NovelToon NovelToon

ISTRI 13 TAHUN

bab 01

ISTRI 13 TAHUN

01

"Niah sini dulu duduk sama Bapak, dan Emak," Aku yang ingin masuk ke dalam kamar menghentikan langkahku karena ucapan Emak. Ku tatap bingung Emak yang tumben-tumbenan saja mengajakku duduk di saat aku sudah mau tidur. Ini bukan hal biasa bagiku begitupun bagi Emak dan Bapak.

"Ada apa Emak?" tanyaku setelah duduk di tengah-tengah antara Emak dan Bapak. Menatap kedua orang-tua ku dengan pandangan bingung plus penasaran.

"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.

"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.

"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.

"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya." jelas Emak yang membuatku terdiam.

"Tapi Mak--"

"Percayalah sama pilihan Bapak, Niah. Bapak tidak mungkin mau menyerahkan kamu kepada laki-laki yang tidak akan menyayangi kamu dan tidak bertanggung jawab. Bahkan Bapak yakin laki-laki itu sangat pantas dan cocok untuk menjadi suami kamu." ujar Bapak memotong ucapanku.

"Tapi Pak? aku masih ingin bermain bersama teman-teman ku yang lainnya." jawabku menayangkan sendu ke arah Bapak.

"Keputusan Bapak sudah bulat Niah. Kamu hanya perlu mengikuti apa kata Bapak dan Emak saja!!" putus Bapak yang lagi-lagi aku hanya terdiam.

Aku tidak bisa begitu saja membantah Bapak dan Emak apalagi jika nanti berakhir fatal dengan aku yang di usir dari rumah ini. Membayangkan itu saja sudah membuat ku takut. Mungkin jika umurku 20 tahun atau lebih bisa aku jalani seorang diri dan bekerja di luaran sana, tapi mengingat umurku yang masih 13 tahun siapa yang mau menerima ku kerja di luaran sana yang dimana di umur segini masih belajar menuntut ilmu.

"Apa tidak bisa dipikirkan lagi Mak, Pak? kasihanilah aku Mak, Pak," ujar ku mengiba ke arah Bapak dan Emak.

Emak dan Bapak menggelengkan kepala mereka. "Karena sudah Bapak dan Emak pikirkan makanya kami memutuskan menikahkan kamu satu bulan ke depan Niah. Semua itu juga demi kebaikan kamu saja. Lihatlah beberapa teman-teman kamu yang sudah menikah dan memiliki anak, mereka terlihat sangat bahagia bahkan tidak ada dari mereka yang menderita." jelas Bapak yang memang ada benarnya.

Memang di kampungku ini banyak anak-anaknya seusia ku yang sudah menikah dan banyak pula yang belum. Maklum saja hidup di kampung yang minim pendidikan dan kurang mampu seperti kamu ini, beginilah jadinya menikah di usia belia yang di mana orang-orang seumuran kami masih bersenang-senang namun, tidak bagi kami.

"Tapi Pak, aku belum siap untuk menikah bulan depan. Bisakah digantikan sama Kasiah?"

"Siap tidak siap kamu harus tetap menikah bulan depan Niah. Dan Kasiah juga akan menyusul kamu nantinya, jadi tidak perlu khawatir dengan adikmu itu yang terpenting untuk saat ini kamu harus mempersiapkan diri kamu." luruh sudah air mataku mendengar ucapan Bapak. Nyatanya memang tidak ada kesempatan untukku tetap pada pendirianku karena, ucapan Bapak yang tidak bisa diganggu sama sekali.

Setalah pembicaraan semalam dengan Bapak dan Emak, aku hanya bisa mengurung diriku di dalam kamar. Rasanya aku kecewa dengan Bapak dan Emak karena tidak memikirkan perasaanku sama sekali.

