Ketika bel istirahat berbunyi, Devan menarik Dion untuk keluar kelas. Di sepanjang koridor Dion terus mengikuti Devan, karena ia tahu ada sesuatu yang akan disampaikan oleh sepupunya itu.
"Ke ruang bawah tanah sekarang." ucap Devan dingin.
Dion tak menjawab sepatah kata apapun. Mereka tetap menyusuri koridor dan menuruni anak tangga hingga sampailah mereka di sebuah ruang tanah, tempatnya di dalam gudang kosong.
Devan dan Dion memasuki gudang yang gelap dan sedikit berdebu, karena mereka tidak sering memasuki tempat itu.
Devan mulai memencet sebuah tombol yang entah sudah ada sejak kapan. Ternyata tombol itu adalah pintu dibalik tembok gudang yang telah dikosongi belasan tahun yang lalu.
Dion mengikuti langkah Devan yang menuruni anak tangga menuju ruang bawah tanah. Setelah sampai, mereka berdua saling bertatapan dingin dan datar. Iya, Devan dan Dion memang sama-sama cowok yang cuek.
"Lo harus jujur tentang kejadian itu," ucap Devan menatap sepupunya datar.
Dion yang sedari tadi memasukan tangan ke dalam saku celananya pun hanya menatap cowok di depannya itu dengan tatapan dingin.
"Nanti ada waktunya," jawab Dion singkat.
"Ck, apa lo tuli nggak dengerin yang semalem?" tanya Devan malas.
"Yang salah juga bukan gue," celetuk Dion membuat Devan menarik kerah bajunya dan di tatap dengan tajam.
Cowok yang sedang dicengkeram kerah bajunya itu hanya biasa saja. "Terus lo mau nyalahin gue, gitu? ya gue tau, kejadian itu emang salah gue yang nyuruh lo buat kabur. Tapi lo harus inget Di, lo tau kan kalo gue suka sama Keisya? jadi jangan berani lo sebutin nama gue atas kejadian itu!" nada Devan yang perlahan pelan kini mulai menatap Dion dengan tatapan tajam.
"Jujur nggak jujur semua bakal terungkap." ujar Dion langsung ditonjok perutnya oleh Devan.
Dion hanya membuang muka saja sambil memegangi perutnya yang sedikit nyeri.
"Sekali lagi lo jawab omongan gue, gue nggak segan-segan buat hajar lo." bisik Devan di samping telinga kanan Dion kemudian pergi dari ruang bawah tanah.
Menatap Devan yang sudah menjauh dari keberadaan Dion, kini cowok yang bernama Ravendra Octa Dion itu ikut pergi dari ruang bawah tanah.
•••••••
Setelah bel masuk berbunyi, Keisya dan Aurel memasuki kelas. Aurelia Gina Wijaya, cewek berambut panjang sebahu itu adalah teman kecil nya Keisya. Keisya Arunika Jian, cewek yang belakangan ini tengah dekat dengan Dion.
Sejak masuk kelas, Aurel mulai terlihat aneh dari biasanya. Cewek yang suka cerewet dan receh itu kini tak banyak tingkah dan irit berbicara. Ada apa dengan Aurel?
"Rel, lo kenapa sih hari ini aneh banget? kek ada yang lo sembunyiin dari gue?" tanya Kei memulai topik pembicaraan.
Sementara Aurel yang ditanya seperti itu sontak gelagapan, gugup akan menjawab apa kepada teman sebangkunya tersebut.
"A-a-anu Kei, nggak papa kok gue. Ehe, iya gue nggak papa kok." jawab Aurel menyengir tak jelas.
Raut wajah Kei menjadi bingung, ada apa dengan teman sebangkunya ya?
"Kalo ada apa-apa jangan sembunyi, Rel. Gue paling nggak suka punya temen kayak gitu." Nada bicara Keisya terdengar menusuk hati Aurel.
