NovelToon NovelToon

Bianca Adlova

Sekolah Baru.

Dalam hidup Bianca, tak ada kata teman atau sahabat baru dalam hidupnya. Dia selalu berjalan sendiri dan tidak ingin dekat dengan teman sebayanya. Bukan karena apa-apa. Tapi Bianca takut kehilangan akan sosok sahabatnya jika sampai berpindah lagi bersekolah.

Ayahnya merupakan pengusaha terkenal nomor satu di kota Quarent. Bahkan kekayaannya sudah tak terhitung saking banyaknya. Kedua orang tuanya terus sibuk dengan pekerjaan mereka tanpa pernah mau memperhatikan keadaan putri satu-satunya.

"Nona... " Panggil salah seorang pelayanan yang sudah siap membawakan semua pakaiannya.

"Taruh saja di meja, Bi! Aku akan berdandan sendiri kali ini!"

Ujar Gadis yang kini baru menginjak kelas 11 di sekolah High School favorit di kota tersebut.

Para pelayan hanya saling mengangguk dan memilih pergi ketika nona nya sudah mulai bicara dengan nada dingin.

Bianca menatap wajah cantiknya di cermin. Pantulan wajahnya begitu terlihat jelas dan itu membuatnya merasa muak.

"Tidak semua orang akan menerimamu setulus hati, Bianca! Mereka mendekatimu hanya karena kau memiliki segalanya yang mereka mau!" Ucap gadis itu sendiri sambil bercermin.

Ia lalu mulai mengoleskan satu persatu make up di wajahnya dan berdandan rapih sambil menyunggingkan senyuman di sudut bibirnya.

"Aku rasa, ini lebih baik! " Gumamnya kembali menarik pintu dan segera pergi keluar.

"Nona! Apa yang nona lakukan?! " Terdengar suara pekikan dari salah seorang pelayan kepercayaan kedua orang tuanya saat berada di meja makan.

"Apa bi? jangan terkejut seperti itu seolah melihatku seperti hantu! Bibi dan semua pelayan di sini harus terbiasa dengan wajah dan penampilanku seperti ini mulai sekarang!" Sahut Bianca begitu datar lalu memasukan nasi ke dalam mulutnya.

"Tapi Nona! Bagaimana jika Tuan dan Nyonya tau? " Ucap si pelayan itu khawatir.

Bianca hanya menghela nafas lalu menyelesaikan sarapan dengan segera dan pergi keluar.

"Nona..! Nona...! "

Panggil si pelayan yang tak di hiraukan oleh Bianca. Gadis itu pergi begitu saja menaiki sepeda motor dengan penampilan barunya.

Terdengar suara riuh saat Bianca sampai di sana. Dia memandang sekolah tersebut dari luar sambil tersenyum.

"Lumayan! semoga semuanya berjalan lancar seperti yang aku harapnkan."

Duk..

Tiba-tiba ada seseorang yang menubruk bahunya membuat gadis itu langsung terjatuh.

"Makanya kalau berdiri tuh di pinggir! Jangan di tengah jalan kaya orang stress!! Dasar anak cupu!! " Bentak orang yang menabraknya tersebut sambil berlalu pergi meninggalkannya tanpa ingin membantu.

Bianca hanya tersenyum sinis sambil berusaha berdiri sendiri dengan kekuatannya.

Dia menatap sekeliling orang-orang yang berlalu lalang tanpa ingin membantunya sedikitpun, bahkan bisa di katakan seolah mereka tak melihat dirinya terjatuh tadi.

"Hah.. sungguh sial gue hari ini.." Gumam Bianca pelan lalu lanjut berjalan memasuki area sekolah.

Terdengar gemuruh sorak sorai di lapangan basket, terutama para siswi gadis ketika menatap idolanya bermain.

Mereka berteriak histeris seolah melihat sosok seorang artis. Bianca hanya menggelengkan kepalanya sambil berlalu mencari kelasnya kembali.

siiiuttt...

Bukkhh..

"Aaarrghh.. " Ringis Bianca saat satu bola liar mengenai kepalanya.

"Elo gak apa-apa kan? " Tanya seorang siswa yang mengambil bola basket tersebut.

"Iya.. gue gak apa-apa. " Jawab Bianca datar dan dingin tanpa melihat sosok pria tersebut.

