NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Nabila

Bab 1: Janda Satu Anak

Hazel menghentikan mobilnya di depan lobi sebuah hotel.

"Makasih, Nak. Bunda turun ya," pamit Nabila pada sang putra yang duduk di kursi kemudi.

"Bunda yakin aku cuma anter sampai sini aja? Gak akan dibawain kopernya ke kamar?" tanya Hazel meyakinkan.

“Gak usah. Udah kamu langsung berangkat. Entar telat ke ulang tahun Leoninya.”

Hazel pun mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan wanita cantik berhijab yang masih cocok dikatakan sebagai kakak perempuannya daripada ibunya itu. “Ya udah, nanti kabarin ya kalau mau pulang. Nanti aku jemput.”

“Iya, kamu hati-hati. Jangan malem-malem kalau keluar, terus inget, jaga Leoni baik-baik, dia adalah...”

"Anak kesayangan orang tuanya. Dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang, dijaga baik-baik sama orang tuanya, jadi aku harus jaga dan hargain dia." Hazel mengulang kembali kata-kata yang sering kali Nabila katakan padanya. “Saking seringnya Bunda ngomong, aku sampai hafal.”

Nabila tersenyum menatap sang putra. Ia masih saja merasa tak menyangka, jagoan kecilnya kini sudah berubah menjadi seorang remaja yang baru saja masuk ke perguruan tinggi. Bahkan kini ia sudah mengizinkan sang putra untuk dekat dengan perempuan.

"Iya deh, Bunda percaya kamu gak akan macem-macem," ucap Nabila lebih kepada dirinya sendiri.

"Bunda gak usah khawatir, buat apa selama ini Bunda ngajarin aku banyak hal tentang agama. Aku tahu batasan, Bunda," ucap Hazel dengan serius.

Nabila mengusak rambut Hazel seraya tersenyum lega dan membuka pintu. "Ya udah, Bunda berangkat ya." Hazel pun melajukan mobilnya setelah sang ibu keluar dari mobil.

Nabila masuk ke dalam hotel dan bertemu dengan beberapa sahabat baiknya di lobi. Mereka saling memeluk dan melepas rindu karena sudah cukup lama mereka tidak bertemu.

Setelah itu mereka pergi ke kamarnya masing-masing yang sudah disiapkan oleh salah satu dari sahabat Nabila, Gina, yang akan melangsungkan resepsi pernikahan nanti malam di hotel itu. Mereka menyimpan barang-barang mereka di kamar hotel masing-masing dan kemudian bertemu kembali di restoran hotel.

"Gak nyangka akhirnya wanita karir kita memutuskan buat nikah juga," ujar Vira, salah satu dari empat sekawan itu.

"Gue juga gak nyangka banget, Gengs," sahut Gina antara tersipu malu dan bersemangat akan pernikahannya. “Mau gimana lagi, ternyata gue terlibat cinlok sama bos gue sendiri.”

"Mujur banget sih lo, Gin. Udah single, tajir melintir lagi. Lo sampai bisa bikin resepsi di hotel mewah begini," komentar Melly.

"Ralat ya, bukan single tapi duda," koreksi Gina.

"Ya gak apa-apa, Duda lebih menggoda tahu," komentar Vira. "Lihat aja temen kita yang satu ini, anggun, cantik, janda anak satu, menggoda banget, 'kan?" Vira merangkul Nabila yang duduk di sebelahnya.

"Apa sih kamu, Vir," dumel Nabila pelan seraya tersenyum. Jika berkumpul seperti ini selalu saja Nabila menjadi sasaran empuk untuk digoda oleh sahabat-sahabatnya. Selain karena ia memang yang paling pendiam, juga karena status janda yang disandangnya sejak sepuluh tahun silam.

"Nah iya, berarti kalau Gina udah sold out, berarti tinggal lo, Bil, yang single di antara kita," ujar Melly.

"Emang kenapa sih kalau aku single? Toh aku baik-baik aja sendirian," ucap Nabila membela diri dengan pembawaannya yang tenang.

"Bil, Hazel udah masuk kuliah, lihat aja sejak dia SMA, dia udah jarang ada di rumah, lebih sibuk 'kan dia sama temen-temennya. Apalagi seudah jadi mahasiswa, dia bakal lebih sibuk lagi. Jarak beberapa tahun dari situ Hazel bakal kerja dan nikah. Terus nanti yang nemenin lo siapa? Lo baru 35 tahun, Sayang. Lo butuh seseorang buat nemenin hari-hari lo," saran Gina.

