NovelToon NovelToon

Derita Istri Penebus Hutang

bab 1

Mobil mewah Alpart baru saja tiba dihalaman rumah mewah.

Setelah acara pernikahan, Anissa langsung diajak pindah kerumah Prabu yang berasa dikota Magelang.

Senyum cerah selama perjalanan, kini sirna dalam sekejab, karena perubahan sikap sang suami, yang berbanding balik dari saat ijab qobul dimulai.

Wajah Prabu berubah datar tanpa ekspresi apapun. Begitu mobil berhenti, Prabu langsung melenggang turun begitu saja, tanpa peduli dengan wanita yang baru dipersuntingnya itu.

Degh

Anissa terperanjat melihat sikap suaminya barusan. Namun langsung dia enyahkan. Pikirnya, mungkin sang suami merasa lelah akibat acara pernikahan tadi. Anissa lantas segera turun walaupun hatinya terasa berdesir nyeri.

Langkahnya sempat menggantung diambang pintu. Rupanya Prabu sedang menunggunya didalam. Pria itu melirik kearah Anissa sekilas, lalu segera bangkit dari duduknya sembari melambaikan tangan mengisyarat Anissa untuk mendekat.

"Mas, apa yang terjadi?? Kenapa kamu dingin seperti ini?!" Anissa yang sudah tidak kuat menahan rasa heranya, langsung saja melontarkan pertanyaan kepada Prabu.

"Mas?? Jangan lagi kamu memanggilku dengan sebutan memalukan itu, Anissa...!! Aku terlalu jijik mendengarkannya!!" bantah Prabu memperlihatkan sikap tenangnya. Bahkan dia tak bergeming sedikitpun, saat istrinya merasa tidak terima atas perubahan sikapnya saat ini.

Dada Anissa seketika bergemuruh. Apakah mungkin dia sedang bermimpi. Lalu, sikap hangat beberapa waktu lalu yang telah dia dapatkan dari Prabu, apakah hanya tipuan muslihat semata.

Sebelum Prabu membalikan badan, akan beranjak. Dia menatap lurus kedepan, "Ingat Anissa...jangan pernah kamu tanamkan cinta dihatimu untuku!! Sampai kapanpun, aku tidak akan bisa membalas cintamu itu...." kata Prabu menekan disetiap kalimatnya.

Anissa melayangkan tatapan tidak terima. Wanita cantik itu mendekat selangkah, dengan air mata yang sudah menggumpal di balik pelupuk.

"Apa maksudmu, Prabu Sakti Darmanta?! Coba katakan, apa maksudmu.....??" tanya Anissa kembali, meyakinkan orang yang saat ini berada dihadapanya. "2jam yang lalu, kamu baru saja mengikatku dalam ikrar pernikahan. Sekarang....kamu berkata seolah pernikahan kita ini hanyalah lelucon?? Coba katakan, Prabu.....??!" bentak Anissa yang sudah lepas kendali atas emosinya.

Prabu tetap diam, seolah apa yang baru saja dia dengar hanyalah angin berlalu. Kemarahan istrinya tidak pernah didengar. Bahkan, Prabu masih bersikap tenang tak bergeming sedikitpun.

Desahan nafas Prabu yang terdengar kasar, begitu nyaring di telinga Anissa saat ini. Dia masih menatap suaminya selekat mungkin menampakan raut wajah tidak terima.

Prabu menoleh sekilas, setelah itu dia menarik lengan Anissa masuk kedalam. Melihat cengkraman ditangan kirinya, Anissa hanya terdiam menahan rasa yang begitu sesak dalam sekejab.

Setiap lorong rumah megah itu terasa sunyi bagai mati ditelan masa. Beberapa sketsa lukisan wanita cantik yang terbingkai rapi disetiap sudut ruangan, seolah sedang menyambut langkahnya yang kian terasa lemah. Anissa mendongak sekilas, berharap air matanya tidak jatuh ditempat yang salah.

Satu pelayan sudah berdiri menunduk setengah badan didepan pintu salah satu kamar, yang kini menghentikan langkah Prabu. Cengkraman tangannya terlepas dari tangan Anissa.

Anissa menatap culas kearah pintu kamar tersebut. Pintu itu bukan selayaknya pintu kamar biasa dengan satu daun pintu. Melainkan dua belah pintu mewah dengan ukiran disetiap sisinya. Pikiran Anissa melayang, apakah dia akan dibawa suaminya memasuki kamar pengantin mereka.

Namun, pikiran kosong Anissa seakan ditepis oleh sang suami, disaat Prabu mulai menariknya masuk kedalam.

