Hari ini aku sengaja tidak pergi meninjau butik karena Celo memintaku untuk menemaninya di acara grand opening cafe salah satu sahabatnya, aku harus memperhatikan penampilan tentunya agar tidak membuat Celo malu didepan sahabat-sahabatnya dan tentunya semua tamu yang hadir di acara tersebut.
Saat sedang memilih dress, ponselku bergetar, kulihat ada sebuah pesan dari Celo.
''Sekitar 20 menit lagi aku sampai sayangku." Tulisnya.
Tanpa menunggu lama, aku langsung membalasnya, "Iya cinta, hati-hati dijalan."
Rasanya senang sekali aku menjalin hubungan dengan seorang pria yang begitu peduli bahkan selalu melibatkan ku dengan segala hal kegiatannya, selalu menjagaku, dan tak pernah membiarkanku merasa sendiri.
Aku menambahkan sedikit riasan di wajahku, untuk menambah kesan feminim, dan selanjutnya aku menata rambutku serta memadukannya dengan beberapa aksesoris anting, dan cincin tak lupa pula aku menenteng tas dan mengenakan sepatu yang sesuai dengan dress ku malam ini, senyum bahagia terus mengembang di bibirku.
Sesekali aku merapikan dandan aku di depan kaca meja rias yang ada di sudut kamarku, tapi tak lama setelahnya kudengar bunyi klakson mobil Celo, aku bergegas keluar, dan benar dugaanku dia telah berdiri di depan pintu rumahku dengan sangat tampan, kali ini dia memakai kemeja putih, dibalut dengan setelan jas berwarna abu-abu muda, jam tangan pemberianku saat hari ulang tahunnya tiga tahun lalu (tahun pertama kami menjadi sepasang kekasih) pun selalu dia kenakan.
"Sayang, aku sengaja mampir ke toko bunga, sebagai hadiah untuk pacarku yang sudah berdandan sangat cantik malam ini." Ucapnya seraya memberikan sebuket bunga mawar putih.
Aku tersipu malu saat mendengar ucapannya, dia selalu saja membuatku salah tingkah setiap harinya, jujur saja sikap manisnya inilah yang membuatku menerima permintaannya untuk menjadi pacarnya tiga tahun lalu.
Tak lama kemudian, kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke lokasi acara, aku pun menuju dapur untuk berpamitan ke mama agar beliau tidak khawatir jika nanti aku pulang agak malam, meskipun mama sudah kenal dan bahkan merestui hubunganku dangan Celo, tetapi sudah menjadi kewajiban anak agar orang tuanya tidak kecewa dengan tingkah laku anaknya disaat jauh dari pantauannya.
Celo melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sedang, disela-sela perjalanan kita berhenti di sebuah toko bakery untuk membeli beberapa jenis kue sebagai buah tangan dan hadiah untuk sebuah pencapaian sahabatnya. Menurut cerita dari Celo, mereka telah bersahabat sejak duduk dibangku sekolah menengah atas, tetapi karena sahabatnya ini melanjutkan pendidikan ke luar kota dan memilih bekerja disana, mereka pun jarang sekali bertemu, dan baru bulan inilah sahabatnya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan kembali ke kota ini untuk membangun mimpi semasa sekolah dulu.
Pantaslah jika aku juga kaget saat dia mengajakku ke acara sahabatnya ini, karena sepengetahuanku sahabat-sahabatnya yang disini tidak ada yang memiliki minat dibidang kuliner, mereka lebih memilih untuk menekuni dunia gambar dan juga musik, sepanjang perjalanan Celo selalu antusias menceritakan bagaimana sosok sahabatnya ini.
"Aku semakin penasaran sayang, seperti apa wajah dan karakter dari sahabat pacarku yang lama tak ditemuinya ini.'' Ledekku.
''Hmmm...yang pasti dia itu sumber inspirasiku selama ini, kegigihan dan keramahannya lah yang membuat aku nyaman bersahabat dengannya selama ini, walaupun kita beda kota." Jawabnya dengan senyum termanis yang belum pernah aku lihat.
Aku sendiri sangat salut dengan persahabatan mereka, rasanya jarang sekali ada persahabatan laki-laki yang terjalin begitu erat.
"Manis banget senyumnya pacar aku." Ledekku.
"Jelas sayang, kita pasti ikut bangga jika ada orang-orang terdekat kita sudah berhasil mewujudkan mimpinya." Imbuh Celo.