"Lo masih keinget sama almarhum suami lo ya, Bil?" tanya Melly penasaran mengapa setelah kepergian sang suami, Nabila tidak juga menikah lagi.

nabila menatap satu persatu sahabatnya itu. Ia tertawa canggung. “Ya ampun kalian, udah deh. Selama ini aku gak ngerasa kekurangan satu hal pun. Walaupun Hazel sibuk tapi dia selalu nyempetin buat ngobrol setiap harinya sama aku. Aku juga kerja setiap hari. Belum lagi ada kalian, kita selalu chat di grup atau sesekali ketemu. Aku gak kesepian sama sekali.”

Mereka terdiam menatap Nabila tak percaya.

Gina menghela nafas. “Tapi sayang banget, Bil. Lo itu masih muda. Dulu lo dateng dari desa buat kuliah dalam keadaan lo udah dinikahin sama suami lo itu. Walaupun jadi mahasiswa tapi lo gak nikmatin masa muda lo. Lo sibuk kuliah sambil ngurus anak dan suami. Masih untung ada kita yang selalu nganggep lo temen. Sekarang udah saatnya lo nyari cowok yang bener-bener lo cintai dan nikah sama dia.”

“Bener, Bil. Si Gina aja baru nikah sekarang, di umur 35 tahun, lo bayangin. Lo juga nikah dulu bukan karena lo cinta 'kan sama suami lo? Tapi karena bokap lo meninggal, tiba-tiba suami lo ngelamar lo, dan karena lo gak mau nyusahin nyokap lo, makanya lo setuju buat nikah.”

Nabila terdiam memainkan makanan di depannya dengan garpu yang dipegangnya. Ia sendiri menyadari itu, sudah bertahun-tahun sejak dirinya ditinggal sang suami. Selama ini ia selalu disibukkan dengan pekerjaan dan kesehariannya merawat sang putra. Setelah itu yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya menghidupi putra semata wayangnya dan juga keluarganya di desa. Tak pernah ia berpikir untuk menemukan seseorang lagi di dalam hidupnya.

"Gin, bukannya itu sepupu lo?" kata-kata Vira mengalihkan topik pembicaraan dan membuat tiga perempuan itu menoleh pada seorang pria muda bersama dengan seorang laki-laki paruh baya yang baru saja memasuki restoran.

"Iya, Dzaki. Masih inget aja lo sama itu bocah," sahut Gina.

"Serius itu Dzaki? Udah gede ya? Berapa umurnya sekarang?" tanya Melly.

"Berapa ya? 25 mungkin? Pokoknya umurnya beda 10 tahunlah sama kita," sahut Gina tak terlalu peduli.

"Makin ganteng deh," seloroh Vira yang sejak tadi melihat ke arah Dzaki.

"Wah, parah. Hati-hati Gin, sepupu lo dijadiin berondong sama si Vira," canda Melly.

"Gila! Ya enggak dong. Gini-gini gue masih inget suami sama anak. Wajar dong ini mata masih suka ngelihat yang bening-bening," seloroh Vira tak terima dengan ucapan Melly.

"Emang kebiasaan ngecengin cowok ganteng gak pernah ilang dari seorang Vira," komentar Gina.

Diam-diam sambil mendengarkan celotehan sahabat-sahabatnya, Nabila menatap ke arah pria muda itu. Ia sempat bertemu beberapa kali dengan Dzaki. Dulu anak itu kurus dan kecil. Sekarang Dzaki sudah berubah menjadi seorang pria muda yang tampan dan bertubuh tinggi. Wajahnya memiliki khas kearab-araban. Matanya dihiasi alis tebal. Hidungnya mancung sekali, dan bibirnya kecil. Jika tidak mengenalnya, ia masih terlihat seperti umur belasan tahun.

Tiba-tiba Dzaki merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Ia pun menoleh ke arah Nabila, mereka pun saling menatap beberapa detik, sebelum Nabila mengalihkan pandangannya.

