Sebuah kasus misterius dan mengerikan telah terjadi. Seorang Pria yang belum di ketahui identitasnya jatuh dari lantai 38 sebuah gedung. Padahal sama sekali tak ada orang yang bersamanya saat di ruangan lantai 38. Hanya ada beberapa petugas kebersihan yang menyaksikan nya jatuh di bawah.
Di duga lompat dari kaca dan memecahkan kaca membuatnya terjatuh ke bawah. Kepolisian setempat ingin menyelidiki kasus ini namun terlalu sulit dan tak masuk akal. Karena Pria korban lompat itu adalah seorang salah satu eksekutif besar di sana, bagaimana mungkin dia lompat dengan kesadaran.
Karena terlalu sulit di selidiki, kepolisian telah memanggil seseorang.
-
Terlihat seorang pria keluar dari selesai mandinya. Dia berjalan ke cermin melihat dirinya yang arogan hanya memakai sehelai handuk. Terdapat bekas bedah besar di lehernya. Dan di punggungnya tertulis tato regal bertuliskan namanya yakni Samuel.
Ponselnya berbunyi di meja dekatnya, dia meraihnya dengan tangannya dan mengangkatnya.
"Yo Samuel..." sapa seseorang yang menghubunginya.
"Tak biasanya kau memanggilku seperti ini, Erick," kata Samuel.
Erick adalah mantan rekannya saat bertugas sekitar 5 tahun yang lalu, Erick lah yang menjadi polisi setempat kejadian tadi awal.
"Yah... Aku minta maaf mengganggu waktu nganggur mu, tapi disini benar benar butuh bantuan, ngomong ngomong sekarang dimana kau?"
"Aku ada di apartemen Nyonya Lux tepat di tengah tengah City United States."
"Kau ada waktu untuk kemari bukan?"
"Maksudmu ke San Diego, entahlah aku menikmati 5 tahun ku disini dan aku tak mau menerima keluhan lagi... Asal kau tahu mereka memanggilku tampan disini, banyak cewek malam itu yang menggodaku, kau harus mencoba kemari kawan," kata Samuel.
"Bukankah lima tahun sudah cukup untukmu istirahat, lagipula aku hanya memanggilmu kemari saja kan?"
"Baiklah... Terserah, aku akan kesana."
"Baiklah... Aku tunggu."
Lalu Samuel mematikan ponselnya. "Cih... Si bodoh itu, aku ingin lebih istirahatnya," Samuel memakai bajunya tapi tiba tiba terdengar suara dari pintu apartemennya.
"Masuk saja. Aku malas buka pintu."
Lalu seseorang masuk, Samuel awalnya menoleh dengan cuek tapi saat dia tahu siapa orang itu dia menjadi terdiam tak berkutik. Tepatnya seorang pria berformal tak sepertinya mendekat masuk dan menutup pintu.
"Sudah berapa lama aku memberimu waktu?" tatap nya dengan dingin.
"5," balas Samuel dengan masih terkaku.
"5 hari? 5 minggu? 5 bulan?" pria itu menatap penuh provokasi sambil berjalan masuk begitu saja membuka lemari tua di sana membuat Samuel terkejut. "Dia... Membuka sembarangan... Awas aja!! Li-lima tahun."
"Lima tahun huh Samuel, aku tahu kau bekerja padaku tapi apa lima tahun tak terlalu banyak?"
"Ha... Aku kan sudah mengatakannya padamu aku sudah pensiun."
"Umurmu berapa? Adakah umurmu 60 tahun... 40 tahun saja belum dan sudah mengaku pensiun, bilang saja kau hanya ingin berlibur dan bermalasan seperti ini, itu sama saja membuang bakatmu sendiri... Apa yang kau lakukan selama libur di sini... Membuat lukisan lagi?" tatap pria itu yang rupanya membuka lemari berisi banyak sekali kanvas lukisan yang sudah tua di sana. Dia mengambil satu dan menemukan gambar yang bagus. "Dia membuang bakat nya.... Memendam nya di lemari ini.... Sangat payah."
"Haiz.... Dengar... Sebenarnya apa yang terjadi sini, kau tak mungkin bisa melakukan hal seperti ini," tatap Samuel dengan serius.
"Aku bisa sesuka ku melakukan ini semua, lagipula ada tugas juga untukmu."
"Eh tunggu dulu... Aku baru saja dimintai bantuan tadi jadi ya tidak bisa."
"Apa kau sudah berani menolak tugasku?" pria itu melirik dengan tajam.
"Huu... Baiklah... Baiklah... Jadi apa?"
Lalu pria itu memberikannya sebuah kantung plastik kecil berisi 1 obat pil berwarna merah membuat Samuel bingung.
"Ini bukanlah sembarang obat, obat ini memiliki kandungan karbon dan narkoba tinggi, mengonsumsi satu butir ini akan membuatmu memakan 2 kantung narkoba dalam satu suap."