Sedang asik bercerita, tiba-tiba kita merasakan ada keanehan dari mobil yang kita kendarai, Celo menghentikan laju mobilnya, dan bergegas keluar untuk mengecek kondisi, benar saja sesuai dugaan kita, ban mobil Celo terlihat kempes, sepertinya terkena paku, jarak tempuh masih lumayan jauh, akan tetapi mau tidak mau kita harus segera mencari bengkel terdekat untuk mengganti ban mobil Celo. Kekesalan nampak terlihat jelas di wajah Celo, aku sangat mewajarkan hal itu, di saat dia ingin memberi kejutan dihari terpenting sahabatnya, dengan harapan bisa datang paling awal, justru ada kejadian tak terduga yang tentunya akan menyita waktu kita dalam menempuh perjalanan ke tempat acara tersebut.
"Sayang, sembari kita mencari bengkel, alangkah baiknya jika kamu menghubungi Denis, memintanya untuk memberi tahu Rafka jika kita ada sedikit hambatan." Ucapku mencoba menenangkannya.
Celo mengangguk, kemudian dia mengambil ponselnya untuk menelepon Denis, setelah memberi tahu semuanya kepada Denis, dan aku lihat ada sedikit kelegaan dari wajah Celo.
Celo memintaku untuk menunggunya sejenak, dia bergegas mencari tumpangan, untuk meminta tolong diantar ke bengkel terdekat, setelah berdiri di pinggir jalan selama hampir 10 menit, akhirnya ada salah satu pengemudi mobil pick up yang berbaik hati untuk membantunya, dia menumpang di bak belakang sambil membawa bagian ban mobilnya yang bermasalah.
"Aku aman sayang." Teriakku.
Celo tersenyum ke arahku, agar aku tak jenuh menunggunya, aku mencoba mencari warung, disana mungkin aku bisa memesan segelas kopi susu atau mengajak pemilik warungnya mengobrol, dan benar saja dugaanku, setelah berjalan sekitar 500 meter, ada sebuah warung pecel yang ku lihat penjualnya sudah cukup berumur.
"Bu, aku mau pecel satu porsi, dan es kopi susu ya.'' Pesanku.
"Iya nak, tunggu sebentar ya." Jawab pemilik warung.
Aku memperhatikan ibu-ibu pemilik warung mengulek bumbu-bumbu pecelnya, ku lihat sudah banyak keriput di tangannya, tetapi semangatnya mencari rezeki tak pudar sedikitpun, ku tanya sudah berapa lama beliau menekuni pekerjaannya, ternyata sudah sangat lama, beliau menuturkan sudah sejak usia belasan tahun, dan beliau pun berganti bertanya, aku siapa, darimana, karena beliau tidak pernah melihatku selama ini, lantas saja aku ceritakan semua yang aku dan Celo alami, ibu pemilik warung itu tersenyum.
Di tengah-tengah obrolan, aku dikejutkan dengan dering ponsel dari dalam tasku, ternyata Celo memanggilku, segera aku menjawab panggilannya.
"Iya sayang, sudah ketemu bengkelnya?" Tanyaku.
"Alhamdulilah sudah sayang, tetapi sepertinya kita akan terlambat, kamu bagaimana?" Jawab Celo.
''Tak perlu khawatir sayangku, untuk masalah terlambat kan kita sudah bilang ke Denis, dan aku juga sudah ada diwarung pecel, mobilnya aku gembok sayang." Timpal ku.
Setelah mendengar penjelasan ku, Celo bernafas lega, dia mengatakan jika mobilnya sudah di pesankan derek, agar bisa membawanya ke bengkel dimana Celo menambal ban mobilnya, dengan tujuan agar aku tak sendirian di dalam mobil, dan dia tak perlu lagi mencari tumpangan untuk kembali dari bengkel.
Sekitar setengah jam aku menunggu, akhirnya Celo datang, sepertinya mobilnya sudah dengan kondisi yang baik.
"Sayang, ayo kita lanjutkan perjalanan." katanya sembari berjalan ke arahku.
"Iya sayangku." Jawabku.
Tak lupa kita juga mengucapkan rasa terimakasih kepada ibu pemilik warung karena sudah mengizinkanku berteduh di warungnya untuk menunggu Celo yang sedang membenarkan mobilnya.
Sepanjang jalan Celo bercerita apa saja yang harus diperbaiki dari mobilnya.
"Sayang, untungnya tadi kita tahu ban nya bocor, jika tidak kita akan mengalami masalah lebih parah." Ceritanya.
"Benarkah sayang?" Tanyaku.