Bab 2: Pria di Kamar Nabila

Malam harinya akad dan resepsi pernikahan Gina pun dilangsungkan. Nabila, Vira, dan Melly sampai menangis terharu saat akad dilangsungkan. Mereka begitu bahagia untuk pernikahan sahabatnya itu. Gina, yang selama ini selalu teguh dengan prinsipnya bahwa ia tak akan pernah menikah dan akan menjunjung tinggi karirnya, akhirnya memutuskan untuk mengubah haluannya dan menikahi bos di mana tempatnya bekerja.

Melihat Gina yang mencium tangan suaminya dengan khidmat, Nabila teringat belasan tahun silam, ketika dirinya menikah dengan sang suami, almarhum Hadi. Saat itu Nabila baru saja berusia 17 tahun, ia baru saja dinyatakan lulus SMA. Dan Hadi adalah murid dari almarhum ayahnya.

Di hari ayah Nabila meninggal, Hadi datang bertakziyah, ia ingin mengantar sang guru yang sangat dihormatinya ke peristirahatannya yang terakhir. Melihat Nabila yang adalah anak tertua dari sang guru, dengan dua orang adik yang masih kecil-kecil, ditambah istri dari gurunya tersebut juga tidak bekerja, membuat Hadi memutuskan untuk meminang Nabila saat itu juga. Setelah beberapa bulan setelah pemakaman, Hadi pun datang bersama kedua orang tuanya dan melangsungkan pernikahan dengan resepsi yang cukup besar. Dan semuanya dibiayai oleh Hadi.

Setelah sah menjadi suami istri, Hadi membawa Nabila ke Jakarta dan membiayai Nabila untuk kuliah. Hadi juga membiayai seluruh kebutuhan adik-adik Nabila dan juga sang ibu mertua setelah ayah mertuanya tiada.

Awalnya Hadi hanya menganggap ini sebagai balas budi, karena berkat ayah Nabila, Hadi bisa belajar hingga ke luar negeri dan bahkan bekerja di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Di tambah di saat usianya yang sudah menginjak 28 tahun, ia sudah cukup mapan tapi belum juga menikah.

Akhirnya pernikahan itu berjalan dengan lancar dan bahagia. Nabila sangat berterima kasih atas apa yang Hadi lakukan terhadapnya dan keluarganya. Bahkan tak lama setelah menikah, Nabila mengandung, menambah kebahagiaan di antara mereka. Maka dari itu Nabila bertekad untuk menjadi istri yang berbakti bagi Hadi.

Namun ternyata takdir berkata lain, sekitar tujuh tahun kemudian Hadi dipanggil oleh yang Maha Kuasa pada sebuah kecelakaan tunggal. Sejak saat itulah Nabila berusaha untuk menyangga ekonomi keluarga. Nabila mencoba melamar kerja di tempat Hadi bekerja, dan sudah menjadi rejeki, Nabila diterima bekerja, walaupun di posisi tidak setinggi Hadi. Meskipun demikian Nabila tetap bersyukur karena ia bisa tetap membiayai dirinya dan keluarganya di desa.

Setelah kematian Hadi, Nabila tak pernah berpikir untuk mencari laki-laki lain. Baginya Hadi terlalu berjasa baginya. Ia merasa mengkhianati sang malaikat tak bersayap itu jika ia menikahi laki-laki lain. Bagi Nabila, menikah dan berbakti kepada suami, cukup sekali saja. Kali ini hidupnya ia abdikan demi masa depan sang putra dan juga keluarganya.

Akhirnya, acara pun selesai. Nabila, Vira, dan Melly kembali ke kamarnya masing-masing saat waktu menunjukkan pukul 12 malam. Nabila yang merasa lelah berencana setelah mengganti pakaian dan membersihkan diri, ia akan langsung mengistirahatkan tubuhnya.

Nabila masuk ke kamar hotelnya dan melepas high heels yang digunakannya. Ia berjalan lebih dalam sambil melepas jarum yang menyatukan hijab yang dikenakannya.

Namun tiba-tiba... “KYAAAAAA!!” Seketika Nabila berteriak saking terkejutnya. Ia urungkan untuk melepas hijabnya karena ia melihat seorang pria sedang tertidur di kamar hotelnya.

“Siapa kamu?!” teriak Nabila antara marah dan takut. Ia bertanya-tanya, apa ia salah masuk kamar? Namun tidak mungkin salah, ia melihat kopernya ada di lemari kamar itu.