TBC

bab 02

ISTRI 13 TAHUN

02

"Kamu kenapa Niah? dari tadi aku perhatikan kamu hanya termenung seperti ada hal yang kamu pikirkan." Kasiah adikku itu menghampiriku yang tengah duduk di bawah pohon mangga yang berada di bagian belakang rumah kami.

"Aku tidak ingin menikah Kasiah, tapi Bapak dan Emak jelas tidak bisa ku bantah. Apa yang harus aku lakukan agar pernikahan itu tidak terjadi?" Ku tatap wajah adikku yang wajahnya sedikit mirip dengan ku. Mungkin saja karena jarak kamu yang sangat dekat makanya kamu sedikit mirip.

"Emmm kalau itu aku juga bingung Niah, bahkan aku juga bingung karena katanya Bapak tahun depan juga akan menikahkan ku dengan laki-laki pilihannya. Padahal aku ini masih remaja tapi sudah direncanakan pernikahannya dari sekarang." Kasiah ikut duduk di samping Niah. Kedua gadis itu menatap langit cerah siang ini dengan pikiran berkecamuk.

"Oh iya Niah, bagaimana kalau kamu kabur saja? aku juga akan melakukan hal yang sama nantinya di hari pernikahan ku." Suniah menoyor kepala Kasiah karena itu bukan ide yang bagus dari permasalahan yang ada.

"Ihhh, sakit tahu kepalaku Niah!!" kesal Kasiah menatap tak sudah pada Suniah.

"Lagian kamu ngasih ide bukannya berjalan baik malah aku nanti yang sengsara. Kamu pikir aku ini sudah dewasa yang bisa menghidupi diriku sendirian di jalanan sana? Kamu pikir akan ada malaikat tidak bersayap yang akan menolong ku di luaran sana dengan memberikan kehidupan yang baik dan harta berlimpah? kalau ngasih saran itu yang masuk logika napa sih, Kasiah? lagian kok ngasih saran sesat begitu." Kasiah menggaruk kepalanya karena dirinya juga tidak sampai memikirkan hal itu.

"Ya maaf deh Niah, lagian tadi aku nggak mikir kesana." ujar Kasiah merasa bersalah.

"Entahlah Kasiah, aku pusing mikirin masalah pernikahan ini. Mendingan kita mandi di sungai saja yuk biar kepala ku ini jadi dingin." ajak Suniah sambil berdiri.

"Ya sudah ayok, lagian pakaian kotor ku banyak sekali yang belum di cuci."

Akhirnya kedua kakak dan adik itu berangkat ke sungai dengan membawa baskom ukuran sedang di kepala mereka masing-masing. Mereka yang tergolong miskin ini tentu saja tidak mempunyai kamar mandi di rumah mereka, bahkan di desa mereka ini hanya hitungan jari saja yang mempunyai kamar mandi di rumah mereka. Itu sudah termasuk orang kaya menurut mereka.

Disungai saat ini banyak sekali orang yang tengah mandi bahkan mencuci pun juga banyak. Tidak hanya perempuan bahkan laki-laki pun ikut bercampur di sana. Mau gimana lagi, di desa itu hanya satu saja ada sungai yang biasa mereka pakai untuk mandi, mencuci baju dan juga piring.

"Kasiah, kita di bagian sana saja kelihatannya tidak terlalu ramai." ajak Suniah setelah melihat bagian mana yang tidak banyak orang. Lagian mencuci di tempat yang banyak orang akan banyak juga gosip buruk yang akan mereka dengar. Hal itu membuat Suniah kurang suka.

"Kita di sini saja Niah, mumpung ada batu yang bagus buat aku nyuci baju. Lagian mereka juga lumayan jauh dari tempat kita sekarang." Suniah mengangguk menyetujui ucapan adiknya itu.

Akhirnya mereka mengerjakan pekerjaan masing-masing dengan Suniah mencuci piring sedangkan Kasiah mencuci baju. Bahkan mereka tampak sangat bahagia dan sesekali tertawa karena saking asiknya mereka bercerita.