"Ha.... Tidak masuk akal."
"Aku tahu itu, karena itulah aku ingin kau mencari obat ini di setiap tangan orang orang sementara aku akan mencari dimana dan siapa pembuat obat ini dan jangan coba coba kau mengonsumsinya."
"Tidak ada deadline kan?" tatap Samuel sambil mengambil obat itu.
"Selama kau belum menemukan siapa yang membuatnya maka waktumu tidak terbatas."
"Yah... Kalau begitu aku pergi dulu."
"Tunggu Samuel... Kau tidak ingin tahu apa efek samping obat itu?" tatap pria itu lalu Samuel terdiam masih memasang wajah seriusnya.
-
"Hm.... Ini terasa aneh, di rekaman tak menunjukkan korban bersama seseorang, posisi CCTV nya pun tidak mengarah ke jendela tepat di mana dia lompat jadi tak ada rekaman bagaimana dia melompat," kata Erick yang menatap komputer rekaman dan Samuel berdiri di belakangnya juga melihat ke komputer.
"Jadi kamera CCTV itu hanya menunjukkan bahwa dia masuk keruangan itu saja?" tatap Samuel.
"Sepertinya begitu."
"Yah... Kalau begitu yah.... Itu hanya hasrat bunuh dirinya saja."
"Tidak Samuel, dia adalah eksekutif besar tidak mungkin kan dia mau mati sendiri begitu saja, lagipula eksekutif besar pasti punya ancaman saingan."
"Cih... Ini merepotkan biarkan aku melihat rekaman nya," Samuel mendorong Erick keluar dari kursi dan ia yang duduk di depan komputer.
Sementara itu disisi lain terdapat 4 orang yang akan masuk ke lift gedung secara bersamaan. Di antaranya ada pengawal, Ibu paruh baya, seorang Wanita dan Pria sendiri. Mereka berempat hanya masuk ke lift dengan biasa menekan tombol lantai berbeda dan menunggu sampainya lift. Tak ada yang aneh dari mereka tapi tiba tiba lift bergetar dan rusak membuat Mereka terkejut.
-
"Itu sudah benar," tatap Samuel pada Erick yang mengutak atik komputernya untuk lebih teliti dengan rekaman CCTV tadi.
Di saat sedang sibuk mencari rekaman kasus, ada orang datang.
"Tuan... Lift rusak dan ada empat orang di dalam," kata orang itu dengan panik.
"Apah!!" Erick menjadi terkejut dan seketika mengalihkan rekaman komputer ke rekaman langsung lift.
"Hoi apa yang kau lakukan, kita masih menyelidiki rekaman yang tadi," Samuel menatap kesal.
"Itu nanti dulu, ini lebih penting," balas Erick.
Saat rekaman langsung menunjukkan di dalam lift orang orang tadi menatap ke CCTV juga.
"Hei.... Kau dengar disana, kami sedang terjebak di sini!!!" kata pria yang berbicara menatap CCTV dengan rasa kesal.
"Keluarkan kami," wanita itu menambah.
Lalu Erick memasang alat penghubung di kamera agar bisa bicara pada mereka.
"Baiklah, kalian harus tenang, bantuan akan segera datang," dia mencoba berkomunikasi.
"Berapa lama? Aku masih ada urusan, cepat perbaiki lift ini," empat orang itu menjadi tidak sabar dan terpengaruh emosi.
Erick masih meminta mereka untuk sabar dan tenang di dalam lift, sementara itu Samuel diam berdiri dekat dengan jendela gedung dengan tatapan kesal.
"Si bodoh itu, dia yang memanggilku kesini untuk kasus itu malah berbicara dengan yang terjebak di lift huf.... Bodo amat," Samuel berjalan pergi. Ia menaiki tangga untuk sampai ke lantai 38 tepat dimana kejadian pertama terjadi.
Ia sudah bisa melihat kaca di lantai itu sudah pecah karena tubrukan korban yang jatuh.
"Dilihat dari bekasnya, dia melompat, tidak... Mundur jauh lalu berlari menubrukkan dirinya di kaca dan jatuh, itu artinya dia bunuh diri. Tapi jika dia bunuh diri tanpa sebab, itu artinya dia juga mengonsumsi obat itu kan?" Samuel terdiam mengingat sesuatu lalu keluar dari ruangan itu dan menuju ke balkon atas.
Di sana ada petugas lift yang akan memperbaiki mesin lift di atas. Namun tiba tiba topi petugas itu terbang tertiup angin. Hal itu membuatnya harus mengejar topi itu hingga Ia hampir jatuh dari gedung karena topi itu sudah terbang jatuh.
"Ah... Sial..." dia kesal dan berbalik. Tiba tiba ia terpeleset dan akan jatuh. Untungnya Samuel ada di sana dan menangkap tangan nya. Ia menahan dan menariknya hingga pria petugas itu tak jadi jatuh.
