"Hentikan... Sayang...!"
Wanita itu merengek manja saat pria yang ia duduki menelusupkan tangannya ke balik rok pendek yang ia kenakan.
"Kau sangat cantik hari ini, Retha," pria itu berkata dengan suara serak.
"Bagaimana aku bisa menahan diri jika kau terus menggodaku dengan penampilan seksimu?"
Max Morgen.
Pria yang menjabat sabagai direktur dari Silvester Group, sebuah agensi model terbesar keempat di kota itu bahkan tak peduli ketika seseorang sudah berdiri di depan pintu dan menyaksikan apa yang sedang mereka berdua lakukan melalui celah pintu yang sedikit terbuka.
Max menarik tengkuk Retha, menyatukan bibir mereka, serta menghisap bibir wanita cantik nan seksi itu dengan penuh damba dan mendapatkan balasan seperti yang ia inginkan.
Retha Agatha.
Wanita cantik yang berprofesi sebagai model itu tanpa ragu membuka satu per satu kancing kemeja yang dikenakan Max, memberikan akses lebih banyak saat tangan Max berpindah dengan menelusupkan tangannya ke balik blouse putih Retha.
Pria yang berdiri di balik pintu itu mengepalkan kedua tangannya, bersiap untuk masuk ketika tangan lain menarik pergelangan tangannya dan menyeret paksa pria itu memasuki ruangan berbeda yang berada di samping ruangan Max.
"Apa yang kau laku..."
"Kecilkan suaramu! Aku benci orang yang suka berteriak!"
Pria itu tertegun, menyadari tangan yang baru saja menariknya adalah seorang wanita. Sorot dingin serta wajah datar dari wanita itu membuat si pria sedikitpun tidak bisa membaca apa yang wanita itu pikirkan
"Menikmati pertunjukan?"
Wanita itu berkata sinis, lalu menyeringai tipis. Melangkah mundur untuk membuat jarak diantara mereka berdua sekaligus mengamati pria berpakaian kurir yang sudah beberapa kali ia lihat datang ke kantor agensi yang mana dirinya menjadi salah satu model di sana.
"Kamu..."
Pria itu menggantung kalimatnya, mengerutkan kening untuk mengingat siapa wanita yang ada di depannya, merasa tidak asing dengan wajah itu.
"Calia," dia menjawab.
"Calia... Calia Katarina?" ulang pria itu dengan mata melebar.
Calia Averie Katarina, atau yang biasa dikenal dangan nama Calia Katarina. Seorang model yang menjadi incaran dari beberapa agensi berbeda untuk meminta wanita itu bekerjasama dengan mereka. Namun, wanita itu justru selalu menolak setiap penawaran yang datang padanya dan mambuat posisi wanita itu hanya dijadikan sebagai figuran di agensi tempat dirinya berada sekarang.
Calia menaikkan bahunya singkat.
"Namamu?" tanyanya kemudian.
"Apakah itu penting?" sahut si pria.
"Tidak," jawab Calia cepat.
"Kecuali jika kau tidak keberatan kusebut sebagai pria mesum karena mengintip seseorang," lanjutnya.
"Kau..." dia berdesis kesal.
"Aku bertanya, dan kau tak mau menjawab. Kenapa sekarang kau kesal?" sahut Calia abai.
"Aku... Aku Ronan," dia menjawab dan disambut dengan anggukan singkat.
"Kau mengenal Retha?" tanya Calia lagi.
"Dia tunanganku," jawab Ronan.
"Sepertinya kau sangat terkejut dengan apa yang baru saja kau lihat," Calia tergelak singkat.
"Apa maksudmu? Apakah menurutmu itu lucu?" Ronan balas bertanya, wajahnya menunjukkan rasa tidak suka.
"Apa yang baru saja kau lihat bukan pertama kalinya terjadi," ucap Calia datar.
"Aku baru tahu, kantor ini menyimpan hal menjijikkan seperti ini," Ronan mendengus, emosinya kembali terpancing.
"Parahnya pria yang sedang bersama tunanganmu adalah kekasihku, ironis bukan?" sambut Calia.