Dia lebih ingin segera pergi dari sana tanpa ingin terlibat apapun dengan siapapun.

"Woy..!! Fredrick! Cepat bawa bolanya! Kita selesaikan permainan kita?! "

Teriak salah satu temannya ditengah lapangan saat menatap Frederick bengong sambil menatap gadis cupu yang tadi terkena senter bolanya.

"Oke...! " Balas Fredrick sambil berlari menghampiri lalu melanjutkan permainan.

Bianca berjalan menyusuri lorong, matanya mengedar mencari ruang kepsek.

"Apa anda nona Bianca? " tanyanya sambil menelisik penampilan gadis yang berdiri di ruang kepsek. Wanita yang cukup masih muda itu seperti merenung,seolah banyak pertanyaan di raut wajahnya. Bianca yang di ceritakan tak seperti aslinya.

"Maaf, apa saya boleh masuk? "

"Tentu, silahkan "

Dengan cepat Bianca masuk ke dalam dan duduk di kursi menghadap pak kepsek.

"Jadi kamu yang bernama, Bianca Adlova?! " Ia pun mengangguk.

"Tadi Ayah kamu sudah menghubungi kami, dan..."

"Bisakah kita percepat pembicaraan kita. Aku ingin segera masuk ke kelas dan mulai pembelajaran! " potongnya tegas membuat pak kepsek langsung terdiam. Ia hanya mengangguk pada Bu Lina yang akan menjadi wali kelas Bianca nantinya.

"Baiklah Bianca, kau bisa ikut bersama bu Lina sekarang, dia akan menunjukan kelasmu dimana"

"Terima kasih! " Jawab Bianca datar langsung berdiri dan beranjak pergi di ikuti Bu Lina yang mengekor di belakang.

"Apa kau menyukai sekolah barumu ini, nak?" tanya kembali Bu Lina memecah kebisuan.

"Lumayan! "

Bu Lina hanya menghela nafas pelan saat mendapati jawaban Bianca yang datar dan dingin.

"Baiklah, ayo kita masuk, kita sudah sampai di kelas barumu! ibu harap kamu memiliki sahabat di sini"

Bianca hanya merespon datar ucapan Bu Lina yang baginya seperti musik yang telah rusak.

"Selamat pagi anak-anak" sapa Bu Lina penuh semangat.

"Pagi juga Bu..." jawab serempak semuanya

"Ada kabar baik untuk kalian, hari ini kita kedatangan murid baru" ujarnya begitu antusias.

Bianca langsung masuk dan berdiri di hadapan semua teman sekelasnya tanpa ekspresi.

"Halo, namaku Bianca."

Seisi kelas mendadak hening lalu beberapa saat kemudian terdengar gelak tawa dari seisi kelas.

"Siapa namanya, Bu... " teriak salah satu murid laki-laki bernama Jojo.

"Ko' namanya gak jelas sih! Bian... Bian... Bian kerok! "

Hahaha...

Mereka kembali menertawakan Bianca yang masih berdiri di depan.

"Sudah.. sudah! Kenapa kalian seperti itu! Ayo Bisnca kamu duduk di belakang Jojo" Gadis itu pun langsung melangkah pasti melewati setiap mata yang menatapnya remeh. Duduk di belakang Jojo yang tadi sempat berteriak menanyakan kembali namanya.

Jojo melemparkan secarik kertas ke belakang, membuat Bianca sedikit menatapnya tajam.

"Eh cupu! Semoga lo betah tinggal di kelas ini" begitulah tulisan tangan Jojo di dalam secarik kertas tersebut.

"Tulisannya sangat buruk" gumam Bianca lalu kembali fokus ke depan.

Setelah beberapa saat bel istirahat pun berbunyi, seisisi kelas langsung berhamburan keluar, begitu juga Bianca yang ingin segera ke kantin mencari minuman dingin.

Terlihat Frederick bersama teman-teman yang lain disana. pemuda itu menatap Bianca sekilas lalu bercengkrama kembali dengan kawannya.

"Eh, itukan si cupu tadi yang kena senter bola? " tunjuknya ke arah Bianca yang langsung di ikuti oleh seluruh mata yang ada di sana.

"Berani juga tuh si cupu! itukan tempat duduknya Tuan putri Aluna yang selalu mengejar-ngejar Frederick kita!"