"Mampus lo, Rel. Gara-gara lo nurutin omongan si Devan, lo jadi berani boong sama Keisya. Siap-siap lo bakal di unfriend sama dia, duh! bego banget si lo Aurell!" batin Aurel melamun.
Keisya yang tahu Aurel sedang melamun hanya berekspresi malas.
Gue ini temen lo, Rel. Lo bisa boong sama orang lain tapi nggak bisa lo boong sama gue. Gue bisa bedain tingkah lo yang lagi sembunyiin sesuatu dari gue. batin Keisya sambil memainkan ponselnya.
Menunggu kedatangan guru di mapel jam terakhir ini adalah waktu yang membosankan bagi seisi kelasnya Keisya. Termasuk Dion dan Devan.
Salah seorang siswa masuk ke dalam kelas dengan raut wajah yang sumringah. Hal itu diperhatikan juga oleh Keisya dan Aurel.
"Kenapa lo senyum-senyum gitu? sinting lo?" celetuk seorang cowok di bangku tengah paling belakang.
"Ada berita gembira nih buat kita!" seru cowok yang masuk kelas bername tag Nathan. Cowok yang memiliki kebiasaan masuk kelas hanya ketika jamkos.
Cowok dari bangku tengah belakang tersebut pun menyengir seraya memicingkan matanya menggoda. "Oh, gue tau nih. Kedatangan seorang Nathan masuk ke kelas itu berarti ..." katanya dengan sengaja di perpanjang sampai akhirnya seisi kelas pun bersorak heboh.
"JAMKOS! YUHUU! AKHIRNYA MATEMATIKA JAMKOS!" Heboh seisi kelas beranjak berdiri sampai ada yang lompat lompat dan ber-tos dengan circle mereka.
Melihat kehebohan seisi kelasnya, Nathan justru malah berkacak pinggang dan memasang raut wajah sebal.
"Ya lo semua seneng, lah gue? bete banget sumpah!" ketus Nathan meraup wajahnya frustasi.
Keheningan pun terjadi ketika Nathan berbicara seperti itu. "Lo kenapa emang, Than? lagi badmood lo?" tanya dari seseorang cowok di sudut belakang.
"Ck, gue baru selesai bersihin toilet, gila! hukuman paling menjijikan buat gue!" katanya membuat seluruh teman-temannya tertawa ngakak kecuali Keisya, Aurel, Devan dan Dion. Mereka selalu memasang wajah datar.
HAHAHAHA!!
"Mampus lo! siapa suruh masuk kelas pas jamkos doang. Anak didikan siapa sih lo?" suara cowok yang ikut meledek Nathan.
"Didikannya Janda!" timpal seorang cewek bernama Alea.
Suasana kembali penuh tawa dan keramaian yang tak kunjung reda. Kelasnya Keisya memang dari kalangan anak-anak muda yang receh. Jadi, maklumi saja tingkah mereka yang katanya didikan janda. Hahahaha.
"Ck! sembarangan lo kalo ngomong!" Nathan ingin menjotos Alea, namun sudah ditahan lebih dulu oleh teman-temannya.
"Wehh ... santai, Bro, ini cewek jangan buat mainan kasar dong. Lembut aja ya, inget cowoknya Alea itu ketua gangster. Lo kalah telak sama cowoknya dia, dari segi ganteng aja beda jauh." kompor temannya menyindir keras.
Nathan semakin kesal, ia menepis tangan temannya yang masih menyentuh bahunya meledek. "Brisik lo!"
Ditengah-tengah keramaian kelas yang random itu, Dion yang duduk sebangku dengan Devan beranjak berdiri menghampiri Keisya yang mejanya berada di depan bangkunya. "Nanti gue main ke rumah lo," ucap Dion kemudian kembali ke tempat duduknya.
"Hm," Hanya itu tanggapan Keisya yang tak menatap Dion seperti biasanya.
Mungkin mereka berempat sedang berada dalam kondisi suhu paling dingin hingga mereka harus saling diam dan berbicara seperlunya saja.