"Kami bahkan berencana menikah," imbuhnya diakhiri tawa sumbang.
"Dan kau diam saja?" Ronan meninggikan suaranya, tidak terima dengan apa yang baru saja ia saksikan.
Hatinya memanas, ingin rasanya ia meluapkan emosinya dengan mendobrak pintu dan memergoki kelakuan tunangannya, meminta penjelasan.
"Kau mengharapkan apa?" Calia balas bertanya, lalu melipat kedua tangannya.
"Mendobrak pintu untuk memergoki apa yang sedang mereka lakukan? Lalu menangis dan berteriak memaki mereka?" lanjutnya dengan alis terangkat.
Calia terkekeh pelan sembari menggelengkan kepala, menurunkan kedua tangannya, lalu melangkah mendekat, dan berdiri tepat di depan Ronan dengan menengadahkan kepala lantaran perbedaan tinggi mereka.
"Maaf saja, jika aku ingin membalas pengkhianatan yang dilakukan kekasihku, aku lebih memilih cara tanpa mengandalkan otot," ucap Calia.
"Dengan melabrak mereka hanya akan mempermalukan dirimu sendiri, terutama dengan pakaian yang kau kenakan saat ini," imbuhnya.
Ronan menelan kasar salivanya. Sorot dingin dari wanita di depannya mampu membuat dirinya tidak bisa mengucapkan kata, namun dalam benaknya membenarkan apa yang Calia ucapkan.
"Pergilah tanpa suara dan bersikap seolah kamu tidak melihat apapun. Pikirkanlah, apakah kau akan memarahinya ketika kalian memiliki waktu pribadi atau mengakhiri hubunganmu dengan tunanganmu,"
"Kau yang mengaku sebagai tunangan Retha, apakah kau pikir Retha akan mengakuimu sebagai tunangannya?"
"Renungkan itu dalam perjalanan pulang,"
Calia berkata lagi tanpa mengubah ekspresi pada wajahnya, tersenyum tipis sebelum melangkah melewati Ronan yang belum bisa menghilangkan keterkejutan yang ia rasakan.
"Kau menuduhnya!" tuding Ronan kesal.
"Retha tidak mungkin tidak mengakui hubungan kami!"
"Dia mengatakan tidak memiliki kekasih ataupun tunangan," ucap Calia menghentikan langkah sejenak, lalu berbalik menghadap pada Ronan.
"Dan semua orang kantor ini bahkan media juga tahu akan hal itu, jadi pikirkanlah tindakanmu," imbuhnya.
Calia kembali membalikkan badan, melangkah menuju pintu dengan meninggalkan ekpresi syok di wajah Ronan. Ia tidak menyangka jika tunangannya justru mengaku pada media tidak memiliki pasangan disaat mereka sudah merencanakan tanggal pernikahan.
Pandangan Ronan beralih pada punggung Calia yang mulai menjauh, wanita yang baru pertama kali ia temui secara langsung. Bagaimana cara Calia bersikap disaat kekasihnya mengkhianati wanita itu membuat Ronan ingin mengetahui lebih jauh tentang Calia.
Pengkhianatan tunangannya yang ia saksikan hari ini membuat dirinya sadar bahwa cinta yang ia berikan untuk Retha tidak dianggap ada. Kini ia mengerti mengapa tunangannya senantiasa menghindar darinya. Dalam benaknya ia bertanya-tanya, mengapa Calia membantu dirinya.
Mungkinkah wanita itu memiliki rencana untuk membalas perbuatan kekasihnya? Lalu, apa yang akan ia lakukan sekarang setelah melihat tuangannya telah berselingkuh. Haruskah ia diam?
Ronan menghembuskan napas kasar, terpikirkan satu cara yang akan membuat dirinya dinilai gila.
"Menikahlah denganku,"
. . . .
. . . .
To be continued...
"Menikahlah denganku!" ucap Ronan tiba-tiba.
Gerakan tangan Calia saat akan menarik knop pintu terhenti, berbalik cepat dengan alis terangkat mempertanyakan apa yang baru saja ia dengar.
"Menikahlah denganku!" ulang Ronan.
"Apakah kepalamu terbentur?" sambut Calia.