"Kasiah itu di dekat kaki kamu ada ikan," ujar Suniah dengan suara kecil. Lumayan untuk lauk makan jika ikan itu mereka dapatkan. Apalagi keluarga mereka yang memang sangat jarang memakan yang namanya lauk, ikan bahkan daging. Maklum saja orang miskin seperti mereka makan dengan berlauk-kan ikan asin saja sudah sangat bahagia.

Dengan hati-hati Kasiah menangkap ikan di dekat kakinya dengan ember kain yang dibawanya. Namun, belum juga ember itu menyentuh air ikan sudah lebih dulu melarikan diri.

"Yah ..., mungkin saja belum rezki kita Niah," Suniah hanya mengangguk saja karena kalau rezeki mereka pasti dapat

TBC

bab 03

ISTRI 13 TAHUN

03

"Pajajar dimana Dek?" tanya Hendro pada istrinya yang tengah memasak di dapur.

"Mungkin di kamarnya Mas, ada apasih Mas masih pagi sudah mencari anak, biasanya nyari kopi." Rosiati membawakan secangkir kopi hitam pada suaminya yang sudah duduk di kursi meja makan.

Dengan masih mengenakan sarung dan singlet, Hendro melihat istrinya dengan serius.

"Ada hal penting, tadi malam Mas lupa menyampaikannya, lantaran sudah pada tidur saat Mas pulang."

Rosiati meletakan gorengan yang telah dia buat di meja. "Apa itu Mas?"

Rosiati tentu sangat tau watak suaminya, jika sudah bicara serius apalagi melibatkan tiga orang anak lelakinya, sudah pasti ketiga jagoannya harus di bangunkan.

"Beritahu aku dulu Mas, aku ini istrimu lho!" Rosiati terbilang wanita yang cukup beruntung di era ini, lantaran memiliki suami yang mau untuk menghargai dirinya. Bukan semata-mata menjadikan istri sebagai pelengkap rumah tangga dan pelepas hasrat. Hendro selalu memberikan kasih sayang yang layak pada istrinya, bahkan melibatkan sang istri dalam tindakan apapun. Tidak seperti suami yang ada disekitarnya.

"Baiklah, habis Mas ceritakan, Adek tolong bangunkan anak kita ya?" Hendro menyesap kopi hitamnya, kumis tebalnya ikut basah karena air kopi itu. Tidak lupa suara khas sehabis menyesap kopi terdengar.

"Baik Mas, ayo cerita."

"Akh, nikmat sekali kopi ini. Baiklah." Hendro pun mulai menceritakan pada Rosiati.

***

Dikamar, Pajajar sudah terbangun, dia bermimpi buruk. Mungkin karena baru saja patah hati, lantaran Diah, temannya sejak kecil, dan wanita yang Pajajar suka, malah berpacaran dengan lelaki lain.

Semalaman Pajajar ingin menangis, tetapi air matanya tidak mau keluar. Mungkin karena hatinya begitu terluka dan kecewa. Padahal selama ini setiap apapun yang Diah lakukan dan butuhkan, Pajajar selalu ada dan mendukungnya. Tapi ternyata, rasa peduli dan perhatian Pajajar tidak di balas perasaan oleh Diah.

"Apa aku pelet saja?" Pikiran kotor Pajajar bermain, tapi dia tentu tidak akan melakukan hal musyrik seperti itu.

Saat sedang memikirkan bagaimana agar tidak merasa canggung untuk bertemu Diah nanti, pintu kamar Pajajar di ketuk oleh ibunya.

TOK!!!

TOK!!!

TOK!!!

"Iya Bu," Pajajar bangun dari posisi tidurnya, dia membukakan pintu kamar.

Terlihat Rosiati tersenyum manis pada anak keduanya ini, padahal biasanya pagi hari Rosiati selalu mengomel pada anaknya.

Pajajar terheran melihat ekspresi sang ibu, "Ibu kenapa?"