Setelah pulang sekolah, Dion menepati kata-katanya untuk bermain ke rumah Keisya bersama dengan Devan dan juga Aurel.
"Ayo masuk, orang tua gue di dalem." ucap Keisya membuka pintu rumahnya.
Belum sempat melangkahkan satu kaki, Keisya sudah dibuat terkejut dengan keberadaan orang tua nya yang muncul dibalik pintu. Aduh, mama sama papa nya Keisya juga akan membukakan pintu untuk mencari Keisya sudah pulang sekolah atau belum.
Kei memutar bola matanya kesal.
"Mama sama papa ngagetin aja deh!" ketus kesal cewek itu menghentakkan kakinya.
Bukan malah tertawa, mama nya Keisya melihat tingkah anaknya itu. Melainkan ia terkejut sambil menutup mulutnya begitu melihat ada dua cowok yang berdiri tegak dan di tengah antara dua cowok tersebut ada Aurel, yang kedua orang tua Keisya tahu bahwa Aurel adalah sahabat kecilnya Keisya.
"Siapa mereka?" Pertanyaan serius terlontarkan dari papanya Keisya.
Bramasta Adijaya.
Seorang pria paruh baya yang biasa dipanggil dengan sebutan 'Bram' itu menatap dengan tatapan sulit diartikan. Seperti bau-bau tidak suka pada kedua cowok itu.
Keisya menoleh lalu menatap Devan dan Dion secara bergantian. "Temen sekelas Keisya, pah." jawab Keisya berhati hati, bisa bisa mereka berdua kena pukulan sama papa nya.
Papa nya Keisya itu terkenal mantan pelatih bela diri di Indonesia. Siapa yang tak kenal dengan seorang Bram? Pria yang gagah, terlihat tegas dan juga lumayan serem dari sorot matanya.
"Ngapain kesini?" tanya pria itu sorot matanya sudah tajam pada Dion dan Devan.
"Nama saya Ravendra Octa Dion. Biasa dipanggil Dion. Kedatangan saya ke sini ingin jujur kepada keluarga om, bahwa saya adalah pelaku dibalik celakanya Keisya waktu masih SMP." tutur Dion langsung mendapati cengkraman kasar dari papa nya Keisya.
Aurel menelan ludahnya susah.
Si anjir, jujur banget sih jadi cowok kulkas. Kalo gini kan memunculkan kesan horor di siang bolong. Mana sorot matanya tajam banget lagi. batin Aurel tak berani menatap papa nya Keisya.
Tanpa berlama-lama Bram pun langsung menampar pipi Dion sangat keras. Rasa nyeri yang Dion rasakan tak ada apa-apanya di bandingkan dengan rasa sakit Keisya yang telah ia bohongi selama ini.
Raut wajah Keisya kini sudah bukan biasa saja, ia menghadap ke Dion dengan tatapan marah dan kecewa. "Gue kira lo baik ya? tapi ternyata apa? gue salah, Di. Lo itu jahat ngerti nggak! Kali ini gue benci sama lo!" ketus Keisya menampar pipi sebelah kanannya Dion.
Bram terlihat memperhatikan wajah Dion yang menatap Keisya. Jika dilihat dari raut wajah cowok itu, seperti pernah melihat dan tahu nama lengkapnya. "Kamu anak dari keluarga Ravendra? dan kamu anak yang bernama Ravendra Octa Dion?" tanya Bram dengan tampang menyelidik.
"Iya, Om." jawabnya dingin.
"Lalu, siapa yang ada di sampingnya Aurel?" tanya pria itu menatap Devan.
Devan memasukkan tangan ke dalam saku celananya. "Nama saya Geraldi Devanio Alvando. Biasa dipanggil Devan." ucap Devan memperkenalkan diri.
Bram mengernyitkan keningnya. "Anak dari keluarga Geraldi Adhitama?" tanya pria tersebut memastikan.