Dapat Anissa lihat. Didepan kaca besar dengan tirai terbuka, terdapat seorang wanita cantik yang sedang duduk dengan tenang. Tatapanya kosong lurus kedepan, dengan sesekali diiringi tawa pecah tanpa sebab. Wanita itu tidak sendiri, dia ditemani satu pelayan parubaya yang kini tengah menyisir rambut lurusnya.

"Kamu bisa lihat, disana ada seorang wanita yang tengah asik dengan dunianya sendiri.....?! Dialah kekasihku~Ailin!!" Prabu berkata tanpa memalingkan tatapanya, dari wanita cantik yang sedang duduk tenang tersebut. Suara yang semula terdengar dingin serta tegas, kini terasa lebih parau dan sedikit bergetar.

Prabu tidak mampu meninggikan suaranya didepan sang kekasih~Ailin. Dia begitu menjaga kekasihnya yang saat ini tengah mengalami depresi berat, sehingga membuat jiwanya sedikit terganggu.

Degh

Tubuh Anissa terasa lebih lemas dari sebelumnya. Kedua kakinya seakan tidak mampu menopang tubuh lemasnya saat ini. Dia memundurkan kakinya beberapa langkah, dengan air mata yang sudah berjatuhan melewati rahang kerasnya.

Demi apa, dada Anissa saat ini bagai dihantam benda besar, tanpa dia tahu seperti apa bentuknya. Dia sesekali menggelengkan kepala, berharap apa yang baru saja didengar hanyalah lelucon dari mulut suaminya~Prabu.

"Nggak...nggak mungkin!! Katakan sekali lagi padaku, siapa wanita itu Prabu....??" tangisan Anissa pecah, setelah dia mencoba menolak takdirnya saat ini.

Bagimana bisa dia diperistri, jika suaminya menyimpan wanita lain didalam rumahnya. Pernikahan macam apa ini. Anissa masih terisak dalam tangisanya, walaupun bibirnya mengukir senyum kecut.

Jiwanya terpatah dalam sekejab. Tangisanya masih deras berjatuhan, tanpa mendapat jawaban yang memuaskan. Dadanya bergemuruh hebat semakin teriris.

Prabu memutus pandanganya menjadi menunduk sekilas, lalu menatap kearah istrinya yang saat ini masih terdiam dalam tangisnya, sembari menatap kearah wanita disebrang.

"Memang tidak salah yang kamu dengar barusan!! Wanita disana...." tunjuk Prabu kearah Ailin, "Dia adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku. Dan yang perlu kamu garis bawahi. Aku memilihmu bukan tanpa sebab saja, Anissa...!! Melainkan untuk merawat kekasihku yang kini dalam masa pengobatannya. Dan satu lagi, kamu tidak bisa menentang peraturanku, karena Brahma sendiri yang sudah menjualmu kepadaku, alih-alih perjodohan palsu ini!!" tegas Prabu memberi alasan yang logis agar Anissa dapat mengerti.

Betapa hancurnya hidup Anissa yang telah terenggut ditanggan ayahnya sendiri. Bertahun-tahun mencari keadilan atas tanggung jawab dari sang ayah, karena sejak kecil sudah ditinggalkan. Kini malah mendapat tekanan mental, dengan dalih perjodohan palsu.

Anissa mendekat kearah suaminya, dengan raut wajah sesendu mungkin. Isakan tangisanya sudah mulai berkurang, dan dijadikannya kesempatan untuk menumpahkan segala kekecewaan yang ada.

"Kamu manusia yang begitu kejam, Prabu!! Aku kira, pernikahan yang kamu berikan padaku, dapat menyelamatkan aku dari jahatnya dunia luar!! Namun nyatanya, kamu seakan menuangkan gas beracun, agar aku dapat musnah bersama hatiku dalam sekejab!!" Anissa menumpahkan rasa kecewanya, benar-benar sakit, hingga urat dilehernya jelas terlihat ikut menonjol, saat dia menekan setiap kalimatnya.

Merasa pusing, Prabu hanya menghela nafas kasar lalu segera melenggang pergi keluar dari sana. Pikiranya benar-benar buntu, jika Anissa sudah menumpahkan segala jerit batinya. Dia pikir akan mudah saja meminta hati lain, untuk merawat pujaan hatinya. Namun harapanya seketika musnah, karena ucapan istrinya barusan.

Anissa cepat-cepat mengusap airmatanya. Dia memantapkan hatinya untuk berjalan kedepan mendekat kearah wanita cantik tersebut.

Tap...tap...tap

Langkahnya terasa berat sekali. Namun demi melawan dunianya yang terasa kejam, Anissa harus bisa bersikap layaknya orang asing yang baru memperoleh suatu penistaan.

"Tolong, tinggalkan kami berdua!! Tugasmu untuk merawat Ailin sudah selesai, karena aku yang akan mengambil alih merawatnya!!" suara Anissa terdengar bergetar, dengan airmata yang sesekali masih jatuh menetes.