"Huf... Terima kasih," kata petugas itu. Samuel hanya diam memandang dingin lalu mengatakan sesuatu.
"Apa kau tahu orang yang melihat orang jatuh tadi secara lengkap?"
"Aku tidak tahu, tapi jika kau ingin tahu tanya saja pada orang yang membersihkan jalanan itu, mereka selalu di bawah sana pastinya akan tahu bagaimana dia hancur saat jatuh, aku pergi dulu," pria petugas itu kembali berjalan masuk ke mesin lift.
Samuel masih terdiam di atap balkon menatap bawah tanpa adanya fobia ketinggian. Lalu ponselnya berbunyi dari Erick.
"Hoi kau itu kemana saja?"
"Aku pergi menyelidiki sendiri."
"Tapi Samuel... Kau belum tahu apa yang terjadi kan?"
"Berisik lah, aku tahu itu," Samuel membalas. Tiba tiba ia mendengar suara dari mesin lift. Ia berjalan mendekat dan terdiam.
"Hei Samuel... Kau masih mendengarku kan?" Erick masih terhubung di ponselnya.
"Bawa bantuan kesini," kata Samuel. Rupanya petugas lift tadi mengalami kecelakaan dan tewas di dalam mesin lift.
"Untuk apa?" Erick masih bingung.
"Bawa saja kemari."
Sementara lampu di dalam lift mati, sepertinya karena kecelakaan pria petugas tadi membuat lift tambah lebih parah. 4 orang yang ada di dalam menjadi begitu panik. Saat lift bergetar dan lampu lift mati, si wanita paruh baya terkejut karena ada yang menyentuh dadanya.
"Apa yang...!!!?? Siapa yang melecehkan ku!!" dia berteriak di saat lampu lift menyala kembali.
"Ack, maaf kan aku," pengawal di sana membalas.
"Aku benar-benar tak sengaja karena lift bergetar membuatku panik."
"Tidak mungkin, kau pasti sengaja bukan!!" wanita paruh baya itu menjadi tidak percaya.
"Aku sudah minta maaf, apa kau tidak percaya padaku... Aku benar-benar tidak sengaja."
"Ya dia benar, dia sudah mengakui ke tidak sengajaan nya nyonya," wanita muda di samping pengawal itu mencoba membela dan menghentikan perdebatan itu.
"Apa... Jadi maksudmu kau hanya membela penjahat ini!!" wanita paruh baya itu malah menjadi marah.
"Ak-aku tidak."
Tiba tiba lampu lift mati lagi dan tak lama kemudian di susul suara teriakan wanita muda tadi membuat mereka yang mendengarnya menjadi terkejut.
Saat lampu lift menyala, betapa terkejutnya mereka bahwa bahu wanita itu berdarah dan dia tak berdaya kesakitan di bawah.
"Kau baik-baik saja?" pria pengawal menatapnya dan mencoba menutup lukanya dengan kain di bajunya.
"Ah... Hati hati!!!"
"Ya aku mengerti."
"Lihat itu, itu sebabnya kau membela penjahat ini," cengir wanita paruh baya itu.
Pengawal tersebut tentunya kesal dan berdiri menatap kesal.
"Apa... Apa... Kau mau membalas ku huh!!" wanita paruh baya itu tak takut menghadapinya.
"Wo... Wo... Kawan tunggu, kau tidak bisa buat masalah, kita belum tahu siapa pelaku ini," pria itu mencoba menahan pengawal itu mengendalikan emosinya tapi tiba tiba lampu lift kembali mati dan di saat itu pria tadi berteriak.
"Apa yang terjadi di sana!?" Erick yang masih melihat di komputer menjadi terkejut.
Lalu lampu lift menyala dan terlihat pria tadi mati tak berdaya di dalam lift dengan tusukan pisau tajam di dadanya.
3 orang yang masih tersisa di lift menjadi terkejut.
"K-kau... Ini salahmu!!!" wanita paruh baya itu menunjuk pengawal itu.
"Apa yang sebenarnya terjadi?!" Erick menjadi panik dalam hatinya.
Di sisi lain Samuel sudah ada di bawah gedung mencari petugas kebersihan di sana. Lalu menemukan satu yang sedang membersihkan serpihan kaca di jalan. Samuel mendekat dan bertanya sesuatu.
"Apa aku perlu datang untuk menerima sesuatu darimu?" tatap nya. Pria petugas itu menjadi bingung.
"Kau pasti menemukan sesuatu dari tubuh atau baju korban kan, dan dimana korban sekarang?" Samuel menatap.
