"Lesta, bangun !" ucap Anisa teman satu kontrakan dengan Lesta.
"Whoaaa, udah jam berapa sekarang Anis ?" tanya Lesta yang masih belum sadar dari alam bawah sadarnya.
"Udah jam 7 noh.. bukannya kamu masuk kantor jam 8 pagi. Cepetan mandi, ini hari pertamamu kerja kan, setelah sekian lama menjadi pengacara dermawan" ucap Anis.
"Haah ? Pengacara Dermawan ?" ucap Lesta yang tampak kebingungan. Secara, semenjak lulus kuliah dia telah mengangur selama setahun. Baru pertama kalinya ini dia lulus sampai tahap akhir dan lulus diterima bekerja. Ya, biasanya kalau enggak tumbang di awal ya ditengah-tengah. Pokoknya kelulusannya diterima bekerja di Perusahaan itu, benar-benar suatu mukjizat bagi Lesta.
"Pengacara dermawan apaan sih Anis ?" ulang Lesta.
"Pengangguran banyak acara mondar-mandir kerumah kawan !" ucap Anis seraya tertawa.
"Uh, Dasar Markonah !" ucap Lesta sambil melempar gulingnya pada Anis.
Lesta dan Anis telah lama bersahabat. Mereka telah bersahabat dari pertama kali mereka masuk kuliah. Sama-sama berkuliah di salah satu universitas negeri di Jakarta dan sama-sama sebagai anak rantau dari Palembang, membuat mereka mengontrak sebuah rumah kecil yang berisikan dua kamar tidur, satu buah kamar mandi, dapur dan ruang tamu yang sekaligus dijadikan ruang nonton televisi bagi mereka.
Sampai sekarangpun mereka tetap menghuni kontrakan tersebut. Selain ada teman cerita, mengontrak berdua dapat meringankan biaya pembayaran uang sewa mereka. Bedanya kalau dulu Anis suka meminta uang kiriman dari orang tuanya untuk membayar biaya sewa dan keperluan sehari-hari, sekarang dia dapat membiayai semuanya sendiri.
Anis memang lebih dulu diterima bekerja daripada Lesta. Mungkin dua bulan setelah lulus kuliah, Anis langsung mengikuti tes di Perusahaan Ritel dan akhirnya lulus di terima bekerja di sana sebagai Sekretaris Manager.
Lesta sempat merasa minder karena Anis telah mendapatkan pekerjaan lebih dahulu, sedangkan dia selalu gagal saat melakukan tes untuk melamar pekerjaan. Dia juga merasa malu kepada orang tuanya yang masih mengiriminya uang padahal dia sudah lulus kuliah. Uang itu dia pakai untuk membeli perlengkapan ATK untuk melamar pekerjaan. Entah, sudah berapa puluh map dan amplop coklat yang dia gunakan selama setahun untuk melamar pekerjaan.
Dan Akhirnya setelah melewati tahap akhir dan mengalahkan banyak pesaing, Lesta akhirnya diterima bekerja sebagai Sekretaris Presiden Direktur di sebuah Perusahaan Kontruksi ternama di Jakarta.
Khayalan Lesta sudah sangat tinggi sekarang. Dia sangat berharap sang Presdir tersebut tampan, muda, kaya dan jomblo. Sehingga dia dan sang Presdir bisa saling jatuh cinta, menikah dan punya anak. Sungguh khayalan tingkat dewa yang mengada-ada.
Setelah selesai mandi dan sarapan dengan sistem kebut ala Lesta. Kedua sahabat itu lalu berjalan ke halte yang tidak jauh dari kontrakan mereka. Ini juga yang menjadi salah satu alasan mereka memilih kontrakan tersebut sebagai tempat tinggal. Dekat dengan halte.
Mereka menaiki bis yang sama, hanya tempat pemberhentian saja yang berbeda. Anis turun terlebih dahulu daripada Lesta. karena jarak ke kantor Lesta lebih jauh.
Lesta yang turun dari bis segera menyebrang melewati jembatan penyebrangan dan berjalan menuju Perusahaan MD (Marta Dianata) Group, tempatnya bekerja.
Dengan mengenakan setelan blazer bewarna pastel, Lesta melangkah dengan pedenya memasuki ruangan Manager Personalia.