Parubaya itu sejak tadi hanya diam, namun menyimak setiap kata yang terlontar dari kedua tuan dan nonanya. Mbok Marni namanya. Dia menghentikan aktivitasnya, lalu segera meletakan sisir kayu tersebut diatas meja rias berukir.

Wanita tua itu mengunci tatapan Anissa, seolah keberadaanya akan menjawab segala yang mengganjal dari kekasih suaminya itu.

"Selamat datang di rumah, nyonya!! Apa yang sedang anda saksikan saat ini, bukanlah bagian dari drama rumah tangga anda dengan tuan. Semua memiliki sudut pandang masing-masing dalam mengartikan masalah!! Begitu juga tuan dengan nyonya," mbok Marni mengulurkan tanganya menyentuh tangan Anissa, "Saya titip non Ailin!! Jika terjadi sesuatu, anda bisa memanggil saya. Saya permisi....!"

Anissa hanya terdiam, hingga uluran tangan itu terlepas dengan sendirinya. Ekor mata Anissa masih menatap kearah mbok Marni, hingga wanita tua itu telah hilang dibalik pintu.

Pikiranya benar-benar kalut, mencoba memahami arti ucapan pelayan tua itu. Namun tetap saja, Anissa sangat sukar untuk menemukan jawabanya.

"Kenapa berhenti menyisirku, mbok?? Ayo lakukan lagi. lusa aku akan menjadi wanita yang paling cantik dengan gaun indah!! Rambutku harus terurai sehat," seru Ailin dengan masih menatap lekat kedepan.

Anissa lalu beranjak kearah meja rias untuk mengambil sebuah sisir kayu tersebut. Dia lantas melakukan hal sama seperti yang mbok Marni lakukan tadi.

Helaian demi helaian rambut, Anissa sisir dengan begitu lembut, walaupun dadanya terasa sesak. Ruangan luas itu terasa hening, tanpa setetes suara yang terdengar. Anissa mencoba menguatkan hatinya, bahwa yang ada di hadapanya saat ini adalah wanita yang sangat berharga bagi suaminya.

"Lihatlah mbok...pangeranku akan tiba!! Dia baru saja turun dari langit...." gumam Ailin sembari menunjuk kearah dinding kaca. Tertawa renyah dengan dunianya sendiri.

Semakin Anissa mengurai rambut indah itu lebih dalam, maka semakin sesak yang dia rasakan. Dengan sikap tenangnya, dia berusaha tersenyum kecut hingga airmatanya tumpah kembali.

"Kamu sangat beruntung Ailin, kamu begitu dicintai oleh suamiku! Walaupun seperti ini, kisahmu lebih berharga dari pada hidupmu......" lirih Anissa mencoba berdamai dengan rasa sakitnya.

Mendengar suara yang sangat asing ditelinganya, Ailin sontak menoleh terperanjat. Kedua netranya membola lebar, namun bukan kebencian yang tersirat. Melainkan ketakutan yang begitu dalam, saat pertama kali melihat Anissa.

Anissa tersenyum nanar. Lalu meletakan kembali sisir kayu tersebut diatas meja rias.

TOKOH PEMERAN

~Prabu Sakti Darmanta~

~Anissa Candrakanti~

~Ailin Niken Sudrajat~

bab 2

"Siapa kamu ...." lirih Ailin ketakutan. Dia seraya bangkit dari duduknya, dan langsung memundurkan langkahnya. Wanita cantik dengan wajah pucat itu langsung menjatuhkan diri diatas lantai, membekap seluruh badanya dengan kembali belirih, "Jangan...jangan ambil pangeranku! Aku takut sendirian..."

Anissa terus saja mendekat. Mengukir senyum hangat, lalu ikut duduk dihadapan wanita depresi itu. Anissa mengulurkan tanganya, "Tidak perlu takut denganku, Ailin! Akulah yang akan merawatmu kedepan. Dan kehadiranku tidak akan mengambil pangeran dari sisimu!" lirih Anissa yang terdengar lembut sekali.

Ailin yang mendapat perlakuan lembut seperti saat ini. Sontak saja tak bergeming, saat tanganya diusap begitu lembut oleh wanita dihadapanya.

Sorot mata yang semula menyirat ketakutan, kini perlahan mencair hangat, tanpa ada tekanan apapun. Ailin perlahan memajukan badanya, "Kamu tidak jahat..? Kamu akan baik padaku? Apa boleh, aku menjadi sahabatmu. Aku selalu sendirian disini..." kata Ailin menatap Anissa dengan antusias.