Bianca mendengar semua itu, tapi ia memilih tidak perduli. Ia lebih fokus menikmati minuman dinginnnya tanpa di ganggu siapapun.

"Hey cupu! minggir lo! " sarkas seorang gadis berbicara kasar ke arah Bianca. Namun Bianca hanya diam, duduk santai tanpa mendengarkan ucapan gadis tersebut.

Semua mata mulai menatap, ketegangan pun terjadi, terlebih tentang nasib murid baru yang terlihat cupu itu.

"Ga denger lo ya! apa lo tuli?! " Bentak gadis itu semakin kasar.

Bianca perlahan menatap setelah menghabiskan makanan dan juga minumannya.

"Apa kau punya masalah denganku? kenapa kau berteriak seperti itu? tidakkah kau bisa bicara baik-baik kepadaku jika aku harus pergi dari bangku ini? "

"Kurang ajar lo! berani lo nantangin gue!! " ucapnya lagi penuh emosi.

"Tunggu.. " kata Bianca menjeda, kedua matanya terpejam seperti mengingat sesuatu.

"Kamu kan yang tadi menabrak ku di depan gerbang sampai aku terjatuh?"

"Oh jadi itu elo! makanya kalau punya mata tuh di pake, jangan malah bengong di depan gerbang sambil menatap seperti orang bodoh!! " oloknya kasar sekali.

"Kita kasih pelajaran aja, Lun! biar dia tau rasa! " Sulut temannya memprovokasi.

"Yang elo katakan bener! cepat bawa air kotor itu kemaril! "titahnya yang langsung di laksanakan.

"Perhatian semuanya!! " teriak Aluna ke anak yang berada di seluruh kantin.

"Gue mau kasih pelajaran sama cewek cupu yang tidak tau diri ini! dia sudah nantangin gue dengan berani duduk disini! bahkan berani membalas semua ucapan gue!" Bianca tetap tenang dengan posisi nya tanpa terganggu sedikitpun.

"Fred gawat, si Aluna pasti bakal buat ulah lagi! " kata Dino teman sekelasnya.

"Biarin! bukan urusan gue" jawab Frederick datar.

Byuurr..

"Aarghh... " jerit Aluna yang tiba-tiba ember di tangannya sudah beralih ke tangan Bianca. Gadis itu dengan cepat langsung menumpahkan air kotor itu di seluruh tubuh Aluna. Semua mata melotot, tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Jangan so' kuasa jika uang jajan masih meminta sama orang tua! kita itu sama di sekolah ini! jadi jangan melakukan sesuatu di luar kendali! Apalagi sampai membuat diri seseorang tak di hargai!! "

Bianca lalu pergi setelah mengatakan itu, begitu santai ia berjalan tanpa ada beban sedikit pun.

"Cupu sialan! akan gue balas lo nanti!! " geram Aluna tajam.

"Kalian lihat apa!? cepat bubar semuanya!! atau gue bikin hidup kalian sengsara di sekolah ini!! " Teriak Aluna dengan mata melotot menumpahkan semua kekesalannya.

"Gue akan balas penghinaan ini cupu! Bahkan sampai berkali-kali lipat!! "

Jojo...?

"Sungguh ke kanak-kanakan! " desis Bianca berbicara pelan saat berada di dalam toilet sambil membersihkan pakaiannya yang terkena cipratan air kotor.

Ia menatap dirinya di cermin lalu menambah riasan bintik hitam di wajahnya agar semua orang di sekolah tidak dapat melihat wajahnya yang asli. Poni ala Betty Lavender dia susun lagi dengan rapih dan tak lupa kaca mata besarnya yang menambah kesan si culun yang buruk rupa.

Bianca menyunggingkan senyumannya begitu dingin, lalu memuji dirinya sambil menatap wajahnya di cermin.

"Kau sangat cantik Bianca, bahkan sangat sempurna" tak lama kemudian ia pun keluar toilet, dengan langkah tegap berjalan melewati semua orang yang ada di lorong menuju kelasnya. Mereka terlihat saling berbisik tapi tak membuat diri Bianca terganggu,lebih tepatnya ia juga tak ingin tau dengan sekitar, toh dirinya hanya akan mencari teman yang dapat menerima segala kekurangannya.

