Selamat datang di dunia halu penulis, yang namanya halu pasti banyak sekali cerita yang nyeleneh dan nggak masuk akal. mohon dimaklumi ya ... Semoga penulis bisa memberikan kisah yang menarik dan juga mohon dukungannya like, vote, rate dan komen ya ... kritik dan saran juga dibutuhkan.
Happy reading
Salam manis dari penulis
Semoga yang baca suka dengan kisah Leo yang gak ada akhlak ini. hehe ....
******
Episode 1
Pertama kali memasuki gerbang universitas ini, yang tersirat di kepala Shena hanyalah, "Pantaskah aku berada di sini?”
Bagi gadis sederhana seperti Shena, bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi merupakan sebuah keajaiban. Shena menjadi salah satu penghuni universitas yang ia impikan semenjak masih SMA. Melalui beasiswa yang Shena dapat, akhirnya ia bisa melanjutkan sekolahnya di universitas terkenal yang menjadi dambaan semua siswa.
Shena memiliki teman dekat bernama Laura, gadis centil yang cantik dan berasal dari keluarga konglomerat. Laurapun juga sangat senang bisa memiliki teman seperti Shena yang berhati mulia. Laura tidak peduli dari kasta mana Shena berasal, yang terpenting Shena tulus berteman dengannya. Terbukti dari banyaknya bantuan yang diberikan Shena padanya hingga ia selalu mendapat nilai baik di setiap mata kuliahnya. Sebab itulah mulai dari awal semester hingga sekarang, Laura selalu setia menemani Shena, bahkan ia sangat mengenal dan mengerti seperti apa dan apapun yang dilakukan Shena sehingga tidak ada rahasia lagi diantara mereka. Begitu juga sebaliknya, bisa dibilang mereka layaknya saudara sendiri.
"Hei, Shen, kamu tahu? Barusan aku papasan sama Roy, haduhhh ... dia ganteng banget." Laura mengatupkan kedua tangan di bawah dagunya sambil membayangkan betapa tampannya Roy saat melihatnya.
"Kamu juga cantik," ujar Shena cuek sambil mencari-cari buku yang ada di rak perpustakaan kampus pusat.
"Benarkah? Menurut kamu, apa aku dan dia bakal jadi pasangan yang serasi?" Laura merasa senang. Ia sudah membayangkan kalau Roy menjadi pacarnya.
"Kenapa enggak?" Shena masih tetap cuek. Ia sibuk memilah-milah buku ensiklopedi tumbuhan.
"Tapi aku tidak tahu apakah dia juga punya perasaan yang sama sepertiku atau tidak.”
"Kalau gitu tembak aja dia." Shena asal saja memberi saran, padahal dia lebih fokus pada buku-bukunya.
"Kamu gila apa? mana ada cewek yang mau nembak cowok duluan?"
"Kenapa? cewek atau cowok itu kan nggak ada bedanya. Di zaman sekarang, begitu cewek naksir cowok, mereka langsung tembak, nggak harus nunggu cowoknya dulu yang nembak." kata-kata Shena masuk akal juga.
Laura sedikit dilema memikirkan apa yang dikatakan sahabatnya, karena ucapan Shena itu memang ada benarnya. “Au ah, kita liat aja nanti. Kamu lagi ngapain, sih? Serius amat?” tanya Laura yang sudah mulai sadar kalau Shena dari tadi hanya terpusat pada buku yang Shena baca.
Shena hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Laura.
“Jadi dari tadi kamu nggak dengerin aku ngomong, dan malah sibuk baca itu buku? Dasar!” Laura langsung ngambek pada Shena.
****
Keesokan harinya, Shena menerima kabar bahwa sahabatnya itu jadian dengan Roy. Ternyata Roy juga naksir Laura sejak lama. Jadi, sebelum Laura melaksanakan niatnya untuk nembak Roy, malah cowok itu duluan yang nembak Laura. Alhasil, mereka berdua langsung jadian dan berita hot itu langsung tersebar ke seluruh kampus.
Tentu saja Laura sangat bahagia, apa yang diharapkannya telah menjadi kenyataan. Pucuk dicinta ulampun tiba, dan yang ketiban sial menjadi pelampiasan kebahagiaan Laura, tentu saja Shena, sahabat dekatnya. Begitu Laura bertemu dengan Shena, gadis itu langsung mengajaknya berdansa, melompat-lompat, menari seperti orang gila, bahkan orang-orang disekitarnya menyangka bahwa mereka berdua sedang kerasukan setan.
Tidak ada yang bisa dilakukan Shena yang malang. Dia hanya pasrah mengikuti kemauan Laura yang sedang kasmaran. Ia sama sekali tidak ingin merusak kesenangan Laura, karena itu dia menuruti saja semua yang dilakukan Shena asal sahabatnya itu bahagia
Sayangnya, kemalangan Shena tidak hanya selesai sampai di situ, masih ada banyak hal yang harus ia lakukan untuk menuruti semua kemauan Laura yang sedang fall in love. Salah satunya seperti meminta ditemani malam-malam ke rumah Roy jika cowoknya datang terlambat mengapelinya, dan masih banyak hal gila lainnya yang mereka berdua lakukan selama Laura berpacaran dengan Roy.