Devan mengangguk. "Kedatangan saya di sini ingin memberikan klarifikasi tentang kejadian yang sudah lama. Memang benar adanya bahwa Dion yang menyerempet anak Om bernama Keisya. Dan saya sendiri, sudah berteman baik dengan Keisya sejak awal masuk SMA." kata Devan jelas.
"Sebelumnya, sebaiknya kita bicarakan di dalam saja. Tidak enak dilihat oleh warga sekitar." tutur Bram mempersilahkan mereka bertiga masuk.
"Jadi kejadian aslinya itu seperti apa, Devan?" tanya Yunita, mamanya Keisya.
"Dulu waktu saya dan Dion masih SMP, kita adalah anak geng motor yang terkenal pembuat onar dan brandalan. Padahal geng kita ini bukan geng motor yang seperti para warga pikirkan."
"Coba papa tanya sama kamu, motor berwarna apa yang menyerempet kamu?" tanya Bram kepada Keisya.
Kening gadis itu mengkerut tampak berpikir mengingat ingat kejadian masa itu. "Hitam." singkatnya datar.
Lalu Aurel pun tak ingin diam saja. Ia ingin ikut menjelaskan sekaligus menjadi alasannya mengapa ia aneh belakangan ini.
"Jadi gini Om, yang nyerempet itu Dion. Tapi sebenarnya Dion mau nolongin dan tanggung jawab ke Keisya. Nah, sebelum dia mau turun dari motor udah dipaksa kabur sama Devan." jelas Aurel mendapatkan tanda tanya dari Keisya.
"Lo bisa jelasin kayak gitu tau dari mana?" tanya Keisya, raut wajahnya terlihat sedang mengintimidasi.
Aurel hanya menyengir. "Gue sergap Devan, jadi gue sebenarnya udah tau kalo yang salah itu Devan tapi gue nggak berani ngomong sama lo. Karena- ya lo tau lah mereka berdua nggak bisa akur kan ..." ujar cewek itu.
"Terus hal sepele kek gitu tinggal ngasih tau, kenapa malah lo sembunyiin dari gue? lo suka sama Dion?" dalam hati sejujurnya Keisya merasa sesak dengan ucapannya.
"Bukan gue suka sama Dion, tapi masalahnya lo yang nggak tau." kata Aurel langsung di sambar oleh Bram.
"Jelaskan yang jelas!" tegas pria itu membuat semuanya terkejut.
"Pah ... jangan galak sama anak-anak. Mereka jadi takut ke sini nanti cuma gara-gara kamu." sahut Yunita dengan tatapan tajamnya.
Pria tersebut akhirnya diam dan kembali menatap empat remaja itu dengan tatapan biasa saja. "Devan suka sama Keisya, Om." celetuk Devan jujur.
Seketika Bram kembali di buat marah. Beliau tidak ingin putrinya berpacaran. Dan dia sudah memiliki perjanjian dengan keluarga Ravendra untuk menjodohkan kedua anak mereka.
"Di sekolah tadi kita sempat berbicara serius tentang ini. Devan memukul saya karena ia tak rela saya menyebut namanya bahwa ia yang memaksa saya untuk kabur, dengan alasan karena dia suka sama Keisya." ucap Dion angkat bicara.
Sebuah rumah mewah dan besar, dihuni oleh dua keluarga. Masing-masing anak di keluarga mereka sudah di berikan harta warisan yang sangat berlimpah. Namun, bukan hal yang menyenangkan jika berada di rumah itu hanya dibuat tertekan apalagi ketika munculnya perjanjian itu.
"Devan dan Dion, sini kalian kumpul di ruang tamu." perintah Cakra Ravendra. Pria itu adalah ayahnya Dion.
Kemudian Devan dan Dion pun keluar dari kamar mereka yang berada di lantai dua. Sementara ruang tamu mereka ada di lantai satu, maka mereka harus menuruni anak tangga terlebih dahulu.
