NovelToon NovelToon

Mentri Pertahanan Jadi NPC Bocil

Mentri Gaming

Di sebuah ruangan rapat yang megah, para pejabat tinggi berkumpul dengan wajah serius. Di layar besar di depan mereka, sebuah peta digital menampilkan pergerakan militer yang sedang dikaji oleh para jenderal.

Menteri Pertahanan Aditiya Iskandar duduk di kursinya dengan wajah serius, tapi di bawah meja, tangannya sibuk memainkan HP.

Jari-jarinya bergerak lincah di layar, mengendalikan karakternya di CLO. Saat para jenderal berdiskusi tentang strategi pertahanan negara, di layar HP-nya, Aditiya justru sedang menyerang dungeon bersama party-nya.

"Pak Menteri, bagaimana pendapat Anda tentang strategi ini?" tanya salah satu jenderal.

Aditiya, yang sedang fokus menghindari serangan bos dungeon, merespons tanpa mengalihkan pandangannya dari HP. "Kita jangan terlalu frontal. Biarkan mereka maju dulu, kita serang saat mereka kelelahan."

Para jenderal mengangguk, menganggapnya sebagai strategi militer yang cerdas. Padahal, Aditiya sebenarnya sedang berbicara tentang bagaimana cara mengalahkan bos dungeon di CLO dengan teknik 'hit and run'.

Tiba-tiba, seorang staf mendekatinya dan berbisik, "Pak Menteri, Presiden ingin berbicara dengan Anda melalui panggilan video."

Aditiya langsung panik. Bos dungeon baru tersisa 10% HP!

"T-Tahan dulu, saya sedang… eh, sedang menganalisis data!" katanya sambil tetap fokus pada HP-nya.

Seketika, layar di depan ruangan berubah menjadi panggilan video dengan Presiden. Semua orang dalam ruangan berdiri dengan hormat.

Aditiya dengan cepat menyembunyikan HP-nya di balik dokumen dan berusaha memasang ekspresi serius.

"Pak Aditiya, bagaimana perkembangan strategi kita?" tanya Presiden.

Aditiya, yang masih setengah fokus ke HP-nya, asal menjawab, "Tenang saja, Pak Presiden. Kalau kita bisa menghindar dan menyerang saat waktunya tepat, kita pasti menang!"

Presiden terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Bagus. Saya suka pendekatan taktis seperti itu."

Para jenderal mengangguk setuju, padahal Aditiya sebenarnya sedang berbicara soal serangan terakhir di dungeon game-nya.

Tiba-tiba—BOSS DUNGEON KALAH!

Di layar HP Aditiya, muncul notifikasi "CONGRATULATIONS! RAID SUCCESS!". Ia hampir berteriak kegirangan, tapi buru-buru menutup mulutnya.

Salah satu jenderal menatapnya dengan kagum. "Pak Menteri, Anda tampak sangat bersemangat. Apakah Anda baru saja menemukan strategi baru?"

Aditiya tersenyum penuh kemenangan. "Tentu saja! Ini strategi terbaik yang pernah aku lakukan!"

Sementara itu, notifikasi "RARE ITEM DROPPED!" muncul di layar HP-nya.

Dalam hati, Aditiya berteriak: "YESSS!!! AKU DAPET ITEM LANGKA!!!"

Dan begitulah, di saat negara menghadapi krisis militer, Menteri Pertahanan Aditiya Iskandar malah sibuk farming item di game MMORPG.

Aditiya Iskandar, 60 tahun, adalah Menteri Pertahanan yang dihormati. Namun, di balik citra profesionalnya, ia adalah seorang hardcore gamer.

Game terbaru yang membuatnya kecanduan adalah CLO, sebuah MMORPG berlatar peradaban kuno dengan pedang dan sihir. Selama enam bulan terakhir, Aditiya menghabiskan waktu seharian bermain game ini, mencuri waktu di antara rapat kenegaraan, latihan militer, dan bahkan saat makan siang.

Malam itu, ia sengaja begadang untuk membeli item langka yang hanya tersedia di toko NPC selama event terbatas. Setelah mendapatkan itemnya, ia tidur dengan puas.