"Maaf Pak, Saya Lestari melapor sebagai karyawan baru yang telah dinyatakan diterima di Perusahaan ini, sebagai Sekretaris Presdir" ucap Lesta setelah tadi bertanya pada Resepsionis kemana dia harus melapor mendapatkan arahan tugas untuk pekerjaan barunya.
"Oh, iya. Selamat datang Tari" ucap Pak Tito, Mamager Personalia. Dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Lesta menyambut uluran jabat tangan dari Pak Tito.
"Terima kasih, Pak. Tapi maaf Pak. Kalau bisa manggilnya Lesta saja" ucap Lesta.
"Kenapa ? Tari kan juga nama kamu" ucap Pak Tito.
"Eh, Kurang gaul aja Pak rasanya" ucap Lesta yang langsung nyeplos dengan wajah yang mesem-mesem.
Lesta memang anti dipanggil Tari. Karena menurutnya, nama itu terkesan kurang up to date baginya. Sama sepemikiran dengannya, Anisa Rahma juga enggan dipanggil nisa. Dia lebih suka orang memanggilnya Anis. Nama panggilan yang di buatnya sendiri. Dia juga merasa kalau dipanggil Anis itu lebih keren ketimbang Nisa. Sungguh dua sahabat yang pemikirannya sama-sama somplak.
Pak Tito tersenyum mendengarnya.
"Oke, Lesta. Jadi nama panjangmu hanya Lestari saja ? Singkat ya" ucap Pak Tito sambil membaca data pribadi milik Lesta.
"Iya, Pak. Singkat, padat dan jelas" ucap Lesta yang pikirannya langsung mengingat kejadian saat dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Dia sempat bertanya pada Ibunya mengapa namanya hanya secuil. Berbeda dengan nama teman-temannya yang terdiri dari 2 atau 3 suku kata, bahkan ada nama temannya yang panjangnya udah nyaingin rel kereta api. Tapi jawaban Mamanya simpel. Mamanya bilang sengaja menamai anaknya satu suku kata agar memudahkan Lesta menuliskan namanya di LJK ujian. Ya, terdengar sedikit masuk akal dan rada aneh sih.
"Oke, Lesta. Disini kamu terpilih sebagai Sekretaris Presdir. Tugas-tugas yang harus kamu lakukan adalah membantu pekerjaan pimpinan, sebagai penghubung antara Presdir dan kolega atau karyawan lainnya, baik melalui surat, telepon atau media lainnya, melakukan pengarsipan, memeriksa dan menindak lanjuti dokumen, surat masuk dan surat keluar, mengatur jadwal rapat, dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Pak Presdir" ucap Pak Tito panjang lebar.
Lesta mengangguk seolah paham apa yang dicelotehkan oleh Pak Tito.
Banyak juga ya..
Batin Lesta.
"Nanti sebelum bertemu Pak Presdir, kamu juga akan dibimbing oleh Tiwi. Sekretaris dari divisi administrasi umum. Kamu belajar dulu sama dia nanti" ucap Pak Tito.
"Baik, Pak !" ucap Lesta.
Lesta lalu memencet tombol lift ke lantai 3, menemui Sekretaris Tiwi.
Sekretaris Tiwi menyambut Lesta dengan hangat. Dia sosok yang mudah bergaul dan ramah terhadap orang yang baru dia kenal. Mungkin hanya selisih satu tahun perbedaan usia mereka.
Tiwi mengajarkan tugas yang harus dikerjakan oleh Lesta dengan cekatan. Lesta tampak serius mempelajari tugas demi tugas yang akan dia jalankan sebagai Sekretaris nanti.
"Jadi gini, Pak Presdir itu orangnya baik banget Tar. Dia.." Belum selesai Tiwi menyelesaikan ucapannya, Lesta langsung memotong.
"Lesta aja mbak Tiwi. Jangan Tari" ucap Lesta yang langsung sensitif saat namanya dipanggil Tari.
Tiwi cuma senyum-seyum mendengarnya.
"Iya, walaupun Pak Presdir orangnya baik banget tapi kedisiplinan tetap menjadi acuannya. Jangan sekalipun melanggar aturan yang telah di tentukannya" ucap Tiwi.
Lesta mengangguk.
"Mbak Tiwi, aku boleh nanya enggak ?" ucap Lesta.