Anissa mengangguk. Dia tersenyum kembali, "Aku tidak akan jahat kepadamu....duniamu begitu lembut, untuk aku yang baru tahu kebenaranya. Kalau begitu, mari menjadi sahabat!" balas Anissa menarik sudut bibirnya.

Pukul 12 siang.

Setelah selesai mengurus Ailin, Anissa segera beranjak dari kamar gadis depresi itu, dan membiarkannya tidur siang terlebih dahulu.

Krieett..

Ceklek..

Setelah menutup pintu, Anissa dikejutkan datangnya pelayan dari arah belakang.

"Nyonya, tuan sudah menunggu anda untuk makan siang bersama..." seru pelayan bernama Nila.

Anissa sempat terkejut, lalu segera membalikan badan dengan mengulas senyum hangat, "Saya bukan nyonya dirumah tuan kalian!! Jadi, panggil nama saya saja~Anissa!" jawabnya menegaskan, bahwa kehadirannya bukan tidak seperti yang mereka bayangkan.

"Emm..baik non Anissa! Mari..."

Setelah kepergian pelayanya, Anissa mencoba menguatkan hatinya sebelum dia benar-benar harus berhadapan kembali dengan suaminya.

"Hah..!" helaan nafas Anissa terdengar begitu berat, seakan langkah kakinya begitu berat hanya untuk membawanya menuju ruang makan.

Tap...tap...tap

Deru langkah Anissa saat menuruni anak tangga, rupanya tidak membuat sang suami menoleh ataupun melirik sedikitpun. Bahkan, Prabu masih terdiam hingga Anissa sampai di depanya saat ini.

Bunyi deritan kursi itu begitu nyaring, menggema keseluruh sudut ruangan. Namun seolah tidak mengganggu kenyamanan dari sang empu, yang masih saja berperang dalam pikiranya sendiri.

Anissa mengambil piring kosong yang ada didepan suaminya, lalu mengisi beberapa hidangan tanpa satu kalimat yang terlontar.

Tak..

Bunyi piring saat diletakan sang istri dimeja kaca tersebut, masih tidak membuat seorang prabu membuka suara, hingga dia benar-benar mulai menyuapi mulutnya dengan makanan tersebut.

"Setelah makan siang selesai, tolong tunjukan dimana kamarku!!" kata Anissa yang masih sibuk dengan makananya. Semenjak kenyataan yang baru saja dia terima beberapa jam lalu, wajah yang dulu selalu tersenyum, kini mendadak datar tanpa ekspresi.

Prabu masih terdiam, dan tampak sibuk dengan makanannya, hingga suapan terakhir. Setelah itu, dia bangkit dari duduknya. Setengah jalan langkahnya menggantung. Tanpa membalikan badan, dia hanya berkata.

"Ikuti aku!"

Anissa segera beranjak, setelah itu mulai mengikuti langkah suaminya menuju ruang samping.

Mereka berhenti didepan kamar dengab dua daun pintu, sama seperti kamar yang dihuni oleh Ailin. Saat pintu terbuka, Prabu masuk terlebih dahulu. Merasa sang istri tidak mengikuti langkahnya, sontak dia berhenti.

"Kamar ini bukan ranahku, maka tunjukan aku dimana kamar pelayan..." ujar Anissa terasa dingin.

Mendengar itu, rupanya membuat darah seorang Prabu mendidih seketika. Dia langsung membalikan badan, menatap sang istri dengan kedua mata tajamnya.

"Jangan membuatku emosi~Anissa! Cepat masuk, dan jangan membantah!" sahut Prabu menekan disetiap kalimatnya.

Anissa menarik nafas dalam, lalu segera melangkah tanpa bantahan lagi. Dapat dia lihat, kamar luas itu terdapat lukisan bocah kecil sedang bermain gitar diatas dipan besar, dan dapat diyakini jika itu merupakan lukisan suaminya sewaktu kecil.

Semakin dalam Anissa masuk, dirinya mengedarkan pandang keseluruh ruangan, berharap menemukan kejanggalan dalam ruang tersebut, namun rupanya tidak ada.

"Mulai sekarang, ini menjadi kamar kita!" seru Prabu menatap istrinya yang berjarak.

Kita...? Apa pendengaran Anissa tidak salah. Suaminya barusan menyebut kamar kita, seolah langsung mengeklaim bahwa mereka nantinya akan tidur dalam ranjang yang sama.

Kening Anissa mengernyit, lalu segera membalikan badan. Langkahnya mendekat, dengan lemparan tatapan penuh pertanyaan.

"Kita...? Apa nanti kamu akan tidur disini?" ulang Anissa kembali.

"Hemmt..!" jawab Prabu mengangguk. "Ruangan besar ini, adalah kamar kita." lanjutnya lagi.

"Aku tidak mau!" tolak Anissa menantang tatapan Prabu.

