Ukhuwah Islamiyah adalah prinsip keimanan
seorang muslim dan muslimah. Ukhuwah Islamiyah adalah kekuatan yang dikaruniai
oleh Allah kepada hamba-Nya yang beriman yang menumbuhkan rasa kasih sayang ,
saling percaya kepada saudaranya yang seakidah. Dengan berukhuwah akan timbul
rasa saling peduli, saling menolong , tidak menzalimi dan saling menjaga
kehormatan orang lain yang timbul semata-mata hanya karena Allah SWT.
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan
janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu
semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara
hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara.” (QS. Ali Imran [3]: 103)
** - Pertemuan-**
Asma Fitriyah Hasanah. Dialah seorang gadis cantik, yang penuh dengan kebaikan, keceriaan dan sikap lembut yang menyelimuti dirinya. Dialah gadis laksana penyejuk bagi orang-orang disekitarnya. Usianya yang menginjak 22th telah menjadikannya sebagai gadis yang dewasa, mandiri dan cerdas. Kegiatannya saat ini adalah mengajar di RAI (Rumah Anak Islami) yang didirikan oleh Panti Asuhan Kasih Bunda khusus mendidik anak-anak jalanan. Tiap Bulannya Ia mengumpulkan anak jalanan untuk kelangsungan berdirinya RAI. Selain mengajar, Ia juga mengikuti Program Hafalan Qur’an, di LTQ (Lembaga Tahfidzul Qur’an) yang didirikan oleh Ustadz Muzzamil. Yang bertempat 3km dari rumahnya. Suatu kepuasan menjadi diri yang bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya.
Jam mengajarnya selesai pada pukul 12 siang, setelah sholat dzuhur berjama’ah. Tapi hari ini Asma pulang lebih lama dari sebelumnya, karena ia harus menyelesaikan tugasnya meng-input data anak-anak di ruang kerjanya. Ditemani oleh teman-teman dan juga beberapa pengurus yang juga masih sibuk dengan tugas masing-masing. Ibu Hj. Lidya, adalah ketua pendiri RAI yang dibantu oleh suaminya, Bapak H. Salim Abdullah. Asma dikenal sebagai seorang yang bertanggung jawab dan baik dalam bekerja. Ibu Hajah Lidya atau yang sering disapa Ummi oleh Asma, begitu sangat menyayangi Asma karena ketekunan dan kelembutannya. Selesainya, Asma berpamitan dengan Ummi Lidya sambil memasukkan barang-barangnya kedalam tas dan bersalaman dengan Ummi Lidya. Sepulangnya dari RAI, Asma langsung melajukan motornya menuju masjid Ar Rohman yang tak jauh dari rumahnya. Teman-teman yang telah berkumpul dan menunggunya untuk membicarakan Program Ramadhan tahun ini.
Kondisi jalan saat itu memang terlihat sepi, tidak terlalu banyak pengendara yang lewat. Sinar matahari pun juga tidak begitu panas menyentuh kulit. Terlalu fokusnya pandangan lurus kedepan tanpa memperhatikan kanan dan kirinya, ditengah perjalanan ia mendapat musibah yang menimpa dirinya dan motornya. Motornya tersenggol oleh seorang pengendara yang keluar dari tikungan di sebelah kiri jalan. Dirinya terjatuh, telapak tangan dan jari-jari tangan kanannya terluka. Dada terasa sesak karena kaget, degupnya semakin keras. Asma langsung memegang tangannya yang terluka untuk menahan sakitnya. Seorang lelaki yang tak sengaja menyenggol motor Asma juga terjatuh, namun kondisinya tidak seburuk Asma yang terluka. Lelaki itu meninggalkan motornya yang masih terbaring di jalan dan mendekat pada Asma yang tertimpa motor. Beberapa orang di pinggir jalan juga mendekat dan membantu.
“tangannya terluka. Biar saya antar ke rumah sakit.” Ucap lelaki itu yang terlihat rapih dengan balutan jas hitam.
“ngga apa-apa. Biar diobati sendiri saja.”Sahut Asma.
“khawatirnya infeksi. Biar saya antar berobat, anggap saja sebagai tanggung jawab saya karena membuat anda celaka.” Ucap lelaki itu.
