"Audzubillahiminasyaitonirojim............."
Indahnya lantunan ayat Qur'an itu menggema di seluruh sudut ruangan.
Laura. Pemilik suara itu sedang menghayati ayat demi ayat yang ia lafadzkan. Diikuti dengan air mata yang perlahan jatuh di sudut mata Laura. Baginya, rutinitas yang ia lakukan setiap malam, adalah obat yang ampuh meluluhkan segala kesepiannya. Dengan mengaji, rasanya ia telah bercerita banyak hal kepada sang Pencipta. Allah SWT.
Ya, Laura—anak tunggal dari keluarga yang cukup berada. Namun, tidak sama halnya dengan anak tunggal lainnya yang selalu mencurahkan waktu bersama orang tuanya. Laura justru hanya ditemani dua orang pembantu yang telah dibayar kedua orangtuanya untuk menjaga dan mengurusi Laura selama mereka tidak ada di sampingnya.
Malam itu, seakan alam ikut merasakan kesedihan Laura. Seakan ikut bercengkrama mendengar doa Laura. Hujan turun begitu deras hingga terdengar bunyi yang menghantam atap rumah Laura. Menutupi suara Laura yang mulai bergetar agar tak ada manusia lain yang mendengarnya.
"Shadaqallahul adzim."
Laura menutup Qur'an, lalu mulai melihat kearah jendela yang menghembuskan angin kedalam kamarnya. Pipi putih nan bulat itu sudah nampak sangat basah.
Ia berjalan ke arah jendela kamarnya. Terlihat seorang gadis berhijab panjang nampak kehujanan dan berlari menuju rumah kecil di sebelah rumah Laura. Gadis itu basah kuyup hingga sampai ke tujuan. Namun, air mata Laura semakin deras melihat gadis itu yang telah disambut hangat oleh sepasang suami istri dan adik laki-laki kecil di sebelah rumahnya, dengan wajah penuh kekhawatiran.
Iri. Kesepian. Rindu. Itulah yang kini menguasai hati dan pikiran Laura sekarang. Iya amat sangat kesepian dan merindukan kedua orangtuanya.
"Ya Allah, ampuni hambamu yang saat ini hatinya sedang dikuasai syaiton. Rasa iri yang luar biasa melihat keluarga itu sampai lupa rasanya bersyukur bahwa hambamu masih punya engkau.. Ya Allah, jadikanlah rasa kesepianku menjadi pintu semakin dekatnya hamba padaMu.. Ya Allah, sampaikanlah pula rinduku pada Ibu dan Ayahku. Berikanlah perlindungan bagi keduanya dan mudahkanlah segala apa yang sedang menjadi urusan keduanya." Doa Laura dalam hati.
Ia menatap langit-lang it yang tidak nampak cahaya sedikitpun dari sang bulan dan bintang. Air matanya kini mulai berhenti mengalir. Tidak lama kemudian, ia menatap jam yang berada di meja belajar nya tepat di samping kanan jendela. "Udah jam setengah 10 malam ternyata. Udah waktunya tidur." Ucapnya.
Laura kembali menarik nafas panjang, lalu perlahan menghapus sisa air matanya yang masih menyelimuti pipi bulatnya. Kemudian menutup jendela dan berjalan ke arah keluar kamar. Ya, ia berencana mengambil wudhu lagi lalu tidur.
**********
Piuk piuk piuk...
Handphone itu terus berbunyi membangunkan sang pemilik.
"04.20 WAKTUNYA PERSIAPAN SHOLAT SUBUH" Begitulah yang tertera dilayar Handphone Laura. Ya, itu adalah alarm yang disetting Laura untuk membangunkannya jika ia sampai tertidur pulas.
Laura bergegas menuju kamar mandi. Membersihkan diri dan berwudhu. Setelah itu, ia mulai bersiap-siap sembari menunggu adzan berkumandang.
Beberapa menit kemudian, adzan Masjid di dekat rumah Laura berkumandang. Laura mengambil posisi di atas sajadah bulu kesayangannya. Mengangkat kedua tanganya untuk berdoa ketika mendengar adzan tersebut berhenti. Lalu menunaikan kewajibannya tersebut.
Sholat qobliyah subuh, sholat wajib subuh, berdzikir dan di akhiri dengan berdoa.