Bianca duduk kembali di kursinya dengan mata mengarah pada jendela. Terlihat beberapa anak sedang bermain disana,saling berteriak dan melempar bola. Tiba-tiba pandangannya gelap tertutup oleh tangan seseorang yang cukup besar. Atensinya pun berubah kini matanya tertuju pada orang tersebut.

"Liatin apaan cupu? serius amat? " tanyanya menggoda membuat Bianca sedikit mengernyitkan dahi.

"Jangan memasang wajah jutek gitu dong ah! tambah jelek tau! " terdengar candaan yang terselip nada ejekan juga disana.

Bianca hanya tersenyum tak ingin membalas semua perkataannya. Dia bahkan menikmati moment itu. Moment dimana dirinya di anggap jelek dan benar-benar cupu sejagat raya.

"Kenapa elo gak ikut gabung bermain sama mereka, Jo? " akhirnya untuk pertama kali Bianca mulai berbicara. Meskipun masih terdengar dingin dan juga jutek dalam setiap kata-katanya.

"Gue males! gak penting juga bermain sama mereka" jawaban yang di luar dugaan.

"Kenapa? " tanya Bianca lagi sambil menatap Jojo kembali.

pemuda itu pun balik menatap, iris matanya yang coklat terang memberi kesan menarik bagi siapapun yang melihat nya dengan jelas.

"Pertanyaannya sekarang adalah, apakah mereka mau bermain sama murid yang gak selevel sama mereka? secara yang bermain disana kan' murid favorit di sekolah ini?" monolog nya memberi penjelasan.

Bianca mulai meneliti penampilan Jojo dengan seksama, tak jauh dengan dirinya juga ternyata. Jojo punya perawakan tinggi dan tegap namun terlihat urakan dan juga tak terawat. seperti seseorang yang tak pernah mengurus dirinya sendiri, atau mungkin bisa jadi memang dirinya anak broken home yang memang memilih hidup sendiri? dan Bianca hanya manggut-manggut saja tanpa menyahuti lagi pertanyaan dari Jojo.

Dentang bel pun berbunyi, tanda jika waktu pelajaran selanjutnya akan di mulai.

"Siang anak-anak! " sapa seorang guru kimia yang bernama pak Angkara.

"Siang juga pak! " jawab semuanya kembali serempak.

"Sekarang buka buku kalian dan kerjakan semua soal yang akan bapak tulis di depan! "

Ahh...

Keluh semua murid yang tak senang dengan kejutan dari pak Angkara. Bagi mereka pelajaran kimia itu suatu hal yang paling sulit.

"Bisa gak pak,nulis soalnya besok?" Pak Angkara menatap ke arah Jojo malas.

"Kenapa? apa bolpoin kamu gak ada? atau buku kamu yang basah? bapak sudah tau sekali dengan semua alasan kamu Jojo! jadi cepat buka buku kamu dan kerjakan semua soal yang bapak tulis! " tegasnya tak menghiraukan dengan ekspresi wajah Jojo yang mendengus kesal.

Bianca hanya menatap punggung Jojo yang ada di depannya, meskipun penampilannya begitu, tapi ada wangi khas dari tubuhnya yang mengganggu penciuman Bianca.

Wangi khas yang di keluarkan dari merek parfum ternama di kota tersebut. Bianca pun menggelengkan kepalanya, menolak dugaan yang ada di otaknya lalu ia pun mulai menulis soal yang di berikan pak Angkara dan segera mengisi jawabannya.

"Jojo! Kenapa kamu malah diam saja? kenapa kamu tidak ikut mengerjakan juga? " tanya pak Angkara kepadanya dengan agak marah.

"Saya lagi males pak! bisa gak saya bolos di pelajaran bapak sekarang? " Bianca hanya menatap sekilas merasa jika anak yang bernama Jojo itu begitu sangat berani dan di luar kendali.

Pak Angkara hanya menghela nafasnya kasar, lalu menatap pada Jojo begitu tajam.

"Bagaimana kamu akan mengejar nilai yang ketinggalan jika sikap kamu terus seperti ini!? Apa kamu tidak takut lulus?!"

"Enggak pak! mau bagaimana lagi, kan saya memang murid yang bodoh di kelas ini, " begitu santai dan tanpa beban Jojo menanggapi hal itu membuat pak Angkara mulai tersulut emosi.