"Dia sudah di bawa ambulan beberapa jam yang lalu, aku hanya menemukan ini saja," petugas kebersihan itu memberikan kotak kecil berisi pil merah. Seketika Samuel tersenyum kecil dan mengambilnya langsung. "Misteri terpecahkan, terima kasih," tatap nya lalu berjalan Pergi. Pria petugas itu masih bingung apa yang terjadi.
-
"Kau pelakunya.... Ini sudah jelas!!" wanita paruh baya itu kembali menuduh pengawal.
"Aku tidak melakukan apapun!!!"
"Lalu siapa, dia tidak mungkin melakukannya!!" wanita paruh baya itu menunjuk wanita muda yang masih di bawah kesakitan. Lalu lampu lift kembali menyala dan sekali lagi pria pengawal itu mati duduk di bawah dengan pisau menusuk di dadanya, pisau itu tertancap di sana.
Seketika wanita itu terkejut dan menjadi salah menuduh.
"Apa yang....?!" Erick kembali terkejut karena dari tadi juga melihat rekaman CCTV langsung dari lift, tapi terpotong karena lampu lift yang terus mati dan menyala, jadi dia juga tidak tahu pelaku yang sebenarnya. Lalu bantuan datang membuka pintu lift mereka menyelamatkan 2 mayat pria itu dan mengamankan tersangka wanita paruh baya dan wanita muda tadi di kepolisian.
-
"Aku sudah bilang padamu bukan aku pelakunya!!!" kata wanita paruh baya itu yang menghadap Erick di meja interogasi bersama wanita muda yang sudah terobati lukanya.
Erick menjadi bingung sendiri karena dia tidak tahu siapa yang salah. "Jika wanita tua ini yang salah pastinya tak mungkin karena tak ada sama sekali bekas sidik jarinya dan tak ada darah menempel di bajunya lalu wanita muda ini memang tertempeli darah tapi ia terluka, sudah jelas dia bukan pelakunya karena dia juga terluka."
Lalu Samuel datang dan melempar kotak kecil berisi obat merah tadi di meja depan mereka.
"Aku sudah selesai, aku akan pergi," tatap nya yang seperti tak peduli. Tapi tiba-tiba ia terdiam ketika melihat mata wanita muda itu sedikit merah saat melihat pil itu di depannya, tubuhnya juga menjadi gemetar.
"Samuel... Apa yang kau maksudkan, apa ini?" Erick menatap bingung.
Lalu Samuel kembali mengambil kotak itu sambil menatap tajam ke wanita muda itu.
"Bisakah aku tahu apa yang sebenarnya terjadi disini?" tatap nya pada erick.
"Ah begini, mereka salah satu dari 4 orang yang masuk lift rusak tadi, 2 pria tadi mati di sana dan hanya mereka yang tersisa, barang buktinya ada pisau yang tidak ada sama sekali sidik jari di sana."
"Lalu kau sudah cek sidik jari 2 orang ini?"
"Sudah... Wanita muda ini memakai sarung tangan yang berdarah dari tangannya sendiri."
"Ckckckck... Kau salah lah bodoh, kau itu harus lebih akurat lagi," kata Samuel.
"Apa maksudmu?" Erick menatap bingung.
"Coba pikirkan, dia melukai dirinya sendiri dan memanfaatkan alibinya untuk membunuh 2 pria itu dan disini aku melihat banyak darah yang berbeda dari sarung tangan yang dia pakai," Samuel menunjuk sarung tangan bukti.
"Ap... Apa maksudmu, aku tidak mungkin membunuh dalam keadaan sakit," wanita muda itu menyela membela dirinya.
"Yah... Jika kau tidak merasa sakit bagaimana, karena reaksimu melihat pil ini begitu dalam dan aku pasti benar, kau mengenal pil ini kan," Samuel menunjukan kotak tadi seketika wanita muda itu menjadi terkejut.
"Erick, ikut aku sebentar," tatap Samuel lalu mereka berdua keluar dari ruang interogasi.
"Samuel... Sebenarnya obat apa itu?" Erick menatap.
"Ini adalah obat P307 obat yang terbuat dari campuran tinggi kandungan berbahaya. Jika kau sudah mengonsumsinya satu kali itu akan membuat respon dan reaksi aneh pada tubuhmu, kau tidak akan bisa merasakan sakit dalam beberapa hari ke depan dan pil ini akan mengendalikan pikiranmu selama satu hari. Misalnya seperti membuatmu ingin bunuh diri dan membunuh seseorang. Pil ini juga mengantar reaksi otak sehingga dalam beberapa hari otakmu akan di kendalikan pil ini, sekarang kau mengerti kenapa aku menuduh wanita muda itu dan menyelesaikan kasus tadi pagi?"
"Aku mengerti, jadi Tuan Eksekutif yang lompat dari gedung telah meminum obat ini dan membuat reaksi untuk bunuh diri pada dirinya sendiri sementara wanita muda itu berkeinginan membunuh orang."
