Malam semakin larut. Para pemuda sedang berkumpul didalam sebuah poskamling sembari bernyanyi dan bermain gitar dan bernyanyi dengan ruang. Sebagian dari mereka ada yang sibuk dengan ponselnya dan bermedia sosial atau pun bermain game online.
Dari kejauhan terlihat sosok wanita muda nan cantik jelita sedang berjalan dengan begitu anggun diterangi cahaya bohlam dari pos jaga dan juga sinar sang rembulan.
Rambut panjangnya yang ikal mayang terurai begitu indah dan bergerak laksana sutera yang tertiup angin malam yang sedang berhembus dengan lembut.
Kulitnya sangat putih, berkilau tertimpa cahaya rembulan yang saat ini sedang purnama dan ia memiliki bentuk wajah yang terpahat dengan kecantikan yang hakiki.
Langkah kakinya begitu lembut memamerkan dua betis yang berbentuk padi bunting tua dan mulus tanpa cacat.
Jojo yang saat ini sedang ikut bernyanyi tiba-tiba terdiam menatap sosok wanita muda yang berjalan menuju arah poskamling tempat dimana mereka sedang bernyanyi dan bersenda gurau.
Ia melirik jam diponselnya. Saat ini waktu menunjukkan pukul 12 malam, dan itu membuatnya sangat meremang.
Ia menepuk pundak Jemmy sahabatnya. "Jim.. Jimmy," panggilnya pada sang sahabat yang posisinya berada paling dekatnya dengannya. namun pandangannya tidak beralih pada sosok yang terus berjalan ke arah mereka.
"Apaan, Sih, Jo!" sahut Jimmy kesal, sebab ia masih sibuk bermain game onlinenya.
"Lihat, tuh," tunjuknya pada sosok wanita muda yang semakin dekat menuju ke arah mereka.
Sesaat Jimmy penasaran, lalu menatap pada objek yang ditunjuk oleh sahabatnya.
"Hah, gila, cantik banget. Siapa itu cewek, kenapa sangat asing?" tanya Jimmy penasaran.
Suara kencang dari pemuda berambut keriting itu membuat pemuda lainnya beralih pandangan. Lalu mereka menatap pada apa yang sedang menjadi pusat perhatian dua sahabat mereka.
Semakin wanita itu mendekat. Aroma kembang mawar semakin menyeruak dan ini sangat janggal. Tak hanya itu saja, seekor burung gagak terbang mengikutinya sembari meneriakkan suaranya yang menambah suasana malam semakin mencekam.
Ketika wanita cantik nan pucat itu tiba didepan pos, Jimmy memberanikan dirinya untuk menyapa. "Mau kemana malam-malam, Mbak?"
Sedangkan para sahabatnya yang lain hanya menatap dengan rasa penuh penasaran.
"Oh, saya tersesat. Saya lagi mencari rumah Kang Mahardika, kalau gak salah nama istrinya Ayu Sutini, apakah ada yang tau?" tanyanya dengan suara yang sangat lembut, akan tetapi pandangan wanita itu tampak dingin.
Tak dapat dipungkiri, jika wanita yang ia ajak bicara memiliki wajah yang sangat cantik. Bulu mata nan lentik membuat ia semakin terlihat bak boneka hidup.
"Oh, Pak Mahardika, iya, itu dekat rumah saya, apakah mbak-nya saya anterin kesana?" Jojo menyela, sebab rumahnya memang berada tak jauh dari rumah pria yang disebutkan oleh sang wanita.
Bocah remaja itu tampak bergegas turun dari pos ronda dan menghampiri motor bututnya, lalu menghidupkan mesin dengan suara knalpot yang bising dan lebih mirip dengan suara mesin sampan.
Wanita muda nan cantik itu tak menolak tawaran dari sang bocah lelaki, karena ia melihat sinar ketulusan dibinar matanya.
Ia naik diboncengan, sedangkan para sahabat lainnya menatap bengong dan memilih untuk pulang ke rumah masing-masing, sebab sudah sangat larut malam.
Motor melaju dengan sangat lambat, dikarenakan jalanan yang masih rusak, dan ada beberapa genangan air dibeberapa sisi, karena kondisi yang berlubang.
Selama dalam perjalanan, burung gagak berparuh hitam dengan mata menyala itu terus saja mengikuti keduanya. Hal itu membuat Jojo merasakan bulu kuduknya meremang, namun ia masih bertahan, karena menawarkan bantuan pada wanita asing tersebut.