"JOJO.....!!! " teriak pak Angkara begitu keras hingga tembus sampai ke kelas yang lain. Semua guru disana sudah tau apa jawabannya, mereka semua hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Jojo.... Jojo... " gumam semuanya saat mendengar teriakan pak Angkara lagi.

*

*

Semua murid berhamburan keluar saat bel pulang sudah berbunyi. Aluna gadis yang tadi sempat bersitegang dengan Bianca tengah menunggu sekolah sepi, dia punya rencana buruk yang akan di lakukan kepada Bianca.

"Pokoknya gue gak mau tau! anak cupu itu harus kita beri pelajaran sekarang! " kata Aluna dengan angkuh.

"Tapi apa elo yakin, jika si cupu itu belum pulang?" Aluna menatap sinis pada Lira karena terus mempertanyakan hal yang tak berguna baginya.

"Gue gak suka ya! jika elo terus ngomong Lira! ikuti aja perintah gue, pokoknya semuanya sudah gue atur!! " Lira hanya meringis, sedikit takut juga dengan wajah Aluna yang berubah drastis begitu kasar dan sinis.

Tak lama kemudian Bianca terlihat berjalan keluar dari kelasnya, bahkan yang paling akhir membuat Aluna tersenyum sinis dan menatap kepada kedua temannya untuk menjalankan aksi.

"Ingat! jangan sampai gagal! " sekali lagi Aluna memperingati.

Dengan sangat tenang dan santai Bianca masuk ke area parkir sekolah lalu mengambil Vespa jadulnya, namun saat ia hendak dorong rasanya begitu berat.

"Lho.. kenapa lagi sama si kujang?" gumam Bianca heran lalu memeriksa motor Vespanya.

Dahinya mengkerut karena kedua ban motornya kempes dan juga sobek.

"Kurang ajar! siapa sih yang berani lakuin ini sama si kujang! " gumamnya kembali sambil menggerutu.

Byur....

Bianca langsung terperanjat saat satu ember yang berisi air yang sudah di beri cat berwarna membasahi seluruh pakaiannya yang berwarna putih. Kedua tangannya mulai mengepal kuat lalu menatap pada langkah yang kian mulai mendekat.

"Itulah akibatnya jika lo berani ngelawan gue, CU___PU..!! " sambil menekan kepala Bianca,Aluna menekan kata 'cupu'. sehingga membuat kedua temannya yang bernama Lira dan juga Ami tertawa.

"Lo ke kanak-kanakan! beraninya main keroyokan!" Bianca berbicara begitu dingin sambil menatap ke arah ketiga gadis tersebut.

"Apa, apa,apa? coba katakan sekali lagi? gue gak denger? " ejek Lira yang mendekatkan telinganya ke arah Bianca.

"Eh cupu!! elo tau diri ya di sekolah ini!" Kata Ami sambil mendorong dada Bianca keras membuatnya memundurkan langkah.

"Udah muka lo jelek! di tambah kaca mata super gede dan tebal! apalagi saat liat muka lo yang penuh bintik hitam, membuat gue pengen muntah!!" kata Ami lagi melanjutkan dengan nada penuh ejekan dan juga hinaan.

Aluna hanya menikmati permainan sambil menyilangkan kedua tangannya di dada penuh ke keangkuhan.

"Kalian semua memang pengecut!! " desis Bianca membuat wajah Aluna berubah marah.

"Kurang ajar lo! mulut lo emang perlu gue kasih pelajaran!" sulut Aluna penuh emosi.

"Lira! Ami! pegang kedua tangannya!" perintah Aluna yang langsung di ikuti.

Bianca hanya tersenyum lalu dengan cepat menghindar sebelum kedua tangannya di cekal, lalu menendang bokong Lira dan Ami bergantian membuat keduanya tersungkur.

"Aaa...! " jerit keduanya bersamaan saat jatuh terjerembab ke tanah.

Wajah Aluna semakin memerah, tanda jika amarahnya semakin besar, dengan langkah berat dan tegas juga tangan yang sudah ia tinggikan,mendekati Bianca dan langsung mendaratkan tamparan.

Plak...

Tamparan yang begitu keras dan terdengar nyaring memenuhi area parkir. Aluna langsung memundurkan kakinya merasa terkejut dengan seseorang yang menghalangi tamparannya itu begitu juga dengan Bianca yang berdiri mematung di belakang orang tersebut.

"Jojo.. " lirih Bianca tak percaya.