Selain itu, Laura juga selalu meminta sahabatnya untuk menemaninya jika akan pergi ke gedung teknik yang dihuni kaum adam semua. Padahal, tempat itu terkenal menyeramkan, karena semua penghuninya adalah cowok. Jika ada cewek yang nyasar atau tidak sengaja lewat, maka para penghuni gedung itu langsung menyerbu mereka layaknya harimau kelaparan mendapatkan mangsa. Jadi, siapapun yang datang ke gedung tersebut, khususnya cewek, harus mikir lima kali kalau ingin datang sendiri.
Termasuk hari ini, Laura mengajak Shena datang malam-malam ke gedung fakultas teknik untuk menemui Roy. Sudah tiga hari cowok itu tidak menghubungi Laura sama sekali. Bahkan di telepon atau di sms juga tidak dihiraukan.
Makanya Laura nekat menemui Roy langsung di fakultasnya karena ia tahu hari ini pacarnya itu sedang ada ujian di laboratorium. Tentu saja Laura tidak berani datang sendirian dan yang ketiban sial menemaninya adalah siapa lagi kalau bukan Shena.
Sebagai sahabat terdekatnya, Shena memang tidak bisa menolak meski sebenarnya ia keberatan kalau harus datang ke tempat yang menurutnya adalah sarang monster. Namun, Shena terpaksa menyetujuinya karena Laura memohon supaya mau menemaninya datang ke gedung fakultas teknik tempat Roy kuliah. Karena tidak tega, Shena mengiyakan saja ajakan Laura yang terlihat seperti itik kehilangan induknya.
"Ra! kamu yakin mau ke tempat ini?" tanya Shena ketika mereka mulai memasuki halaman gedung Fakultas Teknik.
"Yakinlah! Udah sampe sini juga, masa mau balik.” Laura sendiri juga merasa sedikit gemetar ketika berjalan mendekati pintu masuk. Memang suasana hari ini agak berbeda dengan hari-hari biasanya. Terlalu sepi, tidak ada satupun orang yang berpapasan dengan mereka berdua, padahal biasanya tempat ini ramai orang yang berlalu lalang mulai dari gerbang hingga koridor utama gedung ini.
"Ini kampus apa kuburan ya, Ra? Sepi banget." Shena mengamati sekeliling. Semua tempat yang ia lihat terlihat tidak berpenghuni.
"Mereka semua lagi kuliah kali?" jawab Laura singkat. Ia juga terlihat sedikit takut.
"Masa semuanya kuliah malem? Kuliah apaan? Jadi vampir? Drakula?" gidik Shena.
"Husss! Jangan ngomong gitu dong, Shen? Aku jadi takut, nih ... serius ini.” Laura menggamit lengan Shena.
"Lagian ini tempat sepi banget, Raa ... aneh, kan? Emang cowok kamu ada di lantai berapa, sih?" Shena celingukan menatap ke segala arah untuk memastikan, apakah ada orang atau tidak.
"Kalau nggak salah jadwalnya hari ini ada di lantai tiga. Kita ke sana aja." Laura menyeret tangan Shena tanpa izin.
Mereka berdua langsung menuju tangga yang menghubungkan lantai dasar dengan lantai berikutnya.
Sepanjang perjalanan menaiki tangga dari lantai satu hingga lantai tiga, tidak ada satupun orang yang berpapasan dengan mereka. Ini kali pertama mereka datang kemari dengan suasana yang sangat sepi. Terlalu sepi malah. Biasanya tempat ini selalu dipenuhi dengan orang. Apalagi kalau kedatangan orang baru khususnya cewek, biasanya para cewek bakal diserbu seperti mirip semut yang siap ramai-ramai menyerbu makanan.
Berbeda dengan sekarang, gedung ini seperti tidak berpenghuni, sehingga membuat dua gadis itu menjadi was-was. Ditambah lagi, suasana yang terkesan seram membuat bulu kuduk mereka berdiri.
"Ra, balik yuk, kayaknya nggak ada siapa-siapa deh di sini. Nggak ada kuliah hari ini. Siapa tahu sudah diajukan tadi. Ini tempat serem banget, Ra ...." Shena mulai merasakan ada yang aneh dari suasana ini. Begitu juga dengan Laura.
Sejujurnya Laura juga merasa takut, tapi perasaan tidak tenang karena tiba-tiba saja sang pacar hilang kontak dan tidak bisa dihuhungi membuat tekadnya semakin bulat untuk tetap menemuinya hari ini. Apapun yang terjadi.
"Kamu ini, sama perampok aja berani? Masa gini aja kamu takut, sih? biasanya juga kamu pulang malam sendirian biasa-biasa aja, nggak kenapa-napa?"