40 menit berlalu. Laura melipat dan manaruh kembali perlengkapan sholatnya. Ia melirik kembali ke Jam kamar miliknya. 05.42. Ia kemudian segera bersiap-siap untuk kembali melakukan aktivitasnya. Sekolah.
Laura kini duduk di bangku SMA. Sebagai salah satu siswi terbaik di sekolahnya. Laura terkenal dengan sifatnya yang tertutup, pendiam atau sering disebut introvert dan alim namun memiliki paras yang cantik. Ia dikagumi banyak teman pria di sekolahnya, namun ketaatannya pada Agama membuatnya menghindari hal-hal seperti itu. Ia hanya mempunyai satu teman perempuan yang menemaninya dari ia masih duduk di bangku sekolah dasar hingga kini menjadi teman sekelas di SMA.
**********
"Mba, aku pamit ke sekolah ya." Ucap Laura kepada Mba Ayem—pembantu yang mengurus rumah Laura, yang sedang asyik memasak.
"Eh neng, kok tidak makan dulu sih? Mba udah masak nasi goreng banyak ini. Kasihan kan kalau tidak dimakan." Balas Mba Ayem.
"Mba bungkusin saja boleh tidak? Aku makan di sekolah saja. Soalnya, pagi ini aku ada pelajaran agama mau setoran hafalan, aku takut lupa kalau udah sarapan!"
"Ya udah neng! Tunggu bentar ya, sedikit lagi kelar, baru mba bungkusin."
"Oke mba. Aku tunggu di ruang tamu saja ya." Ucap Laura dan berjalan menuju ruang tamu. Sembari menunggu Mba Ayem, ia duduk dan mengulang-ulang hafalan yang telah ia hafalkan seminggu ini.
"Assalamualaikum..." Suara cempreng perempuan yang tidak asing di telinga Laura, membuatnya langsung menoleh kearah pintu yang sudah terbuka sedari tadi. Berdiri seorang perempuan pemilik suara tersebut.
"Waalaikumsalam... Sini masuk Dinda." Laura memanggil perempuan itu. Ya, Dinda—sahabat satu-satunya yang ia miliki. Rumah Dinda berada tepat di sebelah rumah Laura. Setiap pagi, mereka selalu pergi sekolah bareng. Bergantian saling menjemput ke rumah masing-masing.
"Tunggu ya, Din. Mba Ayem lagi bungkusin bekal."
"Iya, Ra. Tidak apa-apa. Masih lama juga waktunya kok!" Balas Dinda sembari menengok jam tangan miliknya.
"Neng, ini mba udah siapin bekalnya. Eh, Dinda! Dinda juga mau disiapin bekal sama mba, tidak?" Tanya Mba Ayem.
"Ngerepotin mba tidak nih?" Goda Dinda.
"Tidak atuh kalau untuk neng Dinda mah! Yaudah tunggu bentar aja ya neng, mba siapin." Ucap Mba Ayem sambil ngedipin mata ke arah Dinda dan berlalu kembali ke dapur.
Dinda—gadis perawakan Jawa dan Sulawesi ini, memiliki pembawaan yang berbanding terbalik dengan Laura. Ia lebih ceria dan ekstrovert. Dinda merupakan anak pertama dari keluarga sederhana. Dinda bukan dari keluarga kaya seperti Laura tapi ia lebih beruntung karena memiliki Bapak, ibu dan adik yang selalu menemaninya di rumah.
"Ini neng Dinda bekal buat neng!" Mba Ayem memberikan tas yang berisi rantang ke arah Dinda.
"Makasih ya Mba Ayem ku yang cantik.....!"
"Mba, aku sama Dinda kesekolah dulu ya.. Assalamualaikum." Ucap Laura sembari menyalim tangan Mba Ayem.
"Assalamu'alaikum mba ku." Ikut Dinda menyalim tangan Mba Ayem.
"Wa'alaikumsalam hati-hati ya neng..!" Balas Mba Ayem.
Mereka berdua pun menunju ke sekolah dengan berjalan kaki. Sekolah mereka hanya berjarak 3km dari rumah mereka. Selama perjalanan mereka bercanda gurau sembari mengingat hafalan yang menjadi tugas mereka.
**********
Tring... Tring...
Bel sekolah SMA PERSADA BANGSA berbunyi.