Rosiati menepuk lengan anaknya. "Tidak kenapa- kenapa."

"Kenapa Ibu pagi-pagi tersenyum aneh padaku?"

Rosiati hanya menggedikkan bahu. "Ayah memanggil kamu untuk sarapan bersama, ayo." Rosiati lalu pergi ke kamar anaknya yang lain.

Papajar heran, tetapi dia langsung menuruti perintah Ibunya, karena jika Ayahnya sudah mengajak seperti ini, pasti ada hal penting. Papajar melihat di meja makan sudah ada ayah dan Bang Jaka, Pajajar lalu mendudukkan dirinya di sebelah Jaka. Tidak lama Ibu dan adik bungsu Pajajar, Mulyo namanya, ikut duduk. Melihat semua anggota keluarganya sudah berkumpul, Hendro tidak berbasa basi.

"Jaka, kamu belum ada istri, usia kamu sudah 27 tahun?" ujar Hendro, tetapi ekspresi Jaka langsung masam mendengar ucapan sang ayah.

"Ayah, Jaka sudah bilang, kalau Jaka sedang fokus dalam membangun bisnis Jaka. Dan Jaka akan menikah saat Jaka sudah siap." Jaka terlihat ingin bangun dan meninggalkan meja makan, tetapi Rosiati yang duduk di sebelahnya segera menggenggam tangan anak sulungnya agar tidak bertindak demikian.

Pajajar dan Mulyo saling melirik, ternyata urusan penting pagi ini adalah soal perjodohan, Mulyo yang masih duduk di bangku SMP pun hanya bisa terdiam saja.

"Ayah tidak memaksa kamu Jaka, jadi tidak usah tersulut emosi seperti itu. Jika kamu tidak mau menikah, maka biarkan adikmu menikah duluan, melangkahi kamu."

Deg, jantung Pajajar seketika rasanya berhenti berdetak. Air yang tengah ia teguk menyangkut di tenggorokan, membuat Pajajar tersedak.

Kini semua mata tertuju pada Pajajar, "Ayah serius?"

"Tentu saja, kamu tidak dapat menolak. Perjodohan ini harus terlaksana." Hendro terlihat sangat tegas dan itu dapat membuat Pajajar tidak dapat menjawab.

"Kapan aku bertemu dengannya, Ayah?" Diluar dugaan Hendro dan Rosiati, jawaban yang dilontarkan Pajajar terdengar santai, berbeda saat lelaki itu bereaksi tadi.

"Minggu ini kita akan ke sana untuk melamarnya. Persiapkan dirimu." Hendro merasa bersyukur karena Pajajar tidak memberontak seperti Jaka, tetapi merasa heran juga kenapa anaknya bisa menerima dengan lapang?

"Baiklah Ayah, kalau begitu Pajajar izin ke kamar, pagi ini ada pekerjaan." Lalu Pajajar pergi meninggalkan keluarganya yang terheran.

"Ada apa dengannya?" ujar Jaka yang di balas oleh gelengan tidak tahu Ibu, Ayah dan Mulyo.

***

Pajajar melihat pantulan dirinya di cermin, "Mungkin dengan menikah, aku bisa melupakan rasa sakit hatiku karena Diah."

Lalu Pajajar segera bersiap untuk pergi bekerja. Biasanya dia akan sangat bersemangat untuk masuk kerja, tetapi kali ini rasanya Pajajar ingin resign. Tapi dia tau, jika resign sama saja dengan melarikan diri dari masalah, sebagai lelaki sejati, Pajajar ingin menghadapi semua tantangan hidup dengan baik. Jadi dengan tekad yang kuat Pajajar berangkat kerja.

"Aku harus mencintai wanita yang telah Ayah jodohkan padaku, dan melupakan Diah bagaimanapun caranya." Pajajar yang sudah siap pun menaiki motornya dan mulai menyusuri jalan.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!