NovelToon NovelToon

Rahim Satu Miliar : Bukan Sekedar Pengganti

Awal

"Butuh tiga ratus juta untuk biaya operasi putra anda. Saya harap biayanya segera terkumpul. Karena jika terus ditunda mungkin dia tidak akan selamat lagi," ucap dokter Oliv memberitahu kondisi Garen.

"Saya pasti akan segera kumpulkan uangnya. Dokter tolong lakukan apapun untuk putra saya," pinta Yuliana menggenggam tangan sang dokter dengan penuh harap.

"Kami akan usahakan. Setelah biaya operasi diberikan, pasien akan segera kami tangani." jawab dokter Oliv.

"Saya permisi," ucap dokter Oliv meninggalkan Yuliana seorang di sana.

Tubuh Yuliana lemas. Kakinya bergetar tak mampu menopang tubuhnya. Air matanya jatuh berlinang dan ia hanya bisa menangis dalam diam.

"Ke mana? Ke mana aku harus dapat uang sebanyak itu?" batin Yuliana bertanya pada dirinya sendiri.

Suara langkah kaki mendekat, hingga berhenti tepat di hadapan Yuliana.

Perlahan Yuliana mendongak, menatap sosok sahabat baiknya di sana. "Yuliana, bagaimana? Apa kamu akan terima tawaranku?" tanya Rosa dengan lembut.

Bibir Yuliana semakin bergetar, tangannya bergerak menyentuh perutnya yang datar. Air matanya jatuh berlinang dengan derasnya.

"Yuli, hanya ini cara satu-satunya agar kamu dapat uang lebih cepat. Setidaknya ini lebih mulia dari jual tubuhmu," ucap Rosa menepuk pundak Yuliana.

"Tapi, aku takut. Aku takut nantinya malah mencintai anak itu, Rosa," ucap Yuliana sembari terisak dan terus menangis hebat.

"Apa hanya ini jalan satu-satunya, mengorbankan anak lain demi anak satunya?" lanjutnya dengan suara bergetar.

Yuliana menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangannya.

"Tidak ada cara lain Yuli. Aku bisa bantu tapi hanya seratus juta, dan itu semua sudah uang tabunganku."

Rosa menyentuh bahu Yuliana mencoba menyakinkan. "Yuli, anak itu akan lahir dari rahim yang sama dengan Garen, mereka akan bersaudara meski tidak bersama. Meski adik Garen berkorban, setidaknya dia akan hidup baik-baik saja."

Yuliana terdiam, apa dia akan sanggup melakukan itu? Membayangkannya saja membuat hatinya menjadi sangat nyeri.

"Aku akan memikirkannya lagi Rosa, tolong tinggalkan aku sendiri dulu," ucap Yuliana sembari menatap Rosa dengan sendu.

Rosa mengangguk, sembari mengusap bahu Yuliana. "Aku tidak akan menyerah membujukmu demi Garen. Tapi, kalau kamu punya uangnya aku tidak akan memaksa lagi. Ya."

Yuliana hanya bisa mengangguk, memalingkan wajah menatap, menatap kosong ke arah lorong rumah sakit yang terasa semakin sempit.

Dunianya yang sempit seolah akan hancur sebentar lagi. Mantan suaminya tidak peduli dengan anak mereka. Ia tidak memiliki orang tua lagi untuk tempatnya mengadu, dan meminta tolong. Ia hanya memiliki sosok adik yang masih harus kuliah.

"Apa aku terima saja?" batinnya sembari mengusap perutnya, membayangkan bagaimana ia hamil, namun anak yang ia kandung akan ia serahkan nantinya.

Yuliana memejamkan mata erat. Mencoba untuk berpikir, namun masalah lain malah muncul dalam benaknya.

"Mbak, aku berhenti kuliah saya ya."

"Kenapa lagi Hanum?"

"Kita tabung UKT ku saja untuk biaya pengobatan Garen."

"Jangan Hanum."

"Aku juga malu Mbak, nggak punya laptop, dan pakaian itu itu saja untuk kuliah. Jadi, lebih baik aku berhenti saja. Dan bantu Mbak kerja."