"Yeee, yang kita hadapin sekarang bukan manusia Ra, ya jelas bedalah, gimana sih? Lagian kenapa kamu nggak nyari dirumahnya aja? Malah ketempat kayak gini. Kamu sendiri kan tahu nggak ada satupun cewek yang selamet kalau datang ke sini?"
"Ah, kamu percaya aja sama gosip di luar, emang kamu pernah liat langsung?"
Shena menggelengkan kepala.
"Makanya jangan percaya sebelum kamu pernah liat dengan mata kepala kamu sendiri. Aku udah coba telepon rumahnya, tapi orang di rumahnya bilang Roy udah tiga hari nggak pulang, katanya nginep di rumah temennya, dan nggak ada yang tahu temennya yang mana, katanya lagi banyak tugas dan nggak bisa pulang.”
"Nah itu, berarti memang dia lagi sibuk ngerjain tugas, yuk pulang!" Shena berbalik arah dan hendak ke luar tapi tangannya dicekal oleh Laura.
"Tunggu dulu, masa kamu mau ninggalin aku? Kalau memang dia lagi ngerjain tugas harusnya dia hubungi aku, kan? Hp-nya aktif tapi tiap kali aku telepon, sms nggak pernah di angkat dan dibales, kan aneh? Please Shen, temenin aku ya, kita kan berdua, kamu nggak sendirian." Laura menggenggam erat tangan sahabatnya. Lagi-lagi Shena tidak tega menolak permintaan sahabatnya.
Mereka berdua akhirnya melanjutkan perjalanan hingga di lantai tiga. Ada banyak ruang di sana. Mereka mulai membuka pintu satu persatu dan hasilnya, nihil. Tidak ada siapa-siapa di lantai itu. Mereka berdua bingung dan takut. Laura yakin dengan jadwal yang diberikan Roy dulu, dan mereka juga sudah menghitung lantai gedung ini. Tidak mungkin kalau ada kesalahan.
"Mungkin kelasnya ganti kali Ra, kita coba cek di lantai atas kalau memang masih nggak ada juga, kita cabut yuk! Perasaanku bener-bener nggak enak, nih." Shena merasa takut berada di tempat sepi seperti ini.
Kali ini Laura menyetujui usulan Shena. Mereka melangkah menaiki tangga menuju lantai empat. Ketika di tengah anak tangga, tiba-tiba lampu mendadak mati. Tentu saja mereka berdua panik dan ketakutan. Apalagi mereka tidak bisa melihat apa-apa. Sekeras mungkin keduanya berteriak. Namun, tak satupun orang yang datang, bahkan mendengar pun tidak. Sekarang tidak ada yang bisa mereka perbuat selain berharap ada bantuan yang datang.
Dalam situasi seperti ini, Shena berusaha menenangkan diri agar ia bisa berpikir jernih untuk mencari jalan keluar. Shena mengeluarkan ponsel dan mengotak atiknya untuk mencari lampu senter agar ia bisa turun dan ke luar dari gedung ini. Namun, ia baru menyadari sesuatu, entah sejak kapan, tangan Laura terlepas dari genggamannya, dan kini ia sendirian. Laura tidak ada di dekatnya lagi, gadis itu tiba-tiba saja menghilang.
"Ra! Laura! Kamu di mana?" teriak Shena. Ia mencari-cari Laura ke sana ke mari tapi sahabatnya itu tidak bisa juga ditemukan. Dalam keadaan gelap, Shena panik dan tidak tahu ke mana ia harus melangkah, tetap menaiki tangga atau turun ke bawah.
Shena menangis, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang. Dalam sekejap, Laura menghilang tanpa jejak. Ia juga tidak bisa melihat apapun yang ada disekelilingnya, dan ketakutannya semakin memuncak saat sebuah tangan tiba-tiba menyentuh pundaknya. Ia terkejut dan berbalik badan lalu mundur ke belakang hingga punggungnya membentur dinding tangga.
Shena benar-benar kaget saat tahu siapa yang menyentuh pundaknya. Secepat kilat ia mengarahkan lampu senter dari hp nya ke arah orang itu yang ternyata adalah Leopard, cowok yang Shena kenal sebagai teman dekat Roy sekaligus playboy kelas kakap di kampus ini.
"Kau?" Shena terkejut.
****
buat yang bingung sama visual ada di episode 66. tapi karena aku lagi senang maka visual Leo, Shena, Roy dan Laura aku taru di awal juga biar gak penasaran.
Biar halunya komplit ... cek video visual semua tokoh dalam novel-novelku. hanya aku post di Ig-ku .. zariya_zaya
Leopard Bay Pyordova
Shena Maililiani
Roy
Laura
"Ikut aku!" ucap cowok yang bernama Leo itu dengan pelan tapi tandas begitu lampu senter terarah padanya.
Setelah memastikan Shena mau mengikutinya, ia berbalik badan dan melangkah menaiki tangga tanpa menghiraukan raut ekspresi Shena yang dipenuhi dengan sejuta macam pertanyaan.