"Lelaki baik... Sekarang kau tahu semuanya, jadi... Pekerjaanku sudah selesai kan?" Samuel menatap.
"Yah... Terima kasih Samuel... Apa obat itu akan kau bawa?"
"Aku akan membawanya, karena aku juga sedang memburu pil seperti ini."
"Lalu kau akan pulang ke United?"
"Hm... Mungkin beberapa hari aku akan disini, untuk jalan jalan juga bisa... Aku pergi dulu," Samuel berjalan pergi.
Sementara itu di dalam ruang interogasi.
"Apa kau pelakunya?!" wanita paruh baya menatap wanita muda itu di sampingnya yang terdiam bisu menundukkan wajah.
"Kau ini masih muda kenapa melakukan hal ini, siapa yang mengajarimu.... Dari awal kau menyeret ku kemari kenapa kau tidak mengaku saja?!"
"Berisik.... Kau sangat cerewet, dari awal aku ini mau membunuhmu tapi terhalangi oleh kedua pria itu. Mataku tidak tajam saat di lampu mati jadi kau beruntung saat di lift tapi disini tidak," wanita muda itu menatap membunuh seketika membuat wanita paruh baya terkejut tak berkutik.
Saat Erick masuk ia menjadi sangat terkejut karena wanita paruh baya itu tergeletak di bawah dengan lehernya bekas cekikan borgol.
"Hoi... Apa yang kau lakukan?!" dia menatap ke wanita muda itu yang masih duduk di kursi menundukkan badan.
"Cih... Dia benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya, di tangan nya yang terborgol dia sempat sempatnya mencekik wanita ini dengan borgol nya..."
-
Malamnya Samuel berdiri bersandar di pagar jembatan yang besar sambil merokok menikmati angin malam.
Lalu ada helikopter melintas jauh dari atasnya.
Ia menjadi terdiam dan kembali melihat ke danau itu.
Di seberang danau ada sebuah apartemen dan di lantai apartemen ke 4 di sana lampu tidak menyala sendiri, Itu menandakan tak ada yang menghuni lantai 4 itu.
"Rasanya sudah sangat lama aku harus bergabung dengan mereka, aku meninggalkan semua kemampuan ku... Berhenti mengejar yang tidak bisa aku gapai... Untungnya saat itu aku tidak di penjara," ia menghela napas. Lalu Ingat pada pria tadi pagi saat di rumahnya.
"Pak tua itu benar benar membuatku bergabung padanya," ia menjadi kesal.
Pria yang ia sebut Pak tua itu adalah seorang Ketua dari salah satu agen rahasia yang tidak mengglobal. Dari dulu selalu meminta Samuel memburu kasus yang berkaitan dengan narkoba dan sekarang sama saja. Dia bernama Hycan.
Tak lama kemudian datang seseorang dari belakang.
"Kau sudah disini berapa lama... Samuel?"
Lalu Samuel menoleh dan terdiam. "Kenapa kau ada di sini lagi, aku sudah bilang kan...? Jangan jemput aku di mana pun apalagi di ujung dunia."
"Bukankah aku juga kemari untuk memberi tahu dimana tempat sebenarnya pil itu kan."
"Ouh... Kalau begitu cepatlah, aku ini juga ingin cepet liburan," tatap Samuel.
"Sebenarnya sejauh ini aku menemukan orang yang baru saja melakukan transaksi ilegal dekat Las Vegas. Di lihat dari informasi identitas palsunya dia adalah orang Jepang," kata Hycan.
"Nani!!? Jadi Aku harus kesana begitu?!"
"Ya secara istilah begitu."
"Ck.... Aku tidak ingin... Aku tak bisa bahasa Jepang!"
"Belajarlah dengan seseorang yang mengerti, aku akan meminta keberangkatan mu minggu pagi. Kau harus mencegah pelakunya dari sekarang atau dia akan membuat keributan sama seperti kasus yang baru saja aku selesai kan tadi.... Oh, dan.... Sebaiknya kau putuskan kembali soal mengubur cita cita mu dalam dalam itu," tatap Hycan lalu dia berjalan pergi.
"Cih.... Untuk apa jika aku sudah di kenal dunia," Samuel menjadi kesal.
Tak lama kemudian ponselnya berbunyi dari Erick. Lalu Samuel mengangkatnya.
"Yo kawan, terima kasih atas yang tadi, aku benar-benar berhutang padamu. Apa yang harus ku lakukan supaya bisa membalas kebaikanmu tadi?" tanya Erick.
"Carikan saja aku orang yang bisa berbahasa Jepang, ada kan?"
"Hahahaha.... Kau ini bagaimana, bukankah kawanmu ini juga lulusan Jepang."
"Hah maksudmu, kau?" Samuel menjadi bingung.
"Aku pernah ke Jepang selama 5 tahun dan aku masih ingat cara berbahasa di sana, kau mau aku latih?"