Pembicaraan singkat dengan adiknya kembali terulang, membuat hati Yuliana terasa nyeri. Bukan hanya itu, ia juga teringat akan kata-kata dan keinginan sederhana putranya.

"Mama, kalau Garen sudah sembuh, Garen mau naik bianglala ya."

Ucapan Garen kala itu membuat bola mata Yuliana terbuka lebar. Matanya berkaca-kaca mengingat kenangan itu.

Yuliana mengerjapkan mata, hingga air yang tertampung dalam kelopak matanya, berjatuhan. Saat itulah ia melihat Rosa berjalan menjauh darinya.

Yuliana segera berdiri. "Rosa, aku terima tawaran itu!" serunya membuat Rosa menghentikan langkahnya.

Rosa pemilik wajah blasteran itu, membalikkan tubuhnya. Memberikan senyum penyemangat untuk Yuliana.

"Aku akan segera mencari keluarga baik untukmu," ucap Rosa membuat Yuliana mengangguk pasrah akan pilihannya.

"Garen sayang, bertahan ya nak. Mama pasti akan segera bawa uang untuk pengobatan Garen. Garen akan segera sembuh," batinnya menggerakkan kepala menatap putranya yang terbaring dengan alat bantu pernapasan dalam ruangan khusus anak usia 12 tahun ke bawah itu.

**

Orang pertama yang harus diberitahu, tentang keputusannya tentunya adalah Hanum, adiknya. Yang juga ia harapkan bisa menjaga Garen saat ia pergi nantinya.

Ia tau, resiko menerima pekerjaan itu adalah berjauhan dengan keluarganya sendiri.

"Mbak yakin mau terima itu? Mbak juga akan tinggal di luar negeri? Bagaimana kalau Garen sadar dan cari Mbak?"

Setelah mendengar curhatan Yuliana. Hanum segera memberikan deretan pertanyaan itu.

Yuliana tersenyum kecil, menarik tangan Hanum ke pangkuannya. "Hanum, jaga Garen ya dek. Mbak janji akan sering hubungi kalian. Hanya satu tahun, Mbak janji hanya satu tahun Mbak pergi, kamu mau kan?" Pintanya dengan penuh harap.

Hanum menghela nafas pelan. "Soal Garen, aku pasti menjaganya Mbak. Tapi, Mbak yakin mau lakukan itu?"

"Tidak ada pilihan lain, Num." Yuliana jelas merasa berat. Namun, kondisi sangatlah tidak memungkinkan untuk ia tolak.

"Baiklah jika itu pilihan Mbak, Hanum harap Mbak baik-baik saja di sana nanti."

Yuliana mengangguk, ia meraih adiknya dan memeluknya dengan erat. Seolah ingin menumpahkan sesaat saja beban berat yang ia pikul di pundaknya.

Hanum pun ikut menangis, merasakan pelukan yang penuh luka dan kesedihan itu. "Hanum harap, mbak ketemu keluarga yang baik ya," bisik Hanum mengusap punggung bergetar kakaknya.

"Mbak harap, kamu juga tetap lanjut kuliah, jadi orang yang bener. Jangan seperti kakak, yang malah menikah muda," ucap Yuliana memberikan petuah untuk adiknya itu.

"Hm, setelah aku lulus, aku tidak akan merepotkan mbak lagi," angguk Hanum.

*

Sementara itu Rosa segera menyerahkan data-data yang dimiliki Yuliana.

Rosa yang memang bekerja di satu perusahaan yang berhubungan antar negara. Sehingga tau apa saja yang sering dicari di negara luar sana.

Setelah mendapatkan persetujuan dari Yuliana, ia segera mendaftarkan sahabatnya itu sebagai calon ibu pengganti. Memasukkan data diri Yuliana, dan menunggu seseorang ingin melakukan uji coba.

Ia bekerja dengan begitu semangat mencari sosok pasangan yang membutuhkan ibu pengganti, bukan hanya karena keuntungannya juga. Tapi, ia merasa bersalah, tidak mampu membantu sahabat yang pernah membantu di masa krisisnya.