Cakra duduk bersama William, ayahnya Devan menunggu putra mereka turun dari anak tangga.
"Ada apa sih, Yah?" tanya Devan kesal karena dirinya tengah bermain game di kamar.
Dion dan Devan pun duduk di sofa panjang berhadapan dengan kedua ayah mereka. "Om Cakra mau ngomong sama kalian berdua." ucap Willi, pria ber-jas hitam itu baru selesai meeting di kantor.
"Mau ngomong apa sih, Om?" tanya Devan, pemuda itu masih fokus dengan game nya.
Cakra menatap Dion yang sudah biasa hanya menyimak tanpa mengeluarkan kata sepatah pun, kecuali sangat penting baginya.
"Ayah ingin jodohkan kamu dengan keluarga Adijaya." ujar Cakra kepada putra semata wayangnya.
Game yang tadinya menjadi hal yang tak bisa di tinggalkan, kini mata Devan membulat sempurna. Sesekali ia merasa terkejut tak percaya. "Om? yang bener aja?" Kaget Devan bukan main.
Sementara Dion yang tersangkut dalam hal yang sedang mereka bahas hanya diam saja dengan wajahnya yang cuek.
"Dion nggak mau nikah muda." celetuknya singkat padat dan jelas.
Devan melotot ke arah Dion. "Dasar cowok lempeng lo! tapi jujur Om, Yah. Keluarga Adijaya itu kan keluarga yang lumayan kaya sih, kata temen Devan anaknya itu cantik. Dan lumayan judes juga." ujar pemuda tersebut.
"Oh iya, mungkin kamu ngerasa kalo Ayah akan nikahin kamu sama keluarga Adijaya itu kan? Ayah memang akan jodohkan kamu, tapi dengan cara tunangan dulu. Itu pun acaranya akan dilakukan ketika kamu kelas 12 nanti. Untuk sementara ini karena kamu masih kelas 10, Ayah harap kamu bisa lebih dulu menjaga anak dari keluarga itu." jelas Cakra menatap putranya.
William hanya menggeleng melihat reaksi Dion yang hanya diam saja. "Kenapa lo nggak terima aja sih, Di! tinggal terima aja apa susahnya lo diatur sama orangtua." ketus Devan duduk dengan kakinya di angkat satu.
"Anak dari keluarga Adijaya itu Keisya Arunika Jian." ucap Dion langsung membuat Devan tak percaya. Devan menggelengkan kepalanya berkali kali.
"Oh, kalo itu sih gue setuju sama lo Dion! gue dukung lo!" sahut Devan mengacungkan jempolnya semangat.
Kedua ayah mereka malah mengeryitkan kening. Heran dengan tingkah anak mereka yang absurd. "Kalian ini kenapa sih?" tanya Willian menatap Devan dan Dion secara bergantian.
Devan hanya cengengesan, "Devan suka sama Keisya." ujar Dion jujur.
Apa yang terjadi? Cakra dan William terkejut mendengar bahwa Devan sudah menyukai anak dari keluarga Adijaya itu.
"Jangan main-main kamu, Devan!" tegas William kepada putra semata wayangnya.
Devan menatap ayahnya datar. "Udah denger sendiri dari Dion kan, dia emang sepupu Devan yang paling jujur dan baik. Selalu menghargai perasaan orang lain, good job!" kata Devan cengar cengir sendiri.
"Udah kan kumpulnya? Dion ke kamar." ujar Dion melenggang ke kamarnya yang berada di lantai dua.
"Dasar manusia kutub utara!" cibir Devan mengikuti langkah Dion yang sudah menghilang masuk ke kamar.
Sang kepala keluarga tersebut hanya menggelengkan kepala sambil menghela napas panjang. Anak anak mereka memang seperti itu setiap diajak berkumpul bersama keluarga. Namun, hal itu tidak akan terjadi jika ibu mereka libur kerja sebagai penulis besar.