Anehnya, begitu Shena mengikuti Leo, semua lampu kembali menyala dan keadaan kembali menjadi terang. Namun, kondisinya tetap sama, sangat sepi dan tidak ada siapa-siapa, hanya ada mereka berdua.
Meski masih bingung dan tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini, Shena tidak punya pilihan lain, ia harus tetap mengikuti Leo yang entah membawanya ke mana.
Bagaimana caranya ia ada di sini? Pikir Shena.
Shena ingin mencari tahu ada apa di balik peristiwa aneh ini, dan hilangnya Laura yang secara tiba-tiba tanpa ia ketahui bagaimana caranya.
"Kenapa kamu ada di sini? Mana yang lainnya?" Shena mulai bertanya untuk mengurangi rasa penasarannya.
Leo tidak menjawab, Ia terus melangkah maju tanpa berbicara sepatah katapun. Ia juga tidak menoleh sedikitpun, pandangannya tetap lurus menatap anak tangga yang terus naik menuju lantai atas. Entah sekarang sudah sampai di lantai berapa.
Shena mengenal sangat siapa laki-laki ini. Dia adalah sahabatnya Roy yang terkenal playboy dan suka gonta ganti cewek. Karena itu, sebisa mungkin Shena menghindari cowok ini dan jangan sampai berurusan dengannya. Namun tidak disangka, sekarang ia malah terjebak dengannya, di gedung ini, hanya berdua.
Shena cuma bisa berharap semoga tidak ada hal buruk yang akan menimpanya mengingat saat ini ia sedang bersama dengan Leo, si buaya darat yang paling terkenal di kampus ini.
"Kita mau ke mana? Kamu lihat Laura, kan? Kamu tahu di mana dia, kan?" Shena masih saja penasaran.
Tetap tidak ada jawaban. Meski begitu, Shena terus mengajukan pertanyaan sampai Leo mau menjawabnya walaupun ia tahu kalau usahanya itu hanya akan sia-sia.
Shena baru bisa berhenti bertanya ketika Leo membuka sebuah pintu yang terbuat dari kaca. Begitu pintu tebal itu terbuka, udara dingin mulai menyerang tubuh Shena. Meski ia sudah memakai jaket tetap saja ia menggigil karena kedinginan. Setelah melewati pintu, barulah Shena sadar, ada di mana dia sekarang, mereka berdua ada di atap teras gedung paling atas, tepatnya di lantai tujuh.
"Ngapain kita ke sini?" Shena mulai bertanya lagi. Sebenarnya Shena merasa takjub karena atap gedung ini sangat menarik. Dari atas sini Shena bisa melihat bulan dan bintang-bintang yang bersinar terang. Namun, ia tidak bisa menikmati suasana ini karena Leo masih saja tidak mau bicara dengannya.
Leo masih juga belum menjawab. Ia berjalan lurus menuju pagar pembatas teras, berbalik badan lalu menatap Shena dengan tajam. Jarak keduanya hanya sekitar 5 meter saja.
Shena sendiri tidak mengerti dengan apa yang di lakukan Leo. Ia memandang sekeliling tempat itu dan betapa terkejutnya ia setelah melihat semua teman-teman sekelasnya berkumpul jadi satu di suatu tempat di pojok pinggir bibir lantai sebelah kanan.
Sekali lagi Shena memastikan penglihatannya dengan mengusap-usap matanya, berharap bahwa apa yang ia lihat hanyalah khayalannya saja, tapi kali ini ia benar-benar yakin, mereka semua adalah teman kuliah yang sekelas dengan Shena. Tidak hanya itu, yang ada di sana bukan hanya teman-teman sekelasnya saja, tetapi juga bersama orang lain yang wajah-wajah mereka juga tidak asing lagi bagi Shena. Mereka semua adalah anak-anak teknik, dan mereka semua menyandera teman sekelas Shena dengan mengikat tangan mereka menggunakan tali tambang manila, sedangkan mulut mereka di sumpal dengan kain. Mereka juga menyandera Laura.
Apa aku tidak salah lihat? Anak-anak teknik itu menyandera semua teman-temaku? gumam Shena dalam hati.
Apa yang ada dalam pikiran Shena memang benar. Anak-anak teknik itu menyandera semua teman-teman Shena yang satu kelas dengannya, tanpa ada satupun yang terlewat. Bahkan yang terlihat sedang sakit pun ikut tersandera juga.
"Apa yang kalian lakukan?" Shena hendak melangkah menghampiri teman-temannya, tapi langkahnya dihentikan oleh Leo.
"Berhenti,” cegah Leo. “Kalau kamu melangkah sedikit saja, maka teman-temanmu akan mati!" teriak Leo yang tetap bersandar di pagar pembatas gedung dengan santai. Seketika itu Shena menghentikan langkahnya dan mengurungkan niatnya untuk maju. Ia bergeser menghadap Leo dan menatap cowok itu dengan penuh kemarahan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
"Apa maksudnya ini?" Shena mencoba menahan emosi. Suaranya sampai bergetar saking marahnya.