Menolak Perjodohan

"Cuih..dasar sampah! apa elo udah bosen hidup Aluna!?" katanya begitu kasar penuh dengan tekanan.

"Jangan ikut campur lo! kita gak punya urusan sama elo!! " Jojo terkekeh lalu mengusap pipinya yang terasa perih.

"Tapi sekarang jadi urusan gue! karena elo berani ngebully si cupu teman sekelas gue!"

Aluna hanya menatap Jojo sejenak lalu pandangannya ia alihkan pada Bianca.

"Sekarang kalian pergi! jika enggak, gue laporin semua perbuatan kalian ke kepsek!" ancam Jojo tak main-main.

"Hhh.. emang elo punya bukti? " tantang Aluna dengan senyum meremehkan.

Jojo hanya bersikap santai lalu merogoh ponselnya yang berada di saku celana, lalu memutar sebuah Vidio.

"Ckk.. Sialan lo! " desis Aluna begitu kesal, Jojo memperlihatkan rekaman Aluna saat merundung Bianca tadi.

"Jadi...! "

"Iya! gue pergi!!" potong Aluna yang nyalinya menciut dengan ancaman Jojo.

" Urusan kita belum selesai, cupu!" teriak Aluna saat pergi menjauh bersama kedua temannya.

Jojo menghela nafasnya pelan lalu berbalik menghadap Bianca.

"Elo gak apa-apa kan, cupu?! " tanyanya penuh ke khawatiran. Bianca hanya mengangguk lalu menatap pipi Jojo yang merah.

"Apa rasanya sakit?! " tangan Bianca spontan mengayun hendak menyentuh pipi Jojo yang langsung pemuda itu tahan.

"Gue baik-baik aja, sekarang yang harus elo pikirin itu diri elo sendiri! Apa elo akan pulang dengan keadaan seperti ini?!"

Bianca lalu menundukkan kepalanya, menatap keadaan pakaiannya yang basah kuyup, lalu baju putihnya yang berwarna tak karuan membuat nafasnya berat.

"Dimana rumah lo? biar gue antar."

"Gak usah! gue bisa pulang sendiri ko'.. " tolak Bianca tegas.

"Kenapa? rumah lo jelek? atau elo takut di sangka yang enggak-enggak karena pulang sama cowok dengan keadaan elo yang seperti ini?! "

Bianca mengangguk cepat membuat Jojo kembali menatap.

"Gak bisa! gue gak mungkin biarin elo pulang sendirian! gue akan antar elo pulang!" paksanya sambil membuka jaket dan memakaikannya pada Bianca.

"Tapi... "

"Udah jangan membantah! cepat naik ke motor gue, biar nanti temen gue yang ambil motor lo dan membawanya ke bengkel! " katanya lagi bersikeras membuat Bianca bingung untuk mencari alasan.

Lima belas menit mereka berlalu mengitari jalanan membuat Jojo bertanya kembali.

"Dimana rumah lo?! " Bianca langsung tersentak dan seketika membuyarkan lamunannya saat ini.

"Ah,, oh,, belok kiri" jawab Bianca asal.

Gak mungkin juga kan dia menunjukan rumah aslinya yang megah dan mewah bagai istana.

Jojo menghentikan motornya lalu menatap sekeliling.

"Elo yakin sekitaran sini rumah lo?"

Bianca langsung mengedarkan matanya, menatap tempat yang tadi ia sebutkan. Tak ada apapun disana, hanya lahan kosong yang penuh dengan ilalang.

Bianca tersenyum hambar, otaknya mulai bekerja cepat mencari alasan yang lebih masuk akal.

"Rumah gue di sekitaran sini, cuman harus lewat jalan setapak dulu baru bisa sampai" bohongnya.

"Apa elo yakin? " Bianca kembali mengangguk, penuh keyakinan dan langsung turun dari motor milik Jojo.

"Sekarang elo pulang aja, Jo. Soal jaket besok gue balikin setelah gue cuci bersih, " ujar Bianca lagi kikuk.

"Tapi beneran kan kalau rumah lo di sekitaran sini?! " Tanya Jojo sekali lagi meyakinkan.

"Ya iya lah, Jo! udah lo cepat sana pulang?! " usir Bianca yang sudah kehabisan kata untuk berbohong.