Seorang guru perempuan masuk kedalam kelas diikuti anak laki-laki di belakangnya. Kelas tersebut yang tadinya ramai dengan suara berisik para siswa kini menjadi sunyi ketika guru tersebut mulai menampakkan wajahnya di pintu kelas.
"Berdiri! Beri salam!" Teriak seorang siswa memberi aba-aba lalu berdiri, kompak teman-teman sekelasnya ikut berdiri.
"Selamat pagi bu guru!" Teriak seluruh siswa-siswi dikelas tersebut.
"Pagi anak-anak." Balas guru tersebut lalu menuju kursi guru.
Setelahnya semua siswa-siswi duduk kembali. Namun, wajah mereka terlihat antusias apalagi para siswi di kelas tersebut. Karena melihat siswa laki-laki tampan yang nampak asing berdiri di sebelah guru mereka.
Bersambung...
Karena melihat siswa laki-laki tampan yang nampak asing berdiri di sebelah guru mereka.
"Anak-anak, kenalin ini Arya. Mulai hari ini, dia bergabung dengan kalian. Tolong berteman dengan baik ya! Arya, ayo kenalin diri kamu ke teman-teman yang lain!"
"Assalamualaikum teman-teman, kenalin aku Arya pindahan dari SMA NEGERI 1 Solo. Senang berkenalan dengan kalian." Sapa Arya sambil tersenyum.
Siswi-siswi di kelas itu menjerit melihat Arya memamerkan senyum indahnya. Kecuali, Laura. Ia hanya tersenyum.
"Arya ayo silahkan duduk di belakang ya." Ucap bu guru sambil menunjuk kearah meja di belakang.
"Baik, bu." Arya berjalan ke arah meja yang dimaksud bu guru.
"Laura, gantengnya masyaAllah ya. Adem banget liatnya, Ra!" Bisik Dinda yang duduk di sebelahnya.
"Iya, masyaAllah dinda!" Balas Laura hanya tersenyum.
"Anak-anak, sekarang kan mata pelajaran Agama. Untuk yang nasrani boleh bergabung di aula, yang budha dan hindu boleh ke laboratorium biologi dan islam semuanya boleh tetap tinggal di kelas ini sama ibu." Ujar bu guru cantik tersebut, yang biasa disebut Ibu Anita.
Semua anak kemudian bubar mengikuti instruksi Bu Anita.
"Ayo merapat ke depan, isi yang kosong." Ujar Ibu Anita kembali, menyuruh siswa-siswi mengisi kursi yang telah di tinggal pemiliknya.
Dari 40 siswa, sisa 28 siswa yang tinggal dimana artinya mereka adalah siswa-siswi yang beragama islam.
"Masih ingatkan hari ini ada hafalan yang harus kalian setor ke ibu?"
"Masih buuu..." Jawab seluruh siswa-siswi.
"Baik. Ibu panggil satu-satu sesuai absensi ya. Alif bantuin ibu bawa meja dan kursi ke depan."
Anak bernama Alif itu lekas berdiri dan melakukan apa yang diperintahkan.
"Okey, mulai dari Abi ya. Kamu kemarin dapat hafalan surah Al-ikhlas ya? Silahkan duduk di kursi yang udah disiapkan. Jangan lupa artinya."
Abi mulai mengambil posisi dan melafazkan surah yang menjadi tugasnya tersebut. Kelas menjadi sangat tenang. Semua nama yang dipanggil mulai maju satu persatu.
"Dinda kanaya! Ayo, kamu kemarin surah Al-Insyirah ya? Silahkan."
"Bismillahirrahmanirrahim...
a lam nasyraḫ laka shadrak (Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Nabi Muhammad))...
wa wadla‘nâ ‘angka wizrak (meringankan beban (tugas-tugas kenabian) darimu)...
alladzî angqadla dhahrak (yang memberatkan punggungmu)...
wa rafa‘nâ laka dzikrak (dan meninggikan (derajat)-mu (dengan selalu) menyebut-nyebut (nama)-mu?)...
fa inna ma‘al-‘usri yusrâ (Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan)...
inna ma‘al-‘usri yusrâ (Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan)...
fa idzâ faraghta fanshab (Apabila engkau telah selesai (dengan suatu kebajikan), teruslah bekerja keras (untuk kebajikan yang lain))...
wa ilâ rabbika farghab.."
