NovelToon NovelToon

Kenapa Harus Aku ?

Prolog

"Bas, aku hamil"

Abbas, laki-laki yang berbadan tinggi dengan kulit sawo matang dan berhidung mancung itu membulatkan mata. Wajahnya memperlihatkan ketidak sukaannya dengan berita yang baru saja Kinanti ucapkan. Entahlah apa yang tersirat dipikirannya kala itu. Yang jelas, respon wajahnya sangat membenci hal tersebut.

"bercanda jangan kelewatan lah Kin, bagaimana nanti kalau ada setan lewat, dan apa yang kamu ucap beneran terjadi?"

Ah, dia hanya menganggap jika wanita nya itu mengajaknya bercanda. Padahal jelas, gadis itu sudah berderai airmata dan sangat kusut. Sepertinya, dia terlalu lama memikirkan hal itu hingga lupa untuk merapikan dirinya sendiri .

Kinanti adalah seorang gadis yang sejak lahir sudah tinggal dikota Surabaya. Wajahnya standart, bibirnya tebal dan badannya juga sedikit melar alias gemuk. Rambutnya yang bergelombang itu sering dia biarkan tergerai begitu saja. Ditambah kulit yang eksotis dan mata yang sedikit belo. Bagi Abbas, dia adalah wanita tercantik yang sanggup dia menangkan hatinya.

Bukan hanya itu, Abbas bisa menaklukkan Kinanti dari berbagai sudut. Apapun akan Kinanti berikan buat laki-laki yang menurutnya sempurna itu.

Sekujur tubuhnya telah terjamah oleh pria itu, tiada sejengkal pun yang terlepas dari gerilya tangannya. Mereka juga sering terbuai dan lupa arah. Hingga kejadian dan perbuatan kotor itu, mereka sudah pernah melakukan bahkan sering.

"aku serius Bas!"

Seperti yang sudah dikatakan, dia memang membenci hasil dari apa yang dia tanam sendiri.

"gimana bisa Kin? Kita melakukannya selalu pakai pengaman! oh atau jangan-jangan kamu main sama cowok lain?"

"kamu jangan gila Bas! Mana mungkin aku berpaling dari kamu"

Dasar cowok mesum, maunya hanya dikata "enak" nya saja. Giliran benih nya tumbuh pura-pura tidak melakukan dan buruknya lagi tidak mengakui kalau itu benih yang telah dia semai.

Tentu saja, Kinanti murka. Dia marah, dengan kata-kata kasar, dia mengutuk, menghardik dan terus meminta pertanggung jawaban atas apa yang mereka lakukan.

"Bas, kamu bilang kamu cinta sama aku. Dan sekarang aku hamil anakmu"

Dia masih saja merendah didepan lelaki se breng*** itu. Tapi bagaimana lagi, tidak ada pilihan. Kalau dia tidak merengek untuk segera di nikahi, orang-orang bahkan keluarga besarnya akan sangat marah terhadapnya.

"kamu sabar dulu ya sayang, kita cari jalan keluar!"

Masih saja mengelak, mencari-cari alasan untuk mengumpat. Kalau seperti ini, apa dia sanggup mendidik anaknya? Ah, bisa saja anaknya akan di biarkan begitu saja. Hidup situ, engga juga situ.

Bodohnya lagi, Kinanti masih terbuai. Mengiyakan dan memaafkan kelakuan lelaki bangs**t itu. Dia juga bersedia menunggu hari yang di janjikan oleh Abbas, walau belum jelas itu kapan. Hanya nanti dan nanti.

Ketika bulan semakin beranjak, perlahan merangkak hingga menemui titik usia 7 bulan kehamilan. Masih saja Abbas berdiri di garis haha-hihinya, main-main dan tidak segera mendiskusikan soal janin yang di kandung pacarnya.