“sudah mba, ngga apa-apa diobati saja. Bawa saja mas, ada klinik dekat sini.” Ucap salah seorang warga, laki-laki.
“iya neng. Motornya biar diparkir disini, neng sama masnya ini ke klinik dulu.” Sambung ibu penjual makanan ditempat itu.
Asma hanya memanggutkan kepala sebagai tanda menyetujui. Pemuda itu bersiap diri dengan motornya. Asma pun duduk dibelakang pemuda itu hingga sampai di klinik.
Jarum jam mulai menunjukkan pukul setengah tiga sore. Ihsan dan teman-teman telah menunggu kehadiran Asma. Ihsan merasa khawatir. Perasaannya tidak enak, seperti menandakan sesuatu terjadi terhadap Asma. Sedangkan Asma masih terbaring dengan penangan para perawat yang sedang membersihkan lukanya. Rasa sakit terlukis di wajah Asma yang sesekali mengerutkan dahi dan memejamkan matanya. Pemuda yang berdiri tak jauh dari tempat Asma berbaring, merasa sangat khawatir. Dadanya terasa perih seperti ikut merasakan, hatinya terus beristighfar memohon ampunan. Tidak lama setelah selesai membalut luka, Asma dan pemuda itu keluar dari ruangan. Keempat jarinya rapat terbalut perban, hanya menunjukkan kuku-kuku diketiga jarinya saja. Asma terus memperhatikan tangannya yang tebalut kain putih itu. Pemuda itu masih tetap berdiri disamping Asma dan memperhatikan tangan Asma yang diperban.
“sekali lagi, saya mohon maaf.” Ucap pemuda itu yang merasa bersalah melihat kesedihan diwajah Asma.
“ngga apa-apa, insya allah lukanya cepat sembuh.” Sahut Asma dengan senyum keramahannya.
“ini obat dan perbanya ada didalam.” Ucap sang pemuda sambil memberikan kantung plastik putih berisi perban dan sebungkus obat untuk Asma.
“terimakasih.” Ucap Asma.
“mmhh .. ini kartu nama saya. Kalau lukanya belum sembuh atau terjadi hal lain, bisa menghubungi saya” Ucapnya lagi sambil memberikan kartu nama kepada Asma.
Asma hanya membalas dengan senyuman dan menerima kartu nama yang bertuliskan “Abdullah Asyam” juga nomor telephon kantor dan nomor pribadinya yang dapat dihubungi.
bersambung....
Pukul empat sore, Asma baru sampai dihalaman masjid dikarenakan perjalanan yang cukup macet di sore hari, ditambah dengan kendaraan yang ia tunggangi adalah bajai untuk sampai ke masjid Ar Rohman. Asma meninggalkan motornya dan menitipkan dengan salah seorang tukang parkir ditempat yang tak jauh dari kecelakaan yang menimpa dirinya. Langkah kakinya mengayun cepat di halaman masjid dan menaiki tangga disisi kanan masjid yang mengarah pada ruang Sekretariat Remaja. Didalamnya telah banyak berkumpul sebagian remaja untuk membahas agenda rutin disetiap Ramadhan. Bagi para Remaja disekitar masjid mengadakan kegiatan di bulan Ramadhan adalah untuk meramaikan masjid dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat sekaligus merangkul para remaja-remaja untuk aktif dalam kegiatan dan meramaikan masjid.
“Assalamu’alaikum ..” ucap Asma sambil membuka pintu.
Suaranya halus terdengar, khas kehadirannya. Jawaban dari salamnya serempak terdengar menggema. Senyumnya terpancar menyapa semua. Seorang lelaki yang baru saja bergabung bersama Ihsan dan teman-temannya mengangkat pandangannya dan terkejut atas apa yang dilihat. Asma dan Asyam saling memandang, karena saling terkejut dengan apa yang didapat dihadapannya. Pertemuan dijalan tadi mempertemukannya kembali.
“innalillahi, asma. Tangannya kenapa ?” ucap Silvi, panik dan langsung menghampiri Asma sambil merangkulnya.