"Maksudnya baik?" Leo menjawab kemarahan Shena dengan tenang dan masih saja santai seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Baik? Kamu bilang yang kamu lakukan ini, baik? Ini kriminalitas, tahu? Kamu gila, ya? Untuk apa kamu menyandera mereka?" bara api dari suara Shena terdengar menggelegar.
Shena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang, tapi ia berusaha menerima kenyataan ini dengan kepala dingin, ia tidak ingin negatif thinking dulu sebelum ia tahu, apa maksud dan tujuan Leo melakukan semua ini.
"Gila? Mungkin juga." Leo melangkah mendekati Shena dengan cepat. "Dan itu semua gara-gara kamu," ujarnya tepat di depan wajah Shena.
"Aku? Kenapa denganku?" Shena berusaha bersikap tenang meski ia sendiri terkejut bahwa yang menyebabkan Leo menyandera teman-temannya ini adalah dirinya. Shena tidak mau bertindak gegabah, ia tahu benar, dalam situasi yang seperti ini, jika ia melakukan sedikit kesalahan maka teman-temannya bisa dalam bahaya besar, karena itu sebisa mungkin ia tidak boleh terbawa emosi. Shena berusaha meredam amarahnya sambil menghembuskan napas berat.
Aku tahu siapa Leopard, ia tidak akan pernah main-main. Menyandera, memaksa, bahkan membunuh juga mungkin bisa saja dilakukannya.
"Iya, semua yang aku lakukan ini gara-gara kamu. Kamu tahu, kenapa? Itu karena ... aku mau ... kamu ... jadi pacar aku! Se-ka-rang! Titik dan nggak pakek koma." Leo menjawab pertanyaan Shena dengan lantang.
Deg ... jantung Shena berdetak dengan kencang mendengar alasan Leo di balik aksi gilanya ini.
"Apa? Elo ... eh, kamu gila, apa? Kamu nggak lagi mabok, kan? Kamu melakukan ini cuma pengen aku jadi pacar kamu? Nggak salah? Ini nggak mungkin, elo ... eh kamu pasti cuma bercanda. Ini sama sekali nggak lucu." Kali ini Shena tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya lagi sampai nada bicaranya jadi tidak karuan. Begitu juga dengan teman-temannya yang sedang disandera.
“Iya, dan aku tidak mau jawaban ‘tidak’!” tandas Leo. Cowok itu terlihat sangat serius saat mengatakannya.
Ternyata, tujuan Leo menyandera semua teman-teman sekelasnya hanya untuk memaksa dirinya agar mau menjadi pacarnya. Benar-benar tidak bisa dipercaya.
"Kamu bener-bener gila atau apa, sih? Untuk apa kamu melakukan semua ini? Hanya supaya aku mau jadi cewek kamu? Kamu buta, ya? Kamu nggak liat banyak cewek-cewek di kampus ini yang jauh lebih pantes jadi pacar kamu? Kenapa kamu paksa aku dengan cara konyol seperti ini, ha? Pakai acara penyanderaan segala, asal kamu tahu, ya ... aku sama sekali nggak suka sama kamu. Dasar buaya darat yang nggak punya perasaan! " Shena tidak bisa lagi menahan emosinya. Ia terpaksa harus mengeluarkan kata-kata kasar seperti itu meskipun sebenarnya ia tidak terbiasa mengatakannya.
"Iya! Aku memang nggak punya perasaan! Mau tahu kenapa? Karena buaya darat ini pengen kamu yang jadi pacarku, bukan yang lainnya, dan kalau aku minta kamu baik-baik, kamu nggak akan pernah mau. Jadi, hanya ini satu-satunya cara supaya kamu mau jadi pacarku, karena kalau tidak, kamu tahu sendiri akibatnya." nada suara Leo terdengar seolah mengancam.
"Kamu ...." Shena ingin sekali mengumpat untuk melampiaskan emosinya. Tapi ia tidak bisa mengeluarkan kata-kata kasar seperti itu. "Ini pemaksaan tahu, dan ini juga pengancaman!"
"Pintar, kamu suka aku atau nggak, itu urusan belakang, yang terpenting sekarang adalah ... jawab secepatnya!” teriak Leo yang mengagetkan semua orang termasuk Shena juga. “Aku nggak mau semaleman ada di sini. Udara di sini dingin banget dan juga banyak dedemitnya. Kecuali kalau kamu ingin menyaksikan teman-temanmu loncat dari sini satu persatu untuk jadi teman mereka!" Leo menatap Shena dengan tajam dan menunggu jawaban dari gadis yang sudah berhasil merebut hatinya.
Shena masih terdiam. Air matanya mengalir menahan emosi. Ingin rasanya ia menghajar cowok yang ada di depannya ini, tapi ia tidak bisa melakukannya, sebab nyawa teman-temannya bisa melayang begitu saja.
Leo ini, selain terkenal playboy juga sangat berani dan nekat. Menolaknya, sama saja dengan bunuh diri.