Mendapat penolakan dari istrinya, prabu yang menahan geram, langsung saja mengikis jarak diantara mereka. Hingga Anissa dapat merasakan sapuan nafas suaminya yang saat ini tengah memburu.

"Jangan pernah membantah, Anissa. Aku sudah menyerahkan uang yang tidak sedikit kepada Brahma!! Padahal, Brahma sendiri memiliki hutang kepadaku. Tapi karena aku sedang membutuhkan pelayan untuk menemani kekasihku, maka sebagai gantinya, aku meminta dirimu dari Brahma sebagai penebus hutang!!" bisik Prabu tepat disamping telinga Anissa.

Anissa tak bergeming saat sapuan nafas suaminya, mampu menusuk gendang pendengarannya saat ini. Satu demi satu, kebenaran mulai Anissa ungkap dari mulut suaminya sendiri.

Dadanya berdesir nyeri, tidak menyangka rupanya sang ayah tega menukarnya jiwanya, dengan sejumlah uang haram.

Airmata yang semula menggumpal, kini luruh lantah diwajah datarnya. Dadanya bergemuruh hebat, seakan tidak mampu menopang langkah kakinya saat ini.

"Jangan pernah menangis dihadapanku! Aku paling benci dengan wanita lemah sepertimu, ini!" tandas Prabu merasa muak. Setelah itu, dia langsung melenggang pergi keluar meninggalkan tangisan sang istri sendiri.

Anissa akhirnya terjatuh, terkulai lemah diatas dinginya lantai marmer. Tangisanya seketika pecah tanpa ada yang peduli.

'Kenapa ayah tega sama Anissa...! Apa salahku, Tuhan.....!' jerit batin Anissa yang begitu mengiris hati.

Dret..

Dret..

Disela isakan tangisnya, Anissa dikejutkan dengan dering ponsel yang bergetar didalam saku dressnya.

'Ibu Rita'

Mendapat panggilan dari sang ibu, Anissa yang masih terisak, mencoba menarik nafas pelan sambil mengusap sisa air matanya. Senyum dibibirnya seketika melekung indah, berharap sang ibu tidak mencurigai dirinya.

"Bagaimana, apa Prabu bersikap baik padamu?" tanya bu Rita bersuara dingin.

Anissa segera bangkit dari duduknya. Kemudian berjalan menuju balkon kamar, "Ibu tidak perlu cemas!! Mas Prabu begitu manis memperlakukanku," jawab Anissa tersenyum kecut.

Bu Rita yang sedang duduk tenang sambil menikmati segelas teh hangat ditepi kolam, hanya menarik sudut bibirnya sekilas. "Baiklah, ibu tutup dulu!! Ingat, jangan pernah merepotkan suamimu~Anissa!" kata bu Rita yang mengakhiri perbincangan singkatnya dengan sang putri.

Anissa hanya tersenyum culas. Setidaknya, sang ibu masih memikirkan nasibnya, walaupun sikap dingin yang dia dapatkan.

Sementara diluar.

Prabu kedatangan seorang dua tamu parubaya. Keduanya tampak turun dari mobil dan langsung disambut hangat oleh kepala pelayan untuk diajaknya masuk.

"Selamat datang bu Asih dan tuan Sudrajat!! Monggo, silahkan masuk...." sambut mbok Marni dengan sopan.

Bu Asih mengusap lengan pelayan tersebut. Jika dilihat dari perlakuan bu Asih, dapat digambarkan jika mereka sudah lebih akrab dari bayangan orang-orang.

"Apa benar, Mbok?" tanya bu Asih melayangkan tatapan penuh tuntut.

Seakan mengerti. Mbok Marni terdiam beberapa detik, hingga dia hanya mengangguk sesaat.

"Panggilkan Prabu!! Suruh dia menghadap padaku sekarang," sahut tuan Sudrajat, yang tida habis pikir dengan jalan kekasih putrinya.

Mbok Marni hanya mengangguk, lalu segera bergegas pamit menuju dalam. Baru setengah jalan, mbok Marni dikejutkan oleh kedatangan tuan mudanya dari atas tangga.

Tap...tap...tap

"Ada apa, mbok?" tanya Prabu setelah dia berhasil turun kebawah.

"Tuan dan ibu....mereka sudah ada didepan!" kata mbok Marni meminta tuanya untuk segera bergegas kedepan.

Bagas menarik nafas dalam, lalu segera melenggang kedepan untuk menemui dua tamunya itu.

"Kenapa kamu lakukan ini, Prabu?" suara tuan Sudrajat menggema, saat melihat Prabu berjalan dari dalam.

Belum sampai suami Anissa itu duduk. Dia masih berdiri dengan melempar tatap penuh tanya, "Paman dan ibu sudah tau?"