Saat aditiya tidur. Suara teriakan, pedagang berjualan, dan orang-orang berlalu-lalang memenuhi telinganya.

Bahkan ada suara yang sangat keras seperti orang memangil tepat di telinganya

"Nijar! Nijar! Nijar!"

Sampai aditiya pun ta tahal lagih dan membukakan mata (sambil berteriak) "BERISIK."

Alangkah kagetnya aditiya sedang berada di tempat aneh tapi sepertinya sedikit tida asing.

Lalu perempuan di sebelah aditiya yang dari tadi berusaha membangunkan aditiya pun berbicara "Kenapa kau tidur di dekat pintu toko saat mau buka. Apa kamu begadang tadi malam."

Aditiya mengusap wajahnya yang terasa… kecil? Ia menatap tangannya yang kini mungil, kulitnya yang lebih halus, dan kakinya yang menggantung dari bangku kayu.

"Lho? Kok pendek?" gumamnya.

Sebelum ia bisa mencerna situasi, seorang perempuan dewasa mengenakan celemek berdiri di hadapannya dengan tangan di pinggang.

"Ada apa denganmu, Nijar? Apa kau begadang lagi tadi malam?"

Aditiya berkedip. "Siapa Nijar?" pikirnya.

Tapi sebelum ia bisa menjawab, PLAK!

Perempuan itu mengetok kepalanya dengan sendok kayu.

"Aduh! Sakit!" seru Aditiya sambil mengusap kepalanya.

"Kalau kau tidak sehat, beristirahatlah di dalam! Kau menghalangi pelanggan!" katanya kesal.

Aditiya menatap sekeliling. Sebuah toko kelontong kecil, rak-rak berisi ramuan, pedang murah, dan berbagai barang kebutuhan petualang pemula. Di luar, ada petualang berpakaian zirah dan penyihir berkerudung berjalan-jalan.

"Tunggu… ini kan toko NPC di kota utama CLO?!"

Aditiya berlari ke cermin di pojok ruangan, dan hampir pingsan.

Wajah di cermin bukanlah wajahnya yang berusia 60 tahun… melainkan seorang bocah lelaki berusia 13 tahun, dengan rambut coklat dan mata biru.

"Aku… jadi Nijar Nielson?! NPC bocil pedagang toko kelontong?!"

Aditiya mulai panik. "Oke, oke… Ini pasti mimpi! Aku pasti ketiduran saat main!"

Untuk membuktikan teorinya, ia mencubit pipinya sendiri.

"Aduh!"

Ia lalu berdiri dan menabrak meja.

"Sakit lagi?!"

Terakhir, ia mengambil botol ramuan merah dan menenggaknya.

Gluk. Gluk. Gluk.

...

...

Tidak ada efek.

"Lho?! Mana efek heal-nya?! Kenapa HP-ku nggak nambah?!"

Perempuan tadi menatapnya tajam. "Nijar, kenapa kau minum potion itu?! Kau tahu berapa harganya?!"

Aditiya menelan ludah. "Jadi… NPC nggak bisa pakai item?! Aku nggak bisa pakai skill?!"

Ia mencoba membuka menu status, tapi tidak ada layar transparan yang muncul di depannya.

"GILA, AKU BENERAN NPC?!"

Aditiya akhirnya terduduk di lantai dengan ekspresi kosong.

Sebagai Menteri Pertahanan, ia biasa mengendalikan ribuan tentara.

Sebagai player, ia bisa mengalahkan boss dungeon sendirian.

Tapi sekarang…

Ia hanyalah bocil NPC yang bahkan nggak bisa pakai potion.

"Aku… tamat."

Aditiya, yang kini terjebak dalam tubuh bocil 13 tahun bernama Nijar Nielson, mencoba menarik napas dalam-dalam. Ia duduk di belakang meja kayu kecil di toko, mengamati toko kelontong yang biasa ia lihat dalam game. Ada rak-rak penuh dengan ramuan penyembuh, potions, dan beberapa pedang murah.

"Oke, oke… jangan panik. Ini cuma game. Aku cuma perlu berpikir jernih." Aditiya berusaha menenangkan dirinya, meskipun rasanya seperti mimpi buruk.