"Mbak ini apanya pak Mahardika? Atau ada tali saudara dengan nyonya Ayu Sutini?" tanya Jojo, memecah kesunyian yang ada.
Semilir angin yang bertiup lembut, membuat bulu kuduknya bertambah meremang, ia tidak mengerti apa sebenarnya yang terjadi.
Bocah remaja itu menyapu kulit tengkuknya, dan punggungnya seolah menebal.
"Bisa dibilang begitu. Saya ada pertalian saudara dari Kang Mahardika, bisa dibilang saudara jauh," wanita itu menjawab dengan suara lembut yang membuat telinga Jojo seolah sedang mendengarkan alunan melodi nan syahdu.
"Oh, begitu, ya," sahut Jojo.akan tetapi tiba-tiba ia mengerem mendadak. Tubuhnya menggigil dan wajahnya memucat tak kala ia melihat satu sosok berwarna hitam dengan tubuh tinggi dan bulu yang sangat lebat menghadang jalan mereka.
"Gen.. Gende... Genderuwo...," ucap Jojo gemetar dengan terbata-bata.
"Jangan takut, lanjutkan perjalanan kita, dia akan pergi sendiri," bisik sang wanita cantik ditelinga Jojo.
"T-tapi?"
"Jika kau takut, maka ia akan berani, dan sebaliknya, jika kau berani, maka ia yang takut,"
Seketika Jojo merasakan sebuah energi yang postif menjalar dialiran tubuhnya. Ia menganggukkan kepalanya, lalu kembali mengemudikan motornya dan melaju kencang.
Belum sempat motornya menyentuh sosok mengerikan dihadapannya, sang Genderuwo terlebih dahulu berteriak ketakutan dan menghilang, entah apa yang membuatnya begitu sangat takut.
Jojo bernafas lega, dan ia sudah tiba didepan rumah Mahardika. "Mbak, sudah sampai, boleh turun, saya mau lanjut pulang," ucapnya pada penumpang dibelakangnya.
Wanita itu turun dari boncengan, dan menatap dingin pada Jojo. "Terimakasih atas tumpangannya, hati-hati dijalan," ucapnya dengan nada yang sangat lembut.
"Iya, Mbak," Jojo berpamitan dan mengendarai motornya untuk pulang kerumah.
Sang wanita berdiri mematung menatap rumah megah yang berdiri kokoh dengan cat berwarna putih dan terlihat jika itu rumah peninggalan zaman dulu yang diwariskan pada keturunannya.
Ia mengerlingkan matanya. Bunga mawar merah terselip dirambutnya, dan seolah tak ingin layu meski sudah dikenakan seharian, dan itu adalah asal dari aroma yang dihadirkan oleh sang wanita.
Pagar setinggi dua meter menutup rumah tersebut dan tidak siapapun dapat sembarangan untuk masuk, karena pemilik rumah itu dahulunya adalah keluarga ningrat yang sangat disegani.
Wanita itu memejamkan kedua matanya, dan perlahan gembok yang mengunci pagar itu terbuka dengan sendirinya, dan memberikan jalan untuk sang wanita masuk ke dalam.
Langkahnya begitu sangat anggun. Wajah pucatnya yang terbias cahaya bulan purnama tak membuat ia kehilangan kecantikannya.
Ia tiba didepan pintu. Lalu mengangkat tangannya, dan mengetuk dengan lembut. Namun anehnya, suara ketukan pintu itu terdengar nyata ditelinga seorang pria berwajah tampan yang sedang tertidur pulas dengan seorang wanita cantik bernama Ayu Sutini.
Pria itu tersentak kaget. Ia mengerjapkan kedua matanya, lalu fokus mendengarkan suara ketukan pintu yang terdengar begitu jelas ditelinganya.
Seperti sesuatu yang menariknya turun dari ranjang, ia bergegas keluar kamar untuk menuruni anak tangga dan menuju pintu utama.
Nafasnya tersengal, karena ia setengah berlari untuk mencapai pintu. Ketika ia membukanya, ia berdiri terpaku menatap wanita cantik dihadapannya. Sungguh pemandangan yang asing baginya, akan tetapi hatinya tak dapat memungkiri, jika wanita dihadapannya bak seorang bidadari.