Beberapa hari menunggu dan terus melakukan usaha yang panjang, Rosa akhirnya mendengarkan kabar tentang pasangan pertama yang menginginkan ibu pengganti.

"Rosa, sudah ada pasangan yang menginginkan Yuliana. Kamu bisa berangkat besok Ke Amerika," ucap sang atasan memberitahu kabar baik itu.

"Baik, Pak," jawab Rosa tersenyum semangat.

"Yuliana, kamu tenang saja. Jika kamu berhasil diterima keluarga itu. Garen dan Hanum, aku akan merawatnya dengan baik, hingga kamu kembali," batin Rosa dengan penuh tekad.

Awal pemeriksaan kesehatan

Setelah mendapatkan kabar tentang sudah ada yang tertarik dengannya. Hati Yuliana semakin nyeri, merasa berat untuk meninggalkan putranya. Namun, ia sudah mulai melangkah, dan demi putranya ia tidak akan mundur.

"Hanum, tolong jaga Garen ya," ucap Yuliana untuk kesekian kalinya.

"Iya Mbak, semoga mbak cocok dengan keluarga itu," ucap Hanum dengan suara bergetar menatap kakaknya.

Rosa mengulurkan tangan mengusap wajah Hanum dengan lembut. "Num, jika memang kakakmu cocok dengan mereka. Kamu sama Garen akan tinggal sama Mbak ya," ucapnya yang membuat Hanum hanya bisa mengangguk dengan bibir mencebik dan bergetar.

Yuliana memalingkan wajah, berulang kali menghela nafas kasar untuk menenangkan hatinya. Jika ia batal pergi, bagaimana dengan pengobatan putranya, dan jika ia pergi putranya akan segera operasi namun ia berada di tempat jauh.

Air mata Yuliana tidak berhenti mengalir, hanya pada Hanum adiknya ia berharap putranya akan baik-baik saja.

"Garen, tunggu mama sayang. Setelah ini selesai, Mama akan segera kembali," batin Yuliana kekeh atas pendirian untuk pergi, meski batinnya harus terluka.

*

Amerika Serikat ....

Negara nomor 1, menjadi negara tujuannya. Tepatnya di kota New York, yang akan menjadi tempatnya untuk hidup beberapa bulan ke depannya. Itu jika ia benar-benar diambil sebagai ibu pengganti.

Setelah melewati perjalanan panjang, kini Rosa dan Yuli sudah menginjak kota tersebut. Dengan dipimpin oleh Rosa, mereka bergerak keluar bandara.

"Ada yang datang menjemput kita?" tanya Yuli.

"Hm, sepertinya sudah menunggu di luar. Mereka sudah menghubungiku, dan katanya kesehatanmu akan langsung diperiksa. Jadi, kita langsung ke rumah sakit," jelas Rosa, membuat Yuliana diam, karena kembali merasa tidak siap untuk menjalani itu.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan mereka, seseorang langsung keluar dari sana dan menyapa.

Dengan menggunakan bahasa Inggris pria itu menyahut. "Dengan nona Rosa dan nona Yuliana?"

"Ya, itu kami," jawab Rosa dalam bahasa Inggris pula.

"Baiklah, silahkan ikut kami," sahut Rosa membuka pintu untuk keduanya.

Yuliana menghela nafas kasar. "Semangat Yuli, kamu pasti bisa, demi Garen," batinnya menyemangati diri, sebelum ia ikut ke dalam mobil.

"Yuli, kamu masih fasih dan paham bahasa Inggris kan?" tanya Rosa.

"Iya kamu tenang saja," jawab Yuliana dengan anggukan ringan.

"Ingatlah, ini di negara orang," tambah Rosa memperingati.

Sementara mobil terus bergerak, membawa mereka melewati setiap bangunan tinggi dan mewah di kota itu. Namun, itu tidak membuat Yuliana tertarik, karena dalam pikirannya terus tertuju pada putranya.

Hingga mobil yang membawa mereka, berbelok arah memasuki kawasan rumah sakit. Saat mobil itu berhenti, itu tepat pada gerbang rumah sakit.

