Gerbang megah bernuansa hitam menyambut kedatangan gadis cantik dengan kuncir kuda di kepalanya. Namanya Rissaliana Erlangga. Gadis manis berlesung pipit di kanan kiri pipinya. Panggil aja Rissa. Hari ini adalah hari pertama ia masuk ke sekolah barunya di Jakarta yaitu SMA Garuda. Sebelumnya, ia bersekolah di SMA Tunas Bangsa yang terletak di bogor. Dikarenakan urusan pekerjaan ayahnya, mengharuskan ia ikut pindah ke Jakarta sekarang ini.
“Permisi, letak kantor guru dimana ya?” Tanya Rissa kepada siswi yang kebetulan di depannya.
“Masuk aja, nanti ada lorong langsung belok kanan. Nah, ruang gurunya ada di pojokan,” tunjuk siswi itu memberi tahu letak lokasi ruang guru.
“Makasih ya,” kemudian Rissa berjalan mengikuti arah yang telah ditunjukkan oleh siswi tadi.
SMA Garuda adalah SMA favorit yang mana melahirkan siswa-siswi dengan prestasi begitu baik. Pemandangan yang ia lihat di dalam SMA Garuda membuatnya semakin kagum. Seluruh murid terlihat berpenampilan begitu rapi dan modis walau sama-sama mengenakan seragam.
Tokk…tokkk…
Sesampainya di ruang guru, ia mencoba mengetuk pintu. Tak lama kemudian, muncul seorang wanita cantik dengan penampilan sangat rapi dari balik pintu tersebut.
“Iya, ada apa?” wanita itu berucap dengan ramah.
“Perkenalkan nama saya Rissa, saya murid baru, pindahan dari SMA Tunas Bangsa bu,” Rissa tersenyum menjawab pertanyaan perempuan paruh baya itu.
“Ohh jadi kamu putri dari pemilik Rynd Corps. Perkenalkan nama saya Rere, kebetulan saya wali kelas kamu mulai saat ini,” kemudian Bu Rere menunjukkan letak kelas yang akan ditempati Rissa.
“Ikuti saya! Saya akan antarkan kamu ke kelas yang baru,” lalu Rissa pun mengekor dari belakang.
Sesampainya di depan kelas bertuliskan XI MIPA 01 yang terdengar begitu ramai, Bu Rere memilih untuk langsung masuk dan berucap salam.
“Assalamualaikum,” seketika semua murid yang ada di kelas itu menoleh ke tempat Bu Rere berada.
“Lagi jamkos ya? Emang waktunya pelajaran apa?” tanya Bu Rere dengan begitu santai sambil memasuki kelas tersebut.
“Itu bu, sekarang waktunya fisika tapi Pak Andre nya lagi sakit,” jawab seorang siswa yang kemungkinan adalah ketua kelas.
“Oh baiklah. Sekarang kalian duduk di bangku masing-masing. Ibu mau memberi pengumuman sebentar,” Bu Rere menghela napas sebentar lalu melanjutkan ucapannya.
“Jadi hari ini kalian akan kedatangan teman baru, silahkan masuk Rissa!” Bu Rere tersenyum menyuruh Rissa untuk masuk ke kelas.
“Silahkan perkenalkan diri kamu!” tambahnya.
Rissa melihat sekelilingnya sebentar, sebelum akhirnya mulai memperkenal diri.
“Nama gue Rissa Erlangga, bisa dipanggil Rissa,” singkat, padat, dan jelas.
“Sudah Rissa? Baiklah kamu bisa duduk di bangku yang masih kosong,” Rissa berjalan ke arah bangku kosong yang terletak di barisan tengah nomor tiga.
“Baiklah anak-anak. Kalau tidak ada yang mau ditanyakan, silahkan tanya langsung ke Rissa ya. Ibu pamit keluar duku, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam,” jawab semua murid serempak.
...****************...
“Hai, nama gue Dara. Kalo ada apa-apa bilang aja jangan sungkan,” seorang siswi dengan rambut sebahu memperkenalkan diri kepada Rissa.
“Eh iya makasih,” Rissa menjawab diakhiri dengan senyum yang begitu tipis.
“Rissa! Boleh minta username instagram atau Line lho ga?” celetuk seorang cowok yang hanya diabaikan Rissa.
Kring…kring…kring…
Bel istirahat berbunyi, semua murid di jelas Rissa berhamburan keluar untuk mengisi perut mereka.
“Yuk ke kantin!” ajak siswi yang bernama Dara.
“Yuk!” lalu mereka berdua bergegas pergi ke kantin. Sesampainya di kantin, Rissa memilih bangku kosong sedangkan Dara memesan makanan.
“Eh liat deh disana, gue kasih tau ya, nama cowok itu Raka Pratama, terus yang disampingnya itu namanya Dinda. Mereka pacaran selama tiga tahun loh,” tunjuk Dara memberi informasi tentang seorang cowok yang entah apa pentingnya buat Rissa.
“Ohh bagus dong kalo langgeng gitu,” Rissa berucap sambil mengunyah makanannya.
“Iya bagus sih, tapi gue kasihan sama si Raka.”
“Emang dia kenapa?” tanya Rissa sedikit penasaran.
“Terakhir kali gue denger berita dari teman-teman sih Dinda pernah jalan berdua sama cowok lain. Terus si Raka masih aja percaya sama dia.”
“Ya siapa tau cuma teman gitu. BTW kenapa lo kayak perhatian banget sama Raka, jangan-jangan lo suka sama dia ya?” goda Rissa yang akhirnya mendapat jitakan dari Dara.
