NovelToon NovelToon

KAISAR IBLIS TAK TERKALAHKAN

ENZO

Di tengah hutan belantara yang luas, yang tak berujung hingga mata memandang, tiba-tiba muncul sebuah portal dimensi berwarna emas kemerahan, menyala terang di langit yang gelap oleh sinar cahaya bulan purnama.

Seperti sebuah fenomena yang tak terduga, portal itu muncul begitu saja, tanpa ada yang bisa menjelaskan dari mana asalnya. Dari dalam portal tersebut, terjatuh sebuah sosok yang menyerupai manusia, namun jelas bukan makhluk biasa—seorang iblis.

Duaaaaaaaak.

Tubuh iblis itu menabrak ranting-ranting pohon besar dengan keras, lalu terjerembab ke tanah, jatuh menghantam batu besar di tengah rawa yang berlumpur. Badannya bergeliat kesakitan, terbenam dalam lumpur yang kental dan berbau busuk.

Rasa sakit dan bau menyengat itu hanya menambah amarahnya. Ia mengumpat, suara geram penuh kebencian keluar dari bibirnya, seakan dunia ini adalah tempat yang penuh ketidakadilan baginya.

"Sialan kau, tua bangkaaaaaaaaa!" teriaknya dengan suara serak penuh kekesalan, seakan memendam semua kemarahan yang sudah menumpuk selama seratus ribu tahun. "Aku pastikan kau akan membayar semua ini!" Suaranya dipenuhi ancaman yang penuh dendam, seolah setiap kata adalah sumpah yang takkan pernah terlupakan.

"Sungguh tidak ku kusangka... tua bangka itu ternyata lebih kuat dari yang aku kira," lanjutnya dengan nada masih penuh kebencian, kembali terbenam dalam pikirannya.

"Aku telah meremehkan dia hanya karena dia terlihat seperti makhluk tak berarti, ah... sialaaaaaaaan!" Kata-katanya penuh penyesalan, namun juga rasa kebencian yang semakin membara. Setiap bayangan tentang musuh yang dia hadapi semakin menguatkan tekadnya untuk membalas dendam.

Bau busuk lumpur rawa menyusup ke dalam hidungnya, membuat suasana hati iblis itu semakin buruk. Jauh sebelumnya, selama seratus ribu tahun, dia bertahan di ruang kehampaan yang disebut Segel Semesta, tempat hukuman yang tak memiliki batas atau akhir. Di sana tidak ada teman, makanan, atau suara apa pun. Akibat terlalu lama berbicara dengan dirinya sendiri, dia perlahan kehilangan kewarasannya.

Namun, kesendirian itu pula yang memberinya waktu untuk merenungi semua tindakannya. Zhask Agung, sang Raja Iblis yang dahulu dikenal sebagai makhluk kejam tak kenal ampun, sosok yang telah membuat malapetaka dan kehancuran keseimbangan di tiga alam serta memporak-porandakan Kekaisaran Surgawi hanya untuk kesenangan.

Mulai menyadari kesalahan besar yang telah dia lakukan di masa lalu setelah tersegel dimensi semesta selama seratus ribu tahun. Meski begitu, amarahnya kepada kakek tua yang menyegelnya di tempat mengerikan tersebut tetap membara.

“Tunggu saja kalau kita bertemu lagi, tuaaaa bangka menyebalkan!”

Malam itu begitu sunyi, hanya terdengar suara jangkrik saling bersahut-sahutan. Bulan purnama menggantung di langit, cahayanya bersinar terang menerangi hamparan rawa yang hitam, pekat, dan berbau tengik.

Raja iblis perlahan bangkit, tubuhnya yang kini lemah hampir tak sanggup menopang langkahnya. Dengan napas berat, dia mulai bergerak, mencoba meninggalkan zona rawa yang penuh dengan bau busuk menyengat.

Cahaya bola mata dari buaya dan ikan buas bersinar di permukaan air, memperhatikan setiap gerakannya. Mereka seperti menunggu kesempatan untuk menjadikan raja iblis santapan makan malam. Tetapi bahkan dalam keadaan lemah, aura seorang Raja Iblis membuat makhluk-makhluk yang mencoba memangsanya itu tak berani mendekat.

“Busuk sekali aroma ini... Sialaaaaaaaaaaan! Mungkin kakek tua itu sekarang sedang tertawa puas melihatku seperti ini. Awas saja kau! Suatu saat aku akan membalas mu.” gerutunya lagi penuh kekesalan, sambil sesekali tersandung akar pohon yang menjulur dari dalam rawa.

Lapar yang tak tertahankan membuat raja iblis memegangi perutnya, suara keroncongan terdengar semakin keras. Dia terus melangkah hingga akhirnya keluar dari zona rawa yang mencekik hidungnya. Udara segar perlahan menggantikan bau busuk lumpur, meski kelelahan terlihat jelas di wajahnya.

Dia memandang ke sekeliling, menatap pepohonan raksasa dan langit malam yang penuh bintang. Tempat ini terasa asing baginya. Dia tak pernah ke tempat ini.

“Apakah ini alam neraka? Tidak, sepertinya bukan. Aku sudah menjelajahi seluruh pelosok alam neraka dan tidak pernah melihat tempat seperti ini,” gumamnya sembari menghela napas.

Dia lalu tertawa keras, tawa yang penuh kelegaan dan ironi. “Ha-ha-ha! Lupakan itu semua! Yang penting aku sudah keluar dari tempat busuk itu!”

Namun, ketika mencoba merasakan sisa energi kutukannya, raja iblis Zhask terkejut. Tubuhnya nyaris kosong dari energi. Kekuatan energi kutukannya yang dahulu begitu dahsyat kini menghilang, meninggalkan dirinya setara dengan iblis kutukan tingkat rendah.

“Segel semesta itu benar-benar menguras kekuatanku... Tubuh ini tidak lebih dari bayangan masa lalu sekarang,” gumamnya dengan nada getir, menatap langit dengan mata yang masi penuh amarah.

Meski begitu, dia tidak khawatir. Dia tahu, hanya perlu beberapa waktu untuk memulihkan kekuatannya seperti semula. Namun, kehidupan baru kali ini bukanlah tentang kekuatan seperti sebelumnya. Suara kakek tua menyebalkan itu terus terngiang dalam pikirannya:

“Pelajari cinta, dan kau akan memahami sesuatu yang jauh lebih besar dari kekuatan wahai Enzo putra Hestia.”

Raja iblis Zhask Agung mendengus kesal meningkat ucapan itu. Baginya, cinta adalah sesuatu yang aneh. Tetapi jika itu adalah jalan untuk menjadi lebih baik maka dia tidak akan keberatan asal agar impian maha dewi Hestia yang di sandarkan di pundaknya tercapai penuh kebahagiaan.

Cerita kemudian berfokus pada apa yang sebenarnya terjadi dalam seratus ribu tahun lalu.

Tepatnya seratus ribu tahun yang lalu, bangsa iblis dengan keberanian yang tak terukur mendeklarasikan perang besar dengan Istana Langit. Di bawah pimpinan Raja Iblis Zhask Agung, bangsa iblis tak hanya berambisi menguasai tiga alam, namun juga mengincar tahta tertinggi sebagai penguasa mutlak, yang tak seorang mahluk pun bisa menandingi.

Raja Iblis Zhask Agung bukan sosok yang mudah untuk dilawan. Ia adalah iblis yang mengerikan dan sangat kuat, tak tertandingi oleh siapapun. Jika ada yang berani menolak perintahnya, maka kematian lah yang menanti, tanpa ampun.

Seratus ribu tahun lalu, perang besar antara bangsa iblis melawan bangsa langit terjadi dengan kekuatan yang dahsyat. Perang itu berlangsung di alam langit, tempat yang menjadi lambang kedamaian, namun kini tercabik oleh pertempuran penuh darah. Istana Langit yang megah berguncang hebat, hingga akhirnya hancur berantakan, runtuh akibat gempuran yang tak terhentikan.

Raja Iblis Zhask Agung, dengan seratus juta pasukan iblisnya yang ganas, memimpin penyerangan. Mereka menerobos gerbang dimensi antar alam dengan kekuatan yang mengerikan, dan bentrokan antara pasukan langit dan iblis pun tak bisa dihindari. Gerbang-gerbang hitam membelah langit, dan langit bangsa dewa dipenuhi dengan kilatan peperangan yang mengerikan.

Tujuan utama Raja Iblis adalah untuk merebut kursi singgasana Kaisar Langit, pemimpin tertinggi dari tiga alam: dunia, neraka, dan langit. Tak ada yang tahu apa yang sebenarnya membuatnya begitu ingin menguasai tahta itu, tetapi ambisinya yang tak terpuaskan menuntut pengorbanan dan darah.

Namun, perjuangan Raja Iblis tidak berjalan mulus seperti yang telah direncanakan. Meskipun ia memiliki pasukan yang sangat besar, ia menghadapi kenyataan pahit bahwa pasukan Langit memiliki jumlah personel yang lebih banyak, sekitar seratus lima puluh juta prajurit.

Selain itu, ada satu kekuatan yang bahkan lebih mengerikan daripada jumlah jutaan pasukan itu: tujuh Jenderal Langit Agung. Mereka dikenal sebagai sosok yang tak tertandingi, memiliki kekuatan luar biasa yang membuat mereka disebut sebagai "Tujuh Penjaga Keadilan".

Setiap dari mereka diberikan gelar sebagai jenderal tertinggi langsung oleh Kaisar Langit, dan setiap jenderal memimpin 20 juta prajurit, menjadikan mereka kekuatan yang tak bisa dianggap remeh.

Namun, Raja Iblis tidak pernah dikenal sebagai sosok yang mundur hanya karena kalah dalam jumlah pasukan. Dengan seratus juta prajuritnya dan dibantu oleh 10 Eksekutif Jenderal iblis terkuat, ia berhasil menembus pertahanan terkuat yang dimiliki bangsa langit, yaitu Benteng Kekaisaran Great Adam.

Benteng itu bukan sekadar benteng biasa. Great Adam adalah benteng legendaris yang kokoh dan tak terkalahkan, bahkan di antara kekuatan paling dahsyat sekalipun. Konon, benteng itu tercipta dari suara semesta itu sendiri dan telah berdiri kokoh sejak jutaan tahun yang lalu, menjadi simbol keadilan sejati bagi bangsa langit.

Terletak di Benua 6 Alam Langit, benteng itu adalah garis pertahanan terakhir yang melindungi Istana Langit. Sebelumnya, bangsa Iblis telah menaklukkan lima benua pertama, dan kini Benua 6, tempat Benteng Great Adam berada, telah runtuh dan hancur, meninggalkan hanya Benua 7 yang tersisa sebelum Istana Langit jatuh ke tangan raja iblis.

Keberhasilan pasukan Iblis menembus benteng tersebut merupakan bencana besar bagi bangsa Langit.

Great Adam bukan sekadar benteng, melainkan monumen suci yang tak ternilai bagi mereka. Itu adalah lambang kehormatan dan keadilan yang mereka pegang teguh selama ribuan tahun. Jebolnya benteng itu membuat rasa aman mereka hancur, dan kekuatan Langit mulai goyah.

Setelah Benteng Great Adam berhasil ditembus, pertarungan yang lebih dahsyat dan menentukan segera dimulai. Benua 7 kini menjadi ladang pertumpahan darah yang tak terhindarkan. Kedua pasukan, yang memiliki tujuan dan cita-cita yang bertolak belakang, berjuang mati-matian untuk kemenangan mereka masing-masing, dengan harga diri sebagai taruhannya.

"Seraaaaaaaaang!"

"Hancurkan prajurit langit sampai tak tersisa!"

"Kita tunjukkan pada mereka siapa itu yang mulia raja iblis Zhask agung!"