"Iya cintaku, pas di bengkel tadi sekalian diperiksa kondisi mobilnya, ternyata air radiatornya juga perlu diganti, maafkan pacarmu ini ya lupa mengeceknya sebelum mengemudikannya." Jawab Celo.
"Tenang sayang, terkadang ada beberapa hal yang memang diluar kendali kita, lagi pula kan beberapa hari ini kamu sibuk." Timpal ku mencoba menenangkannya.
Mendengar kalimat yang ku ucapkan, Celo seketika mengusap rambutku dengan sangat halus, rasanya tenang sekali dengan perlakuan-perlakuan kecil yang selalu dia lakukan jika kita sedang menghabiskan waktu berdua.
Karena asik menikmati momen-momen manis selama perjalanan, tak terasa ternyata kita sudah sampai di lokasi acara grand opening cafe. Kita pun mencari lokasi parkir yang masih memungkinkan untuk memberhentikan mobil.
"Akhirnya sampai juga, aku sudah tidak sabar bertemu sahabatku itu, dan memberinya selamat." Celetuk Celo.
"Hahaha... Sayang, lebih baik segera masuk, agar dia tahu jika kamu seantusias ini." jawabku.
Celo pun menggandeng tanganku memasuki cafe, ternyata kita tidak terlalu buruk nasibnya hari ini, karena acara belum dimulai, aku lihat ada sinar kelegaan yang terpancar dari raut muka Celo, aku pun ikut bahagia dengan hal itu.
Tetapi di satu sisi aku juga penasaran seperti apa wajah dari owner cafe yang baru grand opening ini atau bisa dikatakan juga seseorang yang bisa dianggap sahabat terbaiknya pacarku.
Mata ini terus mencari dan mengamati satu per satu orang yang hadir di dalam cafe, sampai akhirnya terhenti ketika ada seorang laki-laki dengan postur setinggi 180 cm, yang artinya sedikit lebih tinggi dari Celo, dan memiliki warna kulit kuning langsat, dengan memakai setelan jas berwarna hitam, dan tatanan rambut formal.
"Sepertinya ini yang dimaksud Celo." Gumamku.
"Kenapa sayang?" Tanya Celo.
Dengan spontan aku menggelengkan kepala. Aku dikagetkan dengan pertanyaannya, aku pikir dia mengetahui jika aku sedang menduga-duga siapa sabahat nya itu.
"Sepertinya kamu kelelahan, kita cari tempat duduk yuk, lagipula sebentar lagi acaranya segera dimulai, jadi Rafka pasti langsung ke panggung." Ajak Celo.
"Iya sayang, aku juga daritadi kehausan." Jawabku.
Celo tertawa mendengarnya, dia berpikir ternyata bengong ku dari tadi adalah menahan rasa dahaga, melihat respon dari Celo, aku tersenyum malu, bagaimana bisa dia menganggap ku seperti itu, tetapi sepertinya lebih baik daripada dia tahu jika aku se penasaran itu dengan sahabatnya, nanti dia bisa terus meledekku.
Dia itu bukan sosok yang pencemburu buta, hanya saja karakter jail nya lah sering membuatku kesal, bayangkan saja jika dia tahu aku mengamati sabahat nya, aku pasti dikira orang yang sangat kepo, padahal nanti juga pasti dikenalkan Celo.
Padahal wajar saja jika seorang wanita ingin mengenal orang-orang terdekat dari pasangannya, walaupun Celo juga selalu melibatkan ku dalam hal apapun. Tetapi entah kenapa ada hal kepuasan tersendiri jika aku sudah mengetahui seperti apa orangnya, sebelum Celo yang memberitahu.
Kita menikmati hidangan yang tersaji di atas meja tempat kita duduk, pembawa acara membuka acara grand opening dengan sangat khidmat, tak lupa sabahat nya Celo juga mengundang seorang ustadz untuk memberikan doa, agar nantinya cafe bisa terus berjalan sesuai harapan dan hasil yang terbaik.
Ustadz telah memberikan doa dan sedikit ceramahnya, acara selanjutnya adalah gunting pita, dilanjutkan dengan beberapa ucapan selamat dari keluarga, dan orang-orang terdekat.
Perwakilan dari para sahabat diserahkan kepada Celo, dengan langkah yang sigap, dia pun menuju panggung, sesampainya diatas panggung, Celo memberikan beberapa kata, terdengar dengan sangat haru, dia mengungkapkan jika dia salah satu orang yang paling bangga atas tercapainya impian sang sahabat.