Dinda terdiam tidak melanjutkan. Ia melupakan bagian terakhir. Terus berfikir dengan santai, tidak terlihat panik sama sekali. Sampai pada akhirnya–
"Dan hanya kepada Tuhanmu berharaplah." Ucap seseorang yang duduk di belakang. Semua menoleh ke asal suara berada. Arya. Dialah yang tiba-tiba menyambung. Hanya ia yang paham bahwa Dinda sedang berusaha mengingat bagian itu.
"MasyaAllah... Bagus Arya terimakasih sudah membantu Dinda. Baik Dinda ayo silahkan duduk." Ungkap Bu Anita.
Arya sadar bahwa ada yang sedang memperhatikan dirinya. Ia mulai melihat ke arah mata. Mata mereka mulai beradu. Mata cantik yang tentram.
"MasyaAllah, matanya begitu meneduhkan. Tapi rasanya banyak luka di dalamnya." Batin Arya.
"Laura, sekarang giliran kamu. Surah Al-Kautsar ya."
"Oh, namanya Laura. Nama yang cantik" Batin Arya lagi setelah mendengar suara bu Anita.
Laura duduk di kursi yang disediakan itu. Mulai menarik nafas perlahan, dan melihat teman-temannya.
"Bismillahirrahmanirrahim..."
Tadinya, semua masih sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang masih mulai mengingat-ingat hafalannya sambil menunggu gilirannya. Ada yang sibuk membolak-balikkan buku. Ada yang sibuk menggambar. Mendengar suara merdu yang menggetarkan membuat sontak berhenti dan melihat ke arah sumber suara.
"Innaa a'thainaakal kautsar (Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak)...
Fashalli lirabbika wanhar (Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah)...
Inna syaani aka huwal abtar (Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus)... Aamiin..."
Begitu indah suara itu dalam membaca ayat-ayat suci itu. Laura melafadzkan dengan suara yang amat pelan tidak seperti teman-teman sebelumnya. Namun, setiap huruf sangat jelas tanda bacanya. Bahkan membuat para pendengar menghayati setiap artinya.
Dinda dengan tatapan yang selalu kagum pada sahabatnya itu memberi tepuk tangan padanya. Sontak seluruh teman-teman sekelasnya dan Bu Anita juga ikut bertepuk tangan.
"Suara yang sangat indah. Tiap ayat yang dibacanya rasanya maknanya sampai ke hatiku. Namun, aku masih penasaran. Terlalu banyak luka dari mata dan suara indah yang sedang ia simpan. Kenapa rasanya aku ingin bertanya dan melindungi dirinya?" Batin Arya yang tidak kedip menatap Laura.
Bersambung...
Beberapa detik kemudian, kelas sunyi kembali. Bu Anita mulai melanjutkan ke siswa berikutnya hingga semua telah mendapatkan giliran. Setelah itu, pelajaran hari itu mulai kembali berjalan. Semua mata fokus menatap Bu Anita dengan cermat dan mendengarkan apa yang disampaikan.
Di sisi lain, Arya sesekali melirik Laura. Hatinya masih terus bertanya-tanya, "Kenapa ingin sekali ia mendengarkan semua keluh kesah yang gadis itu punya?"
**********
Jam istirahat sekolah
"Laura, ayo ke kantin. Makan bekal buatan Mba Ayem." Bisik Dinda ke telinga Laura. Laura yang asyik memasukkan kembali peralatan belajarnya ke dalam tas langsung menoleh.
"Ayo dinda!"
Mereka berdua mulai berjalan beriringan menuju kantin. Arya yang masih duduk di kursinya, terus menatap ke arah dua gadis tadi hingga hilang dari pandangan.
"Cantik ya? Laura namanya, bro!" Suara seseorang menepuk pundak Arya yang sontak membuatnya kaget.
"Eh, iya."
"Kenalin, gue Emil." Kata seseorang tadi sambil mengulurkan tangannya ke arah Arya.
"Oh iya, salam kenal." Balasnya menjabat tangan Emil.
"Gue perhatian dari tadi lu ngeliatin dia terus. Jangan deh! Susah dapetin tuh cewek! Alimnya kebangetan soalnya. Liatin cowok lama-lama atau jabat tangan sama cowok aja gak mau dia."