"Bas, gimana? Perutku semakin membesar, dan kamu belum juga kasih kepastian! Aku malu Bas, banyak yang merendahkanku"

Untuk kesekian ratus kalinya Kinanti menangisi hal itu. Dia merengek bahkan bersujud di kaki Abbas meminta untuk segera di nikahi. Mustahil Kin, laki-laki bangs** itu hanya akan terus bersembunyi. Memberimu janji tanpa bukti. Dan kamu? Akan terus terbuai dan kembali terjatuh ke jurang yang kamu sendiri kesulitan untuk naik ke atas.

Memang benar, kamu itu rendah! Kamu wanita murah. Cinta katamu, hahahaha! Aku memang cinta terhadapku karena tubuhmu yang bisa menggodaku, kalau bukan karena itu mungkin aku sudah menendangmu jauh-jauh. ~Abbas.

"apa aku ini memiliki dua kepribadian? Kenapa tadi aku mudah sekali mengiyakan janji Abbas, sekarang? Aku kembali menyesal. Tuhan, bagaimana ini?"

Kinanti mengusap perutnya yang memang sudah besar, berkat tubuh gendutnya dan pakaian yang longgar saja dia bisa menyembunyikan itu.

" Kin, kamu nangis? "

Rama yang tak lain adalah teman kerja sekaligus teman dekat Kinanti menghampirinya. Dia ini, pria yang tidak sama sekali memiliki daya tarik, tubuhnya kurus kering dan tinggi badannya pun kurang jika untuk ukuran laki-laki. Wajahnya pas lah, tidak jelek tapi tidak juga ganteng. Rambutnya sedikit ikal dan berkulit kuning langsat.

Tapi perlu digaris bawahi, Rama ini orangnya sangat baik, dia penuh perhatian, kalau sudah cinta dia sulit untuk melepaskan. Tapi, kalau Abbas yang nilai Rama ini lembek, dia banci, dia cupu blablabla. Itu mungkin, hanya penilaian dari mereka yang tidak menyukai Rama.

Rama bukan asli warga kota itu, dia hanya menumpang makan dan tidur. Ya benar, Rama hanyalah anak rantau yang mengais rejeki di kota orang. Dia juga baru dua tahunan bekerja sejak lulus dari Sekolah Menengah Atas. Pendikikannya tidak terlalu tinggi karena alasan ekonomi tentu. Berbeda dengan Abbas, dia seorang sarjana, ya walaupun kelakuannya sama sekali tidak menunjukkan kalau dia itu anak yang berpendidikan.

"apa aku salah meminta apa yang sudah menjadi hak ku Ram?"

Sepertinya, dia terlalu kecewa dengan abbas. Dia menangis tanpa sadar dihadapan Rama. Percayalah, tangisannya itu menjadi pisau tertajam yang menancap dihati Rama. Dia ikut menderita, walau tidak tahu apa yang terjadi dengan Kinanti. Rama, dia mencintai Kinanti dalam diam dan doa malamnya. Cintanya tulus, tak mengharap balasan. Kasih nya tercurah dengan perhatian yang membuainya sendiri.

"hak?"

"Ram, aku hamil. Dan hingga sekarang Abbas masih saja tak mau menepati janji untuk menikahi ku."

Penampilannya yang sudah acak-acakan dan sangat kusut itu semakin tak karuan dengan cucuran airmata nya.

"Kin, gimana bisa?"

"apa yang tidak bisa jika cinta sudah tertanam dihati kita. Untuk bodoh dan gila pun aku sanggup demi Abbas Ram"

Begitupun denganku Kin, aku sanggup menahan sakit hati demi tawamu. Bagiku melihat mu tertawa dan bahagia bersama Abbas sudah menjadi bukti bahwa aku mencintaimu ~Rama.

"aku akan membantumu, agar Abbas mau bertanggung jawab"

"heh, jangankan kamu Ram, aku saja tidak lagi didengar oleh nya. Yang ada, kamu hanya akan di hajarnya karena berani ikut campur masalahnya"

Ah, aku sudah salah bicara di depan Rama. Apa yang membuatku begitu melunak dan berharap dikasihani seperti ini ~Kinanti.

Rama memang sudah mendengar desas-desus itu, dari rekan kerjanya dan dari teman-teman Kinanti. Tapi, dia memilih mengelak dan tak mempercayai itu, hingga dititik ini. Saat Kinanti, buka suara, saat Kinanti menangis dihadapan nya, saat Kinanti mengatakan hal yang tidak dia yakini sebelumnya.