Ekspresi datar wanita itu berubah masam sesaat sebelum kembali pada sikap datarnya.
"Apakah karena aku hanya seorang kurir?" tanya Ronan.
"Khawatir aku tidak bisa memenuhi semua keinginanmu sebagai seorang model?" lanjutnya.
"Aku bahkan baru mengetahui namamu hari ini, dan kau memintaku menikah denganmu? Apa kau kehilangan akal sehatmu?" sambut Calia.
"Jawabanmu justru memperjelas bahwa bukan uang atau popularitas yang kau inginkan. Kau boleh menyebutku gila atau apapun, setidaknya aku tidak menikahi seorang pengkhianat, dan hubunganmu bersama pria yang sudah mengkhianatimu juga berakhir," sahut Ronan.
"Ucapanmu justru menunjukkan bahwa kau menganggap pernikahan adalah mainan," balas Calia.
"Jika kamu ingin membalas kekasihmu, aku akan menjadi dukungan terbesarmu sebagai suami yang sah," jawab Ronan.
"Aku akan melakukan apa saja untukmu selama aku tidak menikah dengannya,"
"Mengapa?" Calia bertanya.
Calia mengamati wajah pria yang baru saja ia kenal. Kalimat terakhir yang diucapkan pria itu seakan ingin meyakinkan dirinya bahwa pria itu bisa melakukan apa saja terlepas dari pekerjaanya sebagai kurir.
"Karena kamu wanita pertama yang tidak memberikan tatapan skeptis padaku meski kamu lebih terkenal dari Retha,"
Calia tergelak singkat, lalu menggeleng pelan menunjukkan rasa tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Alasan tidak masuk akal menurut dirinya.
"Alasan konyol!" sahut Calia.
"Kau akan bertemu dengan ratusan orang yang akan bersikap demikian di luar sana, bukan hanya aku,"
"Tapi, tidak dengan orang-orang kantor agensi ini," sahut Ronan.
"Apa yang bisa aku dapatkan jika aku menerima tawaranmu?" tanya Calia.
"Apa saja yang kamu inginkan," jawab Ronan tanpa ragu.
"Sebagai gantinya, apa yang kau inginkan dariku?" tanya Calia lagi.
"Cukup menjadi pengantin pengganti tunanganku," jawab Ronan.
Calia menghembuskan napas panjang, merasa apa yang dikatakan pria di depanya hanyalah omong kosong, lalu berbalik tanpa memberikan jawaban dan bersiap untuk membuka pintu.
"Apakah itu artinya tidak?" tanya Ronan.
"Sepertinya kau masih terkejut dengan fakta yang baru saja kamu dapatkan hari ini, dan itu membuatmu bicara tidak masuk akal," ucap Calia.
"Kusarankan agar kau segera pergi meninggalkan kantor ini. Tapi, aku juga tidak akan menahanmu jika kau ingin menemui tunanganmu,"
"Tunggu...Hei...!" seru Ronan.
Calia membuka pintu dan keluar tanpa menghiraukan seruan yang ia dapatkan, cukup untuk membuat pria itu beranjak dari tempatnya berdiri untuk mengejar wanita itu, namun langkahnya terhenti saat melihat wanita itu justru masuk ke dalam ruangan pria yang dia sebut kekasihnya.
.
.
.
"Ada apa menemuiku?"
Intonasi pada suara Max terdengar jelas bahwa ia tidak senang dengan kedatangan Calia ke dalam ruangannya. Pria itu bahkan masih dalam usahanya merapikan pakaian yang sedikit berantakan saat Calia datang.
"Tinggalkan ruangan ini, Retha. Kita lanjutkan pembahasan itu nanti," ucap Max.
Max melirik singkat ke arah Retha yang tengah merapikan pakaiannya, melihat wanita itu tersenyum angkuh pada Calia sebelum kembali menatap Max yang kini sudah menatapnya.
"Baik," sahut Retha.
Calia hanya diam, memberikan ekspresi datar pada dua orang yang bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Namun ia tahu pasti apa saja yang sudah mereka lakukan kala penglihatannya menangkap tanda merah di leher Retha.