Pria itu bergerak perlahan. Tidurnya terganggu dengan teriakan Nabila yang begitu kencang. Ia pun bangkit dari tidurnya dan mengusap wajahnya dengan kasar.

Nabila menelisik wajah yang masih mengantuk itu. “Kamu Dzaki… sepupunya Gina, 'kan? Kenapa kamu bisa masuk kamar saya?!”

Dzaki mengerjap-ngerjapkan matanya, menghilangkan kantuk yang dirasakannya. Ia tatap ke sekeliling dan terlihat bingung. “Iya juga, kenapa gua ada di sini?”

Nabila mencium sesuatu yang asing. Bau itu sangat menyengat. “Ini bau apa?” Nabila menutup hidungnya.

Dzaki bangkit dan sedikit sempoyongan. Kemudian ia berjalan menghampiri Nabila. Melihat Dzaki yang seperti tidak fokus membuatnya tahu bahwa Dzaki dalam keadaan setengah sadar. “Kamu mabuk?”

Dzaki masih memicingkan matanya. Ia sedikit membungkuk pada Nabila. “Maaf, gua salah masuk kamar.” Karena belum terlalu sadar, tubuh Dzaki oleng dan malah menabrak tubuh Nabila. Seketika dagunya beristirahat di pundak Nabila.

Nabila kembali berteriak seraya mendorong tubuh Dzaki menjauh darinya hingga tubuh Dzaki terlentang kembali di tempat tidur. “Keluar dari sini!”

Melihat Dzaki yang malah terbaring kembali di tempat tidur membuat Nabila tak punya pilihan lain. Ia menarik tubuh Dzaki dan memapahnya menuju pintu kamarnya. Saat membuka pintu tubuh Dzaki kembali mendekat pada Nabila, merekapun kembali pada posisi seperti sedang berpelukan.

Belum sempat Nabila mendorong tubuh Dzaki lagi, seorang pria berteriak. “Ya Tuhan, Dzaki!”

Nabila yang terkejut segera mendorong tubuh Dzaki menjauh darinya. Dilihatnya pria yang ia tahu adalah ayah Dzaki beserta seorang perempuan yang sepertinya adalah istrinya menghampiri keduanya.

“Sedang apa kalian?!” bentak pria paruh baya itu.

Nabila menggeleng cepat. “Saya tidak…”

“Kamu bukannya sahabatnya Gina? Kamu berduaan dengan anak saya di kamar hotel ini?!” teriak perempuan paruh baya itu.

“Tidak, Bu! Saya juga bingung, tiba-tiba Dzaki ada di kam…"

“Kamu kira saya akan percaya?” bentak sang ayah. Ia menatap Dzaki yang masih terdiam dan mencoba berdiri dengan tegap ditengah-tengah dirinya masih dibawah pengaruh alkohol. “Bisa-bisanya kamu mabuk di acara keluarga seperti ini! Di tambah berduaan bersama seorang wanita yang lebih tua di sebuah kamar! Akan sejauh apa lagi kamu akan membuat Mama dan Papa kecewa pada kamu?!”

Dzaki hanya diam tak menggubris orang tuanya.

“Sudah, Pah. Kita bawa Dzaki pergi dulu malam ini.” Sang istri mencoba meredakan emosinya.

“Kamu.” Pria itu menatap tajam pada Nabila. “Temui kami besok pagi di restoran hotel.”

Kemudian ketiga orang itu pergi meninggalkan Nabila yang kebingungan. Selama ini hidup Nabila selalu ‘adem-ayem’ tak pernah ada drama seperti ini, maka dari itu kejadian barusan cukup membuatnya syok.

Keesokan paginya Nabila datang ke restoran hotel. Ia berniat bertemu dengan Vira dan Melly untuk sarapan bersama sebelum mereka pulang, namun saat dirinya tiba di restoran Gina tiba-tiba saja menariknya dan membawa Nabila untuk segera duduk bersama sahabat-sahabatnya di salah satu meja.

“Gin, bukannya lo udah berangkat honeymoon? Kok masih di sini?” tanya Vira keheranan karena sahabatnya yang harusnya sudah pergi tadi malam ke Eropa untuk bulan madu, malah masih berada di sini.

Gina tak menggubris pertanyaan Vira, perhatiannya terfokus pada Nabila. Wajahnya terlihat serius sekali. “Bil, ada kejadian apa semalem? Kenapa tiba-tiba Om Anwar bilang kalau Dzaki mau nikah sama lo?” tanya Gina to the point.