Oh iya, Bunda nya Dion namanya Madina. Sedangkan bundanya Devan namanya Mariana. Sebenarnya mereka semua itu adalah satu keluarga besar. Yang dimana Bunda nya Dion itu adik kandung Bunda nya Devan. Jadi jangan heran, kalau Dion sering diam saat dihajar sama Devan. Ya cuma buat itung-itung menghargai seorang abang sepupu gitulah.
Sejak pagi sampai sore tadi, Dion berusaha untuk mendapatkan maaf dari Keisya. Perjodohan yang ia kira bisa dibatalkan karena Devan menyukai Kei, ternyata tidak mengubah apapun. Semua usahanya, NIHIL.
Sebenarnya Dion sudah mulai memiliki rasa kepada Keisya sejak hari kemarin. Sikap Keisya menjadi suatu alasan pertama kalinya Dion merasakan jatuh cinta pada gadis yang tinggi sepundaknya.
Malam ini, Keisya berniat keluar rumah untuk membeli cemilan di Mall terdekat. Setelahnya ia membeli kebutuhan, suatu hal yang tengah ia hindari justru muncul di hadapannya.
Akh!
Sial!
Ya. Dion.
Keisya bertemu Dion tepat saat akan berbelok ke arah rumahnya. Dirinya menatap Dion dengan tatapan tak suka. Kejadian waktu itu masih menjadi memori yang tidak akan pernah ia lupakan. Rasa sakit begitu dirasa setelah tahu tentang pelaku yang menyerempetnya itu adalah Dion. Lelaki yang belum lama dirinya sukai.
"Minggir! Gue bilang minggir nggak!" Bentak gadis itu menatap tajam pada Dion.
Lelaki tersebut diam tak menuruti perintah gadis di depannya yang menyuruh pergi.
"Gue minta maaf, Kei. Gue tau gue jahat sama lo, tapi tolong buat kali ini lo maafin gue dulu. Biarin gue jagain lo, Kei. Setidaknya gue jagain lo sampe kita lulus, meski gue tau lo nggak bakal mau tunangan sama gue." ucap Dion memohon.
Apa? Memohon? Cowok dingin? Manusia kulkas, muka lempeng memohon sama Keisya? Nggak salah nih?
Keisya menatap arah lain. Yang jelas ia tak akan mau menatap Dion. Begitu bencinya kah?
"Lo budeg ya?! Sekali lagi gue kasih tau, gue kalo suka sama orang emang selalu sopan dan bersikap baik. Tapi kalo gue udah terlanjur benci, gue nggak bisa diapa-apain, Di. Lo ngerti kan?" Nada Keisya benar-benar benci. Padahal, hanya gara gara kejadian masa lalu dia jadi se-benci itu sama Dion.
"Pergi! Pergi jauh dari gue!" Ketusnya meninggalkan Dion.
"Oke, gue pergi, Kei. Gue rasa tugas gue sekarang udah selesai. Gue yang awalnya cuek berubah jadi ngemis gini, ck bego banget kan gue. Gue pamit pergi, Kei. Kalo gue nggak balik, gue harap lo bisa ikhlasin gue." Ucapan Dion membuat langkah Keisya terhenti dan mendengarkan kata katanya.
Jujur, Keisya merasa merinding dan ketakutan saat mendengar ucapan Dion. Dalam benaknya seperti ada suatu pertanda dan perintah untuk mencegat Dion pergi. Tapi apa? Apa yang ada di dalam benaknya? Apa hati? Tidak mungkin. Ia sudah melupakan perasaannya.
•••••
Di perjalanan belum jauh dari tempat Keisya terdiam. Dion melajukan kecepatan motor sportnya hingga sampai di pertigaan ada sebuah truk yang melaju di depannya. Dan sontak membuatnya...
Citttt...