“Apa kamu sadar dengan tindakan yang kamu lakukan ini? Kamu bisa di penjara atas tuduhan penculikan, pemaksaan dan juga pengancaman ... sadar nggak, sih?” teriak Shena sambil menangis saking marahnya.
"Sadar,” jelas Leo sambil masih terus menatap Shena. “Tapi aku nggak peduli, saat ini yang kamu cemaskan bukan aku, tapi teman-temanmu ini. Nyawanya ada di tangan kamu, gimana? Mau mulai pertunjukannya sekarang?"
Shena tetap bungkam. "Dasar curang, orang gila! Nggak waras!" gerutunya.
Leo sudah tidak sabar menunggu jawaban dari Shena. Ia hanya tersenyum kecut mendengar gerutuan gadis yang berdiri kaku di depannya. Ingin sekali Leo memeluk gadis itu dengan erat, namun hasrat itu ia tahan karena ada banyak sekali orang yang melihat mereka.
"Bran!" Leo memanggil salah satu temannya. "Bawa Laura!" Brandon menyeret Laura ke pinggir loteng. Gadis itu menjerit menolak dan berusaha berontak.
“Eh ... eh ... elo mau ngapain? Lepasin! Jangan pegang-pegang!” sumpalan mulut Laura terlepas sehingga ia bebas berteriak saat tubuhnya tiba-tiba di seret paksa oleh Brandon menuju bibir loteng. Sayangnya, gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa karena kalah tenaga dengan Brandon yang berbadan gempal.
Satu hal yang membuat Laura bingung adalah tidak ada seorangpun yang bisa menolongnya, bahkan Shena dan teman-temannya yang lain juga tidak bisa berbuat apa-apa. Sekarang, hanya tinggal menunggu keputusan dari Shena saja.
Laura memberi isyarat kepada sahabatnya dengan menggelengkan kepala agar Shena tidak menuruti kemauan Leo dengan anggapan semua ini hanya sekedar ancaman belaka. Namun, Shena tidak bisa membaca isyaratnya.
Satu-satunya yang menjadi harapan Laura adalah Roy segera datang menolongnya. Namun, kekasihnya itu tidak terlihat di sini sejak dirinya di bawa ke mari.
Ada di mana Roy sekarang? Apa ia juga terlibat dalam kospirasi ini? Laura mencemaskan di mana Roy sekarang.
"Apa yang kamu lakukan?" Bentak Shena yang tidak terima melihat Laura di seret mendekati bibir lantai. Pandangan Shena memang terpusat pada Laura tetapi pikirannya tidak.
"Makanya kamu jawab sekarang!" Leo balas membentak. "Atau kamu bakal jadi saksi temen kamu sebagai tamu penghormatan pertama pertunjukan ini!"
“Tapi dia pacarnya, Roy! Temen kamu sendiri? Masa elo ... eh kamu tega sama dia?” Shena ingin sekali menjerit saat mengatakan itu.
“Aku nggak peduli! Mau dia pacar temen atau saudara, yang penting adalah apa yang aku inginkan terwujud bagaimanapun caranya.” Leo menatap tajam mata Shena.
Leo? Kau sungguh sudah tidak waras? Ada, ya? Manusia gila sepertimu? Dasar psikopat! jerit Shena dalam hati.
Shena menatap sekilas wajah-wajah sahabatnya yang ketakutan. Ingin rasanya ia menggampar cowok yang ada di depannya ini karena sudah menyakiti teman-temannya, tapi ia tidak bisa melakukannya. Tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauan Leo.
Sudah tidak ada jalan lain lagi, juga sudah tidak ada waktu lagi. Shena mulai menyerah agar teman-temannya tidak terluka karena dirinya.
"Oke ... oke, lepasin dia, aku mau ... aku mau jadi cewek kamu, aku mau." Shena menunduk lesu dan pasrah.
Hatinya benar-benar sakit dan semakin benci melihat Leo. Ia tahu sudah tidak ada pilihan lain lagi baginya. teman-temannya jauh lebih penting dari apapun.
"Bagus. Mulai detik ini, kamu resmi jadi cewekku. Sampai di sini dulu, Sayang. Sampai ketemu lagi, oke! Dan saat kita ketemu nanti, kamu harus lebih siap dari ini." Leo mengecup kening Shena yang membuat gadis itu bergidik mundur darinya.
Leo hanya tersenyum sinis melihat aksi cewek barunya itu, ia lalu memberi syarat pada Brandon dan pasukannya untuk melepaskan Laura dan teman-temannya. Setelah itu, Leo dan komplotannya, meninggalkan tempat ini tanpa bicara apa-apa.
“It’s oke kalau kamu bersikap kasar seperti ini. Aku paham, tapi lain kali ... tidak ada toleransi!” bisik Leo di telinga Shena.
****
Visual ada di episode 66 ...
mohon dukungan untuk like, rate bintang 5, vote dan komentarnya ya ... trimakasih🙏
Tidak ada yang bisa dilakukan teman-teman Shena untuk membantunya. Kini Shena sudah menjadi pacar Leo. Mereka semua juga ikut bersedih atas apa yang menimpa Shena.