Bab 3: Mendadak Nikah

Sontak Vira dan Melly berteriak. “HAH?” Sedangkan Nabila terlalu syok untuk bersuara.

"Gue dikasih tahu sama Tante Dini, ibunya Dzaki, kalau kemarin malam Dzaki kepergok lagi bareng sama Bila di kamarnya. Gue undur honeymoon gue gara-gara denger kabar ini,” terang Gina khawatir.

“APA!?” teriak Melly dan Vira dengan kompak seraya menatap Nabila.

Nabila segera menggeleng dan menatap wajah sahabat-sahabatnya satu persatu, seakan mengatakan, ‘bukan kayak gitu!’.

“Serius, Bil?” tanya Vira tak percaya, sahabatnya yang terkenal paling pendiam dan selalu anggun itu bersama dengan pria yang 10 tahun lebih muda darinya di sebuah kamar? Sungguh ia tak bisa mempercayainya sam sekali.

Gina kembali menatap Nabila dengan lekat dan khawatir. “Sekarang Om Anwar sama Tante Dini bakal minta lo sama Dzaki nikah, sekarang juga.”

"HAH?!" Melly dan Vira kembali ber-'hah' ria. Pagi itu kabar yang datang benar-benar di luar nalar.

“Nabila?” Tiba-tiba ibu dari Dzaki menghampiri meja mereka. Seketika keempat wanita itu melihat ke arah perempuan dengan wajah dingin itu. “Ikut saya."

Nabila kembali bertanya-tanya, apakah ia sedang bermimpi? Ada apa dengan hidupnya yang selama ini datar-datar saja?

Kemudian mereka berada di area privat restoran. Mereka yang ada di sini adalah Nabila beserta ketiga sahabatnya, juga keluarga besar Dzaki yang juga keluarga besar Gina. Mereka terus berdebat dengan keputusan konyol ini.

“Om pasti salah paham! Kalo Dzaki aku gak tahu, tapi Nabila gak mungkin berduaan aja sama cowok! Aku kenal banget sama Nabila dan dia gak mungkin ngelakuin itu!"

Entah berapa kali Gina mengatakan hal itu, namun Anwar, ayah dari Dzaki terus bersikeras keduanya harus segera dinikahkan, daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dzaki pun sejak perdebatan ini dimulai terdiam seribu bahasa. Seakan ia tak merasa keberatan sama sekali jika harus menikah dengan Nabila.

Nabila tak punya pilihan, saking ngotot dan nyolotnya Anwar, terpaksa ia menghubungi sang ibu dan juga adik dari almarhum sang ayah untuk menjadi wali nikah. Keputusan Anwar sudah sangat bulat dan tak bisa diubah. Ibu Nabila pun yang tak paham dengan duduk masalahnya menyerahkan semuanya kepada Anwar.

Nabila sendiri tak tahu apa yang mendasari Anwar begitu 'keukeuh' untuk menikahkan dirinya dengan putranya itu. Namun karena pada dasarnya Nabila memang bukan orang yang bisa berdebat dan cenderung pasrah dengan keadaan, ia pun terpaksa mengikuti keinginan Anwar untuk menikah dengan Dzaki.

Beberapa saat kemudian, adik dari almarhum ayah Nabila yang kebetulan memang sedang ada di Jakarta pun datang ke hotel itu. Singkat cerita, entah bagaimana semuanya terjadi. Dengan satu tarikan nafas, Dzaki mengucapkan ijabnya dan seketika Nabila resmi menikah dengan Dzaki meskipun masih secara siri.

Setelah pernikahan itu Nabila bersama Gina, Vira, dan Melly berkumpul di kamar hotel Nabila.

“Kok bisa semuanya jadi kayak gini, Bil?” tanya Gina masih tak percaya sahabatnya itu, kini sudah menikah dengan sepupunya yang jauh lebih muda darinya dan terkenal sering kali membangkang.

Nabila hanya bisa menggeleng lemas. Ia sendiri tak mengerti tiba-tiba semuanya terjadi tanpa disangka-sangka.

“Udah, Bil, sekarang lo harus terima dengan ikhlas pernikahan ini. Walaupun susah buat diterima, tapi ini yang terbaik. Siapa tahu, ada sesuatu yang baik yang memang Tuhan rencanain buat lo dengan cara kayak gini,” hibur Melly.