"Apakah itu tentang kontrakmu untuk menjadi brand ambassador dari Kyler Corp?" Max bertanya lagi saat Retha tidak lagi terlihat.
Calia mengunci pandangan pada Max, mendengar nama perusahaan yang disegani di kota sekaligus menjadi perusahaan tertinggi. Perusahaan yang menjadi impian para model untuk menjadi brand ambassador dari produk yang mereka miliki.
"Aku bisa saja memberikan tawaran itu padamu," ucap Max percaya diri.
"Karena aku memang merekomendasikan dirimu dan Retha. Tapi, dengan satu syarat,"
Max membawa langkahnya mendekat pada Calia, memutar kursi yang diduduki wanita itu serta mencondongkan tubuhnya.
"Menghabiskan waktu bersamaku malam ini di Hotel,"
Max berkata dengan seringai tipis di bibirnya, mengamati lebih seksama wajah cantik yang kini berjarak sangat dekat dengannya.
Max akui, Calia jauh lebih cantik jika dibandingkan dengan Retha. Akan tetapi, sikap Calia yang selalu datar membuat dirinya tidak bisa menikmati waktunya saat bersama Calia meski berstatus sebagai kekasih. Ia bahkan tidak pernah mencium bibir Calia meski mereka menjalin hubungan asmara dalam waktu lama.
"Menyingkir!"
Max menautkan alisnya setelah mendengar satu kalimat tegas dari bibir Calia. Satu hal yang tidak pernah Calia lakukan.
"Kamu marah karena aku tidak memiliki bayak waktu untukmu seperti dulu?" tebak Max.
"Aku sibuk dengan pekerjaanku, dan kamu tahu itu bukan?"
Max melanjutkan, tetapi tidak mendapatkan tanggapan apapun. Cukup baginya untuk menangkap sikap dingin Calia.
"Kamu berubah, Calia," ucap Max.
"Kau yakin?" sahut Calia tersenyum skeptis. "Bukan aku yang berubah, Max. Tapi kamu,"
"Apakah kamu cemburu karena ada Retha di ruanganku?" Max bertanya.
"Kamu tentu tahu apa alasan Retha di sini, dia ingin membahas kontrak,"
"Membahas kontrak dengan duduk di pangkuanmu?" Calia mencibir.
Max tidak terkejut dengan apa yang baru saja Calia ucapkan, ia sadar Calia sudah melihat apa yang ia lakukan bersama Retha beberapa hari sebelumnya dan itu lebih dari sekali.
"Karena aku sengaja melakukannya untuk melihatmu cemburu, dan aku berhasil," ucap Max.
Calia tersenyum tipis, mendorong Max menjauh dan bangun dari duduknya.
"Berikan saja kontrak brand ambassador itu pada Retha, aku tidak ingin memperpanjang kontrakku di agensi ini. Setidaknya aku bisa terlepas dari kontrak palsu yang selama ini kau berikan padaku," ucap Calia tajam.
Kedua mata Max melebar, tubuhnya membeku sejenak saat Calia melewati dirinya. Akan tetapi, sebelum Calia memiliki kesempatan untuk keluar dari ruangan itu, Max menarik kasar tangan Calia hingga mereka kembali berhadapan.
"Apa maksudmu?" tanya Max.
"Aku hanya ingin membuatmu cemburu, dengan begitu aku tahu kamu masih mencintaiku. Kenapa sekarang kamu justru ingin memutus kontrak?"
"Kamu tahu jelas apa yang aku maksudkan, Max. Dan ini di luar masalah pribadi." jawab Calia menepis tangan Max darinya.
"Atau kamu ingin aku menunjukkan buktinya?"
Sorot pada mata Calia menunjukkan kekecewaan mendalam, menatap pria yang berhasil mencuri hatinya dan membuat dirinya menjadi wanita bodoh di waktu yang sama.
Satu tangan Calia merogoh saku blazernya, mengeluarkan flashdisk yang segera letakkan di tangan Max.
"Lihatlah sendiri!"