“Nggak lah, dulu kita pernah sahabatan. Jadi ya kasihan aja liat sahabat gue udah berjuang tapi malah digituin sama cewenya,” Dara menjelaskan dengan sedikit menggerutu.
“BTW menurut lo Raka ganteng gak?” tanya Dara diiringi senyum jahil.
“Lumayan sih,” mata Rissa melirik sekilas ke tempat cowok itu berada.
“Oh ya, lo udah punya pacar, Sa?”
“Udah, pacar gue sekolah di SMA gue yang dulu,” Rissa memberi penjelasan yang hanya dibalas anggukan oleh Dara.
...****************...
Setelah pulang dari sekolah, ia langsung masuk ke kamarnya dan membuka instagram. Terlihat pacarnya yang di Bogor sedang membuat snapgram. Tanpa sengaja, ia membuka snapgram dari akun yang bernama @diano.angg_ membuat hatinya semakin sakit. Disana terpampang nyata bahwa pacarnya sedang jalan berdua dengan cewek asing, entah siapa. Kemudian ia memilih untuk bertanya langsung kepada Diano yang tak lain pacar Rissa.
...Diano🤍...
^^^Lagi dimana?^^^
Lagi kerja kelompok
^^^Sama siapa aja?^^^
Sama temen-temenku lah. Nanti lagi ya, aku mau ngerjain tugas. Bye sayang 🤍
^^^Hmmm, okey 🤍^^^
Insting Rissa masih percaya dengan apa yang dikatakan Diano. Ia mencoba positif thinking terlebih dahulu. Rissa beranjak dari tempat tidurnya dan memilih untuk keluar rumah sejenak. Ia melangkahkan kaki ke arah taman dekat rumahnya.
Sesampainya di taman, ia duduk di kursi lalu memejamkan mata menikmati semilir angin yang begitu menyegarkan untuk melupakan hal yang baru saja terjadi. Tanpa disadari, seorang cowok bermata sipit duduk di sebelahnya sedari tadi.
“Sejak kapan lo disini?” mata Rissa menyipit mengingat-ingat seseorang yang kini di sampingnya.
“Udah lama, lo sih kalo mau tidur jangan di tempat umum, ntar kelebon lalat mulut lo,” celetuk cowok tersebut yang ternyata adalah Raka.
“Apaan sih, siapa juga yang tidur? Gue tuh cuma lagi nenangin diri,” Rissa membalasnya dengan nada sewot.
“Oohh, emang ngapain pake nenangin diri segala? Lagi ada masalah?” ujarnya yang entah mengapa terdengar begitu lembut di telinga Rissa.
“Kepo banget sih lo!” balas Rissa masih dalam mode sewot.
“Dih, ditanyain gitu aja jangan judes-judes dong jadi cewe! Ntar nggak laku,” Raka berucap dengan tampang jahil.
“Bukan urusan lo! Ngapain lo masih disini? Bukannya berduaan sama pacar lo itu?” Rissa melirik sekilas ke arah Raka.
“Dari mana lo tau kalo gue punya pacar?”
“Tau lah, lo tadi berduaan di kantin kan?”
“Emang lo anak SMA Garuda?” Raka bertanya dengan mimik wajah bingung.
“Kok gue nggak pernah liat muka lo di sekolah?”
“Iya, gue anak baru.”
“Oh, anak baru,” ujarnya disertai anggukan.
“BTW kenalin nama gue Raka,” ia menyodorkan tangannya untuk berkenalan namun hanya dibalas lirikan oleh Rissa.
“Udah tau,” jawabnya singkat dan padat.
“Ya udah, gue mau pulang dulu. Bye,” Rissa beranjak dari bangku taman meninggalkan Raka tanpa menunggu balasan darinya.
Disisi lain, Raka hanya tersenyum dengan tingkah laku Rissa.
...****************...
Keesokan harinya, Rissa berangkat ke sekolah menaiki motor kesayangannya. Sebelum keluar rumah, tak lupa ia berpamitan kepada mamanya yang akan berangkat bekerja. Sedangkan adik Rissa, diantarkan oleh sopir mereka. Jika kalian bertanya tentang papanya, beliau sudah berangkat sebelum matahari terbit.
Sudah lama Rissa tak pernah merasakan sarapan bersama di rumah bahkan berkumpul di satu ruangan pun tak pernah ia rasakan beberapa tahun belakangan.
Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi dan sekolah masih terasa sangat sepi. Mungkin hanya ada beberapa murid yang sudah datang. Saat Rissa ingin berjalan ke kelas, ia tak sengaja melihat sepasang murid datang berboncengan menggunakan motor vespa. Rissa berhenti sejenak untuk melihat siapa seorang kekasih tersebut. Saat sepasang kekasih tersebut mulai beranjak lumayan dekat dengan Rissa, ia bisa mengetahui siapa mereka. Setelah diperhatikan, sepasang kekasih tersebut tak lain adalah Raka dan pacarnya yang bernama Dinda. Kemudian Rissa langsung beranjak ke kelasnya.
Sesampainya di kelas, ia langsung duduk di bangkunya dan membuka ponsel miliknya. Dilihatnya, notif si Diano dari beberapa menit lalu.
...Diano🤍...
Morning sayangku, gimana kabarnya?
^^^Morning too, alhamdulillah baik, kamu?^^^
Ohh ya, aku besok mau ke Jakarta buat turnamen, kamu mau lihat nggak?