“Iya, Bil. Dan gue minta maaf banget, gue gak bisa ngapa-ngapain lagi buat bantu lo ngegagalin semua itu. Gue bener-bener jadi ngerasa bersalah gara-gara sepupu gue itu!” Gina masih begitu emosi.

“Tapi bener kata Melly, siapa tahu ini memang harus terjadi. Kita gak pernah tahu apa yang terjadi dalam hidup kita. Lo jalanin aja semuanya dengan baik. Pasti selalu ada hikmah dari semua peristiwa.” Vira pun ikut menghibur.

“Makasih ya kalian semua, aku emang syok, tapi aku akan berusaha buat nerima semua ini. Tapi aku minta sama kalian, tolong jangan biarin Hazel tahu dulu ya masalah ini. Dia pasti lebih syok dari aku kalau tahu,” pinta Nabila.

“Lo tenang aja, kita pasti rahasiain ini dari Hazel,” janji Melly dan diangguki oleh Gina dan Vira.

Nabila menghela nafasnya dalam-dalam. Ia tak bisa apa-apa lagi selain menerima semuanya. Nabila yakin pada kekuasaan-Nya. Jika ini takdir untuknya, maka Nabila akan mencoba menerimanya dengan hati yang lapang. Seperti dulu saat ia harus menikah dengan Almarhum Hadi. Meskipun mendadak dan saat itu Nabila masih sangat muda, namun akhirnya Nabila bisa mendapatkan keluarga kecil yang bahagia.

Nabila yakin pernikahannya kali ini juga akan ada hikmahnya yang akan ia ketahui nanti.

“Sekarang aku pengen tahu, Dzaki itu sebenernya orangnya kayak gimana, Gin?” tanya Nabila, setidaknya ia harus tahu mengenai laki-laki yang kini sudah berstatus sebagai suaminya itu.

“Iya, Gin, gue juga pengen tahu. Bisa-bisanya dia diem doang tadi pas kita semua sibuk debat. Semua ini kejadian, dia 'kan biang keroknya?!” Vira kembali emosi.

“Dulu dia anak baik, tapi karena sering ditinggal sama orang tuanya, dia jadi kurang perhatian dan salah gaul gitu deh.”

“Hah? Salah gaul?” tanya Melly syok mewakili Nabila.

“Gaulnya sama anak-anak badung. Waktu SMA sih gitu, tapi pas kuliah kalau gak salah dia udah agak tobat. Tapi yang gue denger dia udah tiga tahun gak nyelesain skripsinya. Tahun ini kalau dia gak beresin kuliahnya, dia pasti di DO. Gitulah, gue gak terlalu deket sama dia soalnya, Bil.”

“Hah? Serius lo, Gin? Ya ampun, temen gue yang paling baik, paling kalem, paling sholehah ini, ternyata udah nikahin cowok madesu kayak gitu?!” Vira tak terima.

“Madesu sih enggak. Banyak PR sih iya,” sahut Gina. “Lo tahu, di antara bisnis keluarga gue, yang paling maju itu bisnisnya Om Anwar. Jadi kalau masalah harta warisan sih gak usah khawatir. Cuma ya, harus tahan aja sama tingkah ajaibnya si Dzaki. Makanya Om Anwar sampai ngebet nikahin Dzaki sama, sorry ya Bil, janda yang 10 tahun lebih tua dari dia, gue pikir itu biar si Dzaki lebih mikir dan bisa lebih dewasa. Secara dia udah 25 tahun, tapi masih jadi mahasiswa abadi.”

Sontak Gina, Vira, dan Melly menatap Nabila dengan tatapan tak tega dan memeluknya.

"Maafin gue, Bil" Gina masih merasa bersalah karena tidak bisa menggagalkan pernikahan itu.

"Ya ampun sahabat gue," isak Melly. Pun Vira berkata, "kasih tahu gue kalau si Dzaki macem-macem sama lo. Bakal gue pites sampe gak berbentuk!"

Nabila hanya bisa pasrah, ia tak bisa membayangkan bagaimana kehidupan yang akan ia lalui selanjutnya. Ia memiliki seorang putra yang baru saja menjadi mahasiswa, namun kini tiba-tiba ia juga menikahi seorang pria yang masih berstatus sebagai mahasiswa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!