Kini Rama menatap Kinanti dari wajah hingga perutnya. Tatapan itu, tidak bisa ditebak oleh Kinanti. Mungkin dia mulai jijik atau membencinya, batin Kinanti yang semakin ngelantur.

"cuma kamu yang tau tentang ini Ram"

Dia hanya berharap dalam kata agar Rama tidak membocorkan aibnya. Melangkahkan kaki kembali kearah asalnya. Berjalan semakin menjauh dan menyisakan Rama yang hanya mampu memandangi punggung Kinanti yang semakin buram.

Tidak diharapkan

Tak terhitung, entah sudah berapa lama wanita itu menangis di teras sebuah kontrakan. Pakaiannya yang lusuh, karena mungkin beberapa hari ini dia tidak menggantinya. Wajahnya sayu mata nya juga bengap, mungkin karena terlalu lama bahkan sangat sering dia menangis.

Sekilas ia mencoba mengukir senyum untuk menyambut seseorang yang baru saja datang. Tubuhnya malas menghampiri wanita itu, namun kakinya tetap memaksa untuk berjalan ke arahnya.

"ada apa Kin? Kamu sudah lama disini?"

"sudah, beberapa jam yang lalu"

"kenapa tidak menelponku?"

Kinanti hanya tersenyum miris mendengarnya. Ia teringat, beberapa hari ini dia merasa kesulitan menghubungi Abbas, lelaki yang baru saja menanyakan hal tersebut. Selalu saja operator yang menjawabnya. Mengatakan tidak ada jawaban, sedang berada dalam panggilan lain atau nomer yang anda tuju sedang tidak aktif dan blablabla.

"ah, sudahlah! Lupakan? Untuk apa kamu kesini Kin?"

Dia ini, memang pria bodoh dan tak berhati atau bagaimana sih? Jelas saja, Kinanti hanya akan mempertanyakan tentang tanggung jawab darinya. Lihat saja, perutnya sudah tidak mau lagi disembunyikan. Itu bayi juga selalu menendang-nendang perutnya bertanya kenapa Ayahnya tidak pernah menemuinya lagi.

"jadi bagaimana Bas?"

Bodoh kamu Kin! Kamu itu terlalu bangga menjadi Budak cinta. Itu lelaki sudah jelas sangat tidak memghargaimu, tidak mengharap anakmu dan hanya memanfaatkanmu. Masih saja, itu bibir bisa bertanya dengan santai.

"sorry Kin, aku masih belum siap untuk menikah!"

Deg! Tidak disangka, usahanya delapan bulan ini sia-sia. Bahkan beberapa tahun ini, dia telah rela menjadi pelacur untuk lelaki ini pun tidak di anggapnya ada. Ah, tidak! Pelacur itu lebih berharga karena dia menerima upah. Sedangkan Kinanti, dia sukarela melakukan itu.

"terus anak ini gimana Bas?"

"itu urusanmu"

Dan lagi, airmata itu seperti tidak ada keringnya. Mengalir dan kembali mengalir dikedua pipinya. Hidupnya hancur, dan tersirat bayangan untuk mengakhiri hidupnya.

Kakinya pelan dia seret tanpa arah tujuan, menangis di guyuran hujan dan petir yang menyambar. Tidak ada rasa takut yang bergeming, tubuhnya juga tidak merasa kan dinginnya hujan.

"ini semua gara-gara kamu! Kalau saja kamu tidak tumbuh di dalam rahimku, Abbas pasti tidak akan membenciku! Kamu harus mati!"

Ia memukuli perutnya sendiri, berteriak histeris masih dalam kondisi basah kuyup. Semakin keras tangannya memukul, semakin sakit pula dia merasakan perutnya.

" Kinanti, apa kamu sudah gila? "

Rama yang melihatnya, segera mungkin berlari tertatih menghampirinya. Mencekram kedua tangan yang sudah kerasukan iblis. Digenggamnya erat, agar dia tak lagi menyakiti janin yang tak berdosa didalam perutnya .