"Panggil Tiwi aja. Toh kan kita selisih umur cuma satu tahun doang" ucap Tiwi.
"Mau nanya apa, Lesta ?" sambung Tiwi.
"Pak Presdir, Masih lajang atau sudah berkeluarga ?" tanya Lesta.
"Hmm.. Kalau itu nanti juga kau kan akan tahu dengan sendirinya, Les. Yang jelas Pak Presdir itu orangnya ganteng dan berwibawa banget" ucap Tiwi sambil tertawa kecil.
Ah, jadi Pak Presdirnya ganteng ya. Jadi enggak sabar deh melihatnya.
Batin Lesta.
Akhirnya Tiwi mengantar Lesta ke lantai 12, tempat Ruangan Presdir.
"Oke. Saya tinggal ya Les. Jangan lupa ketuk pintu dulu sebelum masuk" ucap Tiwi.
Lesta mengangguk.
Sebelum mengetuk pintu, Lesta merapikan pakaian dan rambutnya agar terlihat rapi.
Dia membuka pintu ruangan setelah terdengar suara dari dalam meneriakinya untuk masuk.
Dengan mengaktifkan mode anak perawan rumahan, yang malu-malu kucing. Lesta berjalan dengan lemah gemulai ke hadapan tiga Pria di hadapannya. Ada dua orang pria yang duduk di sofa tengah dan satu orang pria yang berdiri di samping mereka.
Yang berdiri di samping itu pasti Asisten Pribadinya.
Batin Lesta.
"Maaf Pak Presdir, Saya Lestari. Pegawai yang baru saja di terima sebagai Sekretaris anda. Mohon bimbingannya" ucap Lesta dengan senyum sumringahnya menghadap salah satu pria yang perawakannya masih muda, yang sedang duduk di sofa itu. Mungkin pria itu berusia sekitar 29 tahun.
Pria itu tersenyum.
Duh manisnya !
Batin Lesta.
"Maaf, Nona Lesta. Sepertinya anda salah paham. Saya hanya Manager Keuangan disini. Sedangkan Pak Presdir, yang duduk disebelah saya sekarang !" ucap Pak Aldo, Manager Keuangan.
Lesta kaget mendengarnya. Mata Lesta langsung melirik pada Pria disamping Pak Aldo.
Pria yang sudah berumur dengan rambut yang sedikit beruban, dan ada sedikit kerutan di wajahnya.
Zonk !
Batin Lesta.
Jangan lupa beri dukunganmu ya.. dengan cara like, vote, beri rate 5 bintang dan komentar kalian.. #buanyak banget mintanya ya 🤭 Saranghaee 😘
Pak Presdir, Marta Dinata melihat perempuan yang ada dihadapannya. Perempuan yang baru saja menjadi Sekretarisnya itu.
"Karena sudah tidak ada yang akan dibahas lagi, Kalau begitu kamu boleh keluar, Do" ucap Presdir pada Aldo.
Aldo mengangguk.
"Terima kasih, Pak" ucap Aldo yang sudah berdiri, siap melangkah ke pintu keluar.
Tetapi sebelum melangkah keluar, dia menebar senyum yang begitu manis kepada Lesta.
Eh, dia senyum barusan ke gue ?
Batin Lesta.
"Baiklah, jadi nama kamu Lestari ?" tanya Pak Marta.
"Iya, Pak. Panggil saja saya Lesta, Pak" ucap Lesta.
"Baik, Lesta. Apa Pak Tito dan Sekretaris Tiwi telah menjelaskan semua tugasmu sebagai Sekretaris Presdir ?" tanya Pak Marta.
"Iya, Sudah Pak" ucap Lesta.
"Bagus. Perlu saya tekankan disini. Selama menjadi Sekretarisku, kamu harus menuruti semua aturan yang telah saya tetapkan !" ucap Pak Marta.
Lesta mengangguk.
"Baiklah untuk tugas pertamamu tolong susun jadwal meetingku dengan kolega Perusahaan kita. Untuk melihat janji temu yang telah dibikin, Pak Yudi akan memberikan daftarnya padamu. Oh ya, Pak Yudi ini adalah asisten pribadiku" ucap Pak Marta.
"Salam kenal Pak Yudi" ucap Lesta.
Pak Yudi mengangguk sebagai jawaban membalas salam.