Di seberang meja, seorang wanita dewasa berusia 25 tahun dengan rambut panjang, Lizna Nielson, tampaknya sedang merapikan beberapa barang di rak. Lizna adalah kakak Nijar dalam cerita game, dan entah bagaimana, dia juga ada di sini, hidup dan nyata.

"Nijar, kamu lagi ngelamun lagi?" Lizna bertanya sambil menatap Aditiya yang kini ada dalam tubuh bocil.

Aditiya, yang berusaha keras tetap tenang, hanya bisa tersenyum kaku. "Aku... cuma berpikir."

Lizna mengerutkan kening. "Pikirin apa? Kamu kalau nggak jualan, cuma duduk aja. Pekerjaan mu itu bukan cuma nunggu orang datang beli barang, Nijar!"

"Aku bukan NPC, aku… Menteri Pertahanan!" hampir saja Aditiya berteriak, namun ia buru-buru menahan diri. "Tidak, tidak, aku bukan NPC, aku... cuma bingung."

Namun, yang semakin membuatnya bingung adalah kenyataan bahwa dia tak bisa menggunakan kekuatan apapun. Bahkan unuk membuka menu inventaris, ia merasa seperti terhalang oleh dinding tak terlihat.

"Jadi, sekarang aku harus jadi... pedagang?" gumam Aditiya dalam hati.

Saat itu, seorang petualang dengan pedang besar masuk ke toko. Dengan muka serius, dia bertanya, "Ada potion penyembuh, Nijar?"

Aditiya, yang masih berusaha menenangkan diri, dengan ragu menjawab, "Oh, tentu. Di rak kiri. Tapi…"

Tiba-tiba, tangan bocil itu bergerak tanpa perintah, dan ia secara otomatis menyodorkan potion murahan yang jelas-jelas tak akan membantu petualang itu dalam pertarungannya melawan monster kuat.

Petualang itu memandangnya dengan heran, lalu berkata, "Potion ini cuma buat cuci muka ya?"

Aditiya merasa malu, "Astaga, kenapa aku jadi NPC begini?! Ini benar-benar gila."

Lizna yang melihat kejadian itu hanya tertawa kecil. "Nijar, kamu harus belajar cara jualan yang lebih baik. Jangan kasih barang yang nggak berguna!"

Aditiya hanya bisa tersenyum kaku. "Aku... mencoba..."

Saat itu, ia menyadari satu hal: hidup sebagai NPC bocil ternyata lebih berat dari yang ia kira.

Bagaimana Aditiya menghadapi dunia game sebagai NPC bocil?! Bisakah ia kembali ke dunia nyata, atau takdirnya adalah menjual kentang dan potion selamanya?!

Tidur, Bangun, Kembali Jadi Menteri… Kan?

Malam tiba. Setelah seharian mencoba menerima kenyataan bahwa ia sekarang adalah Nijar Nielson, NPC bocil pedagang toko kelontong, Aditiya akhirnya merebahkan diri di atas kasur kecil di kamar belakang toko.

Kasurnya tipis, agak keras, dan berbau sedikit kayu. Tidak ada pendingin ruangan, hanya sebuah jendela kecil yang membiarkan angin malam masuk.

"Astaga… Aku yang biasanya tidur di ranjang empuk dengan AC dingin, sekarang malah kayak anak kos kere." Aditiya mengeluh dalam hati.

Ia menatap langit-langit kayu di atasnya, lalu mulai merangkum kejadian hari ini.

Ia terbangun di dunia game MMORPG yang ia mainkan.

Ia bukan karakter utama, bukan pahlawan, bukan petualang hebat, tapi seorang NPC bocil.

Ia tidak punya akses ke menu game, skill, atau bahkan inventaris pemain.

Ia harus menjual barang di toko, bahkan tubuhnya otomatis bergerak layaknya NPC saat melayani pelanggan.

Aditiya menarik napas panjang. "Oke, ini memang aneh. Tapi… ini pasti mimpi. Pasti."

Ia menutup matanya dan meyakinkan dirinya sendiri.

"Kalau aku tidur di sini, aku pasti akan bangun di dunia nyata. Aku akan kembali menjadi Menteri Pertahanan Aditiya Iskandar. Aku akan kembali ke kantor, bertemu jenderal, menghadiri rapat penting… dan aku akan hapus game ini dari HP-ku!"