"Siapa, Kamu?" tanya Mahardika dengan nada penuh selidik. Akan tetapi kedua matanya tak lepas memandangi wajah cantik yang berdiri dihadapannya meskipun dengan wajah yang sangat pucat.
Duuuaar...
Suara petir menyambar dengan tiba-tiba dan hujan turun dengan deras seiring bersama pertanyaan yang muncul dari mulut pria tampan tersebut.
Hujan yang sangat deras membuat tampias dan tubuh sang wanita terkena guyuran hujan yang semakin membuatnya semakin pucat.
"Aku adalah bayanganmu sendiri. Dan aku ingin menumpang tinggal dirumah ini, sekedar untuk mengenyangkan perutku yang lapar. Apakah kamu tidak mengijinkanku masuk? Aku sangat begitu kedinginan," ucap sang wanita dengan bibirnya yang semakin terlihat memucat.
"Apa maksudmu dengan bayanganku sendiri?" pria itu merasa penasaran dengan ucapan sang wanita misterius.
"Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku, ijinkan aku masuk, sebelum tubuhku membeku kedinginan," wanita itu terus saja mendesak sang pria untuk memberinya jalan masuk kerumah.
Mahardika tak dapat menolak. Ia akhirnya mengalah karena tidak tega melihat wanita itu menggigil kedinginan dan melupakan apa yang dikatakan oleh sang wanita.
"Oh, masuklah, kamar tamu masih kosong. Keringkan pakaianmu, disana ada banyak pakaian untuk ganti." tunjuk pria itu pada sebuah pintu kamar yang menghadap ke ruang tengah. Ia memberi jalan pada sang wanita untuk masuk kerumah.
Saat wanita itu melangkah masuk, aroma kembang mawar menguar dari tubuhnya dan ia merasakan hawa dingin yang menusuk ke tulang saat mereka berpapasan.
Mahardika kembali mengunci pintu dan ia melihat langkah kaki sang wanita yang basah oleh tetesan air hujan yang mengguyur tubuhnya.
Wanita itu mengedarkan pandangannya pada ruang rumah mewah yang memiliki tiga lantai dan semua perabotan yang ada terkesan sangat mahal dan mewah.
Bahkan disudut ruangan, ada sebuah guci yang lebih tinggi dari manusia dan harganya cukup sangat mahal.
Wanita itu memasuki kamar, dan menutup pintunya dengan suara yang sedikit keras dan menimbulkan gema diruangan.
"Hah, kok pintunya bisa dibuka? Bukankah aku belum memberinya kunci? Atau aku yang lupa menguncinya?" segala pertanyaan muncul dibenak Mahardika, pria bertubuh kekar dengan wajah tampan yang membuatnya banyak digandrungi oleh kaum hawa.
Pria itu menggelengkan kepalanya dan melangkah menuju kamarnya yang berada dilantai dua.
Suara guntur dan kilatan halilintar yang saling bersahutan membuat malam ini semakin terasa mencekam.
Mahardika menaiki ranjangnya. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang terasa dingin.
Tiba-tiba saja jendela kamarnya terbuka dan saling bertabrakan seolah seperti seorang anak kecil yang sedang bermain tepuk ame-ame.
Suara derit dari jendela yang dipermainkan oleh angin yang bertiup kencang, membuat malam ini menghadirkan suasana yang sedikit ngeri.
Gorden jendela terus berkibar dan menghasilkan suara yang sangat berisik.
Mahardika mengurungkan niatnya untuk kembali tidur. Ia terpaksa turun dari ranjang untuk menutup jendela yang terbuka agar tidak menimbulkan suara yang terus mengganggunya.
Langkah sedikit terhuyung karena tiupan angin yang sangat kencang, dan tanpa diduga, gorden jendela terlepas dan menghantam tubuhnya hingga menutupinya.
"Sial!"makinya dengan kasar, lalu dengan cepat menyingkirkan benda sialan itu.
Ia melemparkan gorden tersebut dengan asal dilantai. Lalu bergegas menuju jendela kamar dan menguncinya.
Saat bersamaan, halilintar memancar dan membuat suasana terang sesaat, lalu disusul oleh suara guntur yang yang sangat memekakkan telinga dan seolah ingin membakar apa saja yang ia temukan.
Pria itu menutup.kedua telinganya. Lalu kembali meraih jendela kamarnya, dan menguncinya. Kini jendela itu tanpa gorden yang dapat mengakses pemandangan dari arah luar.