Selepas Celo memberikan ungkapan selamat, Rafka membalasnya dengan pelukan hangat, aku bisa melihat binar mata Celo yang berkaca-kaca, jika tidak di depan banyak orang, aku yakin pasti air matanya sudah tumpah.
Tengah asik mengabadikan momen dua orang sahabat yang tengah diselimuti rasa haru, tiba-tiba Celo memintaku untuk turut serta naik ke atas panggung, disana dia mengenalkan ku kepada Rafka.
Kita pun saling berjabat tangan, sesuai dugaanku, Rafka meledek kita dengan candaan siap bergantian datang ke undangan pernikahan kita, rasa bahagia, malu bercampur jadi satu. Salah tingkah pun tak bisa aku sembunyikan.
Melihat wajahku yang sudah sangat merah, Celo mengajakku segera turun dari panggung dengan dalih memberi ruang bagi pengisi acara yang lain. "Sayang, sebaiknya kita turun dari panggung, kasian Rafka menyewa band mahal, tetapi tampilnya hanya sebentar" ajak Celo. Aku mengiyakan ajakannya dengan senyuman.
Di sela-sela berjalan menuju meja tempat minuman kita tergeletak, aku berbisik kepada Celo bagaimana perasaanku saat ini.
"Aku malu sayang, tetapi aku juga senang sekali, artinya aku di terima baik sama orang-orang kepercayaanmu" Bisikku.
"Sayang aku tahu, maka dari itu aku mengajakmu turun, aku melihat pipimu sudah seperti kepiting rebus" Jawab Celo dengan sedikit nada ledekan.
Mendengar respon yang diberikan, aku mencubit tangannya, dia teriak kesakitan.
Aku tersenyum puas melihatnya, salah dia sendiri masih berani meledek seorang wanita yang tengah dihadapan dengan rasa salah tingkah sepertiku.
Ketika kita sedang asik berbincang sembari meneguk segelas minuman dingin, tiba-tiba terdengar suara, kita menoleh ke belakang.
Sial, kita disambut dengan senyuman jahil Rafka, sepertinya dia belum puas meledek kita di panggung tadi.
Pandanganku dan Celo saling bertemu, seakan saling mengerti jika Rafka ikut bahagia melihat keharmonisan hubungan kita, aku pun bisa menduga seperti itu terlihat dari semua responnya, memang penuh kejahilan, tetapi kata Celo jika karakter sahabatnya ini akan jahil hanya dengan orang-orang yang sekiranya membuatnya nyaman.
Aku tidak bisa berhenti bersyukur bisa mempunyai pasangan seperti Celo, dia benar-benar sesuai seperti sosok pasangan idaman yang sering aku harapkan selama ini, selain dia penuh tanggung jawab dalam menjagaku selama ini, dia juga bisa membuat orang-orang sekitarnya ikut serta menghargai ku sebagai pasangannya.
Di tengah-tengah obrolan kita bertiga, Celo membalas candaan Rafka, jika dia juga tidak sabar ingin melihat sahabatnya itu mengenalkan sosok gadis, Rafka melotot kearahnya, dia mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan kesibukanku sehari-hari, aku dan Celo pun tersenyum girang melihat tingkah laku Rafka.
Melihat raut wajah Rafka yang sudah nampak tidak nyaman dengan obrolan kita, aku mengajak mereka untuk makan.
"Ngomong-ngomong, aku lapar sayang, makan yuk, sudah boleh ambil makanannya kan?" Pintaku.
Celo seakan mengerti, dia bergegas menggandengku menuju meja catering yang telah tersaji yang berada tepat di sebelah kanan panggung acara.
Rafka pun menyelenggarakan dan mempersilahkan kita untuk menikmati sajian yang telah dia siapkan dan mengikuti kita tepat di belakang aku dan Celo.
Lauk yang tersaji terlihat semuanya pilihan premium, aku mengambil beberapa potong daging sapi yang telah dimasak rendang, tak lupa disiram kuah sop yang sepertinya ada kandungan kaldu ayamnya, dalam pikirku baru kali ini aku melihat kaldu menjadi komposisi sayur sop, agak aneh tetapi cukup membuat penasaran dengan cita rasanya.
Sayur sudah dua yang mendarat di piringku, selanjutnya untuk menambah selera makan, aku mengambil beberapa kerupuk, dan apel sebagai buah cuci mulutnya.
Setelah dirasa cukup, aku kembali ke meja untuk menikmati makanan yang sudah ku racik di piring. Tak lama, Celo juga telah kembali, saat sedang menyantapnya, aku melirik ke piringnya, ternyata menu yang dia pilih jauh lebih menggoda daripada menu yang ada di piringku.