Asyam langsung menundukkan pandangannya dengan penuh rasa bersalah. Seorang wanita yang tanpa sengaja dibuatnya terluka dijalan tadi adalah wanita yang sangat disayangi oleh teman-temannya.
“(asma pun tersenyum) ngga apa-apa ka silvi, hanya kecelakaan kecil.” Jawabnya.
“tangan kanan yang terluka.” Ucap Silvi.
“insya allah cepat sembuh, apalagi ada sahabat-sahabat sholihah yang mendoakan” sahut Asma dengan senyuman.
“kamu jatuh dari motor, ma ? atau ditabrak orang ? apa orangnya bertanggung jawab ?” Tanya Salwa yang juga menghampiri, begitu khawatir dan menaruh telapak tangan Asma diatas telapak tangannya.
“(asma tersenyum dengan keceriaan diwajahnya) Alhamdulillah orang itu sangat bertanggung jawab.” Jawab Asma sambil melirik kepada Asyam yang sedari tadi memperhatikannya.
“sudah, asmanya kan cape. Disuruh duduklah, Kasihan.” Ucap Nadia yang sedang duduk di bangkunya.
“aku kira kamu ga datang, ma.” Ucap Ihsan.
“datanglah , bang. Asma kan tadi bilang kalau asma telat karna harus menyelesaikan tugas dulu di RAI.” Jelas Asma sambil menaruh tas dilokernya.
“oh, iya. Asma .. kenalin nih temen abang, namanya Abdullah Asyam.” Ucap Ihsan.
“Salam kenal bang Asyam. Saya Asma.” Ucap Asma dengan keramahan diwajahnya.
Asyam hanya memanggutkan kepala sambil tersenyum dan kembali menunduk. Masih tersimpan rasa bersalah dalam dirinya.
“Alhamdulillah nambah nih daftar ReMas (remaja masjid) kita.” Ucap Silvi.
“Alhamdulillah ka silvi. Semoga semakin menambah semangat kita untuk berdakwah.” Sahut Asma sambil tersenyum.
Asma pun mulai membuka buku catatannya.
“aww .. astaghfirullah.” Ucap Asma sambil memegang pergelagan tangan kanannya dengan tangan kirinya untuk menahan sakit di jarinya, air matanya sempat sekali menetes.
“sakit ya ? sudah. Biar aku yang mencatat.” Ucap Salwa begitu khawatir dan langsung menutup buku catatan Asma.
“sudah istirahat dulu, asma. Jangan memaksakan.” Ucap Syahrul.
“iya. Sudah kamu diam dan dengarkan saja apa yang dijelaskan bang ihsan.” Ucap Salwa.
Salwa Kanisa Ajiba, seorang gadis cantik. Bahkan kecantikannya melebihi teman-teman remaja masjid dikalangan putri. Seorang gadis yang dipuji kecantikannya oleh teman dikalangan putri bahkan menjadi perbincangan dikalangan putra. Sebuah karunia terindah dari Allah SWT , memiliki fisik yang sempurna , wajah yang cantik dan kulit yang bersih. Namun siapa sangka bahwa kecantikan seorang wanita dapat menjadi sebuah fitrah hingga menjadi sebuah fitnah. Apabila diri sendiri pun tak dapat menjaga sebuah titipan yang telah diamanahkan oleh Sang Pencipta-Nya.
Salwa adalah anak semata wayang dari Ibu Rana dan Bapak Habibi. Sama Seperti Ustadz Hasan dan Ustadzah Zulfah yang memiliki satu orang putri, Yaitu Asma. Kegiatan Salwa saat ini adalah bekerja di salah satu bank syariah di Jakarta selatan. Dalam perihal agama, Salwa masih dibawah Asma yang benar-benar mempelajari, memahami dan mempraktekkan dalam kesehariannya. Hatinya masih rapuh dengan cinta, pola berfikirnya masih mengedepankan Ego-nya. Perasaan dan fikirannya masih belum bisa menyatu. Mungkin karena sering dimanjakan oleh kedua orang tuanya.