"Aku masih belum yakin, jangan jangan kau lupa...."
"Aku tidak bohong, mau dengar bahasa ku?"
"Coba bilang 'kamu luar biasa' dalam bahasa jepang."
"Anata wa Namihazurete imasu."
"Wih... Beneran bisa dia, meskipun aku tidak tahu benar atau tidak..." Samuel menjadi terkejut sendiri mendengarnya.
"Jadi gimana, mau aku latih?"
"Okelah..." Samuel setuju.
-
Esoknya dia berdiri di depan pintu apartemen. Menggunakan mantel karena dingin dan melipat payungnya setelah menggunakannya di cuaca hujan saat ini. Lalu menekan bel pintu. Erick lah yang membukanya. "Yo kawan... Kau datang juga... Masuk saja, di luar hujan," kata Erick.
Lalu Samuel masuk. "Rumahmu sangat bersih, tak sama seperti punyaku yang kotor."
"Biasa sajalah, itu juga karena kau sendiri tinggalnya."
"Memangnya kau tidak sendiri?"
"Aku tinggal bersama Bibiku," tatap Erick.
"Bibi? Jadi jika dilihat dari luar kau seperti tinggal bersama Ibumu?"
"Tidaklah.... Aku malah terlihat tinggal bersama seperti perempuan muda."
Samuel menjadi terdiam bingung mendengarnya lalu Ia melihat ke dinding dan terkejut. Melihat lukisan yang sangat bagus terpajang di sana.
"I... Itu... Itu..." Samuel terkejut kaku.
"Hm... Kenapa kawan... Oh itu lukisan yang di beli Bibi ku, bagus bukan... Jika tertarik kau bisa langsung tanya padanya."
Tiba tiba suara tangga turun membuat Mereka menoleh. Terlihat seorang Perempuan manis menatap.
"Oh halo... Apa dia temanmu, Erick?" tatap nya.
"Ya Bibi," balas Erick.
"Bi... Bi...?!" Samuel yang mendengar itu menjadi sangat terkejut.
"Oh sepertinya kau juga terkejut yah, Samuel," kata Erick.
"Maaf... Kupikir orang yang... Lain."
"Ahaha tak apa... Mari sini aku buatkan minuman dan cemilan," Bibi Erick berjalan ke dapur.
"Benar kan bro... Apa aku bilang..." tatap Erick.
"Dia imut juga, kau sudah pernah menggasak nya?"
"Hei apa yang kau bicarakan... Aku takut lah."
"Ya elah... Ngak jantan lah kau nih."
"Haiz... Ngomong ngomong bisa kita mulai?"
"Oh tentu, jadi benar nih kau bisa mengajariku bahasa Jepang, awas jika semuanya salah."
"Tenang ajah bro... Aku dah lama di sana dulu," balas Erick lalu dia mulai memberitahu Samuel.
Beberapa jam berlalu... Sudah ada yang masuk ke pikiran Samuel.
"Haaaaa... Sangat lelah... Kenapa ada beberapa yang tidak aku mengerti..." dia bersandar di sofa sambil memegang kepalanya yang sudah mulai pusing.
"Apa kau punya tugas di sana, kawan?" tatap Erick yang duduk di bawah depan mejanya.
"Yah... Aku harus menyamar jadi guru di sana."
"Hah seriusan...?! Hati hati kau jika mengajar di sana."
"Memangnya kenapa.... Apa lelaki di sana lebih tampan dari aku?" Samuel menatap bingung.
"Ya, begitulah, di Jepang... Prioritas tampan itu memang nomor satu, jangan heran jika banyak yang brengsek di sana. Korban wanita dan gadis muda pun banyak.
Kau lebih baik hati hati dan jangan mencoba untuk mendekati gadis di sana karena gadis di sana akan memandang luarnya. Seperti jika mereka menilai itu lelaki tampan maka mereka akan bersikap baik dan lembut sementara jika mereka mengganggap lelaki di depan mereka tidak tampan... Yah... Mau gimana lagi, jangan heran jika mereka akan melototimu," kata Erick.
"Wah gawat dong, saat di sana wajahku akan di tutup masker, mereka tak bisa menilai aku tampan dong."
"Mungkin saja... Memangnya kau menggunakan masker untuk apa... Bukankah cukup bilang kau mengikuti program penukaran guru?"
"Entahlah, Hycan memintaku melakukanya, aku benar benar agak jengkel padanya. Oh... Ngomong ngomong manga Marvel terbaru telah liris!" tatap Samuel.
"Ha... Sejak kapan kau suka Marvel?" Erick menjadi bingung.
"Aku sudah lama suka... Apa kau tidak pernah tahu... Ckckck kau bukan teman sejatiku."
"Ha... Jangan bicara begitu, Samuel... Dari awal kau membantuku juga dan aku juga membantumu kan, tapi soal ini, wajar saja karena kita juga sudah lama tidak bertemu, kau sibuk menganggur dan aku bekerja."