^^^Insyaallah aku liat, mau nyemangatin kamu hehe ^.^^^^
Chat tersebut berlanjut hingga tanpa disadari semua murid satu persatu telah memenuhi kelas, Dara mengintip apa yang sedang dilakukan Rissa di ponselnya.
“Ciyee …pacar lo ya?” Dara mencolek lengan Rissa dan menggodanya.
“Ishh.. sejak kapan lo datang?”
“Udah dari tadi, makanya jangan serius-serius atuh kalau bales chat hahaha…” ejek Dara. Ia terlihat sangat puas melihat Rissa tersipu malu. Beberapa menit kemudian, seorang guru datang memenuhi kelas.
“Assalamualaikum, baiklah anak-anak. Kali ini kita akan membahas tentang sistem respirasi. Silahkan buka halaman 51!” perintah Bu Alfi, seorang guru biologi.
...****************...
Tak terasa, bel pulang sekolah telah lama berbunyi dan kali ini Rissa terjebak hujan di tengah jalan. Akhirnya, ia memilih untuk berteduh di salah satu kafe dan memesan segelas kopi untuk menghangatkan tubuhnya. Sembari menikmati hawa dingin hujan dengan segelas kopi, ia melihat keluar jendela dimana masih banyak orang berlalu lalang di tengah derasnya hujan.
Keadaan tersebut membuat Rissa mengingat tentang bagaimana kondisi keluarganya mulai hari itu sampai sekarang. Hal dimana penyebab semua hancur berantakan seperti saat ini. Hal yang membuat ia dan adiknya tak pernah lagi merasakan hangatnya berkumpul bersama kelaurga.
Di tengah lamunannya, datang seorang cowok dengan tampang watados (wajah tanpa dosa) berusaha mengagetkan Rissa.
“Dorr!!” teriaknya sambil mendorong punggung Rissa dari arah belakang yang membuat Rissa sedikit terkejut. Untung saja, ia berhasil menyembunyikannya.
“Ih, lo kok gak kaget sih?” gerutu cowok tersebut sebab gagal mengagetkan Rissa.
“Apaan sih lo datang-datang main teriak aja,” Rissa melirik sinis ke arah cowok yang telah mengganggu belakangan ini.
“Eh maaf deh, BTW ngapain sih lo sendirian ngelamun disini? Kesambet setan mampus lo,” ujar Raka.
“Lo gak liat di luar lagi hujan, gue lagi gak bawa jas hujan jadi mending berhenti disini biar gak kehujanan,” Rissa menjawab dengan nada sewot.
“Kasihan banget sih lo, udah sendirian, kehujanan lagi, hahaha…” Raka terlihat sangat puas menertawakan Rissa.
“Ngaca dong! Lo juga kesini sendirian. Mana cewek lo itu?” Rissa memutar bola matanya dengan malas.
“Dia lagi keluar sama teman-temannya.”
“Ohh, BTW udah agak reda, gue pulang dulu ya. Semoga langgeng sama pacar lo itu,” seperti biasa, Rissa langsung beranjak tanpa menunggu balasan dari Raka. Mendengar Risa berkata seperti itu, entah mengapa ada hal yang terasa mengganjal di hatinya.
“Entah mengapa kayak ada yang beda kalo gue lagi deket lo,” batin Raka sambil tersenyum tipis melihat punggung Rissa yang perlahan menjauh.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari telah berganti setelah kemarin ia bertemu Raka di sebuah kafe. Hari ini adalah weekend yang berarti ia harus menepati janjinya untuk datang ke turnamen Diano. Sekedar informasi, Diano adalah salah satu atlet sepak bola yang telah mendapatkan banyak prestasi di bidangnya. Ia pernah menjadi salah satu perwakilan sekolahnya untuk pergi ke London.
Rissa telah merencanakan bahwa ia akan tampil secantik mungkin untuk bertemu Diano. Ia merasa begitu senang karena kini mereka akan bertemu setelah LDR beberapa bulan sebab Rissa yang pindah ke Jakarta.
...****************...
Sesampainya Rissa di tempat turnamen, tak lupa ia membelikan minuman dingin untuk Diano nantinya. Ia memilih duduk di tengah-tengah para penonton untuk menyaksikan pacarnya bertanding. Disela-sela ia menyaksikan pertandingan itu, ia tak sengaja mendengar seorang cewek berbaju croptop yang familiar sedang meneriaki nama Diano.
“Semangat Diano!” teriak cewek tersebut dengan senyum begitu sumringah.
“Liat deh, Diano ganteng banget ya?” tanya cewek tersebut kepada teman segeng-nya.
“Iya, beruntung banget kalau lo bisa dapetin hati dia,” jawab salah satu cewek di gerombolan itu.
“Gue pasti bisa dapetin hati dia kok. Tinggal beberapa langkah lagi, dia pasti bakal putus sama pacarnya yang sekarang. Apalagi mereka LDR, lebih mudah buat gue ngambil hatinya deh,” Rissa yang mendengar berusaha untuk mengabaikannya dan kembali fokus menyaksikan Diano.
...****************...
Pertandingan telah selesai beberapa menit yang lalu dan Rissa masih sibuk mencari keberadaan Diano. Sesaat kemudian, ia menemukan dimana Diano berada. Namun, ada hal yang membuatnya sakit hati. Seorang cewek yang kemungkinan adalah cewek yang meneriaki nama Diano dan mengharapkan hubungannya mereka putus kini sedang bergelayut manja serta mengusap keringat di dahi Diano. Jarak mereka begitu dekat, membuat Rissa terbakar api kecemburuan. Akan tetapi, ia tetap melanjutkan tujuannya untuk menemui Diano dan memberikan sebotol minuman. Perlahan, ia berjalan ke arah Diano sambil menahan air mata yang ingin menetes.