Bu Asih ikut bangkit dari duduknya. Berjalan dua langkah mendekat kearah Prabu, dengan menampakan tatapan teguran kepada pria dihadapanya.

"Apa istrimu, juga sudah tahu Prabu?" tanya bu Asih menahan kecewa.

Prabu menatap kedua tamunya terlebih dulu, sebelum tatapanya lurus kedepan. Wajahnya seketika mendingin, bahkan tanpa senyum sedikitpun disana, "Bahkan, aku yang meminta dia untik merawat~Ailin!" jawabnya tanpa rasa belas kasihan pada sang istri.

Bu Asih sontak saja membekap mulutnya, saking tidak menyangka dengan sikap kejam calon menantunya itu. Air mata wanita tua itu, tiba-tiba menggumpal dibalik pelupuk keriputnya. Jika sekali kedipan saja, mungkin airmatanya akan menetes berjatuhan.

Tuan Sudrajat juga membolakan mata tajam mendengar penyataan pria muda didepanya saat ini. Bagaimana mungkin, seorang istri sah malah merawat kekasih suaminya yang sedang depresi. Tuan Sudrajat benar-benar tidak habis pikir dengan sikap aneh yang dilakukan calon menantunya itu.

"Hah!" desah keras tuan Sudrajat, yang merasa bingun. "Kamu benar-benar gila, Prabu!" teriaknya kembali, "Sekarang, Paman akan membawa Ailin pergi dari sini! Paman tidak ingin membuat istrimu merasa terganggu dengan adanya wanita lain dirumah ini!" seru tuan Sudrajat.

bab 3

Prabu seakan tak bergeming atas gertakan dari pria tua dihadapanya saat ini. Hidupnya yang penuh ambisi, dan juga keyakinan, seakan tak gentar sedikitpun, hanya karena gertakan ringan saja.

Tatapanya seketika mengunci kedua netra tuan Sudrajat, "Tidak paman!! Ailin akan tetap disini. Aku sudah berjanji dengan diriku sendiri, bahwa aku akan bertanggung jawab penuh, hingga Ailin benar-benar dinyatakan pulih!!" bantah Prabu menekan kalimatnya.

"Tapi bagaimana......" ucapan tuan Sudrajat terpaksa menggantung, karena sang istri lebih dulu menyelanya.

"Sudah, kamu duduk saja dulu!! Bair ibu yang berkata dengan Prabu..." sahut bu Asih saat menatap suaminya.

Tuan Sudrajat lantas duduk kembali, dengan sekali tarikan nafas. Bu Asih lalu mendekat kearah calon menantunya itu perlahan, hingga tepat berada dihadapan Prabu saat ini.

"Ayo, ajak ibu bertemu dengan istrimu!! Ibu ingin bertemu...." pinta bu Asih dengan sorot mata memohon.

Prabu semakin bungkal. Apa yang terjadi, jika ibu dari kekasihnya akan bertemu langsung dengan istrinya sendiri. Pikiran negatif pun menyeruat memenuhi kepalanya saat ini. Prabu masih terdiam, hingga lenganya dioyak oleh wanita tua didepanya.

"Apa kamu takut, jika ibu akan memarahi dia?? Hilangkan semua pikiran kotormu dari ibu, Prabu!!" ujar kembali bu Asih.

"Tunggu sebentar, biar aku panggilkan!!" Prabu memutuskan untuk memanggil istrinya. Entah apa nantinya yang akan terjadi, dia hanya bisa melihat saja.

Sementara didalam, Prabu segera menuju kamarnya. Karena terakhir dia meninggalkan sang istri didalam kamarnya.

Ceklek!

Kosong?? Prabu mengernyit mengedarkan pandang keseluruh ruang, hingga mencarinya dikamar mandi. Namun lagi-lagi Anissa tidak ada disana.

'Dimana Anissa??' batinya.

Setelah itu, dia kembali menutup pintunya dan berjalan menuju kamar paling ujung, mungkin saja sang istri ada dikamar tersebut.

"Bagaimana, Ailin...apa kamu suka??" gumam Anissa dari belakang, karena dia baru saja mengepang rambut indah Ailin.

Ailin bertepuk tangan layaknya anak kecil. Gadis depresi itu membolakan mata takjub saat melihat dirinya dipantulan kaca.

"Pangeranku pasti akan suka, Anissa!! Aku sudah tidak sabar ingin memperlihatkan padanya..." girang Ailin dengan dunianya sendiri.

Ceklek

Tapp!!

Tapp!!

Merasa ada pergerakan dibelakangnya. Anissa kemudian membalikan badan, dan ternyata Prabu lah yang datang.

"Ailin...lihatlah siapa yang datang. Kamu bisa memperlihatkan pada pangeranmu!!" seru Anissa menepuk kedua bahu Ailin, seraya membalikan badanya.