Terus saja, dia tetap berontak, meronta-ronta membuat Rama merasa kewalahan. Cekramannya semakin ia kuatkan, membuat Kinanti meringis merasa sakit. Diputarnya lengan perempuan itu, membuatnya semakin meringis dan bahkan menjerit tak tahan.

"ini yang dirasakan anakmu, jika kamu terus berusaha menyakitinya Kin"

Tidak seperti Rama yang sebelumnya, dia sangat tegas mengatakan hal tersebut. Menekannya dan menatap Kinanti dengan penuh amarah, matanya memerah seketika membuat Kinanti menghentikan gerakannya.

Ketegangan yang terjadi kini melunak. Menyisakan isakan tangis Kinanti yang menjatuhkan tubuh diatas tanah. Berulang ia mencoba menarik nafas panjang, mungkin dia sedang berusaha menghilangkan kecewa yang menekannya.

Rama masih saja setia menunggunya. Membiarkan wanita itu tenang atas perintah hatinya, pengawasan mata Ramapun tak terlepas dari tubuh Kinanti, dia takut saja jika tiba-tiba Kinanti kembali menghukum janin di dalam perutnya.

"Abbas tidak mau menikahiku Ram. Apa yang membuatku rela mempertahankan janin ini?"

"lalu, apa perlu kamu membunuhnya?"

" aku tidak mengharapkan ini sebelumnya"

"jika tak kamu harapkan, kenapa kamu mau melakukannya? Kamu ini terlalu rajin menanam, setelah tumbuh kamu bilang tidak mengharapnya. Kamu manusia kan? Kamu seorang anak dan kamu adalah wanita. Kenapa hatimu bisa mati dan begitu gila? "

Kinanti terdiam, dia menatap pria yang baru saja menghinanya dengan sangat sinis. Lalu, dia kembali membenamkan wajahnya dalam lamunan. Menunduk masih dengan situasi yang tak berbeda.

" aku akan membuangnya jika bayi ini lahir, itu lebih mulia bukan? "

Mulutnya kembali bergeming. Menadakan kata yang baru saja tersirat di otaknya. Logika nya riuh bersorak dan mengatakan itu adalah jalan terbaik, tapi hatinya mulai resah akan kasih yang mulai menyerangnya.

" kamu adalah orang yang paling wajib mengasuhnya!"

Rama masih bersikeras agar Kinanti menerima bayi itu dengan lapang dada. Bahkan berbahagia karena banyak yang mengharap namun tak kunjung memperoleh.

"kamu tidak mengerti Rama! Kamu tidak merasa kan ini! Membawanya kesana kemari, sama saja menggendong aibku dan menyebarkan keseluruh penjuru bumi. Kamu menginginkan ini, ketika semua penduduk bumi menertawakanku?"

Kali ini, Rama yang memilih diam, dia tidak terlihat hendak menjawab apapun itu. Mulutnya kaku, membisu. Deru nafasnya saja yang sayup-sayup terdengar tegang.

Ketika dia sudah memastikan Kinanti sampai di rumah dan ada orang disekelilingnya, Rama baru memutar kakinya untuk kembali ke pabrik tempat dia bekerja. Mereka memang satu kerjaan, sebagai buruh di pabrik sandal yang cukup besar dikota surabaya.

Tangannya memang masih sibuk dengan pekerjaannya, matanya juga terlihat fokus memperhatikan. Tapi, jiwanya kini melayang mencermati kalimat terakhir Kinanti. Dia ikut merasakan pusing, memutar otak dan bingung menyikapi. Remang-remang, ia mendengar keributan disekitarnya. Yang terdengar ada yang menyebut namanya. Tapi, lamunannya mengunci agar dia tidak menganggap itu, Hingga dia menyadari ketika bapak berkumis itu sudah berdiri dan menggebrak meja didepannya.

"Rama! Mau berapa puluh produk yang akan kamu rusak?"

"Astagaaaa, maaf pak. Saya kurang berhati-hati."