Ia mengulang kalimat itu seperti mantra dalam kepalanya.

"Ini hanya mimpi. Hanya mimpi. Hanya mimpi."

Beberapa menit berlalu. Aditiya mulai mengantuk. "Ya… saat aku bangun nanti, aku pasti…"

Zzz…

---

Cahaya pagi masuk melalui jendela kecil kamar. Burung-burung berkicau di kejauhan.

Aditiya menggeliat di kasurnya, lalu perlahan membuka mata. Ia menguap, mengusap wajahnya, dan berkata dengan suara serak, "Akhirnya, mimpi aneh itu selesai juga."

Ia duduk perlahan…

…lalu melihat tangannya yang masih mungil.

…kakinya yang masih pendek.

…dan suara di luar yang terdengar seperti Lizna sedang menyapu toko.

Aditiya membeku.

"Jangan bilang…"

Ia menoleh ke samping. Kamarnya masih sama, kasurnya masih keras, dindingnya masih kayu, dan… ia masih Nijar Nielson.

"TIDAAAA!!!"

Teriakan bocilnya menggema ke seluruh toko.

Dari luar, Lizna yang sedang menyapu hanya mendesah sambil berkata, "Nijar, kalau mimpi buruk, jangan teriak-teriak. Kasihan pelanggan nanti takut masuk toko."

Sementara itu, Aditiya hanya bisa terduduk di kasur sambil memegang kepalanya.

"Aku… masih NPC?! Mimpiku ternyata bukan mimpi?! Aku masih terjebak di sini?!"

Hari ini, Menteri Pertahanan yang dulunya memimpin strategi perang dunia nyata, harus menerima kenyataan bahwa ia tetap seorang bocil NPC penjual potion.

Setelah berhasil menerima kenyataan—meskipun dengan hati yang hancur—Aditiya akhirnya mencoba menguji batasnya sebagai NPC.

"Oke, kalau aku memang NPC, apakah aku hanya bisa tinggal di toko, atau bisa jalan-jalan?" pikirnya.

Sebelum toko buka, Aditiya mencuri kesempatan untuk keluar dan menjelajahi Kota Kemiren, kota utama tempat para pemain baru memulai petualangan di (CLO).

Saat melangkah keluar dari toko, jantungnya berdebar.

"Ayo, Nijar… eh, maksudku, ayo, Aditiya! Tes pertama: bisakah aku menjauh dari toko?"

Langkah pertama… berhasil.

Langkah kedua… berhasil.

Langkah ketiga… masih lancar.

"Aku bisa bergerak bebas! Aku bukan NPC statis!"

Aditiya tersenyum penuh kemenangan. "Baiklah, ayo kita eksplor kota ini!"

---

Kota Kemiren terlihat jauh lebih hidup dibanding saat ia melihatnya di layar HP. Bangunan batu bergaya abad pertengahan berjajar rapi, jalanan dipenuhi NPC penjual, pandai besi, petualang, dan pemain yang sibuk bertransaksi atau mencari quest.

Aditiya mengamati semuanya dengan rasa kagum.

"Jadi begini ya rasanya ada di dalam game… Tapi tetap saja, aku lebih suka balik ke dunia nyata."

Saat melewati alun-alun kota, ia melihat seorang blacksmith memalu besi dengan gagah, seorang penyihir NPC tua sedang menjual buku sihir, dan sekelompok pemain pemula yang sedang latihan dengan pedang kayu.

Di satu sudut, ia melihat seorang petualang berbaju zirah menendang tong sampah kayu, seolah-olah mencari item tersembunyi.

Aditiya menggeleng. "Kebiasaan player barbar… Main asal mukul benda di kota."

Saat asyik mengamati, tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya.

"Hei, bocil! Mau beli roti?"

Seorang NPC penjual roti tua menatapnya dengan senyum ramah.

Aditiya kaget. "Aku bisa beli barang juga?"

Tiba-tiba tangannya bergerak otomatis, mengeluarkan beberapa koin dari saku kecilnya dan menyerahkan ke si penjual.

"Eh?!"