Semua wakil jendral iblis memerintahkan prajurit menyerbu dan menghancurkan pasukan langit sampai tidak tersisa, menebar teror malapetaka penuh kengerian dimana-mana.

Jauh sebelumnya tidak ada yang pernah menduga bahwa bangsa iblis akan melakukan pemberontakan sebesar ini, namun kini mereka secara terang-terangan mendeklarasikan perang pada bangsa langit atau lebih tepatnya kekaisaran surgawi.

"Jangan merasa hebat kalian bangsa iblis rendahan."

"Tunduk lah di bawah aturan langit!"

"Kami tidak takut sama sekali dengan bangsa iblis seperti kalian!"

Para wakil jendral langit agung tak tinggal diam membalas gempuran bangsa iblis, mereka juga memerintahkan para pasukan langit untuk melawan balik dan menunjukkan pada bangsa iblis bahwa bangsa iblis akan membayar semua ini.

Raja iblis Zhask agung merupakan raja iblis generasi pertama yang mampu menyatukan alam neraka serta memiliki kemampuan hebat tak kenal ampun pada musuh-musuhnya sekalipun harus mengorbankan semua hanya untuk meraih ambisi gila nya tersebut.

Pasukan iblis bertarung brutal dan tak terkendali menghancurkan semuanya, garda depan pasukan langit sampai di buat kerepotan dan terpaksa harus mundur perlahan demi perlahan memasuki benteng pertempuran..

"Kita mundur dan pancing mereka mendekati benteng pertahanan!"

"Jangan ada yang terlambat cepat mundur!"

Setelah semua pasukan langit sudah mundur memasuki benteng pertahanan, ribuan panah dari dalam benteng melesat dengan cepat langsung menghujani pasukan iblis secara bertubi-tubi penuh kebrutalan.

Jeritan kematian dan kesakitan bangsa iblis benar-benat terdengar begitu memekik telinga, mereka telah terjebak dan masuk dalam rencana pasukan langit, andai mereka tidak mengejar pasukan langit sampai mendekati benteng pertahanan mungkin hal itu tidak terjadi.

Pasukan Iblis yang tadinya memberikan tekanan demi tekanan kini di paksa mundur kembali oleh panah-panah api dan batu yang di luncurkan pasukan langit dari atas benteng pertahanan.

"Jangan biarkan mereka lolos! Kalian adalah bangsa perusak!"

"Tak ada ampun bagi pemberontakan Kekaisaran seperti kalian!" Teriakan itu dipenuhi amarah, rasa balas dendam yang membara, pasukan langit memanfaatkan setiap detik dalam serangan mereka.

Pasukan iblis yang terjebak dalam gempuran itu berlarian tanpa arah, tubuh mereka berhamburan ke sana kemari mencari perlindungan.

Di atas langit yang semakin gelap, muncul sosok menakutkan. Salah satu dari sepuluh eksekutif jenderal iblis, sosok yang bisa mengubah jalannya perang dengan kekuatannya yang luar biasa.

Dengan kecepatan tingkat tinggi, ia terbang ke arah pasukan pemanah langit, membakar mereka semua tanpa ampun. Api yang membakar begitu besar, seakan-akan langit ingin menelan mereka hidup-hidup.

Suara kematian terdengar mengerikan, memenuhi medan perang. "Eksekutif jenderal iblis muncul! Cepat berlindung!"

"Hubungi tujuh jenderal langit agung! Ini masalah serius, kita bukan tandingannya!"

Kepanikan mulai melanda pasukan langit. Keberanian mereka mulai tergoyahkan oleh kemunculan ancaman besar ini.

Kobaran api besar itu menghantam benteng pertahanan pasukan langit.

Langit yang tadinya cerah kini menjadi gelap dengan asap yang menghalangi pandangan. Situasi semakin tegang, dan ketegangan semakin memuncak. Para prajurit langit mulai merasa kengerian yang nyata, mengetahui bahwa mereka hanya memiliki sedikit waktu sebelum api itu melahap mereka hidup-hidup.

Akibat serangan besar itu, pasukan iblis yang mundur kembali bangkit, memberikan tekanan hebat pada garda depan pasukan langit yang kini terjepit di antara dua ancaman besar. Pertempuran ini belum berakhir, dan nasib mereka masih sangat terombang-ambing di tangan takdir yang tak bisa diprediksi.

"Serang kembali mereka!"

Suara perintah dari wakil eksekutif jenderal iblis menggema seperti guruh yang memecah angkasa, memacu semangat pasukan iblis yang sempat terpuruk. Gelombang pasukan kegelapan itu kembali bangkit, menyerbu tanpa ampun seperti ombak badai yang menghantam karang.

Pasukan langit berjuang mati-matian, menggenggam sisa harapan dalam pertahanan yang mulai runtuh. Setiap tebasan pedang dan benturan tameng terdengar seperti simfoni perang, penuh dentuman dan jeritan.

"Jika kita terus bertahan seperti ini, kita akan kalah!" Teriak salah satu wakil jenderal langit agung, napasnya terengah-engah di tengah kekacauan.

"Apa bala bantuan sudah datang?!"

"Belum! Mungkin sebentar lagi!" seru seorang prajurit sambil menangkis serangan yang hampir merobek tubuhnya.

Wajah wakil jenderal itu mengeras, kerut di dahinya menggambarkan tekanan yang tak terkira. "Ah, sial! Ini semakin buruk!" Ia menggeram, darah membasahi lengan armornya.

Dan kemudian, harapan muncul. Di cakrawala, formasi besar pasukan langit tampak mendekat seperti gelombang cahaya yang menghapus bayangan gelap. Suara terompet perang memecah udara, mengisi hati para prajurit langit dengan semangat baru.

Bala bantuan akhirnya tiba, ribuan pasukan bersenjata lengkap berbaris rapi, membawa kemarahan surgawi ke medan pertempuran. Begitu mereka bergabung, pertempuran kembali memanas, menjadi duel hidup-mati yang melibatkan kekuatan dari dua dunia. Jual beli serangan terjadi tanpa henti, setiap benturan membawa percikan api dan bau darah.

Pertempuran kemudian terpecah menjadi empat wilayah yang berbeda. Kehadiran para jenderal langit agung mengubah jalannya perang. Mereka turun langsung ke medan laga, aura mereka begitu luar biasa hingga membuat tanah bergetar dan pasukan iblis mundur ketakutan.

"Apa yang harus kita lakukan? Para jenderal langit agung terlalu kuat!" Komandan iblis yang biasanya penuh percaya diri kini terlihat kehilangan arah, wajahnya memucat saat melihat pasukan mereka di pukul mundur kembali tanpa ampun.

"Tenang! Yang Mulia Zhask pasti punya rencana. Percayalah, kekuatan kami tidak akan kalah dari langit!" sahut komandan lainnya, meski suaranya bergetar mencoba menyembunyikan rasa takut.

"Jangan gentar! Kita bertarung untuk Yang Mulia Zhask Agung!" teriak seorang komandan iblis, suaranya menggema, membakar kembali semangat para prajurit kegelapan yang tersisa.

Namun, tiba-tiba, dari tempat yang tak terduga, terdengar suara mendesing yang memekakkan telinga. Langit menjadi gelap seketika, diikuti oleh ledakan dahsyat yang mengguncang alam langit.

Blaaaaaaaaar!

Blaaaaaaaaar!

Blaaaaaaaaar!

Ledakan itu seperti akhir dari segalanya. Rentetan tembakan nuklir menghancurkan hampir satu juta pasukan langit dalam hitungan detik. Tubuh-tubuh mereka hancur tanpa sempat mengeluarkan jeritan terakhir. Ledakan itu menciptakan gelombang kejut yang membuat tanah bergetar hebat.

Di bagian utara medan perang, terbentuk lubang besar sedalam ribuan meter, dikelilingi asap tebal berbau sangit yang membuat prajurit yang tersisa tersentak mundur dengan tubuh gemetar.

"Apa itu barusan?!" teriak salah seorang wakil jenderal langit agung, tatapannya terpaku pada kehancuran yang baru saja terjadi.

Pasukan langit mulai berhamburan, kekacauan melanda di seluruh penjuru medan perang. Tidak ada yang bisa memprediksi langkah gilanya bangsa iblis. Kini, perang ini bukan sekadar pertarungan antara kekuatan, tetapi tentang siapa yang mampu bertahan menghadapi malapetaka yang semakin tak terkendali.

“Apakah aku terlambat?” Sebuah suara dingin memecah hiruk pikuk pertempuran. Dari balik kepulan asap dan api, muncul sesosok pria dengan rambut putih seperti salju. Ia mengenakan zirah tempur hitam yang memancarkan aura kegelapan.

Setiap langkahnya membawa getaran, membuat tanah di sekitarnya retak. “Berani-beraninya kau bertingkah sesuka hatimu, dasar tidak berguna. Atau... aku harus memanggilmu Ares si bodoh?” ucapnya dengan nada mengejek.

Wajah Ares mengeras. Ia tahu siapa yang kini berdiri di hadapannya. "Lucifer..." desisnya, suara penuh kebencian.

"Iblis sepertimu memang harus segera dilenyapkan!"

Mendengar itu, Lucifer tertawa. Tawa rendah yang dipenuhi kesombongan. "Kau tidak pantas berhadapan denganku, Ares," ucapnya sambil melipat tangan. “Apa kau lupa? Aku adalah Entitas. Cepat panggil Gabriel atau Mikael jika kalian serius ingin menghadapi aku.”

Tekanan aura kutukan yang dilepaskan Lucifer begitu kuat hingga para prajurit langit di wilayah utara merinding ketakutan. Keringat mengalir deras di dahi mereka, tangan gemetar, sementara mata mereka berusaha menghindari tatapan iblis di depan mereka. Namun, keberadaan Ares sebagai salah satu jenderal langit agung masih memberikan mereka secercah keberanian.

Ares menggenggam pedangnya erat. "Aku tidak peduli kau Entitas atau bukan! Bagiku, kau hanyalah iblis rendahan!" bentaknya, nadanya menggelegar di udara.

Lucifer tersenyum dingin, tatapan matanya berubah tajam seperti pisau. "Jaga ucapanmu, anak kecil. Di hadapanku, kau tak lebih dari bocah ingusan. Sungguh sangat tidak pantas untuk berdiri melawan aku."

"Aku adalah jenderal langit agung! Kau pikir siapa dirimu bisa meremehkanku?!" balas Ares, kini auranya membara. Angin kencang berputar mengelilinginya, membawa kilatan cahaya yang menyilaukan.

Benturan aura keduanya menciptakan badai besar. Angin menerpa dengan keras, mengguncang tanah, membuat pasukan langit dan iblis di sekitar mereka terdiam dalam ketakutan. Mata mereka terpaku pada dua sosok itu, seolah seluruh medan perang hanya milik Ares dan Lucifer.

"Ha-ha-ha! Mengejutkan..." Lucifer terkekeh kecil. "Seorang bocah berani menantangku? Jangan bercanda!" Dengan tawa yang sinis, tubuhnya mulai memancarkan kilatan energi gelap. “Baiklah, anak kecil. Aku akan bermain denganmu.”

Lucifer masuk ke mode tempur tingkat satunya. Kegelapan menyelimuti tubuhnya, memancarkan aura kutukan yang membuat tanah di bawahnya retak lebih dalam. Prajurit langit yang lebih lemah jatuh bergelimpangan, tak mampu menahan tekanan yang begitu dahsyat.

"Kau terlalu sombong, Ares. Aku akan memberimu satu kesempatan terakhir, panggil Gabriel atau Mikael. Jika tidak, aku akan menghabisimu di depan pasukanmu sendiri."

Namun, Ares tidak mundur. Ia menghunus pedangnya, cahaya kuning terang menyelimuti bilahnya, membuat kegelapan di sekitar mereka tersingkir sesaat. "Iblis rendahan sepertimu tidak layak menghadapi mereka.