Ocehan nya sangat nyaring terdengar ditelinga Rama. Nadanya naik turun membuat jantungnya terus terpompa dan berdebar. Dia sebenarnya khawatir jika harus keluar dari pabrik karena kebodohan yang dia lakukan. Tapi, bayang-bayang Kinanti lebih membuatnya bergidik dan lebih memberinya merasa takut.

Aku akan menikahimu

Rama POV

Kulihat dia, wanita yang paling aku cintai. Dia yang kuanggap wanita ku tapi memilih pria lain sebagai kekasihnya. Dia memilih pria brengks** yang tidak pantas untuk dicintai setulus itu.

Dia menangis dibawah hujan, terus merunduk memprotes bumi yang mengutuknya. Perlahan kulihat tangannya mulai memegangi perutnya, terus dan semakin kencang ia hujami dengan pukulan. Dia sebut-sebut kata "mati". Ah, entahlah! Pikiranku buruk menghantui, merasuk membebani logika.

Aku berlarian menghampiri nya, meraih dan kupegangi kuat-kuat tangannga agar dia tak lagi melukai janin dan bahkan dirinya sendiri. Dia masih saja meronta, meraung, bahkan memberontak dengan seluruh tenaga yang dimiliki. Sangat terpaksa, aku memutar lengannya. Membuat dia meringis, mungkin sakit.

"ini yang akan dirasakan anakmu jika kamu terus memukulinya"

Kurang lebih, seperti itu kalimat yang kuucapkan. Entahlah, apa yang membuat ku berani melakukan itu. Aku sudah bingung dan sangat panik dalam kondisi seperti itu.

Sia terjatuh, ah bukan! Dia menjatuhkan diri ke tanah. Menangis semakin kencang, mencekram bumi sekuat mungkin. Kubiarkan, setidaknya untuk membuat nya merasa sedikit tenang. Agar dia bisa menyesali apa yang baru saja dia lakukan.

Namun deg! Jantungku melemah seketika, saat dia tiba-tiba mengatakan jika sibangs** itu menolak menikahinya. Laki-laki itu sama sekali tidak mengerti makna welas asih. Apa dia tidak memikirkan jika janin itu adalah darah dagingnya sendiri? Hah, laki-laki macam itu, mana mau tahu tentang hal seperti ini.

Aku ingin sekali menawarkan diri untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Walau aku tidak melakukan apapun terhadapnya. Hanya kasihan saja sama anak itu ketika dia nanti bertanya 'mah, mana ayahku?' tapi mungkin juga karena aku mencintai Kinanti. Entah!

Perdebatan kembali terjadi, namun kali ini dia sangat manis,dia dingin, dia tidak lagi menggunakan gerakan konyol lagi.

Ku antar dia hingga halaman rumahnya. Ku pastikan ada orang di dalam sana agar dia bisa merasa tenang. Lalu, ku putar sepeda ontel ku dan ku pancal menuju pabrik tempatku bekerja.

Tak kusangka, Pak andi sudah berdiri didepanku sekian lama. Dia menggebrak meja dengan kerasnya, membuatku terperanjak dan menyadari jika aku telah merusak produk begitu banyak. Satu, dua, tiga entahlah berapa puluh atau bahkan ratus ribu kerugian yang akan aku terima jika si bapak ini tidak memberiku maaf. Aku sempat panik dan merasa takut jika dipecat. Tapi tidak setakut jika bayangan Kinanti muncul.

Berulang, aku menunduk mencoba memohon maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Dan benar saja, kali ini keberuntungan masih berpihak kepadaku. Walau aku harus mendengar dan bersabar dengan cemooh yang nyaring ditelinga ku.

Kupancal sepeda ontel ku yang sudah sangat tua ini. Tidak ada yang berarti darinya selain teman setia kemanapun aku pergi. Menjadi saksi bisu keseriusanku dalam bekerja. Pergi paling pagi, pulang paling larut malam. Kecepatan nya, bergantung pada tenaga yang ku keluarkan.