“Eh maaf ganggu, gue tadi cuma mau ngasih minuman ini ke Diano, tapi kayaknya lo udah dapet dulu deh, hehe.” Diano melihat kedatangan Rissa sontak kaget dan refleks menjauh dari cewek tadi.
“Iya, lo telat banget. Dia sudah dapat minuman dari gue jadi lo gak perlu ngasih minuman lagi,” ujar cewek itu sambil berusaha mengelap keringat Diano kembali. Sedangkan Diano hanya bisa termenung di tepatnya.
“Ya udah deh kalau gitu gue kasih minumannya ke temen lo aja, kebetulan itu ada Yogi,” Rissa berusaha tersenyum menghadapi semua.
“Yog! Sini-sini!” ia mengalihkan perhatian dengan memanggil Yogi. Yogi adalah sahabat Diano yang kebetulan juga teman Rissa di SMA Tunas Bangsa dulu. Ia juga mengerti tentang hubungan antara Rissa dan Diano. Setelah Rissa memanggilnya, ia langsung mendekat ke arah Rissa.
“Eh lo ada disini juga ternyata. Mau liat Diano kan?” tanya Yogi belum sadar dengan keadaan sekitarnya.
“Tadinya sih gue mau ngasih minuman ini, tapi ternyata dia udah dapat duluan,” arah mata Rissa melirik ke arah Diano yang memegang sebuah botol air mineral. Yogi mengikuti lirikan Rissa, ia pun baru menyadari apa yang sedang terjadi. Seketika ia menatap Diano penuh tanda tanya meminta penjelasan.
“Ya udah gue mau pulang duluan, ini buat lo aja,” Rissa menyodorkan sebotol minuman dingin kepada Yogi lalu pergi meninggalkan mereka semua dengan senyuman. Sedangkan Yogi hanya bisa melihat punggung Rissa yang perlahan menjauh dengan perasaan kasihan. Saat Rissa tak terlihat lagi, ua langsung menarik tangan Diano pergi menjauh dari cewek tadi.
“Jelasin apa yang baru saja terjadi! Kenapa lo bisa sama si Bella sedangkan Rissa datang ke sini buat lo!” Yogi mendorong dada Diano hingga menyebabkan sedikit terhuyung ke belakang.
“Tadi Rissa tiba-tiba datang waktu Bella lagi ngusapin keringat gue.”
“Bukannya kemarin lo sendiri yang minta agara Rissa datang kesini? Terus kenapa lo diem aja waktu sama Bella?” Yogi sedikit emosi melihat kelakuan sahabatnya itu. Bella adalah nama cewek yang bersama Diano tadi
“Emang masalah buat lo? Jangan-jangan lo suka sama Rissa ya?” Diano mulai emosi.
“Udahlah, lo nggak usah ikut campur. Ini bukan urusan lo!” tambahnya.
“Okey, ini memang bukan urusan gue, tapi gue gak mau liat sahabat gue nyakitin seorang cewek. Saran gue, jelasin semuanya ke Rissa sebelum lo menyesal,” ujar Yogi memperingati Diano.
“Lo lupa gimana perjuangannya buat bisa dapetin lo dari dulu? Jangan karena dia ngejar-ngejar lo, terus lo seenaknya sama dia. Inget, jaman sekarang udah jarang ada cewek yang mau berjuang mati-matian buat lo. Dia juga punya batas kesabaran buat ngadepin sikap lo yang kadang cuek itu,” Yogi menasehatinya panjang lebar yang masih berusaha dicerna oleh Diano. Setelah itu, Yogi pergi meninggalkan Diano yang termenung memikirkan apa yang baru saja diucapkan Yogi.
...****************...
Di lain tempat, Rissa yang sedari tadi berusaha menahan air matanya kini telah mengalir deras. Ia mulai mengingat bagaimana perjuangannya saat ingin mendapatkan hati Diano kala itu. Rissa rela begadang berhari-hari hanya untuk membuat sebuah buket bunga berbentuk bola yang akan diberikan kepada Diano di hari ulang tahunnya.
Akan tetapi, hal yang baru saja lihat membuat hati Rissa seperti mati rasa, ia sulit untuk percaya lagi kepada Diano setelah apa yang dilihatnya tadi. Ia merasa kecewa dengan pacarnya itu.
Di tengah isakan tangisnya ia merasakan tangan kekar menyentuh pundaknya berusaha menenangkan Rissa. Saat ia melihat pemilik tangan tersebut, sontak ia menjauhkan diri dari orang itu.
“Ngapain lo disini?” Rissa berusaha mengusap air matanya yang tidak bisa berhenti mengalir.
“Kenapa lo nangis?” cowok tersebut balik bertanya kepada Rissa.
“Bukan urusan lo!” jawab Rissa jutek.
“Jangan nangis, ntar lo tambah jelek,” lalu cowok tersebut duduk di hadapan Rissa. Kali ini, Rissa sedang berada di sebuah kafe yang baru saja ia datangi kemarin waktu terjebak hujan dan kali ini pula orang yang sama datang menemani Rissa.
“Ihh apaan sih lo!” datang-datang langsung ngejek.”
“Hehe nggak kok. Lo tetap cantik,” ujar Raka diakhiri senyuman. Hal itu semakin membuat Rissa merasa aneh terhadap perlakuan Raka.