"Semoga kamu betah ya bekerja disini, yang penting kuncinya kamu harus kuat dan bersabar bila tiba-tiba menemui kendala yang kamu anggap berat disini. Apa kamu menyanggupinya ?" tanya Pak Marta.
"Iya, InshaAllah saya bisa Pak" ucap Lesta.
Lesta sudah bertekad, apapun yang terjadi dia harus mempertahankan pekerjaan ini. Karena mencari pekerjaan itu enggak gampang baginya.
"Baiklah Yud, antar Lesta ke meja kerjanya. Dan berikan tugas yang harus dia kerjakan" ucap Pak Marta.
"Baik, Pak" ucap Pak Yudi.
"Kalau begitu saya permisi keluar dulu ya Pak" ucap Lesta.
Pak Marta mengangguk.
Pak Yudi mengantarkan Lesta ke meja kerjanya yang berhadapan dengan pintu ruangan Presdir. Pak Yudi juga mengenalkan Lesta pada staff di ruangan itu.
"Perhatian semua ! Kenalkan, ini Lestari. Sekretaris Presdir yang baru. Mulai sekarang Lesta akan bergabung disini" ucap Pak Yudi.
"Hai semua, saya Lesta. Salam kenal semua. Mohon bimbingannya" ucap Lesta.
"Salam kenal balik Lesta" jawab mereka kompak.
Diruangan di lantai ini setidakanya ada 8 pegawai termasuk dengan Lesta. Mereka mengerjakan pekerjaan menyusun proposal sesuai dengan spesifikasi pekerjaan yang dilakukan, memantau adanya peluang lelang atau tender dari Perusahaan lain atau instansi pemerintahan yang membutuhkan jasa kontruksi, menyusun dokumen pekerjaan mulai dari lelang maupun kontrak, dan mencari calon klien potensial dan investor.
Kebetulan sekali anak-anak di ruangan ini sangat friendly. Tidak berlangsung lama, Lesta sudah terlihat akrab dengan mereka.
Sindi dan Nana yang mejanya tidak jauh dari meja Lesta, mendekat menghampiri Lesta.
"Lesta semoga betah ya disini. Kami udah males banget kalau sampai nih meja Sekretaris, ganti orang lagi !" ucap Sindi.
Nah loh ? Kok bisa ?
Batin Lesta.
"Memang sekretaris yang lama kemana Sin ?" tanya Lesta.
"Sekretaris yang lama ngajuin resign. Pokoknya yang jadi sekretaris Presdir cuma bertahan 3 bulan aja disini. Duh, padahal Pak Presdir itu baik banget orangnya" ucap Nana keceplosan. Dia lalu kaget sendiri dengan ucapannya. Dia menutup mulutnya sendiri dengan tangannya. Nana tidak meneruskan kata-katanya lagi.
Kenapa mereka bisa enggak betah ya. Pasti ada apa-apanya nih.
Batin Lesta.
"Kenapa enggak diterusin Na ? Kalau sama aku sih nyantai aja kok. Enggak ngefek !" ucap Lesta berpura-pura santai. Padahal penasaran setengah mati alasan apa yang membuat nih sekretaris pada ngacir.
"Eh.. Elo tau enggak Les, kalau Pak Presdir punya dua orang anak" ucap Sindi.
Lesta menggeleng.
"Yang bungsu kerja di anak cabang perusahaan di jalan Sudirman, yang sulung kerjanya di Perusahaan kita ini" ucap Sindi.
"Terus Sin, masih jomblo apa enggak nih anaknya Pak Marta ? Ganteng enggak ?" ucap Lesta yang sudah enggak kepingin tahu lagi alasan apa yang membuat sekretaris di sini pada ngajuin resign. Sekarang keingintahuannya teralihkan dengan cerita anak Presdir yang bekerja satu Perusahaan sama mereka. Seketika, jiwa jomblo Lesta meronta-ronta.
Ya, kalau Pak Presdirnya sudah bekeluarga kan.. Ada anaknya untuk digebet.
Batin Lesta.
Lah ? Si Lesta.. Kok jadi nanyain statusnya anak Presdir. Belum tahu dia sama kelakuan anaknya Pak Bos.
Batin Nana.
"Ganteng sih ganteng Les. Kerjaannya perfect. Secara dia workaholic. Tapi..." Tiba-tiba Nana menghentikan ucapannya. Dia melihat Pak Presdir keluar dari ruangannya.