"Ck.... Pokoknya sih... Aku harus beli Marvel itu dulu," kata Samuel.
"Sebegitu sukanya kah dia pada Marvel? Apa pahlawan kesukaanmu?"
"Mungkin spiderman tapi aku lebih mengarah suka ke venom."
"Venom yang hitam itu?"
"Ya... Tunggu... Kenapa kita jadi bahas kayak gini... Kembali ke seterusnya... Apa kata selanjutnya untuk memanggil dengan sopan?" kata Samuel yang meneruskan belajar bahasa Jepang nya. Lalu Erick juga kembali memberi tahu.
Lalu Bibi Erick datang duduk di samping Erick. "Samuel, Erick bilang kau mau bertanya soal lukisan itu?" tatap nya membuat Samuel terkejut dan langsung melirik Erick yang tersenyum tanpa dosa.
"Ya... Dari mana anda dapat?" tanya Samuel.
"Aku mendapatkan nya dari lelang. Di sana ada nama pelukis nya... Namanya Ah-duken," kata Bibi Erick seketika Samuel benar benar terkejut.
Sepertinya dia memiliki hubungan dengan nama pelukis itu. "Ah-Duken, bukan nama yang main main...."
Hingga saat itu tiba, samuel benar benar sudah ke Jepang, saat ini dia menghadap ke kepala sekolah yang menatap tajam padanya.
"Nama?"
". . . Sa-muel?"
"Kenapa kau ingin ikut dalam program pertukaran guru ini?"
"E.... Hanya ingin... Menjalani tugas saja."
". . . Berapa umurmu?'
". . . E... 20," Samuel terus membalas dengan bohong. Padahal umurnya sudah lebih dari 27 tahun.
"Jika mereka tahu dengan wajahmu maka satu sekolah akan heboh dan Omura akan tersaingi," kata kepala sekolah.
"Omura... *Sopo kui...?" Samuel menjadi bingung.
"Sepertinya kau harus memakai yang bisa menutupi wajah tampanmu, cewek di sini memang tidak terbiasa dengan orang bule, jadi ya... Kau harus terbiasa, tapi jika wajahmu tampan sih... Aku tidak yakin mereka tidak menghindari mu."
"Hm... Kalau begitu aku akan memakai masker penutup saja," Samuel menunjukan masker hitam yang ia bawa lalu memakainya.
"Bagaimana... Sudah misterius bukan?"
"Terserah... Kembalilah kemari nanti setelah mengajar kelas 12c," kata kepala sekolah.
"Baiklah, aku pergi dulu," Samuel menundukan badan lalu pergi. Tapi hal itu malah membuat kepala sekolah terdiam bingung. "Tunggu... Kenapa dia pake menunduk segala... Seperti orang Jepang, apa dia belajar tata krama orang Jepang?"
Terlihat Samuel saat ini sudah berada di kursi guru miliknya sendiri. Sambil memakai masker hitam bergambar mulut berdarah besar di sana. Semua guru sampai takut karena maskernya yang aneh. Ia sendiri bahkan tak sadar dengan hal itu.
Tak lama kemudian seorang guru laki laki memberinya masker medis berwarna putih. Samuel menoleh dan rupanya seorang guru berwajah tampan.
"Pakailah masker ini saja, lebih ramah."
Dengan wajah yang sangat ramah dan berkilau-kilau.
Samuel terdiam lalu menerima masker itu. "Oh.... Oke... Apaan wajah anehnya itu, jelas aku lebih ganteng dari dia."
Pikirnya dengan tatapan yang sangat kesal. Lalu guru lelaki yang tampan itu pergi dan Rupanya dia tadi adalah Tuan Omura yang tadi dibicarakan kepala sekolah saat akan menerima Samuel.
"Biarkan aku berpikir-pikir, aku dan dia yang paling tampan maka kita akan jadi saingan para murid gadis, mereka merebutkan kita. Tapi entahlah, disini yang kulihat hanya dia yang diperebutkan karena aku masih baru di sini, jadi aku hanya butuh waktu untuk menjadi saingan nya yang sudah di perebutkan banyak gadis. Tunggulah saja hahaha..."
Samuel berwajah seringai membuat semua guru yang lewat menjadi ketakutan padanya meskipun dia tak mengetahuinya.
Tapi Samuel menjadi menoleh ke buku di mejanya. Ada daftar siswa yang belum membayar tagihan sekolah.
Dia menjadi diam berpikir.
"Tunggu, jadi aku sebagai penagih iuran sekolah, aku hanya perlu mencari nama ini dan foto siswa ini kan. Baiklah terserah, aku akan mulai."
Dia berdiri sambil membawa catatan nama dan foto siswa yang belum membayar iuran sekolah. Dia mulai mencarinya.