Detik berikutnya, Aditiya sudah memegang roti di tangannya.

Dia menatap roti itu dengan perasaan campur aduk. "Jadi NPC juga bisa belanja… Apakah aku punya sistem ekonomi sendiri?"

Tanpa pikir panjang, ia menggigit roti itu.

"... Enak."

Aditiya sedikit terharu. "Setidaknya aku bisa makan beneran di sini."

Tapi ketika ia asyik makan, tiba-tiba sebuah notifikasi muncul di kepalanya—

[Item "Roti Gandum" dikonsumsi]

Aditiya terdiam.

"Hah? Ada notifikasi di kepalaku?!"

----

Aditiya duduk di atas bukit kecil di pinggiran Kota Kemiren, angin sepoi-sepoi menerpa rambut bocilnya yang berantakan. Dari sini, ia bisa melihat seluruh kota yang dulu hanya ia kenal sebagai tempat respawn dan transaksi di layar HP-nya.

Kota Kemiren tampak begitu hidup. Jalanan batu, rumah-rumah dengan atap merah, pasar yang sibuk, dan adventurer yang lalu-lalang membawa pedang dan tongkat sihir.

Tapi yang lebih membuatnya kagum adalah daratan luas yang terbentang di luar kota.

Di kejauhan, hutan lebat tampak menghijau di bawah sinar matahari. Lebih jauh lagi, gunung-gunung tinggi menjulang, kabut tipis menyelimuti puncaknya. Di sisi lain, laut biru berkilauan di bawah cahaya matahari, dengan beberapa kapal layar kecil bergerak di kejauhan.

“Aku… benar-benar ada di dunia ini.”

Rasanya seperti mimpi, tapi ini bukan mimpi.

Aditiya menarik napas panjang. Untuk pertama kalinya sejak ia bangun di tubuh bocil ini, ia merasa sedikit tenang.

"Jadi… aku bukan Menteri Pertahanan lagi, ya?"

Ia melirik tangannya yang kecil, lalu mengepalkan tinjunya. "Aku Nijar Nielson. Bocil NPC pedagang."

Menerima kenyataan ini memang berat. Tapi kalau ia terus menyangkal, ia hanya akan terjebak dalam kebingungan.

Tiba-tiba, pikirannya kembali ke notifikasi aneh yang muncul saat ia makan roti tadi.

[Item "Roti Gandum" dikonsumsi]

"Kalau aku benar-benar NPC, kenapa ada notifikasi di kepalaku?"

Ia mulai berpikir keras.

Biasanya, NPC tidak punya akses ke sistem pemain. Mereka hanya menjalankan skrip yang sudah ditentukan oleh game. Tapi dia? Dia bisa melihat notifikasi.

Pertanyaannya sekarang—

"Apa aku hanya NPC biasa? Atau… apakah aku bisa punya skill seperti pemain?"

Aditiya menatap ke langit biru, matanya penuh dengan tanda tanya.

"Apa mungkin aku bisa berkembang lebih dari sekadar NPC?"

Jika ada satu hal yang pasti, ia harus mencari tahu jawabannya sendiri.

Kembali ke Realitas

Saat Aditiya berbalik untuk kembali ke kota, langkahnya tiba-tiba terhenti.

Di kejauhan, seorang perempuan berambut pirang dengan jubah putih berjalan ke arahnya. Langkahnya lembut, membawa ketenangan, dan senyumnya terlihat ramah.

Aditiya langsung merasa tidak asing dengan wajah itu.

"Elsa…?"

Ia mengenal NPC ini!

Elsa, suster dari gereja Kota Kemiren. NPC yang sering memberikan quest kepada petualang pemula yang datang ke bukit ini. Biasanya, quest dari Elsa berupa pengumpulan herbal penyembuh atau membantu warga desa.

"Kalau aku bertemu Elsa, berarti aku bakal dapat quest, kan?!"

Aditiya langsung bersemangat.

Ini kesempatannya! Jika ia mendapat quest, mungkin ia bisa mendapatkan EXP atau bahkan skill seperti pemain!

Saat Elsa semakin dekat, ia tersenyum dan menyapa dengan lembut.

"Oh, Nijar? Sedang apa kamu di sini?"