"Hahaha gak sih. Penasaran aja sama tuh cewek!"
"Pendiam anaknya. Temennya aja cuma itu, si Dinda. Eh yaudah ayo ke kantin! Keburu bel masuk lagi nih."
"Ayo."
Mereka berdua kemudian berjalan ke kantin. Mengisi kekosongan lambung yang telah merintih.
**********
Sore hari
Drrttt... Drrttt... Drrttt...
Handphone Laura berdering keras membuat sang pemilik berhenti dari rutinitasnya dan beralih ke handphone tersebut.
Mama❤️ melakukan panggilan video
Begitulah yang tertera di layar handphone Laura. Ia tersenyum tipis dan segera menjawab panggilan itu.
"Assalamu'alaikum, Anakku." Sapa Mamanya di sana.
"Wa'alaikumsalam, Mah."
"Gimana kabar kamu, Nak? Maaf mama baru sempat nelpon kamu. Mama kemarin, ada kegiatan kantor. Membuat mama sibuk sekali, Nak."
Mamanya terlihat begitu menyesal. Laura menatap wajah mamanya yang mulai terlihat garis-garis halus dan kelelahan. Laura tersenyum lebar. Memperlihatkan dirinya baik-baik saja, agar mamanya tidak khawatir.
"Tidak apa-apa kok, Mah! Laura baik-baik saja. Mama di sana juga jaga kesehatan yah. Istirahat juga perlu loh, mah." Ucap Laura dengan suara lembutnya.
"Iya, Nak! Yaudah Mama gak bisa nelpon lama-lama. Kamu kalau ada apa-apa, bilang ke Mba Ayem aja ya! Atau telepon mama dan ayah. Assalamu'alaikum." Telepon tersebut berakhir.
"Wa'alaikumsalam, Mah." Kata Laura lirih sambil menatap handphone miliknya.
"Assalamu'alaikum, Laurakuuuu..." Teriak seseorang yang tiba-tiba membuka pintu kamarnya. Laura yang sebelumnya duduk membelakangi pintu kamarnya, sontak berbalik dan tersenyum.
"Wa'alaikumsalam, Dinda."
"Kamu lagi apa, Laura? Temani aku keluar bentar boleh gak?"
"Kemana Din?"
"Ibu aku hari ini ulang tahun, aku pengen beli hadiah."
"Oh iya, boleh. Aku siap-siap bentar ya."
"Aku nunggu di ruang tamu kamu aja ya, Ra."
"Oke."
Dinda beranjak dari kamar Laura menuju ruang tamu. Laura mulai berganti pakaian dan menyusul Dinda. Lalu pergi bersama ke Mall mencari hadiah untuk Ibunya Dinda.
**********
Mall
"Udah Dinda? Ini saja atau ada lagi yang mau kamu cari?" Tanya Laura melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Ini saja cukup, Laura! Habis ini kamu ikut ke rumah yah? Ibuku masak banyak dan nyuruh ajak kamu juga, makan malam bareng!"
"Hmm... Boleh deh! Ya udah deh, ayo kalau gitu, udah mau maghrib juga. Kita singgah di Masjid Agung ya. Sholat dulu, baru ke rumah kamu."
"Iya ra, Ayo." Dinda merangkul tangan Laura untuk berjalan bersama keluar dari Mall.
**********
Masjid Agung
Baru saja motor Laura dan Dinda memasuki halaman Masjid, adzan berkumandang. Dengan lekas, mereka memarkir motor lalu menyimpan bawaan mereka di dalam Masjid, dan mengambil air wudhu.
Sholat maghrib dilakukan dengan khidmat oleh seluruh jama'ah. Setelah sholat selesai, dilanjutkan dengan yasinan bersama. Hari ini adalah hari kamis (malam jum'at) yang dimana, Masjid ini mempunyai rutinitas yasinan bersama sebelum sholat isya.
Laura dan Dinda mengikuti rangkaian sholat yang dilakukan di Masjid itu hingga selesai. Mereka benar-benar khusyuk hingga sholat isya selesai. Merapikan alat sholat yang mereka gunakan, kemudian melangkah keluar dari Masjid.
Duk...