“saya ulangi sekali lagi untuk mengingatkan. Kepanitiaan kegiatan Ramadhan ini insya allah akan diketuai oleh Syahrul Ramadhan dan Zidan Misbah Sa’dan sebagai wakilnya. Untuk dana kegiatan saya bersama Silvi akan berkordinasi oleh pihak masjid untuk mengajukan anggaran kegiatan sebagai penambahan kas. Asyam bertugas sebagai penanggung jawab acara kegiatan yang akan dibantu oleh Asma. Nadia dan Salwa bekerjasama untuk bagian konsumsi. Yang lainnya nanti akan diberikan tugas dalam kelangsungan kegiatan.” Jelas Ihsan.
Muhammad Ihsan Safaraz, lelaki tampan pengahafal Qur’an. Seorang sarjana Ilmu Tafsir. Ia sangat dihormati oleh
adik-adik remaja dan teman-teman seusianya. Seorang pemuda berusia 25th yang tinggal dirumah petak (kost). Ihsan tetap bertahan meneruskan dakwahnya dimasjid yang pernah menjadi tempatnya singgah saat liburan dari pesantrennya. Meski saat ini keluarganya pindah menempati rumah barunya di komplek perumahan Citra Indah City, Bogor. Ihsan tetap memilih untuk tinggal di sekitar masjid yang menjadi ladang dakwahnya sejak lulus Madrasah Aliyah.
Abdullah Asyam, seorang pemuda kelahiran jawa yang juga seorang sarjana, teman seperjuangan Ihsan. Sambil mengisi liburannya dengan kegiatan selama Ramadhan sekaligus membantu Ihsan sebagai ketua Remaja Masjid. Asyam meluangkan waktunya untuk bergabung sebelum kembali ke kampung halaman bersama keluarga.
Bersambung .....
Cerahnya langit biru mulai memudar, digantikan oleh senja yang kuning kemerahan. Sore ini masing-masing diri tidak memiliki kegiatan pribadi. Mereka memutuskan untuk tetap tinggal di ruangan dan lebih lama berkumpul untuk lebih mematangkan tentang acara-acara dibulan Ramadhan dan diselingi dengan obrolan dan canda, tawa.
Silvi yang duduk berhadapan dengan Ihsan di meja tugas Ketua Remaja. Asma dan Asyam yang juga ditemani oleh Syahrul , mereka duduk dilantai dengan laptop masing-masing. Syahrul ikut bergabung mendiskusikan acara apa saja yang akan dibuat. Nadia, Salwa dan Zidan berdiskusi tentang konsumsi buka puasa bersama untuk para Jama’ah masjid.
“asma si baru dapat 4 kegiatan, yang insya allah kita semua pun bisa aktif dalam kegiatan tersebut. Iftor jama’I , Ta’jil On The Road , sahur bersama, dan tadarus. Sebenarnya ingin diadakan antara kuliah subuh atau kuliah dhuha, tapi khawatir tidak ada yang mengisi.” Jelas Asma.
“kalau subuh sudah pasti ada, ma. Kalau dhuha, bagus juga si. Coba nanti di usulkan saja saat musyawarah ke dua.” Sahut Syahrul.
“bang asyam kira-kira kalau dhuha bisa mengisi tidak ?” tanya Syahrul.
“insya allah sabtu dan ahad, bisa. Kalau hari biasa, saya kerja.” Jawabnya.
“kalau rata-rata yang bisa hanya weekend, maka kuliah dhuha dibuka setiap sabtu dan ahad saja. Tapi kalau dihari biasa ada yang bersedia, maka kuliah dhuha akan aktif setiap hari.” Usul Asma dengan senyuman yang gembira.
“oke. Nanti kita tanyakan kesediaan mereka untuk mengisi kuliah dhuha.” Ucap Syahrul yang juga bergembira.
Sementara itu, Salwa dan Nadia sedang merincikan anggaran dana konsumsi untuk iftor para jama’ah masjid. Sambil ditulis diselembar kertas. Zidan hanya duduk dan memperhatikan.
Zidan Misbah Sa’dan, tetangga sekaligus teman dekat Syahrul. Zidan lelaki sederhana namun cerdas. Saat ini kegiatannya hanyalah sebagai mentor sekaligus marbot di salah satu masjid yang mengadakan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sekaligus mengadakan kegiatan mentoring disetiap minggunya di dalam masjid yang bertempat seperti aula yang luas.