Yuliana dan Rosa segera turun dari mobil. "Ayo ikut saya, nyonya besar sudah menunggu dari dalam."

Rosa menanggapi dengan anggukan, dengan saling bergandengan tangan, keduanya berjalan beriringan mengikuti pria yang menjemputnya itu.

Beberapa saat langkah yang dipenuhi keheningan, Yuliana menyahut. "Tuan, kalau boleh tau, siapa yang memilihku?" tanyanya sosok berjas itu.

Pria berjas hitam, yang memiliki senyum manis karena lesung pipi di bagian kirinya itu, menanggapi. "Kamu dipilih langsung oleh nyonya besar, Ibu dari pasangan yang membutuhkanmu," jawabnya.

"Ou." Tanggap Yuliana mengangguk ringan. "Kita belum kenalan, boleh aku tau namamu? Dan apa siapanya keluarga ini?" tanya Yuliana ramah.

Dengan senyum ramah dan manis, pria itu menjawab. "Saya Alexander, asisten Sean Sawyer. Sean Sawyer adalah ayah dari anak yang akan kamu kandung."

Yuliana mengerjapkan matanya cepat. Beberapa saat terdiam, namun hanya beberapa detik, ia kembali meluncurkan pertanyaan.

"Maaf jika ini terlalu kelewatan. Tapi, saya memiliki trauma kekerasan pada masa kehamilan saya sebelumnya, yang diberikan mantan suami saya. Saya ingin tanya, bagaimana tempramen tuanmu?" tanya Yuliana dengan tangan yang sedikit berkeringat ingin tau.

Alex terdiam beberapa saat memandang Yuliana, namun sesaat ia tersenyum. "Tempramen Tuan Sean cukup buruk, dia hanya bisa bersikap lembut pada ibu dan istrinya. Tapi, kamu tenang saja, kamu dipilih ibunya, nyonya besar, jadi posisi kamu akan aman," ucap Alex tersenyum menyakinkan.

Yuliana pun akhirnya diam, dengan tangan yang meremas kain dress-nya, perasaan gugup hadir menyerangnya.

"Tenang saja," Rosa mengusap lembut lengan Yuliana.

Yuliana menghela nafas, sembari langkahnya tetap mengikuti arah jalan Alex pergi.

Setelah menaiki lift, berjalan melewati beberapa ruangan. Akhirnya Alex berhenti pada satu ruangan.

Alex mengetuk pintu ruangan itu lebih dulu. "Nyonya besar ini saya," sahutnya dengan sedikit berteriak.

"Ya, silahkan masuk!" jawab dari dalam.

Setelah mendapat izin, barulah Alex membuka pintu dengan lebar. "Silahkan masuk nyonya," sahut Alex dengan tangan berayun ke depan mempersilahkan keduanya masuk lebih dulu.

Dengan langkah yang masih dipenuhi kegugupan Yuliana masuk dengan tangan yang masih bergandengan dengan Rosa. Kedatangan mereka di sambut, oleh seorang wanita paruh baya yang masih tampak segar dan cantik, serta dengan pakaiannya yang membuatnya terlihat elegan dan berwibawa, dan seorang dokter pria di sana.

Yuliana meneguk ludahnya sendiri merasa gugup, membuat Rosa lebih dulu menyapa.

"Halo Nyonya besar Sawyer, perkenalkan saya Rosa dan ini calon ibu penggantinya, Yuliana." Dengan sedikit gugup Rosa mengulurkan tangan sebagai bentuk perkenalan.

"Ya, saya Jessy Sawyer, senang bertemu kalian," balas wanita itu menyambut uluran tangan Rosa, lalu beralih mengulurkan tangan untuk Yuliana.

Jessy Sawyer fokus menatap wajah Yuliana yang tersenyum kecil untuknya.

"Kamu lebih cantik dari yang difoto," puji Jessy membuat Yuliana tersenyum, mau tidak mau menanggapinya.

"Terima kasih nyonya. Saya dengar anda adalah ibunya, tapi anda terlihat sangat muda untuk menimang cucu," balas Yuliana memuji dengan jujur, diikuti dengan senyuman ramahnya.

