan keningnya, entah mengapa ia merasa bahwa Saka begitu arogan dalam menghakiminya.

"Harusnya kau berkaca, siapa dirimu sebelum kau meminta tolong dicarikan jodoh. Kalau wanita sepertimu dicarikan jodoh, yang ada hanya membuat malu pihak yang mencarikan jodoh," lanjut Saka.

"Sakura," Jelita menarik senyumnya saat menyebut nama lengkap Saka.

"Terima kasih atas nasehatmu yang begitu menghakimi. Aku sungguh bersyukur, pria sepertimu bukanlah tipe pria idamanku. Aku jadi kasihan dengan wanita yang menikahimu, batinnya pasti tersiksa karena harus mendampingi pria yang suka menghakimi sepertimu," balas Jelita.

"A-apa kau bilang?" Saka tersentak kaget.

Toby dan Ezra terperangah melihat Jelita yang langsung memberi Saka ultimatum.

"Ehem, teman-teman, aku permisi sebentar untuk menelepon istriku," Toby berpamitan.

"Aku juga mau merokok sebentar, ayo, Saka," ajak Ezra.

"Aku tidak merokok, Ezra," tolak Saka.

"Ayo, Saka!" desak Ezra.

Saka terpaksa meninggalkan Jelita dengan percikan kemarahan.

Ezra juga terpaksa harus menengahi dengan mengajak Saka pergi sebelum terjadi perdebatan yang tak diperlukan.

...***...

"Toby, apa-apaan kau ini?! Apa kau sengaja menjebakku untuk mengencani wanita tidak tahu diri itu?" tanya Saka.

"Saka, maaf, aku tidak bermaksud untuk menjebakmu untuk berkencan dengan Jelita!" jawab Toby.

"Tetap saja! Aku jadi tidak selera makan gara-gara wanita buruk rupa yang berlagak sok akrab seperti itu! Bisa-bisanya kau berpikir menjadikanku tumbal untuk wanita itu!" geram Saka.

"Saka, tenang dulu, biar aku jelaskan pelan-pelan dan tolong jangan salah paham," kata Toby.

Ezra menyalakan rokoknya, membiarkan dua temannya itu saling berdebat.

"Saat Jelita bertanya apakah aku masih lajang, aku jelas tentu tidak mungkin berbohong bahwa aku masih lajang. Dan saat Jelita bertanya apakah aku masih punya teman yang lajang, tentu saja aku punya. Kau kan memang masih lajang. Untuk apa kau berbohong sudah punya pacar dan akan menikah?"

"Apa kau begitu takut Jelita memintamu untuk berkencan dengannya?" tanya Toby.

"Toby, kau ini! Aku benar-benar punya pacar dan akan segera menikahinya!" sergah Saka.

"Kalian berdua cukup!"

Ezra menghampiri Toby dan Saka usai mematikan dan membuang puntung rokoknya.

"Kalian ini, untuk apa berdebat masalah Jelita? Toh, Jelita sudah bilang kalau Saka bukanlah tipe pria idamannya. Jadi, apa lagi yang harus dipermasalahkan?"

"Lebih baik kita segera kembali dan jangan biarkan seorang wanita menunggu lama, biar kata penampilannya macam lukisan Monalisa, tetap saja dia seorang wanita," kata Ezra.

Saka masih diam menahan rasa kesalnya.

"Ayo," Ezra mengajak Toby dan Saka.

...***...

Saat mereka bertiga kembali ke meja, mereka tak mendapati sosok Jelita.

Terlihat seorang pelayan datang dan menghampiri mereka untuk mengambil piring-piring bekas makanan.

"Apa sudah selesai, Tuan-tuan?" tanya pelayan itu ramah.

"Ya, sudah," jawab Saka.

Ezra dan Toby kembali saling berpandangan melihat ekspresi wajah Saka yang begitu masam.

"Tolong tagihannya sekalian," ucap Saka pada pelayan.

"Baik," sahut si pelayan.

"Toby, kita sudah lama tidak berkumpul dan makan bersama. Kenapa juga kau justru mengajak makhluk halus itu?" keluh Saka.

"Saka, maaf," ucap Toby.

"Ck, bagaimana bisa makhluk buruk rupa itu menjadi cinta pertamamu? Sungguh memalukan!" Saka kembali berdecak kesal.

"Saka, dua puluh tahun yang lalu Jelita benar-benar sangat cantik!" Toby membela.

"Dua puluh tahun telah mengubah wanita itu menjadi jelek tiada tara," cibir Saka.

"Haha! Astaga, Saka, bukankah tadi kau menyebutnya sebagai lukisan Monalisa?" Ezra tertawa.

"Ya, memang macam Monalisa yang tidak ada alisnya," Saka kembali menimpali.

"Sudah jelek, jadi parasit pula. Pria yang akalnya sehat tidak mungkin mau bersamanya," lanjut Saka.

Toby merasa sedih karena Ezra dan Saka menjadikan cinta pertamanya sebagai bahan ejekan.

Jelita, mengapa nasibmu kini begitu tragis? batin Toby.

"Permisi, tagihan untuk meja ini dan meja di seberang sana sudah dibayar," kata pelayan yang kembali datang.

"Apa? Sudah dibayar?" Saka terkejut.

"Oh, kok tiba-tiba sudah dibayar?" tanya Ezra keheranan.

"Jadi, bukan kau yang bayar, Saka?" tanya Toby.

Saka kembali memasang ekspresi lebih masam.

"Kalau bukan Saka, siapa yang bayar? Jelita?" tanya Ezra.

"Kenapa bertanya padaku?" geram Saka.

"Apa ada hal lain yang Anda inginkan?" tanya pelayan itu lagi.

"Tidak, terima kasih," sahut Toby.

Saka benar-benar makin kesal. Ia merasa harga dirinya sebagai seorang pria terluka karena membiarkan seorang wanita membayar tagihan makanannya.

"Saka, mau ikut ronde kedua?" tanya Ezra.

"Maaf, kalian saja. Aku harus pergi," pamit Saka.

"Baiklah, sampai jumpa lagi. Hati-hati di jalan," kata Ezra.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!