"Pagi, Pak !" Sapa mereka semua kompak.
"Pagi" balas Pak Presdir yang sudah melangkah pergi menuju lift diikuti Pak Yudi dari belakang.
"Les, besok-besok lagi ya lanjutin ceritanya. Lagi banyak kerjaan yang ditunggu nih" Sambung Nana.
"Oke, Na" ucap Lesta.
Setelah duduk di atas meja kerjanya, Lesta membuka jadwal meeting yang diberikan oleh Pak Yudi tadi. Lesta mulai mengatur dan menginput jadwal meeting Pak Marta untuk seminggu ke depan. Dia lalu lanjut mengarsipkan dokumen.
Tidak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 12:00 siang. Pak Marta yang sudah kembali sejak pukul 10 tadi, kembali keluar dari ruangan bersama dengan Pak Yudi, asisten pribadinya. Melihat dari usianya yang sekitar 40 tahun, Pak Yudi ini sepertinya telah lama bekerja dengan Pak Marta. Dia juga semacam orang kepercayaan Pak Presdir.
"Belum makan siang, Lesta ?" tanya Pak Marta.
"Belum Pak. Mungkin sebentar lagi. Nanggung ini kerjaannya" ucap Lesta.
"Kalau waktunya jam makan siang, kamu harus menghentikan pekerjaanmu dan segera makan. Kalau kita sakit karena terlambat makan, bekerja juga percuma. Enggak bakal konsentrasi" ucap Pak Marta.
"Oh, iya Pak. Kalau begitu bentar lagi saya tinggal makan ini kerjaannya" ucap Lesta.
Pak Marta tersenyum dan berlalu pergi.
Pak Marta baik banget. Perhatian sama pegawainya.
Batin Lesta.
Setelah makan siang bersama Sindi dan Nana di kantin Perusahaan. Mereka kembali melanjutkan pekerjaannya.
Lesta yang telah membuat surat keluar, dan membuat jadwal meeting untuk seminggu ke depan, meminta tanda tangan Pak Marta untuk persetujuan jadwal meetingnya. Apalagi ada titipan dokumen dari Manager Personalia yang meminta tanda tangan Presdir dan telah di kroscek oleh Lesta sebelum masuk ke dalam ruangan terlebih dahulu.
Lesta mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan Pak Marta.
"Maaf Pak, Ini ada yang harus ditanda tangani" ucap Lesta menyodorkan map yang berisi dokumen.
Pak Marta menyambutnya dan mulai menandatangani dokumen satu persatu. Lesta berdiri disampingnya menunggui dokumen tersebut.
Tiba-tiba terdengar ketukan dari luar.
Belum sempat Pak Marta menjawab, orang yang mengetuk tersebut sudah masuk ke dalam ruangan.
Lesta menoleh ke arah Pria tersebut.
OMG ! Ganteng banget ini cowok ! Style pakaiannya juga keren habis.
Batin Lesta.
Tanpa di persilahkan duduk, Pria itu langsung menarik kursi di hadapan Pak Marta dan mendudukinya.
"Selamat Siang Direktur Rey" ucap Pak Yudi pada Pria ganteng itu.
Siapa dia ? Sampai Pak Yudi memberi salam ?
Batin Lesta.
Pria itu hanya mengangguk sebagai respon jawabannya.
Direktur ? Oh, jadi dia seorang Direktur dan namanya Rey.
Batin Lesta.
Rey lalu melirik pada Lesta yang berdiri di samping Papanya.
"Bukan main, Sekretaris baru lagi Pak Presdir ?" tanya Rey menyindir.
Astaga, Berani sekali dia berbicara seperti itu di depan atasannya.
Batin Lesta.
"Kenapa aku berganti Sekretaris, seharusnya kamu yang lebih tahu kan Direktur Rey ?" ucap Pak Marta masih dengan nada bicaranya yang santai.
Rey menyeringai.
"Ada apa sebenarnya kedatanganmu kemari ?" ucap Pak Marta.
"Pa, Kenapa Papa menolak kerja sama dengan Perusahaan Adi Wijaya Group ? Padahal kemarin kami telah deal mencapai kesepakatan. Berkas dan dokumen juga sudah acc, tapi Papa menolaknya. Lalu kenapa Papa mengajak mereka mengadakan kerja sama kalau akhirnya kita juga yang menolak mereka !" ucap Pria itu berapi-api.