Jojo pun akhirnya menjalankan motornya, meski sesekali menatap ke arah Bianca yang masih berdiri di sana sambil melambaikan tangan.

Setelah motor menjauh, Bianca segera menghembuskan nafasnya dengan lega, lalu segera merogoh ponselnya dan menelpon pak Wira agar menjemput dirinya di lokasi yang sudah ia share ke dalam ponsel miliknya.

"Repot juga kalau kejadiannya begini! bisa-bisa ketahuan gue. "

Akhirnya pak Wira sampai juga di lokasi, beliau langsung turun dari mobil dan membuka kan pintu. Dengan cepat Bianca langsung masuk dan mobil hitam pun berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Sesampainya di rumah, Bianca langsung masuk ke dalam kamarnya dan segera mengunci pintu, seluruh pakaiannya ia buka dan langsung pergi ke kamar mandi.

"Sialan juga si Aluna! udah bikin baju kesukaan gue kotor!"

Desis Bianca terus menggerutu saat dirinya berada di bawah guyuran air shower. Terdengar samar-samar suara pintu kamarnya di ketuk di iringi panggilan seseorang.

"Bianca sayang!"

"Mamah..? " tanyanya heran, tak seperti biasanya mamah Bianca pulang lebih cepat.

Dengan segera ia pun menyelesaikan acara mandinya dan melilitkan handuk menutupi area dada dan juga kewanitaannya lalu membuka pintu.

"Ada apa mah? tumben mamah pulang cepat?! " tanyanya sambil duduk di kursi depan cermin, ia mulai mengeringkan rambutnya yang basah dengan pengering rambut.

"Mamah cuman kangen aja sama kamu, sayang. Apa gak boleh? " Bianca hanya tersenyum lalu membalikan badannya menghadap sang mamah yang bernama Laura.

"Boleh banget dong mah! bahkan Bianca pun merasakan hal yang sama" serunya dengar riang.

Laura langsung memeluk putrinya begitu erat dan mencium kening Bianca penuh rasa sayang.

"Maafin mamah ya, karena sering ninggalin kamu sendiri di rumah? " Bianca pun mengangguk mendongkak menatap sang mamah yang tersenyum ke arahnya.

"Mm, kamu ada acara gak malam ini?"

"Gak ada, cuman ada sedikit tugas sekolah yang harus aku kerjakan, emangnya kenapa, mah?" tanya Bianca penasaran.

"Mamah sama papah mau ngajakin kamu makan malam di luar, sudah lama sekali kita tidak melakukan itu"

"Beneran mah? ini serius kan?"

Laura hanya tertawa saat melihat reaksi kebahagiaan dari wajah Bianca. Putrinya kini sudah beranjak dewasa namun waktu mereka begitu sedikit untuknya.

"Ya udah, sekarang kamu selesaikan tugasnya sekarang, biar nanti malam kamu gak kepikiran tugas kamu terus saat makan malam, pokoknya dandan yang cantik. " ungkap Laura kembali membuat Bianca langsung mengacungi kedua jempolnya.

"Siap mamah ku sayang!!" tegasnya dengan riang.

Tak terasa waktu terus berlalu dan malam pun kian mendekat, Bianca sudah siap berdandan rapih, dengan pakaian terbaik yang ia punya. Sebuan dress kesukaannya yang berwarna putih bersih namun tak menghilangkan kesan elegant untuknya. Bianca begitu cantik malam ini membuat kedua orang tuanya terpukau saat menatap putri satu-satunya mulai menuruni tangga.

"Apa benar ini putri papah yang kemarin baru berusia lima tahun? " sambil mencubit gemas hidung putrinya yang mancung.

"Ih papah! sakit tau! " cicit Bianca sambil memegangi hidungnya yang tak sakit.

"Maaf ya sayang, Papah sama Mamah sering pulang malam sehingga gak ada waktu buat kamu"

Rafael mengusap rambut putrinya lembut membuat Bianca seakan memiliki keluarganya yang utuh kembali.

"Bianca ngerti ko' pah." ujar Bianca lembut membuat Ayahnya tersenyum lalu menggandeng tangan putrinya menuju mobil.

Mereka pun akhirnya pergi makan malam di restoran ternama, canda tawa memenuhi kebahagiaan hati Bianca saat ini, sungguh saat ini adalah hal yang paling ia tunggu tiap detiknya.