Dinda menabrak seseorang tidak sengaja. Barang bawaan dan orang itu terjatuh. Laura membantu Dinda mengambil barangnya yang jatuh tadi. Tidak disengaja, tangannya bertemu dengan tangan orang lain yang berniat membantu Dinda juga. Mata Laura sontak melihat pemilik tangan itu.
"Astaghfirullah." Ucap Laura menarik tangannya cepat.
"Maaf, Laura." Ucap orang itu sembari memberikan barang Dinda.
"Eh Arya, Emil." Sapa Dinda.
"Ngeliatin hpnya fokus banget sampai nabrak gitu, Din." Goda Emil. Arya hanya mematung melihat Laura yang terus menunduk.
"Maaf ya! Aku fokus baca chat ibuku minta aku lekas balik."
"Yaudah kalau gitu kamu balik gih! Ibumu pasti udah nungguin. Salam ya untuk ibu dan bapakmu, Din."
"Iya. Aku sama Laura balik duluan ya, Emil, Arya! Assalamu'alaikum." Dinda lantas menarik Laura yang hanya terdiam menunduk dan berlalu pergi dari pandangan Emil dan Arya.
"Oy, diliatin mulu! Gak pegel tuh mata!" Emil mengagetkan Arya yang mematung dengan mata yang terus memperhatikan Laura.
"Aku masih penasaran, Mil." Ucap Arya pelan membuat Emil tertawa kecil mendengarnya. Mereka pun ikut beranjak dari Masjid dan pulang.
**********
Rumah Dinda
"Assalamu'alaikum... Ibu .. Dinda pulang..." Teriak Dinda masuk ke dalam rumah miliknya di ikuti Laura di belakangnya.
"Waalaikumsalam... Kamu kayak lagi di Hutan, Dinda!" Jawab Ibunyza tertawa.
Dinda dan Laura menyalim tangan Ibu dan Bapak Dinda yang ternyata sudah duduk manis bersama Adik Dinda di meja makan.
"Langsung duduk aja yuk! Kita makan." Ucap Ibunya Dinda.
"Aku punya hadiah buat ibuku yang paling cantik sedunia." Ujar Dinda memberikan hadiah yang sudah ia beli bersama Laura tadi. Ibunya terlihat begitu bahagia hingga mengeluarkan air mata. Ibunya lalu mencium pipi Dinda dan berterimakasih dengan tulus kepadanya. Bapaknya Dinda, Adiknya Dinda, dan Laura hanya tersenyum melihat adegan tersebut.
"Kamu beruntung, Din! Aku rindu ayah dan mamaku, ya Allah." Batin Laura. Setiap kali melihat keluarga ini, hati Laura selalu bergejolak ingin menangis. Kehangatan yang tidak pernah ia dapatkan di rumahnya sendiri sedari masih duduk di sekolah dasar.
Mama dan Ayah Laura hanya pulang sebulan sekali. Mampir sehari, lalu balik ke kota tempat mereka bekerja. Laura bahkan, terkadang tidak melihat orang tuanya dalam sebulan. Tapi, Laura tidak pernah mengeluh sedikitpun kepada kedua orang tuanya. Ia menjadi dewasa di atas rata-rata anak seusianya.
"Ayo Laura, dimakan masakan tante." Ucap Ibunya Dinda membuyarkan semua lamunan Laura.
"Eh iya, Tante!" Ibunya Dinda menuangkan nasi ke piring Laura. Menyodorkan lauk pauk untuk dipilih sendiri oleh Laura.
"Enak banget, Tante. Buat aku rindu masakkan mamaku." Ucap Laura refleks membuat Dinda, Ibu dan Bapaknya Dinda melihat Laura lirih. Mengerti apa yang sedang dirasakan gadis cantik ini.
Laura yang sadar akan ucapannya dan sedang ditatap lirih, sontak meminta maaf. Mereka hanya tersenyum melihat Laura.
"Ibu, aku mau nambah paha ayam lagi dua ya, Bu." Suara adik laki-laki Dinda mencairkan suasana di ruang makan. Mereka semua akhirnya berbincang dan bercanda. Tawa mereka seakan didukung oleh rembulan yang menampakkan cahaya sangat terang malam ini. Bintang pun tidak mau kalah. Memanggil seluruh teman-temannya, untuk ikut merayakan kehangatan yang sedang dibangun keluarga ini untuk menghibur Laura dari rasa kesepian lagi.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!