Lesta melirik pada tanda pengenal yang dipakai Pria itu. Dia membacanya sekilas.
Reyhan Marta Dinata, Direktur Proyek.. Oh jadi dia Direktur Proyek. Tunggu dulu ? Nama belakangnya Marta Dinata ? Papa ? Jadi ini anaknya Pak Marta yang juga bekerja disini.
Papa dan Anak ? Tapi kok dari tadi yang aku tangkep kelakuan anaknya selalu bikin kesel papanya ?
Batin Lesta.
"Ada beberapa persyaratan yang mereka ajukan tidak sesuai dengan kriteria kita. Jadi sebelum Proyek ini sudah berjalan lebih baik aku membatalkannya !" ucap Pak Marta.
"Papa enggak bisa begitu ! Papa hanya membuang waktuku dengan percuma kalau begitu. Kalau tahu bakal berakhir seperti ini. Harusnya aku masa' bodoh saja tentang proyek ini kemarin !" ucap Pria itu yang nada bicaranya yang sudah mulai enggak nyantai.
Pak Marta hanya tersenyum menanggapinya.
"Sudah, jangan bahas itu lagi. Kamu masih suka balapan kan dengan motor serampanganmu itu ?" ucap Pak Marta pada anaknya.
"Itu urusanku, bukan urusan Papa !" ucap Rey.
"Kalau sampai Papa melihatmu masih balapan. Papa tidak akan segan bertindak lebih jauh padamu nanti !" ucap Pak Marta.
"Cih !" Rey mendengus.
"Satu lagi. Berhenti bergonta ganti pacar di luar sana, Jangan sampai image itu berimbas pada Perusahaan kita. Segeralah menikah !" ucap Pak Marta.
"Kenapa Papa sibuk mengurusi masalahku ? Urus saja masalah anak bungsu Papa itu. Jangan mengusikku!" ucap Pria itu yang sudah berdiri dari tempatnya.
"Kalau tidak ada lagi hal penting yang dibicarakan, aku keluar !" ucapnya dengan sorot mata penuh kekesalan.
Rey pergi melangkahkan kakinya keluar ruangan.
Sedangkan Lesta hanya bisa melongo, menonton pertunjukan drama keluarga ini secara live.
"Uhuk..uhuk.." Pak Marta terbatuk-batuk saking kesal dengan perilaku anaknya.
Cepat-cepat Lesta memberikan segelas air minum pada Pak Marta. Dia kasihan melihat keadaan Pak Marta yang mengkhawatirkan anaknya, tapi justru yang di khawatirkan bertingkah masa' bodoh.
Lesta jadi geram sendiri melihat tingkah laku anak Pak Marta barusan.
Jangankan gue, Papanya aja males lihat anaknya ! Modelan gini mah kalau matinya dimutilasi orang, bukan salah yang memutilasi kayaknya !
Batin Lesta.
Seperti biasa ya.. Yok gerakkan hatimu untuk memberi double like pada dua bab ini, rate bintang 5, komentar syantikmu dan Vote yang banyak ya.. Jangan jadi pohon pisang, ada jantung tapi enggak punya hati..*Eh 🤭
"Pak , Bapak enggak apa-apa kan ?" ucap Lesta bertanya pada Pak Marta.
"Enggak apa-apa kok. Udah biasa" ucap Pak Marta sambil meletakkan gelas air minum yang dipegangnya tadi.
"Kamu pasti kaget. Di hari pertama kerjamu, sudah menemukan kejutan seperti ini" ucap Pak Marta seraya tersenyum.
Bukan kaget lagi Pak, serasa olahraga jantung gue tadi !
Batin Lesta.
"Dia putra sulungku. Sifatnya memang agak keras semenjak Ibunya meninggal. Entah apa yang membuatnya berubah, sebelumnya dia bukan orang yang seperti itu" ucap Pak Marta.
Lesta hanya diam mendengarkan cerita Pak Marta.
"Dan sifatnya semakin menjadi-jadi saat aku menikah lagi dengan mantan pegawaiku. Mungkin dia pikir aku menikah karena ingin bersenang-senang. Padahal aku menikah lagi karena memikirkannya. Aku ingin ada yang merawatnya saat aku sedang sibuk bekerja" ucap Pak Marta.