Kilatan halilintar kembali tercipta. Cahayanya menerangi apa saja malam ini. Sesaat Mahardika melihat sesuatu diluar sana. Sesosok wanita berambut panjang yang menundukkan kepalanya melihat ke tanah, dan kulitnya memucat.
Pria itu mengusap kedua matanya untuk memperjelas apa yang sedang dilihatnya.
Akan tetapi, ketika ia mencoba melihatnya kembali, sosok itu sudah tidak ada ditempatnya, dan ia menghela nafasnya dengan berat. "Mungkin halusinasiku saja," gumamnya dengan lirih. Lalu ia kembali ke ranjangnya untuk kembali tidur.
Ia mencoba memejamkan kedua matanya, tetapi tak juga dapat lena. Bayangan wanita yang tadi baru saja menumpang dirumahnya, membuatnya terus memikirkan siapa gerangan sang wanita itu sebenarnya.
"Mengapa aku jadi memikirkannya?" gumam Mahardika. Ia mengacak rambutnya. Lalu beranjak bangkit dan duduk bersandar disandaran ranjang.
Ia melirik istrinya yang tertidur pulas, bahkan seolah mati karena tidak mendengar suara guntur yang menggelar dengan sangat kerasnya.
Ayu Sutini, wanita yang sudah lama ia nikahi, akan tetapi belum juga memberikan keturunan, membuat ia merasa sedikit dilema.
Sesaat ia membandingkan wanita yang baru saja tiba dirumahnya barusan dengan kecantikan sang istri.
Ia merasa jika wanita yang lupa menanyakan siapa namanya itu lebih cantik dibanding dengan sang istri.
Mahardika mencoba berinisiatif untuk menanyakan siapa nama wanita itu.
Untuk mengobati rasa penasarannya, ia bergegas turun ke lantai satu.
Setelah tiba didepan pintu kamar sang wanita. Ia mengetuknya dengan sangat lembut.
Terdengar suara langkah menuju pintu. Entah mengapa debaran didadanya terasa memburu, dan ini sangat tak biasa.
Pintu terbuka. Seorang wanita dengan rambut panjang sepinggang yang terbiar tergerai begitu saja hampir menutupi sebagian wajahnya. Hawa dingin menyeruak saat keduanya berhadapan.
Mahardika mengusap tengkuknya yang terasa meremang dan punggungnya menebal seketika.
"A-apakah kamu sudah tidur dan aku mengganggumu?" tanyanya dengan nada gugup. Bagaimana mungkin ia harus merasa takut dengan orang asing yang menumpang dirumahnya? Ini sungguh tak wajar.
"Aku tak.bisa tidur. Apakah ada yang bisa ku bantu?" tanya wanita itu dengan nada dingin.
Ia menatap pria dihadapannya dengan tatapan yang tak biasa membuat Mahardika seolah terkunci dan tidak dapat melakukan apapun, tubuhnya seolah membeku.
Ia merasa dejavu, dan seolah mengenal wanita didepannya, namun siapa dan dimana.
"Em, siapa namamu?" pria itu mencoba memberanikan diri bertanya pada tamu yang tak diundangnya.
"Apakah perlu bagimu?" tanyanya dengan nada yang begitu dingin.
Mahardika tercengang. Bagaimana mungkin seorang tamu yang tak diinginkan dan menumpang dirumahnya bersikap tidak sopan dan terkesan lancang.
Akan tetapi, pria itu seolah tak memiliki keberanian untuk mengusirnya.
"Aku adalah bayanganmu sendiri. Aku bernama Dayanti!" wanita itu menajamkan tatapannya yang seolah sebilah pedang dan dapat menghujam jantung dari lawan bicaranya.
"Hah!" Mahardika tersentak kaget. Ia bahkan mundur selangkah karena menahan rasa keterkejutannya.
"D-Dayanti....," pria itu tergugup saat mendengar nama tersebut, dan ia menelisik wajah wanita dihadapannya, namun tidak ada yang mencurigakannya saat ini. "Oh, mungkin aku hanya salah orang saja," jawabnya. Lalu mencoba menetralkan degub jantungnya yang memburu.
"Tidurlah, aku akan kembali ke kamarku," Mahardika berpamitan.
Wanita bernama Dayanti itu menutup pintu kamar. Lalu menuju ranjang dan berbaring disana. Disaat ia tertidur. Wajahnya berubah menjadi sosok lain yang sangat mengerikan.