“Gombalan lo nggak ngefek. Ngapain sih lo disini, emang dimana pacar lo?”
“Gue nggak gombal kok. Gue juga nggak punya pacar.” Raka menatap manik mata Rissa dengan pandangan yang terlihat sayu.
“Terus yang kemarin itu siapa?” Rissa mengangkat satu alisnya menandakan bahwa ia bingung tentang apa yang baru saja Raka ucapkan.
“Gue baru putus tadi malam,” keheningan menyergap setelah Raka menyatakan hal yang sebenarnya. Sesaat kemudian semburan tawa mengejek dari Rissa tak bisa tertahan.
“Bwahahaha… kenapa lo bisa putus?” bukannya lo cinta mati sama dia? Hubungan kalian juga udah lumayan lama.”
“Dia udah ketahuan selingkuh sama cowok lain tapi dengan bodohnya gue tetep percaya kalau dia gak bakal ngelakuin hal yang sama lagi,” kepala Raka menunduk seraya bercerita penyebab ia putus dengan pacarnya.
“Terakhir kali gue lihat dengan mata kepala gue sendiri kalau dia lagi pelukan sama cowo lain dan mulai saat itu gue udah nggak tahan lagi dengan kelakuannya.”
#FLASHBACK ON
Malam ini Raka sudah merencanakan bahwa ia akan memberi kejutan kepada Dinda, pacarnya. Hari ini adalah hari ulang tahun Dinda yang ke-17 tahun, ia sudah menyiapkan sebuket bunga begitu indah serta sekotak hadiah. Pukul tujuh malam ia mengendarai mobilnya yang jarang ia gunakan menuju rumah Dinda.
Sesampainya di rumah Dinda, kenyataan pahit terpaksa diterimanya. Ia melihat di halaman rumah Dinda sedang berpelukan dengan seorang cowok. Dengan sekuat hati, ia memilih untuk tetap memasuki pekarangan rumah Dinda. Dinda yang menyadari kehadiran Raka langsung melepaskan pelukannya dan berusaha untuk berganti memeluk Raka. Namun, Raka menyingkir dan menatapnya dengan tatapan kecewa bercampur meremehkan.
“Sayang, jangan salah paham dulu, aku bisa jelasin sama kamu,” Dinda berusaha meraih tangan Raka agar mendengar penjelasannya hingga akhirnya ditepis kasar oleh Raka. melihat Raka yang menepis kasar tangan Dinda, si cowok yang tadi bersamanya kini ikut menghampiri.
“Eh, jangan kasar sama cewek dong!” cowok tersebut mendorong bahu Raka.
“Sorry, gue cuma mau ngasihin hadiah ini buat dia. Soalnya kemarin dia minta barang ini buat hadiah ulang tahunnya,” Raka menyodorkan buket dan hadian yang di bawanya ke cowok tersebut sambil melirik Dinda.
“Kalau gitu gue pamit pulang, sorry kalau ganggu kalian.”
“Oh ya, lo nggak perlu jelasin apa-apa lagi karena gue minta dari sekarang kita putus. Makasih buat waktu tiga tahun ini,” lalu Raka berbalik badan untuk kembali ke rumahnya dengan perasaan sehancur-hancurnya. Ia tak menghiraukan ketika Dinda berusaha memanggil-manggil namanya sebab ia sudah terlanjur kecewa.
#FLASHBACK OFF
“Gue emang cinta mati sama dia, tapi itu dulu. Sebelum akhirnya gue sadar selama apapun hubungannya, kalau dianya gak bisa dipertahanin buat apa dilanjutin.”
“Eh sorry, gue jadi curhat kek gini,” Raka menjadi salah tingkah sendiri lantaran dia yang tiba-tiba curhat kepada Rissa.
“Santai aja gapapa kok,” Rissa membalasnya dengan senyuman tipis.
“Oh ya, BTW ngapain lo nangis sendirian disini? Cerita aja ke gue jangan sungkan-sungkan,” lalu Rissa bercerita bagaimana awal mula ia bisa menangis seperti ini. Entah mengapa Rissa bisa dengan mudahnya menceritakan semua perkara kepada Raka, padahal mereka baru kenal dalam kurun waktu kurang dari seminggu.
“Ya udah lo sabar aja, mungkin dia bukan yang terbaik buat lo,” Raka menyemangati Rissa atas apa yang telah ia alami barusan.
“Thanks,” Rissa menanggapinya dengan sedikit senyuman.
“Lo juga sabar, mungkin aja tuhan punya rencana baik lain buat lo,” tambahnya.
“BTW dari tadi lo belum pesan sesuatu?” tanya Raka melihat meja yang di tempati mereka masih kosong. Rissa hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.
“Ya udah lo mau pesan apa? Biar gue pesanin,” Raka menawarkan dirinya lalu memanggil salah satu petugas di kafe itu.
“Mas! Mas! Saya mau pesan,” petugas yang dipanggil langsung menghampiri meja mereka.
“Lo mau pesan apa?” tanya Raka kepada Rissa
“Cappuccino aja deh.”
“Okey, pesan cappuccino satu sama mochacino satu mas,” ujar Raka kepada si petugas.
“Baiklah mohon ditunggu,” petugas tersebut kemudian undur diri untuk membuat pesanan mereka.
Beberapa menit kemudian pesanan mereka telah datang. Rissa dan Raka sama-sama menikmati minuman mereka.
“Udah mau sore nih, gue pamit pulang dulu ya,” Rissa berdiri dari tempat duduknya berniat untuk pulang ke rumahnya.