Satu persatu teman-teman Shena mulai mendekati Shena. “Maafkan kami, Shen ...,” ucap salah satu teman Shena. “Kami semua tidak berdaya, mereka semua licik dan mengancam kami jika kami ikut campur urusan kalian. Kami tidak bisa membantumu. Leo sangat menakutkan.”
Leo yang namanya disebutkan menatap tajam wajah teman Shena sehingga gadis itu meringkuk di balik punggung salah satu temannya.
Shena yang berusaha mengusap air matanya berusaha tegar. “Tidak apa-apa. Maafkan aku karena kalian harus mengalami ini semua gara-gara aku. Sebaiknya kalian semua cepatlah pulang sebelum orang gila ini berubah pikiran. Orang tua kalian pasti sangat khawatir dengan kalian. Malam juga semakin larut.” Shena membersitkan hidungnya sambil sesenggukan.
“Bagaimana denganmu?” tanya teman Shena yang lainnya.
“Aku tidak apa-apa, kalian pergilah dulu.” Nada suara Shena terdengar lirih tak bersemangat.
“Kau yakin? Apa tidak sebaiknya kita turun bersama-sama?” teman Shena langsung mendapat lirikan tajam dari Leo saat mengatakan kalimat itu.
“Aku ingin di sini sebentar.” Shena menatap tajam Leo yang berdiri di depannya. Gadis itu tidak ingin Leo mengintimidasi teman-temannya lagi.
Sebenarnya tubuh Shena masih belum bisa bergerak karena terlalu syok. Ia butuh menangkan diri agar bisa menguasai kembali hati dan pikirannya. Karena itu ia menyuruh teman-temannya pergi meninggalkannya terlebih dulu sebelum Leo menggunakan mereka lagi untuk mengancamnya. “Cepatlah, aku akan menyusul nanti.”
Semua teman-teman Shena menuruti permintaannya untuk turun terlebih dulu. Mereka sedikit khawatir pada Shena tapi mungkin Shena memang butuh waktu sendiri. Apalagi Leo masih saja mengawasi Shena. Mereka tidak bisa ikut campur urusan Leo dan Shena.
Jadi pacar Leo sama artinya dengan menjadi bonekanya, tapi semua teman-teman Shena yakin dan percaya bahwa Shena berbeda dengan gadis-gadis lainnya yang dengan bodohnya mau saja dipermainkan. Shena tidak akan selemah itu. Ia adalah cewek yang kuat, ia juga tidak akan membiarkan Leo bertindak semena-mena terhadapnya.
"Udah, nangisnya?" Leo mulai menurunkan nada suaranya, setelah melihat semua teman-teman Shena pergi.
Shena masih menunduk. Bukan karena belum berhenti menangis, tapi karena ia tidak mau melihat muka orang yang paling ia benci, yang sekarang terpaksa telah jadi pacarnya.
"Asal kamu tahu ...." Leo menatap Shena yang masih menunduk lesu dengan lembut. "Aku terpaksa melakukan ini karena aku sayang sama kamu. Saking sayangnya aku nggak mau kehilangan kamu, dan hanya dengan cara ini aku bisa mendapatkan kamu. Kalau kamu menolak, maka aku akan benar-benar akan jadi monster dan hidupku hancur berantakan. Terserah kamu menganggap semua ini apa. Tapi aku pastikan kamu adalah wanita terakhir yang menjadi pacarku." Leo melangkah maju dan mengecup lagi kening Shena lebih lembut dari sebelumnya, lalu ia pergi bersama teman-temannya dan meninggalkan Shena sendirian.
Leo sungguh sayang gadis ini. Namun kebencian Shena karena reputasinya yang buruk, membuat Leo terpaksa harus memilih jalan ini. Sebenarnya ia ingin berlama-lama dengan cewek yang sudah berhasil ia paksa jadi kekasihnya. Namun, melihat situasinya saat ini, akan lebih baik jika pacar barunya itu sendiri dulu untuk mengontrol emosinya.
Shena masih belum mau mengangkat mukanya saat Leo pergi meninggalkannya.
"Dasar cowok banci." Shena menggumam dalam hati. Ia sama sekali tidak percaya bahwa cowok yang namanya Leo ini mengerti apa itu cinta. Karena selama ini, ia hanya mempermainkan wanita yang pernah jadi pacarnya. Bahkan setiap mantan Leo selalu mendapat predikat buruk dari semua orang, yaitu 'habis manis sepah di buang'. Namun, Shena berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan pernah berakhir seperti mantan-mantan Leo.
Tiba-tiba saja Laura memeluk Shena dari belakang sehingga membuat gadis itu jadi terkejut lagi.
"Maafin aku ya, Shen ... ini semua salahku. Harusnya aku bilang ke kamu kalau Leo suka sama kamu. Aku pikir waktu itu dia cuma bercanda, dan harusnya aku nggak ngajak kamu ke sini. Semuanya gara-gara aku, Shen. Aku nggak nyangka bakal kayak gini jadinya." Laura benar-benar menyesal atas apa yang menimpa sahabatnya. Ia bahkan ikut menangis juga.