Aku sendiri cukup untuk membinasakanmu!"

Pasukan langit menatap dengan campuran ketakutan dan kekaguman, sementara pasukan iblis tampak tersenyum penuh harapan pada kemenangan yang hampir di tangan mereka. Lucifer menyeringai.

"Jika itu pilihanmu, Ares... Maka bersiaplah mati."

__________________

Nama : Lucifer.

Status : Bangsa iblis/salah satu dari 10 eksekutif jendral iblis (Entitas).

Ultimate : - (belum di sebutkan).

__________________

__________________

Nama : Ares.

Status : Bangsa dewa/salah satu dari 7 jendral langit agung.

Ultimate : - (belum di sebutkan)

__________________

PERANG BESAR

Berpindah ke wilayah pertempuran bagian selatan, masih di benua tujuh alam langit. Di sini, pasukan langit terpojok, perlahan tetapi pasti dipukul mundur hingga akhirnya tak berdaya. Bagaimana tidak? Tiga eksekutif jenderal iblis berada di tempat itu, menebar teror yang begitu mencekam.

Suasana di medan pertempuran berubah menjadi mimpi buruk yang tak terbayangkan oleh siapa pun.

“Ini di luar kemampuan kita! Bagaimana ini?” seru seorang prajurit dengan suara gemetar, matanya menyapu medan pertempuran yang penuh kekacauan.

“Tiga eksekutif jenderal iblis ada di sini... Kita semua pasti akan mati! Cepat panggil bala bantuan secepatnya!” tegas komandan dengan suara yang berusaha terdengar tenang, meski kegelisahan tampak jelas di wajahnya. Perintah itu segera dijalankan oleh prajurit bagian informasi yang berlari dengan napas tersengal.

“Kami sudah mengirimkan permintaan bala bantuan! Kemungkinan sebentar lagi mereka akan datang! Kita hanya perlu bertahan sedikit lebih lama!” jawab prajurit informasi dengan penuh harapan, meskipun hatinya dipenuhi keraguan.

Namun, ketakutan itu tidak bisa disembunyikan. Trauma mendalam tercermin dari raut wajah pasukan langit. Tiga eksekutif jenderal iblis tidak memberikan ampun sedikit pun, menyerang tanpa henti dengan kekuatan yang tampaknya tak terbatas.

Guncangan demi guncangan terus menerpa wilayah selatan. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan langit menjadi gelap oleh asap pertempuran. Teriakan kesakitan menggema, melukiskan pemandangan neraka di dunia fana. Formasi pertempuran pasukan langit hancur berantakan.

Dalam satu serangan, mereka kehilangan dua puluh wakil jenderal langit agung, sebuah pukulan telak yang membuat semangat prajurit runtuh.

“Matilah kalian! Kha-ha-ha! Dasar tidak berguna!” tawa Belhegar bergema, penuh dengan kesenangan sadis. Sosoknya berdiri di tengah reruntuhan, menikmati penderitaan yang ia ciptakan.

“Kalian semua harus tunduk di hadapan yang mulia Zhask Agung!” lanjut Satan dengan nada lembut tetapi dingin. Ia duduk di atas ribuan mayat pasukan langit, matanya memancarkan kekejaman tanpa batas.

Tidak ada harapan yang tersisa di medan pertempuran selatan. Pasukan iblis telah mendominasi, menguasai setiap sudut wilayah. Keberadaan tiga eksekutif jenderal iblis benar-benar mengubah jalannya pertempuran menjadi mimpi buruk tanpa akhir.

“Kalian akan binasa! Keadilan tidak pernah kalah!” ucap seorang prajurit langit dengan suara tertatih, darah mengalir dari luka-lukanya. Ia berdiri dengan sisa-sisa keberanian, meski tahu ajal sudah di depan mata.

“Keadilan? Aku ingin tahu siapa yang kau maksud dengan keadilan itu. Ha-ha-ha! Matilah, bodoh!” Balasan penuh kesombongan itu diakhiri dengan tebasan brutal. Kepala prajurit langit jatuh ke tanah, membawa serta harapan yang semakin menipis.

Namun, di tengah keputusasaan itu, sesuatu terjadi. Sebuah tekanan energi luar biasa kuat tiba-tiba terasa, menggetarkan seluruh medan pertempuran. Bahkan para iblis merasakan bulu kuduk mereka merinding.

Aura itu semakin mendekat, membawa ancaman yang tidak bisa diabaikan.

“Ada yang datang! Tekanan besar ini... pasti dia!” seru Satan, memperingatkan dua rekannya yang masih asyik menyiksa para prajurit langit yang tersisa.

Seketika, cahaya terang menyilaukan memenuhi hamparan medan pertempuran di bagian selatan. Cahaya itu begitu suci, membawa harapan baru bagi pasukan langit. Tidak salah lagi, bala bantuan telah tiba. Kini, waktu bagi pasukan langit untuk membalikkan keadaan sudah datang.

“Kesenangan ini akan segera berakhir. Lihatlah siapa yang datang!” lanjut Satan, menatap sosok Mikael yang melesat terbang dengan kecepatan penuh menuju arah mereka bertiga.

“Sial... kenapa harus dia yang datang!” keluh Belhegar, raut wajahnya berubah tidak nyaman. Ia tahu, kehadiran Mikael akan sangat merepotkan.

Luapan energi tempur Mikael terasa begitu mengerikan, membuat mereka bertiga langsung memasang kewaspadaan penuh. Musuh yang datang kali ini jelas bukan lawan sembarangan. Jenderal Langit Agung Mikael, sang Keadilan Absolut, akhirnya memutuskan untuk bergerak.

“Aku merasakan energi iblis kutukan tingkat kuno di wilayah ini! Aku kira yang ada di tempat ini adalah Lucifer... ternyata dugaanku salah. Kalian bertiga tak lebih dari makhluk kotor!” Suara Mikael dingin, tatapannya penuh dengan kesombongan saat melirik mereka bertiga.

“Apa katamu? Kami bertiga adalah eksekutif jenderal iblis! Apa kau meremehkan kami, wahai Keadilan Absolut Mikael?” kesal Belhegar sambil menunjuk Mikael dengan marah.

Tanpa berkata banyak, Mikael mengeluarkan aura tekanan intimidasi yang begitu kuat ke arah Belhegar. Dalam sekejap, iblis itu terdiam, tubuhnya gemetar. Dalam hatinya, ia sadar bahwa Mikael bukanlah makhluk yang bisa diremehkan.

“Lama tak bertemu, Mikael! Senang berjumpa denganmu kembali,” sapa Satan dengan nada santai. Anehnya, ia tidak terpengaruh oleh efek skill intimidasi Mikael, yang saat itu sedang bekerja dengan sempurna pada Belhegar.

Skill unik Mikael memungkinkan dirinya untuk memanipulasi jiwa lawan yang memiliki rasa takut sekecil apa pun. Namun, skill ini tidak berfungsi jika lawan tidak memiliki rasa takut sama sekali terhadapnya.

“Sepertinya kau tidak terpengaruh oleh skill-ku? Menarik... Aku akui keberanianmu, iblis!” Mikael menatap Satan dengan sinis, penuh rasa meremehkan. Tidak butuh waktu lama, Mikael langsung masuk ke mode tempur.

Mikael adalah salah satu dari tujuh Jenderal Langit Agung serta penyandang gelar Keadilan Absolut. Gelar itu sendiri adalah julukan yang diberikan oleh Kaisar Langit kepada tiga Jenderal Langit Agung terkuat saat ini.

“Kalian sudah terlalu lama bersenang-senang di tempat ini! Tapi itu tidak akan lama lagi, karena aku sudah datang!” seru kembali Mikael dengan suara lantang.

Enam sayap keadilan muncul dengan gemilang di punggungnya, menandakan bahwa ia benar-benar serius akan menghabisi mereka bertiga.

Semua penduduk langit memiliki sayap putih di punggung mereka sebagai ciri khas bangsa langit. Semakin banyak sayap yang mereka miliki, semakin hebat pula kekuatan yang mereka punya. Jumlah maksimal sayap adalah enam, tanda kekuatan yang luar biasa.

Di tengah keterpurukan dan hampir putus asanya prajurit langit wilayah selatan, kedatangan Jenderal Langit Agung Mikael membakar kembali semangat mereka. Kobaran api kemenangan menyala terang, seperti arti sejati keadilan yang tidak pernah padam.

“Jenderal Langit Agung Mikael telah datang! Kemenangan akan datang bersama perdamaian sejati!” seru para wakil jenderal langit agung serempak, disambut pekik semangat prajurit yang tersisa.

“Yeaaaaah!”

“Yeaaaaah!”

“Yeaaaaah!”

“Yeaaaaah!”

Sorak-sorai penuh harapan menggema di tengah puing-puing kehancuran. Semua mata kini tertuju pada sosok Mikael, sang pemimpin yang dianggap simbol dari harapan tak tergoyahkan.

Pertempuran sesungguhnya di wilayah selatan baru saja dimulai. bantuan personel langit juga tak lama kemudian muncul tanpa henti, menyusul Mikael dari belakang.

Sekitar kurang lebih 20 juta pasukan terus berdatangan, memadati medan perang yang kini bergetar oleh langkah kaki mereka serta kepakan sayap tanpa henti.

Mikael berdiri gagah di garis depan, enam sayap keadilan yang terpampang di punggungnya memancarkan aura kemegahan luar biasa. Sosoknya bak mercusuar di tengah lautan kehancuran, memimpin jutaan personel langit menuju pertempuran yang menentukan.

“Keadilan Absolut tidak pernah berbelas kasih... Sebentar lagi kalian akan binasa, wahai makhluk-makhluk kotor!” suara Mikael bergema tegas, memenuhi udara dengan keteguhan yang tidak tergoyahkan.

Beberapa prajurit iblis yang masih berada di barisan depan tampak saling pandang, raut wajah mereka perlahan berubah, campuran antara kebingungan dan ketakutan. Aura Mikael begitu besar hingga udara di sekitar mereka terasa berat, seperti menekan seluruh keberanian yang tersisa.

“Siapkan formasi! Kita tidak akan membiarkan mereka melangkah lebih jauh!” teriak Satan, mencoba menguasai situasi. Namun dalam hati, ia tahu, pertempuran ini tidak akan berjalan seperti sebelumnya.

Di bawah langit yang kini dipenuhi gemuruh pasukan, pertempuran antara keadilan dan kegelapan benar-benar akan mencapai klimaksnya. Setiap detik yang berlalu membawa mereka semakin dekat pada akhir yang tak terhindarkan.

_________________

Nama : Belhegar.

Status : Bangsa iblis/salah satu dari 10 Eksekutif raja iblis.

Skill : - ( belum di sebutkan)

_________________

_________________

Nama : Satan.

Status : Bangsa iblis/salah satu dari 10 Eksekutif raja iblis.

Skill : - ( belum di sebutkan)

_________________

Nama : Belial

Status : Bangsa iblis/salah satu dari 10 Eksekutif raja iblis.

Skill : - ( belum di sebutkan)

_________________

_________________

Nama : Mikael.

Status : Bangsa dewa/salah satu dari 7 jendral langit agung penyandang gelar keadilan Absolut (3 yang terkuat dari 7 jendral langit agung)

Skill : - ( belum di sebutkan).

_________________

Berpindah menyorot bagian wilayah pertempuran sebelah barat, kedua pasukan di tempat ini sama-sama seimbang satu sama lain, berbeda halnya dengan wilayah selatan sebelumnya. Namun, keseimbangan ini tidak berarti ketegangan mereda—sebaliknya, penuh kegelisahan yang menyayat hati.

Jual beli serangan begitu sangat intens, ledakan dan bunyi benturan senjata terdengar di mana-mana. Asap dan debu memenuhi udara, menyelimuti medan perang yang dipenuhi jeritan kesakitan dan pekikan penuh amarah.