Rambut panjang terurai dengan taring yang tumbuh disudut bibirnya dan kukunya memanjang.
Sosok lain itu seolah bangkit dari tubuh Dayanti dan melayang keluar dari kamar dengan menembus pintu.
Setelah kepergian sosok tersebut, wajah Dayanti berubah menjadi seorang wanita berkulit gelap dengan yang tertidur lelap. Tubuhnya dingin bagaikan es, wajah pucat dengan banyak luka hampir diseluruh tubuhnya.
Hal lain yang sangat janggal, detak jantungnya tidak lagi terdengar, bahkan ia tidak lagi bernafas. Ia hanyalah seonggok tubuh tanpa nyawa dan kulitnya sangat pucat, bahkan suhu tubuhnya sangat dingin, seolah tak ada aliran darah disana.
Diranjang kamarnya, Mahardika mencoba memejamkan matanya. Akan tetapi sangat sulit untuk ia lakukan. Suara petir yang terus menggema dimalam nan sunyi membuat ia semakin gelisah, ditambah dengan hujan yang terus saja turun seolah sedang berduka.
Dalam samar, Mahardika mendengar suara tangisan yang begitu memilukan dari lorong menuju lantai tiga. Diatas sana ada sebuah ruang yang tidak pernah dibuka dan hal itu membuat Pria yang yang disapa Dika merasa curiga sekaligus penasaran.
"Siapa yang sedang menangis? Bukankah tidak ada orang lain dirumah ini? Atau Dayanti yang sedang menangis?" gumamnya lirih saat mengingat nama gadis misterius tersebut.
Rasa penasaran membawanya keluar dari kamar. Ia mencoba melihat wanita yang terdengar menangis dengan sangat pilu itu.
Saat ia keluar dari dalam kamar, sekelebat bayangan melintas menuju anak tangga dilantai tiga.
Seketika udara menjadi sangat dingin. Suhu tiba-tiba menurun dan seolah membuat dirinya berada ditengah salju.
Pria berwajah tampan itu bersidekap untuk melawan rasa dingin yang hingga menusuk ke tulang.
Akan tetapi, bayangan hitam itu tiba-tiba menjelma menjadi sosok wanita berambut panjang yang dengan dua bola mata menyala dan taringnya yang tumbuh disudut mulutnya. Kuku tangannya memanjang lima belas centimeter.
Wajah cantiknya tertutup oleh sebuah ambisi yang sangat misterius.
"Dayanti," panggil Dika saat mengkuti langkah wanita itu saat menapaki anak tangga.
Tak ada sahutan. Hanya saja ia merasakan jika tengkuknya meremang dan punggungnya seolah menebal.
"Dayanti!" panggilnya lagi.
Sesaat wanita itu memutar tubuhnya dengan rambut yang menutupi wajahnya. Tanpa diduga, sosok itu melayang dan menghampiri Mahardika, lalu mencekik lehernya hingga membuat pria itu kesulitan bernafas.
"Siapa, Kau! Siapa?!" pekiknya dengan.suara yang tertahan.
"Aku adalah bayanganmu, dan sudah saatnya kau harus mati!" ucap sosok tersebut dengan nada penuh dendam.
"Siapa, Kau! Pergi, pergi!" teriak Mahardika dengan nafas yang semakin sesak. Ia hampir kehabisan oksigen.
Plaaaak...
Sebuah tamparan mendarat dipipinya dengan sangat kerasa dan hal itu membuat ia tersentak kaget.
"Mas, sadar, Mas!" ucap seorang wanita dengan sangat khawatir. Ia adalah Ayu Sutini yang merupakan istrinya.
Mahardika tercengang menatap sang istri yang menatapnya dengan bingung. Nafasnya masih tersengal dengan deguban jantungnya yang memburu.
"Tini," gumamnya lirih. Lalu duduk dan bersandar disandaran ranjang.
Kamu kenapa teriak-teriak, Mas? Mana pakai cekik leher sendiri lagi! Kamu udah bosan hidup!" cecarnya dengan kesal.
"Aku bermimpi buruk," jawabnya dengan datar. Terlihat wajahnya masih tampak raut ketakutan karena mimpinya barusan.
"Yaelah, Mas. Mimpi saja pakai dibawa serius," ucap sang wanita dengan ketus.
Kemudian ia kembali membaringkan tubuhnya untuk melanjutkan tidurnya.