"Kamu bisa saja," sahut Jessy mengulum senyum lembut.

"Ayo silahkan duduk."

Jessy menunjuk ke arah sofa, mempersilahkan keduanya untuk duduk.

Berulang kali perasaan tegang hadir dalam diri Yuliana, namun ia terus berusaha untuk tenang. Juga menjawab setiap pertanyaan pribadi dari Jessy.

"Anak kamu perempuan atau laki-laki?" tanya Jessy.

"Laki-laki nyonya."

"Oh. Kamu sudah tidak memiliki suami. Kapan terakhir kali berhubungan badan?" tanya Jessy begitu serius menanyakan hal pribadi itu.

Dengan perasaan tegang, namun tanpa berbohong ia menjawab. "Anak saya sudah 7 tahun, selama itu juga saya tidak berhubungan badan lagi, karena perceraian."

Jessy kemudian mengangguk-angguk, memandang Yuliana dengan kagum, karena terlihat begitu menjaga dirinya. Ia kembali menanyakan beberapa hal pribadi. Hingga Jessy benar-benar puas akan jawaban Yuliana.

Setelah hampir satu jam waktu diisi dengan obrolan, yang terkesan wawancara itu. Kini Jessy meminta sang dokter untuk mengambil sampel darah dan memeriksa fisik Yuliana.

Jika ia sehat jasmani, maka tahap penanaman akan segera dilakukan.

"Saya sangat suka denganmu. Semoga kamu benar-benar bisa menjadi ibu pengganti dan mengandung cucu saya," tutur Jessy dengan senyum ramah.

"Tentu Nyonya." Angguk Yuliana mengulum senyum paksa.

"Dan aku harap semoga Garen segera bisa operasi," batin Yuliana penuh harap.

"Nyonya, kira-kira berapa lama tes kesehatannya akan keluar?" tanya Rosa menimpali pembicaraan mereka.

"Saya mengambil langkah cepat, hasilnya akan keluar dua hari lagi," jawab Jessy.

Meski riwayat kesehatan Yuliana sangat baik, tetap saja Jessy ingin melakukan pemeriksaan sendiri. Sikapnya ini sangat menunjukkan bagaimana tegas dan telitinya wanita itu.

Kontrak perjanjian

Satu keberuntungan Yuliana karena ia mendapatkan nyonya seperti Jessy yang ramah dan memperlakukannya dengan baik.

Selama dua hari menunggu proses pemeriksaan Yuliana diberikan tempat tinggal dan dibayar full di salah satu hotel bintang lima. Di mana ia mendapatkan pelayanan yang begitu baik.

Rosa tentunya juga bersyukur, dan berharap jika Yuliana jadi ibu pengganti, ia tetap diperlukan sebaik seperti ini.

Setelah dua hari menunggu. Jessy datang menjemput langsung Yuliana, dan menyatakan ia akan jadi ibu pengganti.

"Silahkan kamu baca kontrak ini sebelum ditanda tangani," ucap Jessy menyerahkan map biru pada Yuliana.

Dengan tangan sedikit gemetar, dan berkeringat, Yuliana menerimanya. Mencoba terus menyakinkan diri, jika ini demi putranya.

Yuliana membaca setiap poin yang ada di sana. Dengan penjelasan pihak A adalah keluarga Jessy dan pihak B adalah dirinya.

Setelah pembuahan berhasil dan dinyatakan hamil pihak B harus tinggal bersama keluarga pihak A, dan pihak A akan membayar DP sebesar 300 juta pada pihak B.

2. Pihak A akan menanggung segala keperluan pihak B selama hamil.

3. Pihak B harus patuh, dan mendengarkan pihak A demi kebaikan kandungan.

4. Pihak B harus menjaga kandungan sebaik-baik mungkin. Jika yang lahir cacat, maka pihak A tidak akan menerima anak tersebut dan pihak B tidak akan mendapat bayaran apapun. Jika yang lahir sehat dan sempurna. Pihak A akan memberikan satu miliar untuk pihak B. Tanpa potongan dari biaya kebutuhan selama hamil.