Setiap serangan yang diluncurkan membawa dampak besar, setiap benturan meninggalkan jejak kehancuran yang sulit dihapus. Ketegangan kedua pasukan tak dapat digambarkan dengan kata-kata.

Namun semuanya berubah drastis ketika salah satu eksekutif jendral iblis muncul. Dengan satu gerakan tangan, ia memanggil lima ribu monster Numbers besar yang langsung turun ke medan perang.

Bayangan mereka yang masif menutupi matahari, memberikan aura suram yang menekan seluruh pasukan langit.

Numbers adalah raksasa setinggi 500 meter dari alam Neraka yang sudah berumur puluhan ribu tahun.

Tubuh mereka dipenuhi simbol kutukan kuno yang memancarkan energi hitam pekat. Setiap langkah mereka mengguncang tanah, dan suara raungan mereka memekik bagai deru kematian.

Dalam hitungan detik, Numbers menyerbu tanpa kendali, menghancurkan formasi pasukan langit dengan brutal.

"Hancurkan mereka, wahai teman-temanku!" seru Kaiju, Jenderal Langit Agung, dengan suara penuh kesenangan. Matanya berbinar seperti seorang maestro yang menikmati simfoni kehancuran.

Numbers bertarung dengan insting liar, tanpa rasa belas kasihan. Keunggulan badan besar mereka membuat setiap perlawanan tampak sia-sia. Pedang-pedang pasukan langit yang menghujani tubuh Numbers hanya meninggalkan luka dangkal yang dengan cepat sembuh, seolah waktu tunduk pada kehendak monster-monster itu.

"Monster keparat! Apa yang akan kita lakukan, Komandan?" teriak seorang prajurit langit, suaranya serak oleh ketakutan.

"Monster besar bodoh itu terus bergerak maju! Jika dibiarkan, formasi pasukan kita akan hancur berantakan!" balas yang lain, matanya penuh kekhawatiran.

"Sialan! Apa tidak ada cara untuk menghentikan amukannya?" seorang wakil jenderal menggertakkan giginya. Keringat dingin membasahi wajahnya.

Pasukan langit mencoba berbagai cara untuk menahan amukan Numbers, tetapi semua usaha mereka terasa seperti debu di tengah badai. Setiap serangan yang diluncurkan, meskipun tampak dahsyat, hanya berhasil menumbangkan segelintir Numbers, sementara ribuan lainnya terus melaju, tak terhentikan.

"Mundur! Perintahkan pasukan memperkuat formasi garda belakang!" seru komandan dengan suara bergetar, lebih sebagai upaya menyelamatkan nyawa daripada strategi.

"Apa-apaan monster bodoh ini... tidak ada habisnya! Sialan!" salah satu prajurit menahan amarah sekaligus keputusasaan yang meluap di dadanya.

Seorang wakil jenderal langit agung melompat dengan keberanian luar biasa, memotong tubuh salah satu Numbers paling besar hingga terbelah dua. Namun, sebelum ia sempat kembali ke posisinya, tubuh Numbers yang terluka langsung menyatu kembali. Monster itu berdiri seakan-akan tidak pernah terluka.

"Keparat! Bahkan tebasan terkuatku tidak berguna! Apa kita harus terus menggunakan serangan gabungan seperti tadi?" pikir sang wakil jenderal dengan getir. Matanya berkaca-kaca, menahan rasa frustasi yang semakin menyesakkan dada.

Di tengah kebingungan pasukan langit, situasi semakin buruk. Numbers semakin brutal, menyapu medan perang tanpa terkendali. Pasukan langit terlempar ke sana kemari, seperti daun kering di tengah badai.

Namun, tiba-tiba, ledakan besar menghantam para Numbers satu per satu. Gelombang energi dahsyat menghancurkan mereka hingga tak mampu beregenerasi. Suara jeritan kesakitan Numbers menggema, merobek keheningan yang sempat menyelimuti.

Slash!

Slash!

Slash!

Rentetan ledakan terus menghujani Numbers. Tebasan cahaya kuning keemasan turun dari langit seperti hujan meteor, langsung menghancurkan ribuan Numbers tanpa ampun. Setiap tebasan memancarkan aura yang begitu murni, membawa harapan yang selama ini nyaris padam.

"Apa itu?" seorang prajurit langit berseru dengan mata terbelalak.

"Bantuan! Itu bala bantuan dari pihak kita!" seru prajurit lainnya, suaranya penuh harapan.

Rentetan ledakan dan tebasan itu menghentikan amukan Numbers. Perlahan, pasukan langit kembali menemukan harapan. Mata mereka yang tadinya redup kini menyala dengan semangat baru.

“Berani-beraninya kau menyakiti teman-temanku... Aku pastikan kau akan membayar semua ini!” teriak Kaiju dengan suara penuh amarah, menatap sosok yang telah menghancurkan Numbersnya.

Di tengah langit yang mendung, muncul Julius, seorang Jenderal Langit Agung dengan enam sayap keadilan yang bersinar terang. Cahaya dari sayapnya seolah memotong kegelapan, mengisi setiap sudut medan perang dengan aura kemenangan.

“Kalian bangsa rendahan sangat lancang telah melakukan pemberontakan ini. Aku, Julius, sang Keadilan Absolut, tidak akan membiarkan kalian berbuat seenaknya!” Suara Julius bergema lantang, membawa ketegasan yang membuat gemetar siapa saja yang mendengarnya.

Dengan satu gerakan, Julius memancarkan energi penghancur yang luar biasa, meluluhlantakkan sebagian besar wilayah barat. Tanah berguncang, udara bergetar. Bahkan pasukan iblis yang berada jauh di belakang merasa tekanan energi itu menusuk hingga ke jiwa mereka.

“Energi penghancur sebesar ini... Apa kau ingin pamer kekuatan, anak muda?” sebuah suara dingin terdengar dari balik dimensi. Perlahan, muncul Asmodeus, Eksekutif Jenderal Iblis yang bangkit dari tidurnya.

Dengan tunggangan kura-kura besar miliknya, ia melangkah ke medan perang dengan tenang, seolah keberadaan Julius tidak mengganggunya sedikit pun.

“Mundur, Kaiju. Kau bukan lawan yang sepadan untuknya. Biarkan aku yang akan menghadapi anak muda ini!” Asmodeus berkata santai namun penuh kewibawaan. Matanya yang tajam menatap Julius dengan senyum sinis.

Namun Julius hanya terkekeh. “Jangan sok kuat, kau iblis rendahan. Aku bahkan bisa mengalahkan kalian berdua dengan mudah!” balasnya, matanya memancarkan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan.

______________

Nama : Kaiju.

Status : Bangsa iblis/salah satu dari 10 Eksekutif raja iblis.

Skill : - ( belum di sebutkan)

______________

Nama : Asmodeus.

Status : Bangsa iblis/salah satu dari 10 eksekutif jendral iblis (Entitas)

Ultimate : - (belum di sebutkan).

______________

______________

Nama : Julius.

Status : Bangsa dewa (langit)/salah satu dari 7 jendral langit agung (Keadilan Absolut).

Ultimate : - (belum di sebutkan)

______________

Pertempuran di wilayah timur Benua 7 berlangsung sengit, tetapi hasilnya sudah hampir pasti. Pasukan Langit, yang dipimpin oleh dua Jenderal Langit Agung, berhasil memukul mundur pasukan iblis dengan telak. Tidak ada perlawanan berarti. Seolah-olah para iblis itu hanyalah domba-domba yang dilempar ke dalam kawanan singa lapar.

Langit di atas medan perang berwarna merah tua, seperti darah yang tumpah dari ribuan jiwa. Cambuk-cambuk cahaya melesat cepat, menyambar tubuh para iblis yang berusaha kabur, mematahkan semangat mereka untuk melawan.

Tebasan pedang raksasa membelah udara, menciptakan suara menderu yang membuat bulu kuduk meremang. Para iblis yang terpotong tebasan lenyap tanpa bekas, hanya meninggalkan jejak asap gelap.

Hera, Jenderal Langit Agung, berdiri di tengah-tengah ladang pembantaian. Armornya yang berkilauan memantulkan sinar keemasan, menambahkan aura ilahiah pada sosoknya.

Pedangnya berlumuran darah hitam iblis, tetapi wajahnya tetap tenang. Ia tidak menunjukkan emosi apa pun kecuali rasa dingin yang menusuk.

"Jangan lari, kalian makhluk rendahan!" suaranya menggema, keras dan tajam.

"Itulah harga yang harus kalian bayar jika berani melawan Pasukan Langit!" seru salah satu prajurit Pasukan Langit dari belakang, suaranya penuh kemenangan.

Di mana-mana, para iblis berjatuhan, terjerat oleh cahaya atau tertebas pedang tanpa ampun. Tidak ada belas kasih. Tidak ada kelonggaran. Pasukan Langit bertempur seperti mesin perang tanpa hati, dipandu oleh ketegasan Hera dan kebrutalan Salomon, rekan sesama Jenderal Langit Agung.

"Jangan biarkan satu pun dari mereka melarikan diri!" seru Hera dengan suara penuh wibawa, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. "Tangkap mereka semua. Habisi para pemberontak ini!"

Namun, suara lain terdengar di antara hiruk-pikuk pertempuran.

"Yho-ho-ho! Menarik sekali..." Salomon tertawa lepas, perutnya yang besar berguncang. Ia memakan cemilan dengan lahap, seolah tidak ada perang yang sedang terjadi di sekitarnya. "Apa hanya begini kekuatan eksekutif Jenderal Iblis? Memalukan!"

Tatapannya melewati dua sosok eksekutif jenderal iblis yang terkapar tak berdaya di tanah, darah mereka membasahi pasir hitam di bawah kaki. Wajah mereka dipenuhi luka, mata mereka memancarkan ketakutan bercampur kebencian.

"Butuh banyak pengalaman lagi bagi kalian untuk mengalahkanku," Hera berkata dingin, pandangannya menusuk seperti pedang. "Seharusnya kalian tahu itu."

Pertempuran yang awalnya berjalan seimbang berubah drastis saat Hera tiba di medan perang. Kehadirannya seperti badai yang menghancurkan semua halangan. Dengan keahliannya yang luar biasa, ia memimpin Pasukan Langit untuk mendominasi pertempuran ini sepenuhnya.

Tidak ada yang menyangka bahwa dua eksekutif jenderal iblis bisa ditumbangkan begitu cepat. Kekalahan mereka memperparah situasi bangsa iblis yang sudah berada di ambang kehancuran.

Di kejauhan, sisa pasukan iblis berlarian tak tentu arah, kehilangan komando dan harapan.

“Pada akhirnya, kami tetap akan menjadi pemenang,” gumam Hera sambil mengangkat pedangnya yang bersinar terang. Ia melangkah maju dengan tenang, langkahnya penuh keyakinan. Tatapannya tajam, memindai medan perang untuk memastikan tidak ada lagi musuh yang tersisa.

Aura Hera memancarkan rasa hormat dan ketakutan. Tidak peduli berapa banyak iblis yang sudah tumbang, ia tetap siaga. Ia tahu, kemenangan sejati hanya datang saat tidak ada ancaman yang tersisa.

"Kakak memang hebat! Andai Kakak tidak datang, mungkin kami akan kesulitan menghentikan mereka!” seru Amon, adik angkat Hera, dengan nada penuh kekaguman.

Namun Hera hanya meliriknya dingin. “Hentikan, Amon. Ini belum waktunya untuk merayakan kemenangan. Jangan lengah sedikit pun,” tegurnya tegas.

Suaranya seperti petir yang membangunkan adiknya dari angan-angan. Hera juga menambahkan, “Dan jangan pernah tiru tingkah Salomon.”