Prabu masih terdiam, namun dia dapat mendengar ucapan istrinya barusan. Dipikirnya, ternyata sang istri memiliki hati yang lebih kuat dari yang dia duga.

Saat Ailin menoleh. Sejenak, Ailin terdiam sambil memanyunkan bibirnya. Dia kembali menatap Anissa, "Dia bukan pangeranku, Anissa!! Kamu tahu, pangeranku masih ada dilangit. Dia belum turun, mungkin nanti malam akan turun!," balas Ailin tertawa pecah.

Prabu mendekat kearah kekasihnya. Tersenyum hangat, "Kamu lebih dari cantik, Ailin...!! Siapa yang mengepang rambut indahmu ini?" tanya Prabu lembut.

Ailin yang masih tertawa dengan dunianya sendiri, hanya menunjuk kearah Anissa. Dia terdiam sejenak, hingga berkata, "Dia ibu periku, Prabu! Hatinya sangat lembut sekali. Jadi....jangan sakiti dia!!" jawab Ailin menatap sinis kearah kekasihnya, lalu dia beralih menatap Anissa, "Kamu ibu periku~Anissa!!" kekehnya.

Anissa hanya mengangguk, menyembunyikan rasa sesaknya. Apa-apaan ini, bagaimana bisa suaminya dengan terang-terangan memuji wanita lain didepan istrinya sendiri.

Menyadari diamnya sang istri, Prabu lantas segera menarik tangan Anissa agak menjauh dari Ailin.

Sshh!!

"Lepaskan Prabu!!" kata Anissa tidak terima melihat lenganya ditarik paksa oleh sang suami.

"Ada yang ingin bertemu denganmu dibawah!!" jawab Prabu setelah mereka sampai diambang pintu kamar Ailin.

Anissa memicing, "Siapa?"

"Orang tua~Ailin!!" seru Prabu singkat.

Degh..

"Tidak ada yang perlu kamu cemaskan. Mereka bukan seperti keluargamu, yang memiliki hati keji!!" ujar Prabu menatap Anissa sekilas. Setelah itu dia melenggang turun begitu saja.

Anissa langsung mengikuti langkah suaminya turun. Entah apa yang akan dia terima nantinya, yang jelas Anissa sudah menyiapkan beberapa jawaban atas pertanyaan mereka nanti.

Dari kejauhan, dapat Anissa lihat, dua parubaya dengan pakaian rapi sedang duduk anggun menanti kedatanganya. Dan tidak perlu berpikir dua kali, jika keluarga Ailin bukanlah orang sembarangan.

Tapp!

Tapp!!.

Anissa berhenti tepat disamping suaminya, hingga keberadaanya terpanggil oleh kedua parubaya tersebut.

Bu Asih berdiri, tersenyum hangat tanpa menunjukan rasa tidak sukanya. Wanita tua itu menghampiri Anissa untuk diajaknya duduk bersama.

"Tidak ada yang perlu kamu takutkan! Siapa namamu, nak??" tanya bu Asih begitu lembut. Mereka duduk bersama bagaikan seorang anak dengan ibunya.

Anissa mendadak terenyuh mendapat sikap hangat seperti saat ini. Dia membalas sapaan hangat itu dengan tersenyum, "Panggil saja~Anissa!" jawabnya.

"Kamu tahu nak, jika bibi merasa menjadi wanita yang paling gagal!!" lirih bu Asih sembari menepuk tangan Anissa. Sementara Anissa sendiri mencoba menjadi pendengar, hingga wanita tua didepanya itu melanjutkan lagi ucapanya. "Bibi tidak dapat menghentikan suamimu, untuk tidak merawat putriku. Entah seberapa sakit hatimu, bibi tidak tahu....!! Yang jelas, bibi hanya mengucapkan maaf serta terimakasih yang sebesar-besarnya."

'Pantas saja Ailin memiliki sikap begitu lembut. Ternyata ibunya jauh seperti malaikat yang mengembangkan kedua sayapnya saat ini' batin Anissa menerima tatapan bu Asih.

"Tidak ada yang salah disini, dan akupun tidak membenarkan sikap suamiku. Aku hanya terjebak diantara hubungan putrimu dan juga Prabu. Namun aku yakin, hidup tidak selamanya seperti ini. Mungkin saja, jika putrimu telah pulih, maka aku yang akan mundur dari pernikahan ini!!" kata Anissa yang mencoba menguatkan hatinya. Dan memang, apa yang keluar dari mulutnya kini, itulah yang dia rasakan.

Ketiga orang itu merasa terkuliti dengan ucapan Anissa barusan. Tak halnya dengan Prabu. Pria yang duduk tenang diserang itu, entah mengapa hatinya mendadak nyeri, mendengar pernyataan istrinya barusan.