Setelah mengatakan itu, Calia berbalik dan pergi meninggalkan ruangan. Sementara Max masih terpaku sejenak sebelum berbalik dan bergegas menuju komputer untuk melihat apa yang ada di dalam flashdisk. Hingga kedua matanya membulat sempurna setelah melihat apa yang Calia berikan padanya.
"Sh*it...!"
...>>>><<<<...
. . . .
. .. .
To be continued...
Langkah kaki Ronan terhenti saat ia berada dalam jarak beberapa meter dari kantor agensi yang baru saja ia datangi, melihat keadaan sekitar sejenak, lalu mengangguk singkat dengan pandangan tertuju pada satu arah.
Tak lama setelah itu, sebuah mobil hitam mewah melaju mendekat dan berhenti tepat di depan Ronan berdiri. Tak satupun ada yang menyadari ketika Ronan masuk ke dalam mobil sampai mobil itu melaju meninggalkan kantor agensi diikuti beberapa mobil hitam lain di belakangnya.
"Apa yang kau dapatkan?"
Intonasi pada suara Ronan berubah tegas, membuat pria yang duduk di sampingnya segera menunjukkan tab yang ada di tanganya.
"Dugaan Anda benar, Tuan," dia menjawab.
"Silvester Group melakukan kecurangan, dan Nona Calia Katarina adalah korbannya,"
"Max Morgen memalsukan kontrak yang ditandatangani Nona Calia, memberikan bayaran yang bahkan tidak mencapai setengah dari yang dia dapatkan dari mereka yang menggunaan jasa Nona Calia, menjadikan Nona Calia sebagai pancingan terbaik untuk menarik para investor,"
Ronan menyandarkan punggung, mengingat kembali pertemuan dengan Calia beberapa waktu lalu. Seorang model berparas sempurna, tetapi hanya dijadikan sebagai figuran.
"Bagaimana dengan Retha?" Ronan bertanya lagi.
"Dialah yang selalu mengambil alih tawaran yang Nona Calia terima, tentu saja ada campur tangan dari Max Morgen," dia mejawab.
Ronan terdiam, membaca dengan hati-hati data yang ia terima dari asistennya. Calia yang tidak bisa meninggalkan Silvester Group karena terikat kontrak, serta bagaimana wanita itu selalu gagal ketika tidak ingin melakukan perpanjangan kontrak.
Sosok Calia bahkan sudah membuat nama Silvester Group melambung dan berhasil menempati posisi keempat terbaik di kota, akan tetapi ia tidak menyangka jika Silvester Group menggunakan seorang model sebagai batu loncatan untuk mencapai kejayaan.
"Bukankah Calia memiliki seorang asisten? Bagaimana bisa asistennya seceroboh ini membiarkan modelnya ditipu?" Ronan bertanya lagi.
"Asisten Nona Calia menerima suap,"
Ronan menghembuskan napas kasar, segera mengerti dengan apa yang terjadi. Ia bahkan bisa menebak mengapa selama ini Calia tidak menyadari bahwa wanita itu hanya dimanfaatkan. Mencintai Max Morgen.
"Bisakah kau melakukan sesuatu untukku, Bas?" tanya Ronan.
"Keinginan Anda adalah perintah, Tuan," sahut Bas.
"Gunakan segala cara untuk membuat Calia keluar dari Silvester Group tanpa membayar pinalti dan bawa dia ke Kyler Corp," ucap Ronan.
"Saya lupa menyampaikan sesuatu kepada Anda, Tuan," tutur Bas.
"Apa itu?"
"Saya menemukan jejak Nona Calia mencari bukti kontrak palsu dan menyalinya, dan itu sudah dilihat oleh Max Morgen melalui komputer kantor. Jika dugaan saya benar, kali ini Nona Calia benar-benar memutus kontrak dengan Silvester Group," ungkap Bas.
"Namun, Nona Calia juga menolak tawaran dari Kyler Corp," imbuhnya.
"Apa alasan dia menolak tawarannya?" tanya Ronan.
"Karena Max Morgen menunjuk Nona Retha sebagai brand ambassador, dan cadangan kepada Nona Calia. Dan ketika pihak mereka mempertanyakan mengapa model di ganti, Max Morgen beralasan bahwa Nona Calia-lah yang menolaknya," jawab Bas.