“untuk ta’jil kita pakai kurma sama teh. Laluuuu …” ucap Salwa sambil berfikir.
“makanan beratnya nanti bergilir saja, kalau ada dana lebih di kas, kita gunakan. Kalau tidak ada, mungkin minta bantuan masyarakat sekitar.” Selak Zidan sambil memainkan handphone-nya.
“hmm, boleh juga. Yasudah nanti dibicarakan lagi.” Ucap Nadia.
Nadia Elfira Syahidah, seorang gadis yang cerdas dalam mendidik anak. Sesuai profesinya sebagai pengajar di salah satu taman kanak-kanak dan bekerja sebagai seorang penyiar radio saat sore hari. Nadia terkenal sebagai gadis yang bertutur kata baik dan bijak juga seorang yang penyabar.
Adzan maghrib telah berkumandang, banyak orang-orang yang berjalan menuju masjid. Orang-orang yang berjualan malam di luar pagar masjid, meninggalkan dagangannya untuk melakasanakan sholat maghrib di masjid. Ihsan, Asyam dan teman-temannya keluar ruangan untuk berwudhu dan melaksanakan sholat maghrib berjama’ah. Silvi dan Salwa tetap berada di ruangan karena sedang berhalangan.
Silvi Damayanti, gadis berusia 25th. Satu kelahiran dengan Ihsan ditanah Jakarta. Sikapnya lembut, dewasa dan baik kepada sesama. Kabarnya dia telah dijodohkan oleh pemuda kelahiran tanah jawa, anak teman ayahnya. Namun sosoknya sampai sekarang belum juga diperlihatkan kepada teman-teman remajanya. Silvi gadis yang mandiri, bekerja, kuliah dan membiayai kedua adiknya untuk bersekolah. Silvia dan Salva, mereka kembar dan duduk di bangku Madrasa Aliyah tingkat 1.
“ka silvi, jadi dana kita untuk kegiatan ada berapa ka ?” tanya Salwa menghampiri Silvi yang masih berada di
meja Ihsan.
“kalau saldo ramadhannya belum ada. Kalau sisa kas kita ada sekitar delapan jutaan.” Jelas Silvi.
“hmm ..” gumam Salwa.
“kan kita juga mau menyebar proposal ke perusahaan sekitar untuk meminta partisipasi mereka. Nanti juga mau minta dana tambahan kepada pengurus masjid.” Jelasnya lagi.
“hmm .. ka silvi rencana pernikahannya kapan, hehe ..” Tanya Salwa sambil bercanda.
“hii ko jadi bahas nikah si .. Doakan saja ya, ngga baik diumbar-umbar. Nanti saja tunggu undangannya.” Ucap Silvi dengan senyuman.
“salwa kapan nyusul ?” Ledek Silvi.
“ih kaka nih, aku saja baru mulai kuliah, ka. Calonnya saja belum keliatan. Tapi .. doakan saja ya sama pemuda yang satu ini, hihihi ..” canda Salwa.
“hayo , pemuda yang mana ..” desak Silvi sambil bercanda.
Para Jama’ah masjid berhamburan keluar masjid untuk memakai sandal. Ada juga beberapa yang masih tinggal di masjid untuk membaca Al-Qur’an sambil menanti datangnya waktu isya. Ihsan, Asyam dan Zidan kembali menaiki tangga. Tetapi tidak dengan Syahrul, yang mengeluarkan motornya dari barisan parkir.
“rul, mau kemana ?” Tanya Ihsan yang sedikit berteriak karena posisinya yang hampir mendekati pintu sekretariat.
“biasa, bang ihsan. Buka warung dulu.” Jawabnya.
“cepat balik ya.” Ucap Ihsan dengan senyumnya.
“siap, bang.” Balas Syahrul.