Aditiya menelan ludah. "Oke, tetap tenang. Percakapan ini pasti awal dari trigger quest."

"Eh… Aku cuma jalan-jalan, Kak Elsa. Kakak sendiri?" tanya Aditiya penuh harap.

Elsa tersenyum. "Aku juga suka datang ke bukit ini. Anginnya sejuk dan pemandangannya indah, kan?"

Aditiya menunggu.

"Ayo… ayo… kasih aku quest-nya!"

Tapi Elsa tidak mengatakan apa-apa lagi.

Percakapan pun berlanjut seperti obrolan biasa. Mereka membahas cuaca, gereja, dan betapa ramainya Kota Kemiren belakangan ini.

Aditiya mulai curiga.

"Kok nggak ada trigger quest? Apa aku harus tanya langsung?"

Namun, setelah beberapa menit tanpa tanda-tanda quest, Aditiya memutuskan bertanya tentang sesuatu yang lebih menarik.

"Kak Elsa, ngomong-ngomong… aku penasaran. Di dunia ini ada sihir, apakah aku bisa belajar sihir?"

Elsa tertawa kecil. "Kamu ingin belajar sihir, Nijar?"

Aditiya mengangguk penuh semangat. "Iya! Kalau aku bisa sihir, aku bisa jadi lebih kuat! Aku nggak mau cuma jadi bocil penjaga toko!"

Elsa menatapnya dengan tatapan lembut, lalu menggeleng.

"Maaf, Nijar. Mempelajari sihir itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang."

Aditiya langsung kaget. "Hah?! Kenapa?!"

"Di dunia ini, hanya orang yang terlahir dengan potensi sihir yang bisa menggunakannya."

Elsa pun menjelaskan sesuatu yang membuat hati Aditiya langsung anjlok ke jurang kekecewaan.

"Orang yang memiliki bakat sihir dapat dikenali sejak lahir. Salah satu cirinya adalah mereka lahir tanpa menangis."

Aditiya mengerutkan dahi. "Hah? Kok aneh?"

Elsa tersenyum. "Karena bayi yang lahir dengan sihir sudah memiliki kendali energi sejak mereka dilahirkan, mereka bisa menyesuaikan napas dan tubuh mereka tanpa perlu menangis seperti bayi normal."

Aditiya langsung merasa ada harapan.

"Tunggu… Berarti aku mungkin punya potensi sihir!"

Namun, sebelum ia bisa terlalu optimis, Elsa berkata dengan santai—

"Tapi kau tidak berbakat dalam sihir, Nijar. Aku yang membantu persalinan ibumu, dan aku ingat dengan jelas… Kau menangis sangat kencang. Bahkan, kau hampir membuat jendela rumah sakit pecah."

Aditiya: "..."

Harapan yang tadi mulai membuncah langsung hancur berkeping-keping.

"Sial. Bocil ini ternyata nggak punya bakat sihir sama sekali…"

Elsa lalu melanjutkan penjelasannya tentang sihir.

"Sihir di dunia ini berbeda dengan yang mungkin kamu bayangkan, Nijar. Tidak ada sihir yang bisa mengubah dunia atau menciptakan sesuatu dari ketiadaan."

"Orang yang bisa sihir biasanya menggunakannya untuk menyerang dan bertahan, dengan elemen seperti api, air, angin, dan tanah. Ada juga sihir penyembuhan, tetapi sihir tetap terbatas pada hal-hal mendasar."

"Karena itulah, orang-orang kuat di dunia ini tidak hanya mengandalkan sihir. Mereka juga berlatih bela diri dan seni pedang. Hanya dengan kombinasi itu seseorang bisa benar-benar menjadi petarung yang hebat."

Aditiya menghela napas panjang.

Walaupun sedikit kecewa karena ia bukan chosen one yang memiliki bakat sihir, setidaknya ia sekarang tahu sesuatu yang sangat penting.

"Jadi, ini bukan dunia game… Ini dunia nyata, hanya saja ada sihir."

Sistem sihir di sini jauh lebih sederhana dibandingkan dalam game. Tidak ada fireball raksasa yang bisa menghancurkan gunung, tidak ada teleportation spell, tidak ada keajaiban yang bisa menghidupkan kembali orang mati.