"Mereka tidak mengetahui bahwa Nona Calia menolak sebagai cadangan," lanjutnya.
"Kalau begitu, buatlah undangan khusus yang hanya ditujukan untuk Calia, aku ingin dia yang menjadi brand ambassador Kyler Corp," ucap Ronan.
"Silvester Group masih berada di bawah naungan Kyler Corp, aku akan memberi mereka kesempatan untuk memperbaiki diri, jika cara itu tidak berhasil, aku hanya perlu mengeluarkan Max Morgen,"
"Saya mengerti," sahut Bas.
"Maaf, Tuan. Bolehkah saya bertanya sesuatu?"
"Katakan!" sambut Ronan.
"Sampai kapan Anda akan terus menyamar sebagai kurir? Anda bahkan mengenakan pakaian lusuh setiap hari dan melakukan pekerjaan kasar," tanya Bas.
"Sampai Grandma memintaku untuk berhenti," jawab Ronan.
"Sekarang, antarkan aku ke Apartemen Retha, dia akan pergi malam ini, dan aku sudah mempersiapkan hadiah untuknya,"
.
.
.
"Kenapa kau datang saat malam?
Retha memasang wajah masam setelah membuka pintu Apartemennya dan mendapati Ronan berdiri di depan pintu dengan sebuah paper bag di tangan.
"Malam ini adalah ulang tahunmu bukan?" Ronan balas bertanya, lalu tersenyum.
"Aku membawakanmu hadiah,"
"Apakah kamu akan pergi?" Ronan bertanya setelah menyadari penampilan tunangannya yang terbungkus dalam balutan gaun malam mewah.
"Tentu saja! Apa kamu mengharapkan aku tetap di Apartemen disaat ini adalah hari ulang tahunku? Teman-temanku bahkan mengadakan sebuah pesta untukku," sahut Retha.
"Tidakkah kamu ingin mengajakku? Setidaknya biarkan aku mengenal semua teman-temanmu, Retha," ucap Ronan.
Raut wajah Retha menunjukkan rasa tidak suka, detik berikutnya tersenyum tipis kala terpikirkan sesuatu dalam benaknya.
"Baiklah, tapi ganti dulu pakaianmu. Aku memiliki satu set jas yang bisa kamu pakai," ucap Retha.
Ronan tersenyum, menurut saat dipersilakan masuk dan mengganti pakaian lusuhnya di kamar kosong yang tersedia. Tak sampai berapa lama, Ronan kembali keluar dengan penampilan berbeda.
Retha mengamati penampilan tunangannya dari atas sampai bawah. Setelan jas hitam itu melekat sempurna di tubuh tegap Ronan. Tampan. Satu kata itulah yang akan keluar dari bibir siapa saja yang melihat penampilan Ronan malam itu. Akan tetapi, ketampanannya tertutupi oleh pakaian lusuh, bahkan pakaian kurir yang selalu pria itu kenakan memiliki robek dibeberapa bagian.
"Kita berangkat!" ucap Retha.
Ronan mengangguk, mengikuti langkah Retha sembari membawa paper bag yang ia bawa sebelumnya dan memberikan hadiah itu pada Retha saat mereka berdua berada di dalam mobil.
"Aku membuatnya sendiri untukmu," ucap Ronan tersenyum tulus.
Retha menerima dengan enggan, tetapi tetap memaksakan senyum di bibirnya. Mengamati kotak kaca berisi origami bintang yang tidak ia ketahui berapa jumlahnya dengan sebuah boneka berada di tengah-tengah tanpa minat.
Wanita itu bahkan mengabaikan hadiah dari Ronan saat mereka tiba di tujuan, meninggalkan Ronan di belakang yang kembali membawa hadiahnya masuk ke dalam hotel mewah di mana acara ulang tahun tunangannya akan dilangsungkan.
Semua menyambut kedatangan Retha dengan pelukan hangat, memamerkan hadiah yang mereka bawa dan diberikan pada Retha.
"Jadi, apakah dia pasanganmu, Retha?" salah satu teman Retha bertanya.
"Bukan, dia hanya sopir,"
. . . .
. . . .
To be continued...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!