Syahrul Ramadhan. Putra bapak Syahdan yang memiliki rumah makan olahan ayam di pinggir jalan raya yang berjarak 1km dari tempat tinggalnya yang berada 100 meter dari masjid. Syahrul hanya tinggal bersama ayahnya, ibunya meninggal sejak Ia duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah tingkat 3. Menjelang ujian nasional. Kini keadaan perekonomiaannya lebih baik semenjak ayahnya membuka rumah makan di pinggir jalan. Ruangan yang
cukup luas untuk menata meja dan kursi, juga dapur dibagian belakang. Lagi-lagi, Asma lah yang membantu menata dan merias ruangan itu. Ayahnya sangat menyayangi Asma sebagai anak perempuannya juga sangat dihormati karena Ia adalah putri dari keluarga Ustadz dan Ustadzah yang terpandang dilingkungan sekitar.
“assalamu’alaikum, pak. “ ucap Syahrul sambil mengangkat rooling door.
“wa’alaikumsalam .. kemana saja ngga bantu bapak dari sore ?” Ucap Pak Syahdan yang terlihat kesal terhadap putranya.
“maaf, pak. Tadi kumpul sama teman-teman remaja di masjid.” Jelas Syahrul sambil menurunkan bangku yang tergantung diatas meja.
“yasudah, sebagai gantinya. Syahrul bantu bapak sampai tutup.” Ucap Syahrul.
“urusi saja urusanmu. Biar bapak yang berdagang.” Ucap Pak Syahdan sambil mengeluarkan ayam yang telah dibumbui untuk ditaru di etalase depan.
“jangan marahlah, pak. Syahrul kan sudah minta maaf dan ingin menebus kesalah syahrul.” Ucap Syahrul.
Tiba-tiba saja ponsel Syahrul bergetar , menerima pesan dari seorang teman.
“rul , aku dan teman-teman yang lain mau mampir ke warung bapa sekalian makan malam disana.”
“pak , asma sms. Katanya dia dan teman-teman mau mampir dan makan disini.” Ucap Syahrul gembira.
“bener kamu, rul ?” tanya Pak Syahdan yang ikut bergembira karena rezeki dari Allah untuknya akan segera datang dari teman-teman putranya.
“iya, pak. Bener.” Sahut Syahrul.
“Alhamdulillah.” Ucap Pak Syahdan.
Ada hati yang resah menantikan kehadiran putri semata wayangnya yang tak kunjung datang dari jam pulang mengajarnya. Nomor yang dihubungi sejak sore, tidak aktif. Tidak ada pula kabar yang sampai kepada orang tuanya, Ustadz Hasan Khusaeni dan Ustadzah Zulfah Fitriyah.
“coba hubungin ihsan, yah. Kali ajah asma lagi sama ihsan dan teman-temannya dimasjid.” Ucap Ustadzah Zulfah yang terlihat panik.
“yasudah, bunda kan bisa hubungi pakai telpon rumah.” Ucap Ustad Hasan.
Ihsan dan kawan-kawan telah sampai di RM Syahdan (nama rumah makan milik bapak syahdan.) Pak Syahdan sangat gembira tiap kali bertemu dengan Asma, putri seorang Ustadz yang sangat Ia hormati. Mereka berkumpul di meja panjang yang sama dan saling berhadapan.
“hayo pada pesan menu apa nih ?” tanya Syahrul yang ramah sambil memegang kertas dan pulpen ditangannya.
“kalau asma pasti ayam bakar madu sama jeruk hangat, ya kan ?” Ucap Syahrul dengan tawa.
“yes. Right, syahrul.” Sahutnya sambil tersenyum.
“nampaknya untuk pelanggan yang ini sangat dihafal kesukaannya.” Ledek Ihsan.
“ah bang ihsan nii .. Jangan cemburu-lah, bang.” ledek Syahrul.
“lupakan, lupakan .. aku pesan ayam kremes sama teh manis panas.” Ucap Ihsan.
“oh, iya. Ayam bakar punya ku dibungkus saja ya, nanti dimakan dirumah. Aku pesan tiga.” Ucap Asma dengan lembut.
“hmm .. iya.” Sahut Syahrul.
“yang lain ?” tanya Syahrul yang siap mencatat lagi.
“kita bertiga samain saja kaya asma, ayam bakar madu. Minumnya teh manis satu sama jus mangga dua.” Jelas Silvi.
“siap. Zidan sama bang asyam pesan apa ?” tanya Syahrul.