Kasihan Pak Marta.
Batin Lesta.
Dan sekali lagi, Lesta merasa iba melihat kondisi Pak Marta yang seperti ini.
"Kau tidak akan mundur kan menjadi sekretarisku, Les ? Karena ini baru awal. Dia akan tetap membuat kerusuhan dikantor ini. Dan selalu berimbas pada sekretarisku nantinya. Kalau kau merasa tidak kuat, kau boleh mundur sekarang. Karena aku perlu sekretaris yang kuat dan tegas" ucap Pak Marta.
"Saya ? saya mana mungkin mundur dari pekerjaan ini Pak. Karena ini pertama kalinya saya diterima bekerja. Sebisa mungkin saya akan bertahan dengan pekerjaan ini. Kasihan saya sama orang tua saya Pak. Tiap bulan harus kirim uang ke saya kalau saya tidak bekerja. Sedangkan penghasilan mereka juga pas-pasan dari warung pecel lele mereka" ucap Lesta.
"Baiklah, aku pegang kata-katamu barusan. Aku harap kamu bisa membuktikannya" ucap Pak Marta.
****************
Jam telah menunjukkan pukul 18:00 Sore. Lesta yang telah tiba di rumah mendapati Anis yang sudah duduk manis di depan televisi, yang masih memakai baju kerjanya.
"Duh, capek banget !" ucap Lesta sambil meletakkan tasnya di atas meja dan beranjak duduk di sebelah Anis.
"Baru pulang juga elo Nis ?" Tanya Lesta.
"Baru sampai juga sih" ucap Anis.
"Eh, gimana dengan hari pertama kerjanya ? Duh, yang udah ga jobless lagi sekarang.. Udah jadi wanita karier sekarang. Jadi gimana dengan impian masa depan elo ? Presdirnya ganteng enggak ?" Ucap Anis panjang lebar.
"Ganteng kepala elo ! Bos gue udah tuwir, udah punya bini juga dan punya anak dua !" ucap Lesta.
"Hahahaha" Anis ngakak.
"Tapi, gue bersyukur. Karena walaupun gitu Bos gue orangnya baik banget. Kasihan gue sama Dia. Selalu mikirin kelakuan anaknya yang suka memberontak itu" ucap Lesta.
"Anak ? Anak dari Bos elo ?" tanya Anis.
"Iya. Dia juga bekerja di kantor yang sama dengan papanya" ucap Lesta.
"Wow, satu kantor juga dong sama elo. Ya, udah gebet anaknya aja. Anaknya ganteng enggak nih ?" tanya Anis.
"Anaknya ganteng tapi sayang kelakuannya minus !" ucap Lesta.
"Andai aja kelakuan anaknya enggak kayak preman pasar, mungkin gue sudah tebar pesona sama dia. Kalau sekarang mah lihatnya aja males gue Nis" ucap Lesta.
"Awas nanti jatuh cinta !" ucap Anis.
"Lagunya Armada dong ?" ucap Lesta.
Lalu kedua sahabat itu tertawa berbarengan.
***************
Keesokan harinya Lesta sudah duduk manis di kursi kerjanya. Dia kelihatan sibuk memeriksa dokumen yang akan dibawa masuk ke dalam ruangan Presdir.
Sindi dan Nana yang baru saja datang, menghampiri Lesta.
"Rajin bener, pagi-pagi udah datang" sapa Sindi.
"Eh, iya nih Sin. Belum lama juga sih datangnya. Baru juga" ucap Lesta.
"Eh, gimana kemarin di dalam ? Ada perang dunia lagikah ? Tampaknya enggak usah gue ceritaiin elo udah lihat sendirikan gimana kelakuan anak Bos ?" ucap Nana.
"Ho'oh ! Udah kayak preman aja kelakuannya" ucap Lesta.
"Mana papanya aja sampai tahu kalau dia itu Playboy. Terus maksud Pak Presdir dia suka balapan liar itu, maksudnya balapan di jalan-jalan gitu kayak anak SMA ? Lah dia kan umurnya udah dewasa enggak malu apa balapan liar di jalan ?" ucap Lesta.
Sindi dan Nana tertawa mendengarnya.