Belum sempat Amon menjawab, Salomon menyela dengan tawa khasnya. “Yho-ho-ho! Padahal aku masih punya skill ultimate yang kusimpan, tapi kau datang dan mengalahkan mereka semua! Akibatnya, aku jadi terlihat lemah!” katanya sambil menggigit cemilan di tangannya.

Hera menghela napas panjang. “Ini bukan waktunya bermain-main, Salomon. Kau seharusnya lebih fokus bertarung, bukan makan cemilan di medan tempur!” Teguran itu seperti menusuk, tetapi Salomon hanya meringis.

“Perempuan memang sulit diajak santai,” gumam Salomon dalam hati sambil mengunyah.

Hera memalingkan pandangannya, menatap ke sisih lain. “Pertempuran sengit masih terjadi di wilayah utara dan selatan. Kita harus segera ke sana setelah memastikan tempat ini benar-benar bersih.”

Alasan dua eksekutif jenderal iblis terkapar tak berdaya adalah karena skill ultimate Hera, sebuah kemampuan yang dapat melumpuhkan siapa pun, bahkan iblis tingkat mistis.

Kedua jenderal iblis itu sebelumnya tidak menyangka bahwa Hera, yang tampak anggun, memiliki kekuatan yang melampaui ekspektasi mereka.

“Keparat! Kita kalah hanya dengan satu serangan. Ini memalukan!” geram salah satu eksekutif iblis, berbaring tak berdaya di tanah.

“Kau benar!” rekannya menimpali dengan nada penuh getir. “Azazel sudah memperingatkan kita untuk menghindari Tiga Keadilan Absolut, tapi apa-apaan kekuatan wanita jalang ini? Dia sangat mengerikan!”

Hera, tanpa memedulikan rintihan musuh, memandang Amon dengan tatapan serius. “Pergilah ke wilayah utara. Aku bisa merasakan aura kutukan mengerikan yang memporak-porandakan pasukan Langit di sana.”

Amon yang sejak tadi memperhatikan ekspresi Hera bertanya, “Ada apa, Kak? Kau terlihat murung.”

“Kutukan ini...” Hera menggigit bibirnya. “Tidak salah lagi, pasti iblis itu...”Sebuah bayangan dari masa lalu melintas di benaknya. “Lucifer,” gumamnya pelan, hampir tak terdengar.

“Aku penasaran sekuat apa Lucifer. Apa dia benar-benar sehebat yang dirumorkan, atau itu hanya kebohongan belaka?” Amon bertanya dengan nada riang, tetapi Hera langsung menghantam kepalanya dengan tangan terbuka.

“Jangan meremehkan iblis kuno! Mereka adalah monster yang sesungguhnya,” kesal Hera. Namun, nada suaranya menyiratkan kekhawatiran yang dalam.

“Aku akan berhati-hati, Kak. Jangan khawatir,” Amon akhirnya menjawab dengan nada lebih serius. Ia tahu, di balik sifat dingin Hera, ada kasih sayang yang tulus sebagai seorang kakak.

Beberapa saat setelah Amon pergi, Salomon akhirnya mengeluarkan skill ultimate-nya. Cahaya putih menyilaukan turun dari langit, menyerap energi dari para iblis yang telah tumbang. Tubuh para iblis itu mengejang, menyusut, hingga akhirnya tinggal kulit dan tulang.

“Yho-ho-ho! Sangat berenergi!” Salomon tertawa puas. Tubuhnya yang semula tambun kini berubah kekar, penuh otot yang menggambarkan kekuatan luar biasa.

“Bagaimana? Apakah kau sudah menganggapku serius sekarang, Hera? Yho-ho-ho!” tanyanya, memperlihatkan otot-ototnya dengan bangga.

“Dasar aneh,” balas Hera singkat, tanpa ekspresi.

Namun, suasana tiba-tiba berubah. Sebuah tekanan mengerikan meliputi medan perang. Hera merasakan hawa kutukan yang begitu kuat, membuatnya siaga penuh.

“Apakah kau merasakannya, Salomon?” tanya Hera dengan nada waspada.

“Ya! Aku juga menyadarinya,” jawab Salomon, meski ia tetap santai.

Tanpa peringatan, bola-bola air berwarna hijau meluncur deras dari langit, menghujani mereka tanpa henti. Hera dan Salomon berhasil menghindar, tetapi mata mereka melebar saat melihat bayangan besar di atas kepala mereka.

Seekor kura-kura raksasa, dengan kulit berlumuran energi hitam, muncul dari balik awan.

“Sejak kapan makhluk itu di atas kita?” gumam Hera tak percaya.

Salomon, alih-alih khawatir, malah terkagum-kagum. “Itu besar sekali! Aku tidak sabar untuk menyerap energi itu sampai kurus kering. Yho-ho-ho!”

Hera memutar bola matanya. “Ini bukan waktu untuk kagum, Salomon! Makhluk ini memancarkan aura bahaya. Bersiaplah!”

Dari atas kura-kura raksasa itu, dua siluet iblis melompat turun.

Salah satunya adalah Asmodeus, sosok dengan tanduk kambing melingkar, memancarkan aura yang hampir menyamai Lucifer. Hera mengerutkan dahi, matanya penuh tanda tanya.

“Keparat! Aku tidak akan memaafkan perbuatan kalian! Bersiaplah untuk mati!” Kaiju, yang dikenal dengan temperamennya yang meledak-ledak, membuka serangan tanpa basa-basi.

Namun sebelum ia sempat mendekati Hera, Salomon menghantam wajahnya dengan palu emas, membuatnya terlempar ribuan meter.

“Yho-ho-ho! Itu pasti sakit sekali!” ejek Salomon, tertawa puas.

Mengetahui dua rekannya sesama eksekutif jenderal iblis telah tumbang, amarah Kaiju membara. Sorot matanya merah menyala penuh kebencian, cakar-cakarnya berkilauan, siap bangkit kembali menghantam lawan-lawannya tanpa ampun. Raungan Kaiju menggema di seluruh medan perang, memecah keheningan.

Kaiju lalu melesat dari puing-puing, mengusap darah hitam yang mengalir dari sudut mulutnya. "Kalian akan membayar semua ini," desisnya dengan suara rendah yang menggema penuh ancaman. Tatapan matanya, menunjukkan tekad yang tak tergoyahkan.

Kaiju dikenal sebagai salah satu jenderal iblis yang paling setia dan penuh solidaritas.

Biasanya ia adalah sosok riang, selalu membawa kebahagiaan di tengah pasukannya.

Namun, ketika rekan-rekannya dalam bahaya atau membutuhkan bantuan, ia tak segan-segan maju ke depan, bahkan jika itu berarti menghadapi ancaman yang jauh lebih kuat darinya.

Dan hari ini, ia bertekad untuk membalas kekalahan rekan-rekannya, tidak peduli betapa besar harga yang harus ia bayar.

"Kau benar-benar keras kepala." ujar Hera dengan suara datar. Tatapannya tajam, penuh kehati-hatian, tetapi tidak ada sedikit pun rasa takut dalam dirinya. "Menghadapi kami tanpa perhitungan hanya akan mempercepat kehancuranmu."

Sementara itu, Salomon dengan santai mengeluarkan sekantong kecil cemilan dari balik jubah armor nya. Dia menggigit salah satu makanan ringan itu, lalu berkata dengan nada bercanda, "Yho-ho-ho, dia terlihat marah sekali. Kau pikir dia punya rencana? Atau hanya bertingkah gegabah?"

"Entahlah, tapi dia sepertinya tidak akan menyerah dengan mudah," jawab Hera.

Kaiju tidak memberikan mereka banyak waktu untuk berbicara. Tubuhnya kembali melesat dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang udara yang mengguncang tanah di sekitarnya. Kali ini, serangannya diarahkan langsung ke Hera.

Namun, dengan kelincahannya, Hera menghindari setiap cakar yang mengarah padanya. Serangan-serangan Kaiju menghantam tanah, menciptakan lubang-lubang besar di mana-mana.

"Aku tidak akan memaafkan kalian!" teriak Kaiju dengan suara yang penuh kemarahan dan kepedihan. Kepedihan itu bukan hanya karena kekalahan rekan-rekannya, tetapi juga karena dirinya merasa gagal melindungi mereka. Bagi Kaiju, kehormatan pasukan iblis adalah segalanya.

"Kau terlalu emosional," Hera berkata sambil melompat mundur untuk menciptakan jarak. "Kemampuanmu luar biasa, tapi amarahmu mengaburkan penilaianku."

Di kejauhan, Asmodeus berdiri diam, memperhatikan pertempuran dengan tatapan tajam. Sebelumnya, ia dan Kaiju tengah bertarung mati-matian melawan Julius, salah satu dari 3 Keadilan Absolut.

Namun, entah bagaimana, mereka berdua tiba-tiba ada di tempat ini. Sungguh membingungkan dan penuh tanda tanya, lantas bagaimana kondisi Julius sekarang.

Asmodeus tidak mengatakan apa-apa, tetapi dari cara ia memandang Hera dan Salomon, jelas bahwa ia sedang menilai situasi dengan sangat hati-hati dan terstruktur.

"Kita harus menyelesaikan ini dengan cepat," gumam Asmodeus pada dirinya sendiri. Ia tahu, jika terlalu lama bertarung melawan Hera dan Salomon, peluang menyusul raja iblis Zhask agung ke istana langit tersendat.

Kaiju, dengan penuh tekad, kembali bangkit. Kali ini, energi gelap mengelilingi tubuhnya, menciptakan aura yang menakutkan. "Aku akan menunjukkan kekuatan yang sesungguhnya," katanya dengan suara yang lebih rendah tetapi lebih mengancam.

Hera memperhatikan perubahan ini dengan serius. "Salomon, berhenti bermain-main. Dia mulai menunjukkan kekuatan aslinya. Kita tidak boleh lengah."

"Yho-ho-ho, baiklah, baiklah," Salomon menjawab sambil mengangkat palu emasnya. "Tapi aku masih merasa ini akan menyenangkan."

Pertarungan itu pun semakin memanas, dengan kedua belah pihak menunjukkan kemampuan luar biasa mereka. Kaiju terus menyerang tanpa henti, sementara Hera dan Salomon bekerja sama untuk menghadapinya.

Di tengah-tengah semua itu, Asmodeus mulai bergerak, bersiap untuk melancarkan serangan kejutan yang bisa mengubah jalannya pertempuran atau bahkan membunuh mereka berdua dengan satu serangan yang sudah Asmodeus analisis.

____________

Nama : Salomon.

Status : Bangsa dewa/salah satu dari 7 jendral langit agung.

Ultimate : Penyerapan Super The Great.

_____________

_____________

Nama : Hera.

Status : Bangsa dewa/salah satu dari 7 jendral langit agung.

Ultimate : - (belum di sebutkan)

______________

3

Singkat cerita, perang besar ini telah berlangsung selama lebih dari lima bulan, membawa kehancuran yang luar biasa di kedua belah pihak. Pasukan langit dan iblis terus bertempur mati-matian demi kepentingan masing-masing, meninggalkan jejak kerusakan yang sulit untuk diperbaiki.

Kondisi alam langit telah mengalami kerusakan yang tak terbayangkan, dengan 60% wilayahnya hancur akibat bencana besar. Kebakaran hebat, tornado yang memutar ganas, gempa bumi yang menggetarkan setiap sudut, serta berbagai kehancuran lain menjadi pemandangan sehari-hari.

Jeritan kesakitan, tangisan pilu, dan rintihan penderitaan memekakkan telinga siapa pun yang mendekat. Tidak ada kebahagiaan yang tersisa, hanya keputusasaan yang terus melingkupi medan perang.

Selama lima bulan penuh ini, tak terhitung banyaknya perubahan yang terjadi, baik dalam strategi maupun gaya bertempur. Namun, semua itu tampaknya sia-sia. Tidak banyak yang tersisa dari peperangan panjang selain kerugian besar di kedua belah pihak.