“Mau gue temenin sampai rumah lo?”
“Nggak usah repot-repot, sekarang masih sore belum gelap jadi nggak apa kalau gue pulang sendiri. Lagian rumah kita kan beda arah,” tolak Rissa secara halus.
“Ya udah deh, hati-hati di jalan,” Raka melambaikan tangan ke arah Rissa yang hanya dibalas dengan acungan jempol.
...****************...
Malam harinya, Rissa tidur dengan memandang langit-langit kamarnya. Ia merenung mengingat tentang kejadian yang menimpanya. Rasanya sulit untuk percaya lagi kepada seseorang. Selang beberapa menit, Rissa merasa perutnya berbunyi meminta asupan. Namun, saat ia akan turun ke bawah untuk mengambil makanan, ia mendengar suaraa piring pecah.
Pranggggg…….
Rissa buru-buru turun ke bawah dan melihat apa yang sedang terjadi disana. Ternyata, papanya baru saja membanting sebuah piring kaca. Ia melihat di sebelah papanya terdapat mamanya yang terlihat baru pulang kerja. Rissa sudah bisa menyimpulkan kemungkinan papanya marah sebab mamanya yang pulang terlambat.
“JAM SEGINI BARU PULANG HABIS DARI MANA AJA?!! JADI PELACUR?!!” Ucapan Pak Ryand yang tak lain adalah papanya sungguh berhasil menusuk ulu hati orang yang mendengarnya.
Rissa melirik sekilas ke arah adiknya yang juga menyaksikan kejadian tersebut. Mereka sudah biasa hidup seperti ini sejak beberapa tahun belakangan. Hal itulah yang membuat Rissa terkadang merasa tak nyaman di rumahnya sendiri. Akhirnya ia memilih untuk kembali ke kamar. Rasa lapar yang sejak tadi ia rasakan terkalahkan oleh rasa kecewa yang bercampur aduk.
Rissa meninggalkan orang tuanya yang sedang bertengkar di lantai bawah. Sejujurnya, ia merasa kasihan kepada mamanya. Sebagai seorang perempuan, Rissa juga merasakan sakit hati ketika dihina seperti itu. Namun, ia tak tau harus menyalahkan siapa, papanya menjadi seseorang seperti saat ini sebab kesalahan yang telah terjadi di masa lalu.
Umpatan demi umpatan ia dengan dari lantai bawah membuat air mata Rissa menetes kian deras. Ia lelah dengan apa yang ia rasakan sekarang ini. Ia semakin susah percaya pada seorang laki-laki di kehidupannya. Bagaimana ia bisa percaya jika semua laki-laki yang hadir di hidupnya hanya menorehkan luka? Tentang pacarnya yang ketahuan selingkuh serta seorang ayah yang kata orang cinta pertama anak perempuannya tapi tidak berlaku bagi Rissa.
Tokk.. tokk…
Suara pintu kamar Rissa diketuk, lalu muncul seorang cowok dari balik pintu.
“Kak, lo udah makan? Nih gue bawain makanan,” cowok tersebut yang tak lain adalah Daeren, adiknya, masuk dan menyodorkan sepiring nasi dan segelas minuman.
“Makasih dek, lo udah makan?” Rissa bertanya balik kepada adiknya.
“Udah tadi.”
“BTW papa sama mama masih bertengkar di lantai bawah?” tanya Rissa.
“Udah nggak kak, barusan papa masuk ruang kerja sambil banting pintu.”
“Kalau gitu coba kamu cek keadaan mama. Mama pasti ngerasa sedih banget gara-gara ucapan papa tadi,” Rissa merintah Daeren untuk memeriksa keadaan mamanya setelah mendapat hinaan dari papanya karena apapun kesalahan yang terjadi di masa lalu hingga membuat keadaan hancur seperti ini, bagaimanapun Bu Emilia tetaplah menjadi satu-satunya ibu mereka berdua.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pagi ini ia hampir terlambat sekolah karena bangun kesiangan. Matanya terlihat begitu sembab karena menangis semalaman.
“Mata lo kelihatan sembab banget, habis nangis ya?” selidik Dara ketika melihat mata temannya sangat sembab.
“Hehehe, biasalah habis ada problem di rumah,” Dara yang tidak ingin ikut campur tentang urusan keluarga Rissa hanya menganggukkan kepala.
“Oh ya, gimana kemarin? Katanya lo mau ketemuan sama pacar lo itu?” tanya Dara.
“Eeuumm, kemarin gue liat dia lagi sama cewe lain.”
“WHATTT!? Kok bisa gimana ceritanya?” kemudian Rissa menceritakan apa yang terjadi kemarin.
“Terus sekarang kalian udah putus?”tanya Dara terlihat emosi setelah mendengar cerita dari Rissa.
“Mungkin habis ini gue mau nyelesain masalahnya dengan baik-baik dulu, soalnya gue juga nggak mau ada permusuhan kalo udah putus,” sesaat setelah Rissa mengucapkan itu, ponselnya berdering menandakan ada pesan masuk. Ketika ia membuka ponselnya, ternyata pesan itu berasal dari Diano.
...Diano🤍...
Lagi sibuk ga?
Aku mau jelasin tentang yang kemarin
Kalo nggak keberatan, aku tunggu kamu di Arion Cafe sepulang sekolah
Maaf ya soal kemarin, aku tunggu kamu..
See you 🤍
Rissa yang masih merasa kecewa hanya membaca tanpa berniat membalas pesan dari Diano. Dara yang melihatnya memilih bertanya kepada Rissa.