Di sisi lain Seo Jin, gadis SMA yang menempati salah satu kelas di sekolah itu berada di kantin mengamati Samuel yang berbicara dengan kepala sekolah di lobi depan kantin. Dia mengamati mereka dibalik dinding kecil seperti seorang mata-mata amatir. Lalu teman-teman yang mendekat menjadi ikut melihat.
"Siapa orang kulit putih itu? Dari kulit dan matanya sepertinya dari barat. Apa dia punya wajah tampan?" mereka berbicara.
"Mana ada, yang lebih tampan itu adalah Omura-Sensei."
Mereka benar-benar membicarakan dan membandingkan Omura dan Samuel.
Tapi Seo Jin hanya diam saja mendengarkannya karena sepertinya dia memiliki pemikiran berbeda dengan teman-temannya.
Alhasil dia hanya memilih pergi dan berjalan ke kantin untuk membeli makanan dan minuman. Tapi mendadak ada yang menahan bahunya dari belakang membuatnya terkejut dan menoleh. Rupanya Samuel. "Kau Seo Jin kan?" tatap Samuel, awalnya Seo Jin terdiam, dia hanya tak percaya saja Samuel mendekatinya.
"Ya itu aku Seo Jin, apakah ada masalah?"
"Aku memang tak ada masalah denganmu tapi SPP mu bermasalah, cepat bayar sebelum kamu nunggak banyak nantinya."
Kata Samuel. Tapi bukannya membalas dengan kata yang ramah dia malah meremehkan Samuel.
"Hmp.... Sejak kapan kamu jadi menagih SPP, ini dia bukan urusanmu kan... Aku tak ada uang..." Seo Jin mencuek dan berjalan pergi.
"Gadis itu.... Sialan sekali...."
Setelah selesai dari sekolahnya, Samuel akhirnya hanya menjadi Guru magang yang hanya membantu Guru lain yang akan menyuruhnya melakukan apa yang disuruh. Saat ini dia tengah berjalan keluar dengan membawa tasnya itu.
"Huf..... Sangat melelahkan, ini bahkan membuatku sangat repot.... Aku mungkin harus mulai berpikir sebenarnya pekerjaan apa ini, orang seperti ku bisa bisanya mendapatkan misi seperti ini... Tapi ya memang, yang kelihatan seperti warga sipil biasa cuman aku, makanya Hycan memilih ku, mungkin dia tak mau aku menganggur.... Hm... Lupakan itu, aku lelah," dia berjalan dengan lelah lalu masuk ke dalam sebuah mobil yang terparkir di sana. Mobilnya tidak main main sebagai Guru Magang saja. Sepertinya belum ada yang tahu bahwa dia menggunakan mobil yang terlihat mahal di sisi lain parkiran sekolah yang tidak berada di area sekolah.
Ia menguap dari dalam mobil sambil mulai menjalankan mobilnya. Tapi ponselnya berbunyi membuatnya harus mengambilnya dari sakunya. Di sana ada nama kontak Erick.
"Halo," dia memulai pembicaraan dengan nada yang membosankan.
"Yo kawan.... Gimana hari pertamanya?" rupanya Erick yang bertanya.
"Haiz... Tidak baik... Aku lebih suka menjalani hidupku sendiri."
"Jangan bilang begitu, aku dengar Nona Jin, wanita pemimpin agen mu itu sedang turun tangan menangani kasus," kata Erick.
Seketika Samuel terkejut dan langsung menghentikan mobilnya mendadak di tengah jalan. Ia terdiam kaku. "J-jin kau bilang.... W.... Wanita itu..." Samuel menjadi gemetar.
"Ya karena itulah kau harus cepat menyelesaikan misi mu ini agar kau tidak tertangkap olehnya dengan membawa agen banyak dari FBI itu... Jadi... Semoga berhasil," Erick menutup panggilan. Sementara Samuel masih terdiam tak percaya.
"Habislah aku... Aku ini sengaja ikut Pak Tua itu karena aku ingin di lindungi dari Wanita Maniak itu.... Astaga.... Aku sudah mulai gila," dia meletakan kepalanya di setir kemudi dengan putus asa sambil berkata. "Aku payah..."
Lalu menoleh ke jendela kaca di samping bangku supir. Dia terdiam. "(Alasan ku menjadi agen.... Aku hanya ingin menutupi kesalahan ku di masa lalu, dulu aku di perebutkan, tapi aku lebih memilih hal yang netral, entah kenapa sekarang aku lebih kepikiran soal apa yang aku lakukan saat ini.... Pekerjaan yang begitu mengganggu, dan aku harus memanfaatkan otak untuk memutar fisik... Mungkin perlahan lahan, aku akan menunjukan bahwa aku bukan langsung jadi pro atau hero, melainkan aku dulu juga merupakan noob atau zero.)"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!