Pasukan iblis kini hanya memiliki lima juta personel yang masih bertahan, sedangkan pasukan langit tersisa lima belas juta personel di sisi mereka.

Ratusan juta mayat berserakan, memenuhi dataran pertempuran seperti lautan mahluk hidup yang tak lagi bernyawa. Bau darah menguar begitu menyengat, menusuk hidung siapa saja yang berani mendekat.

Lahan perang berubah menjadi merah oleh genangan darah yang melimpah hingga setinggi lutut, menciptakan pemandangan yang memilukan dan meninggalkan trauma mendalam bagi semua pihak.

Langit yang dahulu biru cerah kini memantulkan rona merah dari darah yang tumpah. Keindahan alam telah berubah menjadi simbol kehancuran dan kesedihan.

Tidak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan dahsyatnya pertempuran ini. Inilah harga yang harus dibayar oleh mereka yang memilih jalan peperangan.

Kembali menyorot pertarungan saat ini, masih di Benua 7, alam langit.

Di tengah medan yang telah luluh lantak, Lucifer bertarung sengit melawan Mikael. Kedua tokoh legendaris itu saling bertukar serangan dengan intensitas yang sulit dipercaya oleh siapapun yang menyaksikannya.

Benturan energi suci dan gelap menciptakan gelombang kejut yang meremukkan tanah di sekitar pertarungan, meninggalkan kawah-kawah besar sebagai saksi bisu. Tidak ada satu pun prajurit yang berani mendekat, apalagi mencoba menghentikan duel mengerikan tersebut. Duel itu adalah pertarungan yang hanya bisa diakhiri oleh salah satu dari mereka.

Mikael, dengan wajah serius dan tubuhnya yang bersinar terang, memasuki mode pertempuran tingkat 4—level yang menandakan lawannya adalah ancaman penghancur mengerikan.

Lucifer, mantan pemimpin neraka, jelas merupakan salah satu ancaman terbesar yang pernah ada. Mata Mikael memancarkan keteguhan, tetapi di balik itu terlihat sedikit kelelahan akibat duel panjang ini.

“Apakah hanya sebatas ini kekuatan dari Mikael, sang monster keadilan? Tidak... maksudku Mikael, sang Keadilan Absolut,” ucap Lucifer dengan nada mengejek, senyumnya menyeringai tajam. Tawanya bergema, merendahkan lawannya.

Sementara itu, masih di Benua 7 tetapi di wilayah yang berbeda, suasana jauh lebih suram.

Hera dan Salomon, dua jenderal langit agung, terkapar di tanah yang telah retak dan tercemar energi kutukan. Mereka, yang selama ini dianggap hampir menyamai para Keadilan Absolut, kini terlihat tak berdaya di hadapan Asmodeus, sang Bencana Kehampaan.

Kehadiran Asmodeus bagaikan lubang gelap yang menyerap semua harapan di sekitar mereka. Aura kutukan yang keluar dari tubuhnya begitu brutal, mencabik-cabik bukan hanya fisik tetapi juga jiwa Hera dan Salomon.

Asmodeus berdiri dengan kesombongan yang tak tertandingi. Tatapannya dingin dan penuh penghinaan, seolah dua musuh di hadapannya tak lebih dari sekadar serangga.

“Sepertinya kalian harus menjadi jauh lebih kuat lagi untuk sekadar menyentuhku,” ucap Asmodeus dengan nada datar, tetapi setiap katanya menancap seperti pisau tajam di hati Hera dan Salomon.

Dengan langkah santai, ia memanggil kura-kura raksasa peliharaannya, Pipsi, bersiap untuk meninggalkan medan pertempuran yang ia anggap telah ia menangkan.

Namun, suara lirih Hera terdengar, meski tubuhnya masih gemetar dan sulit untuk berdiri.

“Ke-kemana kau akan pergi, Asmodeus? Lawanmu... adalah aku,” ujarnya dengan penuh tekad, meski tubuhnya jelas sudah melewati batasnya. Asmodeus menghentikan langkahnya, menoleh dengan senyum mengejek. “Menyedihkan. Sadari posisimu, lemah. Kau bahkan tak pantas mengucapkan namaku.”

Dari kedua tangannya, energi kutukan hitam pekat mulai berkumpul, disertai percikan listrik ungu yang menggelegar. Asmodeus bersiap mengakhiri nyawa Hera dan Salomon dengan satu serangan mematikan.

Aura itu begitu kuat hingga tanah di sekitar mereka retak semakin dalam, dan udara menjadi begitu berat, seolah menekan semua yang ada di sekitarnya.

Hera, meski tak berdaya, menatap Asmodeus dengan mata yang penuh kebencian dan rasa kesal. Dalam batinnya, ia berteriak, “Sial! Apakah aku akan mati di tangan iblis ini?” Namun, meskipun tubuhnya tak lagi mampu berdiri tegak, ia menolak menyerah.

Serangan Asmodeus hampir diluncurkan, ketika tiba-tiba, sebuah portal besar bercahaya biru muncul di antara mereka. Cahaya itu begitu terang hingga memaksa semua mata untuk menyipit. Dari dalam portal, muncul sosok tinggi dengan armor keemasan yang bercahaya seperti matahari.

Jenderal langit agung Julius melangkah keluar, matanya menyala dengan amarah yang tak tertahankan menatap Asmodeus yang tampak akan segera melancarkan serangan terkahir buat Hera.

“Asmodeus!” serunya dengan suara yang mengguncang tanah. Tatapannya tajam, penuh dengan luapan dendam dan niat untuk mengakhiri pertarungan ini.

Asmodeus, untuk pertama kalinya, menunjukkan ekspresi serius. Ia menurunkan kedua tangannya dan menatap Julius dengan penuh perhatian. “Ah, Julius... kau akhirnya muncul. Pertarungan ini akan menjadi jauh lebih menarik,” ucapnya, menyunggingkan senyum dingin.

Hera dan Salomon hanya bisa terdiam, menyaksikan pertemuan dua kekuatan besar di hadapan mereka. Meski tubuh mereka lemah, di mata mereka terlihat harapan kecil yang kembali menyala.

Julius, harapan terakhir mereka, kini berdiri di antara mereka dan kehancuran mutlak yang di sebut Asmodeus sang kehampaan.

“Iblis keparat! Kau akan benar-benar membayar semua ini, bajingan!” Julius berteriak penuh amarah, matanya melotot tajam memendam kemarahan yang tak tertahan. Sorot matanya seperti bara api yang siap meledak kapan saja, penuh dendam kesumat.

Jelas sekali ada sesuatu yang mengerikan terjadi dalam pertemuan mereka sebelumnya. Apa pun itu, kini hanya amarah yang memandu langkah Julius.

“Beraninya kau mempermainkanku! Kali ini kupastikan kau akan mati!” seru Julius, suaranya bergemuruh di langit penuh kehancuran, seolah membelah udara.

Di hadapannya, Asmodeus hanya tersenyum kecil. “Wah... kau hebat juga bisa keluar dari tempat gelap itu, wahai Jenderal Langit Agung Julius,” ucapnya santai, seperti seorang pemain catur yang baru saja memindahkan pion dengan sempurna.

Mata hitamnya menyiratkan kesombongan, aura intimidasinya tak tergoyahkan.

Nyatanya, di pertarungan sebelumnya, Asmodeus berhasil mengirim Julius ke Lembah Hitam, bagian terdalam dari Alam Neraka, dengan menggunakan skill ultimate miliknya.

Di sana, batas antara kenyataan dan ilusi kabur, menjadikannya ruang kehampaan tanpa ujung. Itu adalah salah satu tempat paling mengerikan, di mana tidak ada energi yang bisa dihantarkan. Bahkan bangsa iblis sekalipun menghindari tempat itu.

Ketika Julius berhasil kembali ke Alam Langit, ia terkejut mendapati tanah kelahirannya porak-poranda. Kerusakan telah mencapai 60%. Sebagai salah satu dari Tiga Keadilan Absolut, penghinaan semacam ini adalah sesuatu yang tak bisa ia terima.

“Bagaimana dengan tempat itu? Apa kau menyukainya?” ejek Asmodeus sambil menyeringai. Nada santainya seolah menyulut bensin ke kobaran api di hati Julius.

Julius mengepalkan tangannya. “Jadi itu alasanmu lari ke sini? Pantas saja aku terus kembali ke titik awal saat mencoba keluar! Tapi sekarang, bersiaplah, Asmodeus! Aku akan menunjukkan padamu sesuatu yang lebih mengerikan dari tempat itu!” serunya.

Sebuah ledakan energi hijau-emas muncul dari tubuhnya, menciptakan tekanan besar yang membuat seluruh area sekitar berguncang hebat terus-menerus.

Tubuh Julius kini berubah. Rambut kuningnya yang semula pendek memanjang hingga ke lutut, sementara enam sayap bercahaya muncul di punggungnya, bersinar terang seperti bintang di tengah kehancuran.

Aura kekuatan surgawi tingkat empat seperti yang di lakukan Mikael kini menyelimuti seluruh tubuhnya, menandakan bahwa Julius telah memasuki mode pertempuran tertinggi.

Asmodeus, yang berdiri di atas kepala kura-kura raksasanya, hanya menatap santai.

“Sepertinya engkau sedang marah besar padaku,” ucapnya dengan senyum sinis.

Julius balas menatap, tatapan penuh tekad. “Aku tidak suka melihat kesombonganmu, Asmodeus. Kali ini, kau benar-benar mati di tanganku.” Suaranya penuh keyakinan, tanpa sedikit pun ragu.

Asmodeus menghela napas, lalu tertawa kecil. “Aku jadi sedikit gemetar mendengarnya,” ujarnya penuh sarkasme. Tapi aura santainya tetap tak tergoyahkan, menunjukkan kepercayaan diri yang mutlak.

Di kejauhan, Hera berusaha bangkit sambil menyeret tubuh Salomon yang hampir tak sadarkan diri. Keduanya terluka parah setelah dihajar oleh Asmodeus. Wajah Hera penuh peluh, namun tekadnya tetap kuat.

“Asmodeus sangat kuat... terlalu kuat. Kami benar-benar dipecundangi olehnya,” batinnya sambil menggigit bibir, mencoba menahan rasa frustrasi.

Hera terbang menuju benua yang lebih rendah, tempat yang relatif aman untuk memulihkan luka-lukanya. Namun, tanpa sepengetahuannya, Kaiju diam-diam mengikuti dari belakang, seperti bayangan yang tak bisa dihindari.

Sebelum menjadi salah satu dari 10 Jenderal Iblis, Asmodeus adalah pemimpin Lembah Hitam. Ia adalah sosok yang menyukai kehampaan, enggan terlibat dalam politik Alam Neraka.

Bahkan Lucifer, saat masih memimpin Neraka sebelum kedatangan Raja Iblis Zhask Agung, enggan berurusan dengan Asmodeus. Bagi Lucifer, Asmodeus adalah entitas tidak diketahui, dengan umur yang setara tiga iblis kuno, atau bahkan lebih.

Lembah Hitam, wilayah kekuasaan Asmodeus, adalah tempat yang dihindari semua makhluk. Tidak ada energi yang bisa dihantarkan di sana, menjadikannya tempat mati bagi siapa pun yang terperangkap. Julius tahu ini, dan itulah sebabnya ia menyimpan dendam membara terhadap Asmodeus.

Kembali ke medan pertempuran, Julius kini berdiri dengan kekuatan penuh di hadapan Asmodeus. Tekanan energi dari keduanya menciptakan badai besar yang mengguncang benua ketujuh. Semua orang yang berada di sekitar hanya bisa menyaksikan dari kejauhan, tak berani mendekat.

“Apa kau siap, Asmodeus?” Julius mengangkat senjatanya, cahaya hijau-emas dari tubuhnya berpendar terang, siap menghancurkan apa pun yang menghalangi jalannya.