Shena membersit hidungnya lagi dan perlahan ia melepaskan pelukan Laura. "Ini bukan salah kamu, Ra. Mungkin ini udah takdirku. Jadi kamu nggak perlu minta maaf, oke." Shena berbalik badan menghadap Laura.
"Bener kamu nggak apa-apa?" tanya Laura sambil sesenggukan. “Maafkan aku Shen, waktu itu Leo bilang dia pengen kamu jadi pacarnya. Katanya da tertarik sama kamu. Dia jatuh cinta sama kamu sejak pertama kali kalian bertemu. Seandainya aku tahu kalau dia bisa senekat ini, aku nggak akan pernah ngajak kamu lagi ke gedung teknik buat ketemuan sama Roy. Bodohnya aku ... ini semua gara-gara aku.” Laura terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri.
“Tapi aku kan nggak pernah ngobrol sama dia Ra, ngeliat mukanya aja aku juga ngak pernah. Karena kau tahu dia itu playboy kelas kakap dan ceweknya itu seabrek-abrek.”
“Lah makanya itu aku nggak gubris omongannya dia, karena aku tahu dia pasti cuma mau mainin kamu doang, ya aku nggak ikhlas lah kalau sahabatku mau di jadiin kelinci percobaan buat orang gila kayak si Leo itu. makanya aku nggak bilang sama kamu, tapi, semakin kamu menghindar malah membuat dia semakin tertantang, karena itulah dia melakukan hal gila kayak gini. Dia benar-benar nggak waras. Harusnya orang kayak dia tuh masuk rumah sakit jiwa, bukanya di sini. Dia juga gengster kelas kakap. Mereka semua berhasil menculik teman-teman kita dengan kelicikannya. Kamu tahu, tadi tiba-tiba saja ada yang membekap mulutku lalu menyeretku mundur masuk ke sebuah ruangan tanpa kamu sadari, gila kan dia? Udah mirip psikopat ahli.” Laura terdengar emosi. Di sisi lain Shena merasa senang karena ternyata Laura sampai segitunya membela dirinya, Shena jadi terharu.
“Oh iya? Kamu tahu siapa yang nyulik kamu? Apa orang itu adalah Leo? Atau ulah teman-temannya?” Shena jadi penasaran akan kisah hilangnya Laura yang tiba-tiba saat lampu mati tadi.
“Aku nggak tahu, yang jelas dia bukan Leo. Karena dia kan lagi sama kamu saat aku di culik?” Laura masih terlihat emosi.
Shena manggut-manggut tapi juga bingung, bagaimana bisa Leo menculik pacar sahabatnya sendiri. Dia memang nggak punya perasaan dan lebih pantes disebut mafia daripada mahasiswa. Dasar Leo gila!
“Ya sudahlah, nasi sudah jadi bubur, nggak ada gunanya kita menyesal sekarang.” Shena berusaha meredam amarah Laura, padahal dia sendiri masih belum bisa menghilangkan kemarahannya.
“Terus, apa rencana kamu sekarang?” tanya Laura.
"Nggak tahu. Aku nggak tahu harus bagaimana sekarang. Apa yang akan terjadi sama aku selanjutnya, aku juga bener-bener nggak tahu."
"Kamu nggak usah khawatir, aku bakal bantuin kamu. Nggak akan aku biarkan dia macem-macem sama kamu. Sekarang cabut aja, yuk. Udah malem. Aku tidur di tempat kamu, ya?" Laura terlihat sedikit semangat.
"Terus? Roy?" tanyaku bingung dengan perubahan sikap Laura yang tiba-tiba.
"Sekarang sahabat aku lebih penting daripada dia. Lagian dia juga nggak ada di sini," terang Laura.
"Aku juga nggak liat dia. Kamu yakin nggak mau nyari dia dulu?"
"Mau nyari dimana? Udahlah nggak penting. Sekarang terserah dia mau apa. Mending sekarang kita cabut aja. Ini tempat serem banget." Laura tiba-tiba saja bergidik ngeri.
Melihat ekspresi muka Laura yang ketakutan, Shena tersenyum. "Baru nyadar?"
Laura sedikit lega melihat senyum sahabatnya. Mereka berdua berjalan beriringan meninggalkan gedung dan menuju ke kontrakan Shena yang tidak jauh dari kampus mereka.
"Sekarang, kita sama-sama punya pacar, Ra." ucap Shena ketika ke luar dari halaman gedung. "Bedanya, kamu di surga, sedangkan aku di neraka.”
Di pojok ujung jalan, tanpa Laura dan Shena tahu, ada sosok misterius yang masih memerhatikan mereka berdua dari jauh dengan senyum liciknya.
****
jangan lupa baca juga karya penulis yang lainnya PUTRA RAJA 🤭
salam manis dari penulis🌻🌻🌻
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!