“saya ayam penyet sama jeruk hangat.” Ucap Asyam.
“aku ayam goreng sama teh manis saja, rul.” Lanjut Zidan.
“oke, ditunggu yaa.” Ucap Syahrul.
Tiba-tiba ponsel Ihsan bergetar menandakan panggilan masuk. Tertulis di layar ponselnya, bunda zulfah.
“bunda nelpfon, ma.” Ucap Ihsan kepada Asma yang duduk di hadapannya.
“astaghfirullah. Coba diangkat, bang. Tapi …. Jangan bilang tentang ini ya.” Ucap Asma sambil menunjukkan
jari-jarinya yang diperban.
Percakapan via telpon :
“wa’alaikumussalam ..” Jawab Ihsan.
“ihsan, kamu lagi dimana, nak ?” Tanya Bunda Zulfah.
“ihsan lagi makan di warungnya pak syahdan, bunda.” Jawab Ihsan.
“mmhh .. apa ada asma disana ?” Tanya Bunda Zulfah.
“ada, bunda. Asma pasti ngga ngabarin bunda sama ayah dirumah ya.” Ucap Ihsan.
“nomornya tidak bisa dihubungi. Bunda khawatir, takut asma kenapa-kenapa di jalan.” Ungkap Bunda Zulfah.
“insya allah ngga apa-apa, bunda. Tadi sehabis ngajar, ihsan yang meminta asma ke masjid. Mungkin hp-nya mati jadi tidak mengabari ke bunda. Sekarang kita semua lagi mau makan sama teman-teman yang lain. Sehabis itu, baru kita semua pulang.” Jelas Ihsan.
“yasudah, titip asma ya. Jangan terlalu malam pulangnya.” Ucap Bunda.
“insya allah.” Sahut Ihsan.
Asma pun menatap Ihsan berharap Ia menceritakan percakapannya dengan Bunda Zulfah, begitupun Ihsan yang menatapnya seolah ingin menasihatinya. Namun nyatanya, Syahrul dan sang ayah memecah lamunannya dengan menghadirkan beberapa piring sesuai dengan pesanan masing-masing.
“Alhamdulillah ..” ucap Silvi dengan wajah yang senang.
“silahkan dinikmati, moga-moga rasanya tidak mengecewakan.” Ucap Pak Syahdan.
“insya allah tidak, pak. Buktinya ayam bakar madu jadi favoritnya asma.” Ungkap Salwa bercanda.
“iyah, pasti enak ko, pak.” Sambung Silvi.
“rul, gabunglah. Kita sekalian mau lanjut membahas yang tadi.” Ucap Ihsan
“iya, bang.” Sahut Syahrul dan berjalan untuk menaruh nampan di belakang.
Sambil menyantap hidangan, sedik-sedikit mereka berbincang menyampaikan hasil diskusi dari masing-masing tugasnya. Sekitar 20 menit mereka menghabiskan makanan dan membersihkan tangan mereka. Mereka kembali memulai rapat dimeja makan.
“salwa, tolong dicatat semua usulan teman-teman. Syahrul silahkan dimulai rapatnya.” Perintah Ihsan.
“mmh .. maaf bang ihsan, kalau boleh usul rapatnya kita tunda sampai minggu depan saja, gimana ? takutnya kemalaman untuk dibahas lagi. Dan nanti tolong dibuatkan grup khusus panitia saja supaya bisa tetap diskusi jarak jauh.” Usul Silvi.
“mhh .. boleh juga. Jadi untuk masing-masing divisi dipersiapkan baik-baik ya. Supaya minggu depan bisa dibahas tuntas, nanti segera saya buatkan grupnya.” Ucap Ihsan.
Merekapun menyelesaikan pertemuan hari ini. Semua kembali kerumah dengan mengendarai motor dan ada pula yang berjalan kaki. Asma, Silvi dan Salwa berjalan sambil berbincang-bincang hingga sampai diperempatan jalan untuk berpisah. Silvi yang harus mengambil jalur kiri untuk sampai kerumahnya, begitu pula dengan Salwa yang berbelok ke kanan dan Asma tetap berjalan lurus.
Bersambung .....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!