"Apa kami datang terlambat? " sapa seseorang membuat Bianca menghentikan tawanya. Tuan Rafael langsung bangkit dan menyambut orang tersebut dengan pelukan.

"Kau tak terlambat, Vian. Ayo bergabunglah?"

Bianca menatap semua orang tak mengerti, bukankah ini acara makan malam keluarga dia saja? lalu kenapa harus ada orang lain di dalamnya?

Bahkan sang Ayah begitu antusias menyambutnya? seperti semua ini sudah di rencanakan oleh keduanya tanpa Bianca menyadari hal itu sebelumnya.

"Apa dia putrimu itu, Rafael?" Ayah Bianca langsung mengangguk lalu mulai berbicara pada sang putri.

"Bianca, kenalkan dia om Vian mitra bisnis penting papah saat ini" Vian tersenyum lembut sambil mengulurkan tangannya ke arah Bianca yang langsung di sambut olehnya dengan rasa tak nyaman.

"Oh iya, dimana putramu? " Sambil celingukan Rafael bertanya ,karena sedari tadi Vian hanya datang sendiri.

"Itulah Rafael, putraku begitu sulit ku atur! kau tau bukan bagaimana dia? " Rafael hanya menganggukkan saja apa yang di katakan Vian, walau dalam hati dia begitu penasaran dengan sosok putra dari mitra bisnisnya tersebut.

"Mungkin jika ia mempunyai seorang istri, kebiasaan buruknya akan berubah, " lanjutnya lagi sambil menoleh ke arah Bianca.

"Kau benar,Vian. lalu apakah kamu sudah menjatuhkan pilihan?! " lanjut Rafael menyahuti.

"Sepertinya kali ini, aku punya satu orang yang cocok dengan putraku itu" Rafael semakin tersenyum lebar saat mendengar semua itu, jika pilihan Vian jatuh pada Bianca, otomatis semua bisnisnya akan langsung berkembang lebih pesat lagi dari sebelumnya, bahkan tak terkalahkan oleh perusahaan lain.

"Dia siapa sih, mah? kenapa terus disini?"tanya Bianca setengah berbisik tak suka dengan kehadiran Vian disana.

" Seperti yang sudah kamu dengar barusan, dia mitra bisnis pentingnya papah kamu. Jadi bersikaplah baik di hadapannya, oke? " Bianca kembali mendengkus kesal, firasat nya mengatakan jika ada sesuatu yang di sembunyikan oleh kedua orang tuanya dari dirinya.

Begitu lama Vian dan Rafael berdiskusi penting dan serius di ruangan lain, bahkan membuat Bianca mulai gelisah dan tak nyaman.

"Sebenarnya, papah lagi ngomongin apa sih sama orang itu? " gerutunya kesal.

Ia pun bangkit dari duduknya dan segera melangkah.

"Mau kemana kamu, sayang? " cegah Laura membuat Bianca terpaksa berbohong.

"Ke toilet mah, kebelet. "

"Ya udah, jangan lama-lama ya? "

Setelah mengangguk, Bianca pun pura-pura pergi ke arah pintu toilet agar Laura tak curiga, namun ketika fokus Laura teralihkan pada ponselnya, Bianca langsung lari begitu cepat keruangan sang Ayah yang tak jauh dari sana.

"Jadi bagaimana Rafael? apa kau setuju dengan usulku! " tanya Vian saat melihat raut wajah Rafael yang berubah.

"Kita buat mereka bertemu terlebih dahulu, setelah itu kita atur selanjutnya? "

"Maksud mereka apa? usul apa yang di maksud? kenapa papah harus ikut setuju? " Bianca semakin menempelkan daun telinganya di balik pintu, begitu penasaran dengan semua percakapan mereka.

"Aku ingin putraku bisa di jodohkan dengan putrimu! "

Jedarr..

Batin Bianca seperti terhantam sesuatu, begitu sesak dan sulit bernafas, kedua kelopak matanya mulai memanas, menggenangkan air mata yang sulit ia tahan.

Brak...

Gadis itu membuka pintu begitu keras dan langsung masuk dengan emosi yang seakan meledak.

"Tidak! Bianca gak mau di jodohkan, Pah!! " teriak gadis itu penuh kekecewaan. Serpihan kaca itu akhirnya pecah,mengalir deras melewati pipinya yang merona merah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!