“Jadi, nanti pulang sekolah lo mau nemuin dia?”
“Mungkin, soalnya gue juga mau nyelesain semuanya,” jawab Rissa.
“Ya udah deh, gue cuma bisa do'ain yang terbaik buat lo,” Dara menepuk pelan bahu Rissa untuk memberi semangat.
...****************...
Sepulang sekolah, Rissa langsung menuju ke Arion Cafe untuk menemui Diano. Sesampainya di kafe tersebut, ia melihat seorang cowok sedang duduk sendirian menatap ke arah luar jendela, lalu ia pun menghampiri cowok tersebut.
“Sorry baru dateng,” Rissa langsung menduduki kursi yang ada di hadapan Diano. Cowo tersebut yang melihat kedatangan Rissa tersenyum dan menatapnya.
“Maafin aku soal yang kemarin,” Diano berusaha memegang tangan Rissa namun gagal karena ia berusaha menyingkir.
“Udah aku maafin”
“Sayang, jangan cuek gitu dong,” ucap Diano dengan nada memohon yang membuat Rissa muak.
“Kalo ngga ada yang mau dijelasin lagi, gue mau pulang,” baru saja Rissa ingin beranjak dari kursinya, cepat-cepat di cegah oleh Diano.
“Okey, aku bakal jelasin soal yang kemarin. Jadi, kemarin itu aku nggak tau kalo si Bella tiba-tiba nyamperin. Awalnya aku udah nungguin kamu, tapi ternyata malah si Bella yang dateng,” uang Diano membuat Rissa menjadi seperti pihak yang salah.
“Oh jadi nama cewe itu Bella? Dia cewe yang sama kayak di snapgram mu waktu itu kan? Okey aku minta maaf kalo kamu emang udah nungguin aku lama, tapi kemarin aku tuh udah keliling buat nyari keberadaanmu"
“Sayang, aku minta maaf. Aku janji nggak bakal ngulangi lagi,” Diano memohon dengan wajah memelas. Hal itu membuat Rissa semakin muak dengannya.
“Udah aku maafin, tapi mulai sekarang kita nggak ada hubungan apapun lagi,” Rissa mengatakannya dengan tegas.
“Maksudnya, kamu ngajak putus?”
“Iya, kita temenan aja. Jadi, kamu bisa jalan sama siapapun tanpa ada yang ngelarang.”
“Jangan putus sayang, aku beneran minta maaf. Aku janji nggak bakal ngulangi kesalahanku lagi,” Diano tetap memohon agar hubungan mereka tidak berhenti sampai disini.
“Aku udah capek berharap, berjuang. Tapi apa? Orang yang aku perjuangin nggak pernah sekalipun menghargai keberadaanku,” Rissa tersenyum kecut menatap tepat pada manik mata Diano.
“Maafin aku sayang,” Diano menunduk dan memelas. Akan tetapi, semua itu tak membuat hati Rissa luluh sebab ia sudah terlanjur kecewa.
“Kalo gitu, gue pulang dulu. Gue cuma mau pesen jaga dan hargai apapun atau siapapun yang ada di hidup lo sekarang, karena bisa jadi tanpa lo duga, kehilangan bisa terjadi kapan saja,” Rissa mengakhirinya dengan senyuman manis di mata Diano dan kini hanya penyesalan yang diterimanya sebab telah menyia-nyiakan cewe sebaik Rissa.
“Kita tetep bisa temenan seperti biasa. Gue pamit dulu, soalnya urusan kita juga udah selesai,” Rissa beranjak keluar dari kafe, namun tiba-tiba Diano berlari dan memeluknya.
“Please, izinin gue buat terakhir kalinya bisa meluk lo,” uang Diano tepat di telinga Rissa. Ia yang dipeluk oleh Diano berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Semua dan sekecewa apapun dia kepada Diano, rasa yang dimilikinya masih tersisa di lubuk hati.
Ia mengingat bagaimana perjuangannya untuk memiliki Diano dan hari ini ia juga yang memilih untuk mengakhiri hubungan mereka. Diano melepas pelukannya dan menatap tepat pada manik mata Rissa.
“Makasih buat semuanya dan semoga lo dapat pengganti yang lebih baik dari gue. Laki-laki brengsek kayak gue emang nggak pantes dapetin cewe sebaik lo,” Rissa yang mendengarnya tak mampu lagi menahan air mata yang ditahannya sejak tadi.
“Udah jangan nangis,maafin buat semua kesalahan gue selama ini.Ya udah hati-hati dijalan,” setelah itu, Rissa langsung berbalik badan tanpa membalas satupun ucapan Diano.
...****************...
Rissa duduk termenung di tepi danau yang begitu asri. Setelah menemui Diano, ia memilih untuk pergi ke sebuah danau. Air matanya satu persatu mengalir bagai arus air. Entah mengapa tak ada laki-laki yang mencintainya begitu tulus kecuali adik laki-lakinya itu. Rissa menyayangi Daeren begitupun sebaliknya, sebab orang tuanya yang sering bertengkar membuat Daeren terkadang ikut emosi, ia juga lelah dengan kehidupan keluarganya yang hampa.
Tak terasa, matahari mulai tenggelam. Hari mulai gelap, Rissa berdiri dari tempatnya dan berniat untuk pulang ke rumah. Jarak danau dan rumahnya terbilang lumayan jauh. Di perjalanan, Rissa memilih berhenti di minimarket pinggir jalan untuk membeli minuman dingin lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Ia masih setia menggunakan seragam sebab belum sempat berganti pakaian.