"Mereka balapannya di sirkuit lah. Jadi gini loh Les, kumpulan anak-anak muda kalangan kelas atas menghabiskan waktu senggang mereka dengan kumpul-kumpul disana. Mungkin hiburan lah, setelah penat bekerja. Pak Presdir juga pernah cerita sama kita, kalau anaknya, Pak Rey emang udah dari SMA suka balapan motor. Tetapi karena resikonya berbahaya Pak Marta ingin Pak Rey berhenti dari kegiatan tersebut walaupun itu cuma buat happy-happy doang. Pak Rey juga dalam bulan kemarin sudah dua kali jatuh dari motor" ucap Sindi.
"Ooh.." ucap Lesta.
"Udah yok bahas ginian. Mending kita kerja. Kerjaan numpuk nih !" ucap Nana.
Akhirnya mereka fokus mengerjakan pekerjaan masing-masing.
Lesta yang telah selesai mengecek dokumen, melangkah masuk ke dalam ruangan Pak Marta.
"Pagi Pak Marta, ini ada beberapa dokumen yang harus ditanda tangan" ucap Lesta menyodorkan dokumen tersebut pada Pak Marta.
Pak Marta memgambil dokumen tersebut. Dia mulai menandatangani dokumen lembar demi lembar. Terkadang dia berhenti seaaat sambil mengurut keningnya. Wajahnya terlihat agak pucat.
"Bapak lagi sakit ya ? Atau mau di pending dulu tanda tangannya ?" tanya Lesta.
"Enggak usah. Biar letakkin aja disini dokumennya. Saya memang lagi enggak enak badan. kondisi saya sedang enggak fit. Nanti kalau sudah mendingan saya lanjut tanda tangan lagi" ucap Pak Marta.
"Bapak sudah minum obat ?" tanya Lesta.
"Sudah tadi, dibeliin sama Pak Yudi sebelum dia izin ke sekolahan anaknya tadi. Paling saya perlu istirahat aja, Les" ucap Pak Marta.
Lesta mengangguk.
"Kalau begitu saya keluar dulu ya Pak" ucap Lesta.
"Oke. Eh, Les. Tolong kamu kunci dari luar ruangan saya ya. Ini kuncinya. Saya juga pegang kok dari dalam. Tolong kamu bilangin pada siapapun yang mau menemui saya, bilang saya enggak bisa terima tamu. Saya lagi enggak pingin di ganggu. Sekalipun itu anak saya" ucap Pak Marta.
"Oke, Pak !" ucap Lesta.
Lesta lalu melangkah keluar ruangan dan tidak lupa mengunci pintu ruangan Presdir.
Selang beberapa menit kemudian, tiba-tiba tamu enggak diundang datang beneran. Anaknya Pak Presdir, Rey datang ke sini.
Lesta langsung berdiri dari kursinya.
"Maaf, Pak. Pak Presdir lagi enggak bisa diganggu. Dia lagi beristirahat diruangannya sekarang" ucap Lesta.
Rey cuma melirik Lesta. Dia tidak menggubris ucapan Lesta. Malah membuka paksa pintu yang terkunci.
Akhirnya Lesta menghampiri Rey yang masih berusaha membuka pintu ruangan Presdir.
"Maaf Pak tadi kan saya sudah bilang. Pak Presdir sedang beristirahat diruangannya sekarang. Dia bilang dia enggak bisa di ganggu sekalipun itu anaknya" ucap Lesta.
"Minggir ! Atau kubuat kau mati segan hidup tak mau di perusahaan ini !" ancam Rey.
Oh, jadi bener.. Dia ini biang kerok kenapa sekretaris yang dulu pada ngajuin resign. Enggak tahan dengan kelakuannya yang kayak gini.
Batin Lesta.
Lesta maju selangkah ke hadapannya.
"Silahkan tinggalkan pesan dan pergi dari sini sekarang juga. Atau saya buat Pak Direktur tetap hidup tapi rasanya ambyar !" Ancam balik Lesta.
Mata keduanya saling bertatapan, memancarkan aura kebencian satu sama lain.
"Kamu nantangin saya ? Inget ya, kamu dalam masalah sekarang !" ucap Rey dengan wajahnya yang masam, lalu melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Jangan lupa memberi like, komen, dan vote ya 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!