Dika menatap dinding kamarnya dengan nanar. Ia mencoba mengingat suara parau yang keluar dari mulut makhluk.mengerikan itu.
Ia seolah dejavu. Pemilik suara itu seolah sangat dekat dengannya.
Dalam sekejap saja, Ayu Sutini sudah tertidur pulas, dan seolah tidur tanpa beban apapun.
Namun tiba-tiba...,
Tes...tes... Tes...
Terdengar suara tetesan benda cair dari atas plafon kamar dan tiba-tiba tetesannya jatuh tepat diatas rambutnya.
Dika menyadarinya saat cairan pekat berbau amis itu mengalir ke keningnya.
Ia mengusapnya dengan jemari telunjuknya, lalu melihat jelas cairan pekat yang menempel dengan memberikan aroma khas anyir darah.
"A-apa ini? Dan darimana?" ia mencoba berfikir jernih ditengah kekalutannya. Sebab ia merasa ini sangat aneh. Ia menatap plafon kamarnya yang terus meneteskan cairan pekat berwarna merah dengan bau amis menyengat yang semakin lama semakin deras dan membuat Dika terpaku diam menatapnya.
Da-rah itu semakin deras mengguyur kepalanya dan kini membasahi sekujur tubuhnya hingga membuat wajahnya memucat ketakutan.
Ia ingin beranjak dari posisinya. Namun tubuhnya seolah membeku dan tidak dapat digerakkan. Bahkan untuk menggerakkan bibirnya saja ia tak mampu karena seolah terkunci oleh sesuatu.
Mahardika, pria yang selama ini selalu mendapatkan apapun yang diinginkannya dan tidak pernah takut akan siapapun, kali ini merasa sangat ciut nyalinya karena tiba-tiba ruang kamarnya dibanjiri da-rah yang hampir menyentuh tinggi ranjangnya.
Sat bersamaan, terdengar suara jeritan kesakitan yang sangat menyayat hati dengan begitu jelasnya.
"Sakit, Kang, sakit kang, ampun," suara jeritan yang sangat memilukan itu terdengar menggema di ruang kamar.
Dika membeliakkan matanya. Ia menggerakkan ekor matanya untuk mencari dimana sumber suara yang sangat ia kenal tersebut.
Ia masih mengingat peristiwa beberapa hari yang lalu saat ia menghabisi seseorang demi sebuah ambisinya.
Perlahan sesosok makhluk muncul dari genangan da-rah dan memperlihatkan wajah pucat yang penuh amarah dan dendam. Sosok lain muncul dengan sinar mata yang menyala dan kukunya yang panjang meruncing.
"Kau adalah bayanganku, dan kau harua mati!" ucapnya dengan nada parau dan penuh kebencian.
Dika meeasakan deguban didadanya semakin memburu. Ruang kamar semakin dingin bagaikan didalam frezeer. Pria itu tak dapat menghindar saat sosok mengerikan tersebut bergerak melambat menghampirinya dengan lumuran da-rah yang menutupi hampir sekujur tubuhnya yang terlihat putih memucat.
"S-siapa, Kau, pergi!" usirnya dengan tiba-tiba dan ia dapat mengeluarkan suaranya.
Dirinya seolah sebuah radio yang dapat disetel oleh sosok tersebut.
Sosok misterius itu tersenyum menyeringai. Lalu menjulurkan tangan kanannya tepat ke hadapan Dika dan menggerakkan jemarinya bagaikan seorang penari yang sangat mahir.
Sesaat tangan Dika terangkat, lalu kemudian mengarah ke lehernya sendiri dan mence-kik dengan kuat hingga membuat ia kesulitan bernafas.
Plaaaak!
Kembali sebuah tamparan mendarat dipipinya "Hah!" ucapnya, dan hal ini membuat Mahardika tersentak kaget, lalu mengusap pipinya yang terasa perih bercampur panas.
Ayu Sutini, menatapnya dengan penuh kebingungan.
"Kamu kenapa sih, Mas?" tanya wanita cantik itu dengan penuh penasaran.
"A-aku, aku mendengar suara Dayanti berteriak menangis," ucapnya dengan sangat ketakutan. Wajahnya pucat terbias oleh rasa tak tenang.
"Hey... Tenanglah. Jangan bahas wanita itu lagi, dia sudah mati dan tidak mungkin dapat membalas dendam!" wanita itu mencoba mengingatkan, sekaligus menenangkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!