Sihir hanyalah alat tambahan untuk bertarung, bukan sesuatu yang bisa mengubah realitas.

 

Percakapan dengan Elsa akhirnya selesai. Setelah mengucapkan salam perpisahan, Aditiya—atau sekarang Nijar—mulai berjalan santai menuruni bukit, kembali ke toko kelontong.

Meskipun ia sedikit kecewa karena tidak bisa sihir, ada satu hal yang membuatnya bersemangat kembali.

"Aku mungkin bukan pahlawan, bukan petualang, dan bukan penyihir… Tapi itu bukan berarti aku harus jadi NPC pasif seumur hidup!"

Sambil memasukkan tangannya ke dalam saku, Nijar menyeringai.

"Oke, aku akan menjadi Nijar sekarang. Aku akan menjalani dunia ini sebagai orang biasa!"

Dia mulai berpikir tentang bagaimana dia bisa menerapkan pengetahuannya dari dunia lama ke dunia ini.

Mungkin dia bisa mengembangkan bisnis toko kelontong jadi supermarket pertama di dunia ini?

Mungkin dia bisa menulis buku strategi perang berdasarkan pengalaman sebagai Menteri Pertahanan?

Atau… mungkin dia akan jadi satu-satunya NPC yang bisa bikin quest sendiri?!

Dengan penuh semangat, Nijar kembali ke kota, kepalanya dipenuhi berbagai rencana besar.

Namun, begitu ia sampai di depan toko…

BRAK!

Pintu toko terbuka keras, dan seorang wanita berambut merah bermata biru dengan wajah murka berdiri di ambang pintu.

Lizna Nielson.

Kakaknya.

"NIJAAAAAAAAAR!!!"

Nijar membeku di tempat.

"Astaga… aku lupa waktu! Aku pulang pas toko mau tutup!"

Lizna berjalan ke arahnya dengan tatapan membunuh.

"Kamu ke mana saja, hah?! Aku sudah mau kirim penjaga kota buat nyari kamu!"

"U-Uh, aku tadi cuma jalan-jalan sebentar, Kak…" Nijar berusaha tersenyum polos.

Lizna menyilangkan tangan di dada. "Jalan-jalan? Seharian?! Kamu tahu ini toko apa? Ini toko kelontong, bukan guild petualang!"

"Eh, iya, Kak… tapi kan—"

"DIAM!"

Lizna menyentil dahi Nijar sekuat tenaga.

"AWWW! ITU SAKIT, KAK!" Nijar mengusap dahinya yang merah.

"Bagus! Itu namanya hukuman!" Lizna menyentilnya lagi.

"Aduh, aduh, stop! Aku bisa jelasin!" Nijar panik.

Lizna menatapnya tajam.

"Baiklah, jelaskan. Kenapa kamu pergi tanpa bilang-bilang? Kenapa kamu balik pas toko mau tutup?"

Nijar berpikir keras.

"Oke, aku harus kasih alasan yang masuk akal…"

"Eh… aku tadi… ikut merenung di bukit tentang… perkembangan ekonomi kota?"

Lizna: "..."

Nijar: "..."

Lizna mengangkat alis, lalu menyilangkan tangan lagi.

"Oh, begitu ya? Merenung tentang ekonomi kota? Bocil 13 tahun merenung soal ekonomi?"

Nijar langsung menyadari kesalahannya.

"Sial, aku lupa kalau aku sekarang bocil NPC!"

"Uh… maksudku… Aku tadi… belajar dari alam, Kak! Memahami kehidupan!" Nijar berusaha memperbaiki situasi.

Lizna menarik napas dalam.

"Baiklah… Karena kamu ingin ‘belajar dari alam’, mulai besok kamu akan belajar dari sapu!"

"Hah?!"

"Ya! Mulai besok kamu kebagian bersihin toko tiap pagi!"

"Tapi Kak—"

"Dan kamu nggak dapat jatah camilan selama tiga hari!"

"TIDAAAAK!!!"

Nijar menangis dalam hati.

Dunia baru, masalah baru.

Sepertinya, menjadi NPC biasa lebih sulit dari yang ia kira.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!