Sudah, lupakan tentang sepeda! Bayang-bayang isak tangis Kinanti semakin menghantui siang dan malamku. Dalam kondisi sadar maupun sedang dibawah sadar. Sungguh, aku tidak rela melihatnya menderita seperti itu.

" apa yang harus aku lakukan?"

Kurebahkan kembali tubuhku diatas alas tidur yang mulai lusuh itu. Berfikir aneka macam cara dan hal yang mungkin bisa membantu Kinanti. hah, ini semakin membuatku gila. Harusnya, aku tidak perlu memikirkan ini, tapi hatiku sungguh memaksa. Semakin ingin tidak aku fikirkan, semakin kuat pula rasanya mendobrak pintu logika. Tolonglah, biarkan ku tenang.

--

Sudah satu minggu ini Rama tidak melihat Kinanti datang ke pabrik. Hatinya semakin resah dan gelisah. 'apa dia sudah berhenti bekerja?' pikiran buruk dan baikpun silih berganti menyerang.

Seusai jam bekerja, ia menyempatkan diri untuk menyambangi rumah Kinanti. Nihil, dia tidak ada disana. Keluarganya pun tak mengetahui kemana Kinanti pergi.

Rama, kembali berjalan dengan sepeda bututnya. Matanya jeli berkeliaran ke kanan dan kiri jalanan. Berharap, ia menemui Kinanti disana. Keadaan yang semakin sore, membuat hatinya kian gelisah.

'mungkin, dia kembali menemui Abbas' ia terngiang dengan pria itu. Pria yang juga sudah lama tidak dia jumpai. Rumahbya tak jauh dari titik Rama berdiri, ia mencoba menelusuri jalanan menuju kesana. Memohon dalam setiap ayun kakinya.

Tidak! Dia tidak menemui orang didalam rumah itu, diketuknya berulang tapi tak kunjung ada yang membukanya. Keadaannya juga gelap, seperti tak berpenghuni.

Ah, sial! Dengan kecewa dia kembali. Memutar sepedanya dan menggowes nya ringan.

"Kinanti?"

Matanya membulat memperhatikan wanita yang duduk menyendiri dihalte bus itu. Wajahnya lesu, masih sama dengan satu minggu yang lalu. Tidak ada harapan lagi yang terpancar dari sorot matanya.

"Kinanti, kamu ngapain malam-malam berada disini?"

"Aku menunggu Abbas setiap hari, mengunjungi rumahnya, dan hingga larut seperti ini"

"lalu, apa kau menemukannya?"

"heh, tidak! Dia sudah kembali ke Madura, hp nya juga tidak aktif."

Rama berjongkok di hadapan Kinanti, menggenggam jemarinya berusaha menyalurkan gairah baru. Sangat disayangkan, kau memilih lelaki seburuk itu Kin, pekiknya dalam hati.

"Rama, kumohon! Tolong, bantu aku menggugurkan kandungan ini"

Ah, iblis itu kembali pada diri Kinanti. Ya mungkin, karena dia khawatir dengan masa depannya,dengan kehidupan yang sudah menantinya.

"Aku akan menikahimu Kin, aku akan bertanggung jawab penuh atas anakmu! Aku akan sangat menyayangi nya melebihi rasa yang kamu beri untuk Abbas."

Deg! Kali ini, jantung Kinan berdetak dengan cepat. Dia menatap pria yang masih tenang didepannya, kalimat nya barusan dia ucapkan dengan lantang. Tidak ada ejekan, ataupun niat bercanda disana.

" Tapi aku tidak mencintaimu Ram "

" aku tidak mengharapkan cintamu mengalir detik ini Kin, aku percaya jika Cinta bisa datang kapan saja. Tapi, jika kamu tidak mengambil keputusan sekarang, penyesalan akan menghantuimu jika anakmu sudah terlahir"

Entahlah, mimpi apa yang hadir dalam tidur Rama semalam. Dia sangat cepat mengambil sikap. Beralasan tanggung jawab atas anak, tapi sebenarnya hatinya bersorak saat Kinanti mengangguk tanpa suara. Baginya, itu adalah awal jawaban dari doa-doa yang senantiasa dia panjatkan disetiap malamnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!