Tiba-tiba tiga orang laki-laki berbadan kekar dan besar menghentikannya.
“Ada cewe cantik nih. Malem-malem sendirian aja neng, sini abang temenin,” salah satu dari tiga orang tersebut mulai menghampiri Rissa dan berusaha memegangnya. Sontak Rissa langsung menepis tangan preman itu.
“Masih sekolah nih Bro, masih seger lah,” salah satu preman lainnya menyenggol lengan temannya sembari melirik Rissa yang masih mengenakan seragam. Jalanan mulai sepi, ia berharap kali ini Dewi Fortuna berpihak kepadanya. Mereka bertiga mulai berusaha menarik tangan Rissa agar ikut dengannya.
Selang beberapa detik, cahaya lampu mobil menyoroti mereka berempat. Saat mobil tersebut mulai mendekat dan berhenti tepat di depan mereka, seorang cowok turun dengan penampilan seperti remaja pada umumnya.
“Woyy! Lepasin dia!” teriak cowok tersebut kepada ketiga preman.
“Wih, ada yang sok mau jadi pahlawan nih,, masih bocah aja berani-beraninya ngelawan kita,” lalu tiga preman dan cowok tersebut mulai bertengkar.
Sedangkan, di sisi lain Rissa tetap diam membeku di tempatnya karena merasa takut. Tkk butuh waktu lama,cowo tersebut berhasil mengalahkan ketiga preman sekaligus yang telah melarikan diri.
“Lo gapapa?” tanya cowok tersebut tentang keadaan Rissa. Cahaya lampu mobil yang masih menyorot membuat Rissa dapat melihat siapa yang datang menyelamatkannya. Spontan Rissa langsung memeluk cowok tersebut sebab rasa takut dan trauma yang menghampirinya.
“S-Sorry gue tadi takut banget, jadi maaf kalo tiba-tiba meluk lo,” Rissa melepas pelukannya saat ia sadar dengan hal yang baru saja dilakukannya.
“Makasih udah nolongin gue,”
“Lo ngapain malem-malem sendirian di jalanan, masih pake seragam sekolah lagi. Jadi, Lo belum pulang dari tadi siang?” tanya Raka dengan nada khawatir.
“Ya udah sekarang lo naik mobil gue. Motor lo biar diurus sopir gue,” perintah Raka yang tidak dapat ditolak Rissa. Adanya kejadian itu, ia merasakan trauma dengan hal yang baru saja terjadi. Kemudian, Rissa berjalan ke arah mobil dan disusul oleh Raka. Ia pun menjalankan mobilnya di tengah jalan yang amat sepi.
Di perjalanan, Raka mencoba bertanya kepada Rissa perihal yang baru saja ia lakukan seharian ini. Rissa pun menceritakan semua kejadian mulai dari ia bertemu Diano hingga berpapasan dengan ketiga preman tadi.
“Jadi lo sekarang udah putus?” tanya Raka memastikan.
“Udah,” Raka pun hanya mengangguk mendengar jawaban Rissa.
“Btw rumah lo sebelah mana?” lalu, Rissa menunjukkan arah menuju rumahnya. Tepat pukul 20.30 Mereka tiba di pekarangan rumah Rissa. Di halaman terdapat sebuah mobil silver yang menandakan papanya sudah pulang bekerja. Sebelum ia turun, tak lupa Rissa mengucapkan terima kasih.
“Makasih udah nolongin gue tadi. Hati-hati di jalan, maaf juga kalo udah ngerepotin lo.”
“Udah gapapa, kalo sama gue santai aja kali,” ucap Raka dengan santainya.
“Ya udah gue pulang dulu ya. Lo cepetan masuk rumah biar nggak masuk angin,” Raka mengakhiri dengan melambaikan tangan lalu menjalankan mobilnya. Ketika mobil Raka tak lagi terlihat, Rissa langsung melenggang masuk ke rumahnya. Namun, saat ia melewati ruang tamu, ia langsung disambut pertanyaan dari papanya.
“Dari aman aja baru pulang jam segini?” tanya papanya dengan nada begitu dingin.
“Tadi ada urusan sebentar.”
“URUSAN APA?! ANAK PEREMPUAN KOO BARU PULANG JAM SEGINI MAU JADI APA KAMU?! MAU JADI KAYAK MAMAMU ITU?!” nada Pak Ryand meninggi sehingga membuat Rissa menangis seketika karena hentakan papanya itu.
Ia akui jika memang salah karena pulang terlambat, tapi yang membuatnya lebih sakit adalah ketika papanya juga menghina mamanya. Rissa langsung berlari ke kamarnya dan menangis tersedu-sedu di balik selimut tebal yang digunakannya.
Tok… tok… tok…
Terlihat seorang wanita paruh baya masuk dari balik pintu kamar Rissa. Melihat anaknya yang terisak, wanita tersebut langsung masuk menghampirinya.
“Jangan dengerin apa yang dikatain papamu. Itu semua nggak bener kok,” Rissa langsung memeluk mamanya agar merasa tenang.
“Kenapa sih papa harus bilang kayak gitu?” Rissa masih terisak dalam pelukan mamanya.
“Udah ya, jangan dimasukim hati. Mungkin papamu lagi banyak pikiran jadi gampang emosi,” Bu Emilia mengeratkan pelukannya berusaha memberi kenyamanan pada siang putrinya.
Maafin mama ya, mungkin semua ini terjadi sebab kesalahan mama waktu itu.
Batin Bu Emilia begitu sedih dan menyesal karena keluarganya yang semakin hancur.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!