5. Pihak B tidak boleh berhubungan badan dengan siapapun, selama kehamilan.

6. Setelah melahirkan pihak B, boleh menyusui. Bayaran hamil dan menyusui akan berbeda. Pihak A akan memberikan satu miliar kembali. Jika pihak B bersedia menyusui selama 6 bulan.

7. Setelah kontrak selesai, pihak B tidak memiliki hak apapun pada bayi.

Tujuh poin penting yang tercatat, yang dua poin diantaranya membuat perasaan Yuliana memanas. Poin 4 dan 7, hatinya sakit saat membaca dua poin itu.

Meski begitu Yuliana tidak menyuarakan protesnya. Ia malah bertanya akan hal yang tidak tercatat di sana.

"Apa tidak ada aturan, harus laki-laki atau perempuan?" tanyanya dengan suara yang sedikit berat karena menahan tangis.

"Kami bukan orang kuno. Laki-laki atau perempuan sama saja. Lagi pula bukan kamu yang bisa menentukan. Jika kamu sudah setuju dengan perjanjiannya silahkan tanda tangani," sahut Jessy sembari mengulum senyum lembut.

Yuliana diam beberapa saat, ia menunduk menatap kertas itu, kembali membaca poin ke empat. Beberapa saat diam, ia lalu tersenyum, menatap wanita di depannya.

"Kita sama-sama seorang ibu, dan saya yang akan mengandungnya. Poin ke empat ini, jika anak itu terlahir cacat, izinkan saya merawatnya, dan maaf jika lancang, jika cacat saya minta bayaran 300 juta untuk menghidupinya," ucap Yuliana dengan tegas, meminta perbaikan pada poin ke-4.

Jessy sama sekali tidak terlihat marah, ia malah tersenyum begitu lembut. "Pilihanku kali ini sangat tepat. Dia ibu yang baik," batinnya senang dengan tanggapan Yuliana.

"Baiklah, saya setuju," tanggap Jessy. Tangannya terulur mengambil kertas tersebut.

"Alex kamu dengar kan? Perbaiki poin ke-4," ucapnya menyerahkan map itu.

"Baik nyonya," angguk Alex segera melaksanakan perintah.

"Bagaimana kalau kita berangkat ke rumah sakit sekarang, sekalian menunggu Alex membawa kontraknya," tawar Jessy agar tidak membuang waktu lebih banyak lagi.

Yuliana tidak langsung menjawab, ia lebih dulu menoleh pada Rosa, untuk meminta pendapat. "Tidak apa. Terima saja."

Yuliana menghela nafas kasar, menatap Jessy di depannya, lalu mengangguk. "Baik saya siap."

Yuliana memejamkan mata rapat. "Garen sayang, anak tampan Mama, tunggu dua Minggu lagi, kamu pasti akan segera operasi," batin Yuliana dengan sangat berharap pembuahan itu segera terjadi, dan ia bisa segera menerima uangnya.

...****************...

Rumah sakit yang sebelumnya di datangi, serta dokter yang sebelumnya sudah ditemui. Yuliana kini sedang berbaring di kasur pasien, sementara dokter melakukan tugasnya dengan profesional.

Yuliana mencengkram kuat kasur pasien. Meski ia nyaris tidak merasakan apapun, ia merasakan ketenangan dan terus berusaha meyakinkan diri dengan menyebut nama Garen dalam benaknya.

"Selesai. Kita tinggal tunggu sekitar 7-10 hari untuk mengecek pembuahannya berhasil atau tidak," ucap sang dokter menyampaikan informasi.

Yuliana masih memejamkan mata. Mendengar kabar itu, membuat air matanya jatuh berlinang.

"Untuk calon malaikat kecil di kandunganku nanti. Maaf kamu harus menerima ini. Meski kita tidak akan saling mengenal nanti, kamu akan tetap jadi anakku selamanya, dan berada dalam setiap doaku," batin Yuliana dengan ketulusan dan jiwa keibuan yang begitu tinggi. Sehingga membayangkan ia meninggalkan bayinya sudah membuatnya merasa sakit.