Brakkk
Sebuah truk itu bertabrakan dengan motor yang dikendarai oleh Dion. Truk yang terguling ke bahu jalan itu menyisakan seorang supir yang ternyata sedang dalam kondisi mabuk. Pantas saja, tapi- tunggu!
Dion bagaimana?!
Dion terkejut hebat saat melihat jelas truk tersebut ugal-ugalan di depan matanya hingga dirinya tak bisa menolak untuk menghindari.
Dion terpental jauh dari lokasi gulingnya truk dan rusaknya motor yang di kendarai itu. Akh, sial! Motornya hanya lecet sedikit, sedangkan Dion? Dia terkapar lemas. Matanya mengerjap berharap ia masih dapat melihat langit malam walau tak begitu jelas di matanya. Kepalanya terasa pusing, tangannya terasa basah seperti ada sesuatu tetapi bukan air, mungkin itu adalah Darah. Darah Dion mengalir di bagian kepala, kakinya mengeluarkan darah segar akibat tergores aspal.
Samar-samar ia masih mencoba mengerjapkan matanya. Terlihat bayangan tak jelas seperti warga yang sedang mengerumuni dirinya. Belum sempat ia melepas rasa sakitnya, terdengar jelas suara seseorang memanggilnya. Yah, suara itu sangat tidak asing. Tentu, Keisya. Gadis tersebut berlari seketika mendengar kabar dari warga yang saling berlarian heboh.
Gadis itu mengikuti warga, pasalnya warga memberitahu bahwa ada kecelakaan yang memakan korban dengan ciri-ciri seorang siswa remaja SMA. Dengan warna jaket orange dan motor sport berwarna hitam.
Semua yang diceritakan oleh warga adalah ciri-ciri Dion. Kini Keisya memangku kepala Dion yang sudah sangat lemas. Nafasnya terengah engah. Keisya menangis sejadi jadinya. Rasanya begitu hancur, jangan lupa penyesalan tengah Keisya rasakan saat ini juga. "Dion ... Lo bertahan ya ... Plis jangan pergi, jangan tinggalin gue dulu ... Gue udah maafin lo kok. Plis Dion ... Jangan pergi tinggalin gue, lo bertahan yaa." Nada Keisya bergetar hebat.
Keisya memangku tubuh lemas Dion.
"Gu-gu-gue, sa-ss-sayang sama lo-Kei-sya. Akh—" ucap Dion dengan sisa suara seraknya yang mulai menghilang.
Keisya menggeleng kuat. "Nggak! Lo jangan pergi tinggalin gue, Di! Gue sayang sama lo tau nggak sih, gue dari dulu sayang banget sama lo meski lo selalu cuek sama gue." Tangisan gadis itu semakin memecah.
Beberapa warga yang masih mengerubungi Dion pun menatap sedih. "Mbak, saya telponin ambulans ya?" Inisiatif cepat dari salah satu warga seorang bapak bapak.
Keisya mendongak. "Iya, Pak. Cepetan ya!"
Dion masih memiliki sedikit sisa tenaga dari tangannya akan mengusap air mata Keisya.
"Cantik masa nangis sih? Jangan nangis dong, Sayang." Huaaa ucapan Dion benar-benar membuat Keisya menyesali perbuatannya. Satu kata gadis itu nantikan dari sekian lama akhirnya Dion mengucapkan kata itu, tapi kenapa harus dengan keadaan yang seperti ini?
Kepala Dion semakin pusing, ia sudah tak mampu menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dan perlahan matanya pun mulai menutup.
"Dionnn!!" Jerit Keisya diiringi suara tangisnya. Hidupnya benar-benar dibuat menyesal atas perbuatannya tadi.
...•...
...•...
...•...
..."Memang ya? Seseorang akan dibuat menyesal setelah ia kehilangan seseorang yang disayanginya. Seperti aku, maaf. Tapi aku tak yakin apa dia akan selamat? Jika tidak terselamatkan, maka aku akan menyesal seumur hidup." ...
...— Keisya Arunika Jian —...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!