“Selalu,” jawab Asmodeus dengan tenang, energi kutukan hitamnya mulai mengalir dari kedua tangannya.

Pertarungan besar ini baru saja dimulai, dan hasilnya akan menentukan nasib Alam Langit dan Alam Neraka.

Berpindah ke tempat lain, masih dalam lingkup alam langit. Lebih tepatnya di jalur antara benua 7 dengan Istana langit.

Di sebuah tempat yang begitu megah bak istana berlapis emas dan permata berkilau, berdiri seorang sosok prajurit gagah perkasa. Ia berdiri tegak, tanpa kelengahan sedikit pun, seakan dirinya adalah simbol sempurna dari kewaspadaan dan kekuatan.

Di sisinya terdapat dua pedang bercahaya, memancarkan aura yang sama kuatnya dengan senjata milik Mikael.

Rambut putih panjang bergelombang, memancarkan kilauan seperti sutra di bawah sinar matahari. Wajahnya begitu tampan, dihiasi rahang tegas dan mata biru cemerlang yang penuh kharisma.

Tubuhnya yang kekar dan tinggi menjulang gagah menyamai Mikael bahkan bisa di katakan jauh lebih sempurna, menambah wibawa yang memancarkan intimidasi alami.

Di punggungnya, enam sayap keadilan membentang megah, memancarkan cahaya yang tak bisa ditandingi oleh makhluk mana pun bahkan keindahan sayap Mikael dan Julius kalah telak jika di sandingkan.

Di hadapannya terdapat meja besar dengan ukiran sisik naga yang memukau. Di atas meja, sebuah bola proyeksi kecil menampilkan jalannya pertempuran di berbagai titik medan perang.

Sosok misterius ini mengamati dengan penuh perhatian, memendam ketidaksabaran yang semakin sulit dibendung. Matanya menyorotkan kemarahan yang nyaris meledak, namun dia kembali dengan mudah mengontrol nya.

“Menghadapi iblis rendahan seperti itu saja tidak mampu, sebagai penyandang gelar keadilan absolut, sungguh memalukan,” gumamnya dingin, penuh cemoohan.

Ia baru saja menerima perintah langsung dari Jenderal Tertinggi Iskandar Agung untuk turun ke medan perang dan membantai para iblis tanpa ampun.

Tanpa membuang waktu, ia mulai bersiap, mengenakan perlengkapannya dengan penuh ketelitian dan determinasi.

Dahulu, ia pernah bertempur mati-matian melawan Lucifer di neraka. Ia menyiksa Lucifer hingga nyaris mati berkali-kali, namun iblis itu selalu mampu bangkit. Kali ini, ia bersumpah akan memastikan bahwa Lucifer benar-benar lenyap dari keberadaan.

Ketika gerbang keadilan terbuka perlahan, sosok itu keluar dengan langkah mantap. Setiap langkahnya seolah mengguncang dunia di sekitarnya. Energi luar biasa memancar dari tubuhnya, menjalar cepat seperti badai yang menggulung langit, menciptakan tekanan hebat yang mampu membuat siapa pun terdiam dalam ketakutan.

“Kau terlalu lamban, Mikael! Seharusnya dirimu tahu bahwa aku sangat tidak suka disuruh menunggu,” ucapnya dingin, penuh ketidaksabaran yang menusuk.

Di tengah pertarungan yang tak kunjung usai, Lucifer tiba-tiba terhenti. Ekspresinya yang penuh percaya diri berubah. Sebuah getaran energi yang tak asing dirasakannya, membuatnya tersentak.

Tatapan matanya menyipit tajam, dan senyumnya merekah penuh gairah adrenalin.

“Jadi, dia akhirnya bergerak? He-he-he... menarik,” ucap Lucifer perlahan, suaranya bergetar antara rasa takut dan antusiasme liar. Ia mengarahkan pandangan tajamnya ke Mikael.

Mikael yang juga menyadari kehadiran sosok tersebut tersenyum dingin. “Kau menyadarinya? Kemenangan kami sudah berada di depan mata. Menyerahlah, Lucifer. Pertarungan ini sudah berakhir.”

Namun, Lucifer hanya menatap Mikael dengan sorot mata penuh santai bercampur gairah bertarung. “Berakhir? Heh. Kau belum melihat seluruh kekuatanku, Mikael. Kalian semua belum siap menghadapi apa yang akan terjadi.”

Energi di sekitar mereka terus bergejolak, menciptakan badai yang semakin menggila. Di tempat yang sangat amat jauh, suara langkah sosok agung itu mulai terdengar, membawa serta tekanan yang seakan menindas semua kejahatan.

Bahkan Lucifer, dengan segala kesombongannya, tidak bisa menahan rasa gentar yang merayap di hatinya. Dirinya tau jika situasi akan menjadi lebih menghawatirkan.

“Dia datang,” gumam Lucifer, suaranya nyaris tak terdengar, pertempuran besar ini baru saja memasuki babak yang lebih menegangkan, dan bangsa iblis harus bersiap menyambut bencana yang tak terelakkan.

Cerita berpindah menyorot keberadaan Kaisar Langit. Di puncak kemegahan alam langit berdiri sebuah kastil putih besar yang memukau, memancarkan aura keagungan tiada tara. Kastil itu dihiasi taman-taman yang penuh dengan tumbuhan surgawi, menghembuskan aroma lembut yang mampu menenangkan hati bahkan dalam kekacauan perang. Setiap sudut bangunan berkilau oleh lapisan intan, emas, dan permata yang tak ternilai harganya.

Di depan gerbang istana langit yang kokoh berdiri sepuluh pasukan elit, masing-masing mengenakan armor tempur lengkap yang bersinar di bawah cahaya langit. Senjata tingkat tinggi yang mereka bawa menunjukkan status dan kekuatan mereka yang luar biasa.

Tidak ada makhluk yang dapat memasuki istana tanpa melewati mereka terlebih dahulu. Pasukan ini tidak hanya simbol perlindungan, tetapi juga lambang kehebatan alam langit.

Pasukan elit ini dilatih dengan sangat ketat sejak usia muda. Setiap gerakan, setiap taktik, dan setiap serangan mereka telah diasah hingga mencapai tingkat mendekati kesempurnaan.

Banyak yang mengatakan bahwa kekuatan mereka hampir setara dengan para Jenderal Langit Agung, bahkan mungkin lebih dalam beberapa aspek tertentu.

“Perang besar ini belum selesai, dan aku yakin akan tercatat sebagai sejarah terbesar alam langit,” ucap salah satu prajurit, membawa dua tombak berlapis api yang tampak menyala di punggungnya.

“Jika iblis-iblis itu berani mendekat, aku tidak sabar menghancurkan mereka. Sudah lama aku ingin menunjukkan kehebatan akurasi ku kepada para iblis,” tambah prajurit lain sambil tersenyum sinis, tangannya menggenggam shuriken besar yang mengeluarkan kilatan cahaya biru.

“Tapi kenapa perang ini begitu lama? Sudah lima bulan dan para Jenderal Langit Agung masih belum berhasil mengalahkan para iblis. Apa yang sebenarnya mereka lakukan?” gerutu seorang prajurit berambut panjang, duduk santai sambil menghisap rokok yang memancarkan aroma herbal.

“Ini bukan waktunya untuk menilai mereka,” tegur kapten pasukan, suaranya penuh otoritas. Matanya tajam menatap ke langit.

“Kapten benar! Kita sedang menghadapi perang terbesar sepanjang sejarah. Tidak ada ruang untuk meremehkan atau mempertanyakan upaya mereka,” ujar prajurit wanita berambut biru panjang dengan nada tegas, sembari mengencangkan grip pada pedang bercahayanya.

Prajurit termuda di antara mereka, yang tampak sedikit gugup namun penuh rasa ingin tahu, bertanya, “Kapten, sebenarnya seberapa menyeramkannya Lucifer? Bagaimana mungkin dia bisa bertahan selama ini?”

Kapten, seorang pria tua berwajah dingin dengan tubuh yang tegap, menjawab dengan suara rendah namun sarat akan ketegasan, “Lucifer adalah salah satu dari Tiga Iblis Kuno. Iblis-iblis kuno seperti dia telah ada lebih dari 50.000 tahun yang lalu. Mereka adalah makhluk yang memiliki kemampuan melampaui batas makhluk biasa. Namanya menjadi legenda setelah ia mampu bertahan menghadapi Gabriel, Sang Monster Keadilan. Itu adalah pencapaian yang bahkan sulit dipercaya.”

Semua prajurit terdiam sejenak, mencerna informasi itu. Salah satu dari mereka, yang membawa sabit besar dan memiliki lidah panjang menjulur, tersenyum penuh antusias. “Membayangkan bahwa dia bisa bertahan melawan Tuan Gabriel saja membuat darahku mendidih. Aku tidak sabar untuk menghadapi mereka. Ini akan menjadi pertempuran yang benar-benar menantang!”

Kapten hanya tersenyum tipis mendengar antusiasme anak buahnya, namun dalam hatinya dia tahu bahwa ancaman iblis-iblis kuno seperti Lucifer tidak bisa diremehkan. Mereka adalah simbol kehancuran, dan meski para Jenderal Langit Agung sedang bertarung mati-matian, peluang kemenangan masih terasa samar.

Langit di atas mereka kembali bergetar, seolah merespons ketegangan yang terus memuncak. Para pasukan elit tetap berjaga, siap menghadapi siapa pun yang berani menantang keagungan istana langit. Aura mereka bersinar semakin terang, menyiratkan tekad untuk melindungi Kaisar Langit dan kehormatan alam mereka hingga titik darah penghabisan.

Di dalam kastil putih kaisar langit. Tampak ruangan besar yang penuh kemegahan, sang Kaisar Langit duduk di singgasananya yang terbuat dari kristal murni, memancarkan cahaya yang menerangi aula istana. Empat penasehat utama yang dikenal sebagai Menteri Kekaisaran duduk melingkar di meja bundar, wajah mereka memancarkan keprihatinan mendalam.

Iskandar Agung, Menteri Pertahanan, dengan wajah serius mulai melaporkan situasi terkini. "Yang Mulia, iblis-iblis masih bertahan dengan gigih. Tidak ada tanda-tanda mereka akan mundur dalam waktu dekat. Pasukan kita mulai kelelahan, dan kerusakan semakin parah."

Kaisar Langit mengangguk perlahan, lalu menoleh kepada Zeus Agung, Menteri Kesejahteraan. "Bagaimana keadaan rakyat kita? Apakah evakuasi sudah selesai?"

Zeus berdiri dengan penuh keyakinan. "Semua penduduk sudah berhasil dievakuasi ke Lembah Adam, Yang Mulia. Tempat itu kini dilindungi oleh Tabir Segel Tingkat Nirwana yang saya buat sendiri. Tidak ada makhluk yang bisa masuk tanpa kode khusus. Meski sekelas raja iblis sekalipun."

"Bagus," gumam Kaisar Langit, meski wajahnya tetap terlihat tegang. "Lalu, bagaimana dengan kondisi wilayah langit?"

Menteri Pembangunan, yang masih muda namun memiliki tanggung jawab besar, melaporkan dengan nada getir, "Kerusakan telah mencapai 60%, Yang Mulia. Banyak wilayah yang sudah tidak bisa dipulihkan dalam waktu dekat. Ini adalah bencana terbesar dalam sejarah Kekaisaran Surgawi."

Mendengar laporan tersebut, Kaisar Langit tampak terdiam. Matanya memandang jauh ke depan, seolah-olah tengah memikirkan beban besar yang harus ia pikul.

"Raja Iblis Zhask tidak hanya menghancurkan wilayah kita, tapi juga mengancam keseimbangan semesta. Jika tatanan antara tiga alam runtuh, maka kehancuran total tidak akan terhindarkan."

Berpindah menyorot bagian lain.