"Hm, kami akan kembali setelah 7 hari," sahut Jessy dengan senyum lebar, terlihat tidak sabar untuk menunggu kabar membahagiakan untuknya.

"Tentu Nyonya, kami akan menunggu," balas sang dokter dengan ramah.

Jessy mengangguk, ia menatap Yuliana yang diam membisu dengan pandangan sayunya.

"Yuliana, selama menunggu tujuh hari. Kamu akan tinggal bersama saya. Saya akan memperkenalkan kamu pada anak saya dan istrinya."

Yuliana melirik, hanya bisa mengangguk ringan, sebagai jawaban yang tampak begitu pasrah akan keadaan yang diterimanya.

"Yuliana kalau aku pulang dulu ya. Aku akan tunggu kabar darimu," sahut Rosa tidak bisa lebih lama lagi menemani Yuliana di sana.

Yuliana beralih menatap Rosa dan mengangguk. "Tolong jaga Garen dan Hanum. Aku pasti akan segera mengirim uang untuk biaya operasinya," sahut Yuliana dengan pelan.

"Iya pasti, kamu tenang saja." Angguk Rosa tersenyum menyakinkan untuk menyemangati Yuliana yang sudah masuk dalam kehidupan yang penuh aturan.

Yuliana menghela nafas kasar, mengusap perutnya seolah telah hadir sesuatu di dalam sana. "Malaikat kecil, kamu harus hadir di sini. Kamu akan memiliki keluarga yang mencintaimu, dan kamu akan memiliki seorang kakak, yang akan mencintaimu juga walau kalian mungkin tidak akan pernah bertemu," batinnya.

...****************...

Usai pembuahan itu selesai. Rosa yang tidak lagi ikut karena akan mengurus kepulangannya. Sedangkan Yuliana di bawa pulang ke kediaman Jessy yang tampak megah dan mewah, khas bangunan eropa. Membuat Yuliana menatapnya dengan penuh kekaguman.

"Ayo masuk," ajak Jessy dengan ramah merangkul mesra tangan Yuliana.

Yuliana tersenyum kecil, sebagai tanggapan. Dengan perasaan gugup, ia berjalan menginjak rumah mewah yang akan menjadi tempat tinggalnya selama hamil nantinya.

"Kenapa rasanya begitu menyeramkan?" batin Yuliana seolah dapat merasakan hal yang tidak akan baik untuk dirinya di sana nanti.

"Nah, di sana ruang keluarga, kebetulan mereka sedang kumpul. Kamu bersiap ya, saya akan perkenalkan kamu," Jessy menepuk lembut lengan yang digandeng, sembari terus melangkah mengarahkan Yuliana mendekati keluarganya.

"Mommy, pulang!" sahut Jessy mengalihkan perhatian semuanya.

"Mommy ... siapa dia, honey?" tanya seorang pria paruh baya yang dapat langsung ditebak merupakan suami Jessy.

"Kenalkan dia Yuliana, kita panggil dia Anna. Dia adalah ibu pengganti yang Mommy pilih untuk calon cucu Mommy," jawab Jessy sembari menatap putranya.

"Apa? Bukannya Mommy bilang dia cantik? Bagaimana kalau dia malah merusak keturunan kami!" sahut sosok wanita bangkit dan bersedekap dada menatap tajam dan remeh pada Yuliana.

"Kenapa? Dia memang cantik, cantik secara alami tanpa buatan. Mommy sudah memilih, dan tidak ada yang berhak protes!" Seru Jessy dengan tegas.

"Honey, aku tidak setuju dengan pilihan Mommy," sahut Clara sembari merengek pada suaminya yang sejak tadi menatap Yuliana dengan tatapan mematikan.

Jessy mengabaikan, ia beralih tersenyum manis pada Yuliana. "Yuliana kenalkan dia suamiku, William Sawyer, dan laki-laki itu adalah anakku Sean Sawyer, dan istrinya Clara. Merekalah pasangan yang akan jadi orang tua anak di kandungan kamu nanti."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!