Bu Asih menggelengkan kepala cepat, hingga kedua netranya berembun seketika. Dia wanita, jadi pasti tahu apa yang dirasakan Anissa saat ini.

Sakit apalagi yang belum Anissa rasakan. Gadis berusia 25 tahun itu bahkan menjadi satu-satunya yang paling diasingkan dari keluarga besarnya, hingga sang ibu sendiri dengan ternag-terangan mengabaikannya.

"Tidak Anissa!! Pernikahanmu akan selamanya menjadi pernikanmu. Ailin sudah menerima takdirnya lebih kuat. Andai dia pulih, pasti dialah orang pertama yang mendukung rumah tangga kalian," jawab bu Asih sambil menatap Prabu juga.

"Putrimu begitu lembut. Saking lembutnya, hingga aku tidak dapat membedakan caranya menerimaku atau tidak!! Dia anggap kehadiranku sebagai sahabatnya. Aku tidak bisa membayangkan sesakit apa menjadi dia, jika sampai dia tahu aku menistakan hubunganya!!" kata Aisyah kembali. Namun kali ini dadanya berdesir nyeri.

Lagi-lagi Prabu merasa tertampar dengan lontaran ucapan istrinya barusan. Dia terdiam kalut dengan pikiranya sendiri. Entah seperti apa diakhir, Prabu hanya berharap tidak akan ada yang tersakit.

Sebelum orang tua Ailin memutuskan untuk pulang, dia sudah berkali-kali meyakinkan Prabu, agar melepas Ailin untuknya. Namun, mengingat dirinya sudah terikat janji. Prabu masih tetep kekeh dalam pendiriannya, untuk mengobati Ailin hingga sembuh.

"Ibu pamit dulu, Anissa!! Sebelumnya, apa ibu boleh memelukmu?" Tanya bu Asih penuh harap.

Anissa mengangguk, lali segera mendekap tubuh tua itu. Disana dada Aisyah bergemuruh, seolah mendapat dekapan dari ibunya sendiri. Seumur-umur baru kali ini Anissa merasakan begitu diperlakukan baik, didekap penuh kasih sayang layaknya seorang anak sendiri.

"Ibu dan paman jaga kesehatan!! Senggang waktu, biar Anissa yang berganti menjenguk kalian," jawab Anissa setelah melerai pelukanya.

"Paman tunggu kehadiranmu, nak!! Kami permisi dulu," pamit tuan Sudrajat.

Anissa mengangguk, lalu segera membalikan bada masuk kedalam kembali. Namun belum sampai itu, suara Prabu tampaknya mengehentikan langkah kakinya.

"Apa maksud ucapanmu tadi~Anissa??" tegur Prabu bersuara dingin, yang masih menatap kearah pintu.

"Semua ucapanku tidak mengandung racun. Jadi, jangan terlalu kamu pikirkan!!" tandas Anissa tanpa menatap kearah suaminya.

Prabu seketika menghela nafas dalam. Tatapanya mengintimidasi lawan, sambil mengepalkan kedua tanganya kuat.

Melihat ada vas bunga disisi nakas. Dia lantas segera mengambilnya. Dan tiba-tiba...

Pyar!!

Lemparan vas bunga yang prabu layangkan kearah daun pintu, rupanya membuat nyaring menggema ditelinga sang istri saat ini.

Anissa memejamkan mata sejenak. Dia dapat merasakan hawa kemarahan suaminya yang disaksikan megahnya rumah tersebut. Detik kemudian, dia langsung melenggang masuk kedalam dengan wajah tenangnya.

Prabu masih terdiam dengan amarahnya. Pria berusia 32 tahun itu tampak menaik turunkan nafasnya, karena teramat geram dengan sikap sang istri barusan.

Sekaan dia tidak terima, melihat istrinya dapat bersikap tenang saat menyebut kata kata dalam rumah tangganya. Entah apa yang dirasakan Prabu saat ini. Yang jelas, dia tidak terima jika Anissa pergi begitu saja dari hidupnya.

** **

Tapat pukul 8 malam.

Malam ini, kota Magelang sedang diguyur hujan dengan begitu lebatnya. Anissa yang sudah memastikan gadis yang dia rawat sudah terlelap dari tidurnya. Kini Anissa segera menutup pintu untul keluar.

Anissa berjalan pelan menuju kamarnya. Namun ruangan besar itu kosong, bagaikan hatinya saat ini. Entah apa dan siapa yang sedang dia cari. Yang jelas, Anissa merasakan sepi, karena Prabu tidak ada dikamarnya.

Saat di tangga, Anissa sempat berpapasan dengan satu pelayan muda, yang bertugas menemani Ailin selama tidurnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!