Di kejauhan, gemuruh langit yang retak seolah mengumumkan kehancuran yang semakin mendekat. Raja iblis Zhask, dengan mata merah menyala, melesat tanpa henti menuju Istana Langit. Tidak ada apa pun yang mampu menghentikannya.

Setiap langkah dan kepakkan sayap-sayap nya meninggalkan jejak kehancuran. Tubuhnya diselimuti aura kegelapan yang pekat, sementara senyuman dingin tersungging di bibirnya.

"Segera, aku akan merebut singgasana Kaisar Langit," ucap raja iblis Zhask dengan suara rendah yang bergema. "Ketika itu terjadi, tidak ada lagi yang bisa menghentikan ku. Alam neraka, dunia, dan langit akan berlutut di hadapanku."

"Semua akan tunduk!" lanjutnya, dengan suara penuh kebencian yang mampu membuat semua yang di lalui bergetar. "Aku akan mengubah semesta ini menjadi ladang kehancuran. Malapetaka adalah warisan terbaik untuk dunia ini!"

Energi kegelapan dari tubuhnya meresap ke udara, menciptakan gempa besar di sekitarnya. Bahkan angin berhenti berembus, seolah takut akan keberadaan sosok raja iblis.

Berpindah menyorot kembali Istana langit atau lebih tepatnya Kekaisaran Surgawi.

Kaisar berdiri perlahan dari singgasananya. Tatapannya dingin dan tajam, tetapi di balik itu, ada tekad yang mengakar kuat. Ia tahu, pertempuran ini akan menentukan segalanya. Langit, bumi, dan neraka... semuanya berada di ujung tanduk.

Kata-kata para penasihatnya menggema di aula, melaporkan kehancuran yang disebabkan oleh Raja Iblis Zhask. Tangannya yang menggenggam tongkat kekuasaan perlahan mengencang, menunjukkan ketegangan yang tidak biasa pada sosok pemimpin tertinggi tiga alam itu.

"Zhask..." gumamnya pelan, seperti racun yang menetes dari bibirnya. Sang Kaisar mengerti, ulah iblis itu tidak sekadar pemberontakan. Ini adalah deklarasi perang.

Raja iblis Zhask telah merusak tatanan yang selama ini menjaga keseimbangan tiga alam—neraka, dunia, dan langit. Jika tidak dihentikan, kehancuran semesta tidak lagi menjadi ancaman, tetapi sebuah kepastian.

Cerita lalu berpindah kembali menyorot wilayah pertempuran besar benua tujuh.

Medan pertempuran di alam langit, khususnya di Benua 7, berubah menjadi pemandangan yang menggambarkan kehancuran dan keputusasaan.

Hanya ada tiga Jenderal Langit Agung yang masih berdiri di atas tanah yang berlumuran darah, menjaga kehormatan pasukan mereka dengan nyawa sebagai taruhannya. Di sisi lain, tiga Eksekutif Jenderal Iblis yang tersisa tidak kalah tangguh, mempertahankan kehendak gelap mereka dengan kekuatan luar biasa.

Langit di atas Benua 7 berwarna merah kehitaman, seperti cermin bagi tumpahan darah yang telah lama mengering di tanah. Jeritan perang menggema, suara dentingan pedang dan letusan sihir menyatu dengan aroma anyir kematian yang memenuhi udara.

Para prajurit, meski terluka parah, tetap menggenggam senjata mereka erat-erat, wajah mereka mencerminkan tekad untuk tidak menyerah, bahkan jika maut sudah berada di depan mata.

Benturan kekuatan antara kedua pihak menghasilkan ledakan besar yang memecah langit. Cahaya yang menyilaukan disertai getaran yang mengguncang membuat medan perang terasa seperti akhir dunia. Suara-suara serak para komandan terdengar di antara dentuman, memerintahkan pasukan yang tersisa untuk terus bertarung.

Namun, mereka semua tahu—baik di pihak langit maupun iblis—bahwa perang ini lebih dari sekadar strategi. Ini adalah pertarungan kehormatan, pengorbanan terakhir demi harga diri dan kepercayaan yang mereka junjung.

Ketegangan tak tertahankan menyelimuti seluruh medan perang. Mata para prajurit yang tersisa terbelalak, menyaksikan tiga Jenderal Langit Agung dan tiga Eksekutif Jenderal Iblis bertarung habis-habisan. Setiap pukulan, setiap sihir, setiap manuver mereka menciptakan gelombang energi yang memorak-porandakan medan.

Tidak ada yang berani berkedip, seolah-olah kehilangan satu detik pandangan berarti kehilangan kisah perjuangan terbesar yang pernah ada.

Dalam keheningan yang sempat terputus di antara dentuman, sebuah perasaan mencekam menyusup ke hati para prajurit. Ini bukan lagi sekadar perang. Ini adalah ujian kekuatan absolut, di mana hanya mereka yang memiliki tekad paling kuat yang akan keluar sebagai pemenang. Keputusasaan dan harapan saling bertarung di benak masing-masing, menciptakan atmosfer yang membuat setiap orang merasa seperti napas terakhir mereka bisa tiba kapan saja.

_________________________

Jendral langit agung yang bertahan sampai sekarang : Julius, Mikael, Hera, (belum muncul).

Eksekutif Jendral Iblis yang masi bertahan : Lucifer, Asmodeus, Kaiju.

_________________________

Perang ini adalah titik balik yang akan menentukan nasib seluruh alam—langit, bumi, dan neraka. Setiap langkah, setiap pukulan, dan setiap teriakan perang menciptakan jejak yang akan ditulis dalam sejarah, menjadi kisah yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Tak ada yang tahu siapa yang akan bertahan, namun satu hal pasti, ini adalah pertarungan yang akan selalu dikenang, baik oleh para penyintas maupun mereka yang menyaksikan dari cerita masa lalu.

Medan perang kini memasuki babak akhir. Detik-detik yang tersisa dipenuhi dengan intensitas yang tak terbayangkan. Keringat dan darah menyatu, menetes di tanah yang telah hancur oleh kekuatan dahsyat dari kedua belah pihak.

Para prajurit yang masih hidup hanya bisa bertahan dengan sisa-sisa keberanian dan tenaga mereka, sementara tiga Jenderal Langit Agung dan tiga Eksekutif Jenderal Iblis terus bertarung tanpa henti.

Langit gelap mulai menunjukkan tanda-tanda pergerakan. Fajar perlahan menjelang, membawa harapan yang samar bagi sebagian, namun juga ketakutan mendalam bagi yang lain. Apakah cahaya itu akan menjadi simbol kemenangan bagi langit? Ataukah ia hanya akan memperjelas kegelapan yang akan menyelimuti segalanya.

Ketidakpastian melayang di udara, membuat setiap hati terguncang. Perasaan tegang seperti tali yang ditarik hingga hampir putus. Setiap individu, baik yang bertarung maupun yang menyaksikan dari balik bayang-bayang, hanya memiliki satu pertanyaan di benak mereka. Siapa yang akan menjadi pemenang dalam pertempuran terakhir ini.

Nasib tiga alam berada di ujung tanduk. Jika langit menang, perdamaian mungkin akan kembali bersemi, memberikan waktu bagi dunia untuk menyembuhkan lukanya.

Namun, jika kegelapan menang, bencana yang tak terhindarkan akan menyelimuti segalanya, membawa kehancuran yang bahkan sulit untuk dibayangkan. Fajar yang akan datang bukan hanya soal waktu, tetapi simbol dari pilihan takdir yang segera terungkap—perdamaian, atau malapetaka.

Cerita kemudian berpindah kembali, kini memperlihatkan situasi pertarungan antara Asmodeus dan Julius.

Ribuan tebasan cahaya kuning menyala terang, seperti meteor yang jatuh dari langit, menghujani Asmodeus tanpa ampun. Tidak ada celah untuk menghindar, bahkan bagi iblis sekuat dirinya. Dengan sorot mata yang tajam dan penuh perhitungan, Asmodeus mengambil langkah drastis.

Dimensi kehampaan ciptaannya terbuka, sebuah ruang tanpa batas yang sunyi, dingin, dan menekan. Dalam sekejap, ia menyeret Julius masuk, meninggalkan semua kehancuran di belakang mereka begitu saja.

Untuk pertama kalinya, Asmodeus merasakan darahnya menetes. Luka menganga di sisi tubuhnya menjadi bukti kekuatan luar biasa Julius—salah satu Jenderal Langit Agung penyandang gelar keadilan Absolut.

Medan perang di Benua 7 kehilangan dua sosok besar itu. Yang tersisa hanya dentuman dan kilatan dahsyat dari duel lain yang tak kalah sengit—Lucifer dan Mikael.

Mereka bertarung di wilayah berbeda, namun intensitas energi mereka cukup untuk membuat seluruh medan perang terasa bergetar.

Mikael, dengan napas yang teratur meskipun penuh amarah, memandang ke arah di mana energi Asmodeus dan Julius terakhir di rasakan “Kemana mereka pergi? Aku tidak bisa merasakan energinya,” tanyanya, nada suaranya penuh kewaspadaan.

Lucifer menyeringai lebar, tatapan matanya penuh ejekan. "Asmodeus telah membawa dia ke dimensi ciptaannya," ucapnya santai. "Dan dengan begitu, rekanmu dipastikan akan mati!"

Namun, alih-alih terguncang, Mikael tertawa terbahak-bahak, nadanya meremehkan. "Mati, katamu? Ha-ha-ha! Dasar iblis bodoh! Kami, para pemegang gelar Keadilan Absolut, telah memakan Pil Dewa. Bahkan jika kami mati, kami akan segera hidup kembali, lebih kuat dari sebelumnya!"

Ekspresi Lucifer berubah sejenak, tapi hanya untuk kemudian berubah menjadi senyum dingin penuh sinisme. "Kalian benar-benar curang. Tapi baguslah! Aku bisa membunuh kalian semua berkali-kali. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari itu." Lucifer membalas dengan tawa terbahak-bahak, seolah menikmati ironi dari pertempuran tanpa akhir ini.

Mikael tidak menjawab. Tatapannya berubah dingin, menembus lapisan ego Lucifer. Kali ini, ia memutuskan untuk tidak lagi menahan diri. Tangannya terangkat perlahan, mulai mengumpulkan kekuatan surgawi. Cahaya lembut mulai memancar di sekeliling tubuhnya, namun keindahan itu menandakan bahaya yang mematikan.

.

Energi surgawi, senjata yang paling ditakuti oleh bangsa iblis, mulai beresonansi dengan alam semesta itu sendiri. Aura yang memancar dari Mikael tidak hanya memengaruhi Lucifer, tetapi seluruh medan pertempuran.

Tanah bergetar, udara menjadi berat, dan langit seakan menyesuaikan diri dengan kekuatan tersebut.

Lucifer mendengus, tapi ada sedikit ketegangan di balik keangkuhannya. Kekuatan surgawi adalah ancaman nyata bagi kaum iblis, karena ia tidak berasal dari tubuh lawan, melainkan dari energi semesta itu sendiri.

Setiap serangan yang menggunakan kekuatan ini terasa seperti ditolak oleh alam, membuat tubuh iblis yang terkena menjadi kesakitan luar biasa, seolah-olah esensi keberadaan mereka dipaksa hancur.

"Jadi, kau benar-benar ingin membawa ini ke tingkat berikutnya, Mikael?" Lucifer bertanya dengan nada menantang, meski sorot matanya menunjukkan bahwa ia menyadari risiko besar dari pertarungan ini.

Mikael tidak menjawab. Ia hanya melangkah maju dengan perlahan, tubuhnya seperti gunung yang bergerak, tak tergoyahkan. Dengan satu gerakan cepat, ia mengayunkan pedangnya, menciptakan gelombang energi surgawi yang melesat seperti badai ke arah Lucifer. Gelombang itu membuat langit retak dan tanah terbelah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!