"Kamu mau punyaku?" Tanya Celo seakan peka dengan caraku melirik.
"Jika kamu mengizinkan, bolehkah kita bertukar menu, sayangku?" Pintaku lirih.
"Tentu saja boleh" Jawab Celo.
Mendengarnya aku seperti mendapat door prize tanpa diduga-duga, aku segera menukarnya, dan benar saja menu pilihan Celo jauh lebih enak dibandingkan punyaku yang menurut lidahku sangat aneh.
Sesi makan selesai, selanjutnya adalah bazar buku resep makanan, Rafka memang mengadakan di acara grand openingnya, peraturannya untuk setiap pembelian satu menu, maka pengunjung bebas memilih buku resep makanan jenis apa yang ingin dia bawa pulang.
Kalau menurut Celo, ide Rafka cukup cerdas, karena selain ada potongan harga, dengan metode gratis sebuah buku resep makanan di acara grand opening ini jarang dilakukan oleh kebanyakan pemilik usaha cafe. Padahal langkah ini bisa menjadi daya tarik konsumen untuk kembali berkunjung ke cafenya, karena mereka menganggap pemilik cafe tidak pelit membagi resep menu.
Jika ditelaah lebih jauh, hal ini juga menguntungkan bagi Rafka agar bisa memasarkan buku resepnya, dengan berbagi testimoni penggunaan buku resep dari konsumen. Dengan kata lain, digratiskan satu kali tetapi bisa menjadi jembatan untuk menciptakan peluang usaha baru.
Aku cukup memahami penjelasan dari Celo, apalagi kata Celo, jika Rafka adalah lulusan terbaik dibidang tata boga, pantas saja jiwa bisnis kulinernya sangat terperinci dan tanggap membaca peluang.
Melihat antusias pengunjung di hari pertama grand opening, aku jadi bersemangat, dan enggan untuk pulang, aku sangat nyaman turut serta melayani setiap pengunjung, tetapi ada satu pengunjung yang cukup menarik perhatianku yaitu ada seorang anak kecil yang menuntun kakeknya, saat ditanya sama salah seorang pelayan cafe, dia mengatakan jika mereka tidak membawa uang, namun karena lapar, dan melihat banyak orang mendatangi tempat ini, maka mereka mencoba ikut mengantre.
Aku mendengarkan penjelasan anak kecil itu dengan seksama, kemudian aku menceritakannya kepada Celo, awalnya dia berinisiatif untuk membelikannya dua porsi makanan, tetapi melihatnya mengeluarkan kartu debit dan memberikannya ke pelayan, Rafka kemudian menghampirinya, dan menanyakan hal yang terjadi, setelah Celo menjelaskan, Rafka justru memberikannya secara cuma-cuma, dan meminta pelayannya untuk membungkus kan lagi dua kotak nasi beserta lauknya agar dapat di bawa pulang oleh pengunjung spesialnya itu.
"Terimakasih Tuhan, kamu bukan hanya memberikanku seorang laki-laki yang baik, tapi semua orang-orang terdekatnya pun memiliki karakter yang serupa." Gumamku seraya tersenyum ke arah anak kecil itu.
Hingga aku tak sadar, kalau Celo terus memperhatikan mimik wajahku tersebut, karena usapan tangannya di rambutku juga lah yang membuatku tersadar, aku harap dia juga tidak mendengar ucapan gumamku tadi.
Meskipun aku sudah lama menjalin hubungan dengannya, tetapi tetap saja aku masih canggung setiap kali aku ingin menunjukkan rasa kagum ku pada Celo ataupun orang-orang sekitarnya.
Selesai melayani semua pengunjung yang datang hari pertama pembukaan cafe ini, Rafka berinisiatif untuk mengajak kita liburan minggu depan, kita semua pun setuju, dan tempat yang kita pilih adalah puncak, selain tempatnya yang sejuk, puncak juga menjanjikan destinasi yang cukup menarik bagi kita.
Obrolan liburan menjadi obrolan penutup hari itu, kita semua kembali ke rumah masing-masing, kecuali aku dan Celo yang masih ada satu tempat lagi untuk kita kunjungi yaitu ke acara pernikahan teman kuliah ku, jaraknya sekitar satu jam dari cafe Rafka, saat di perjalanan menuju lokasi kondangan, aku di kejutkan dengan gaya candaan Celo yang tak seperti biasanya, cukup agak fulgar bagiku.
"Sayang, ini namanya kondangan sekalian nobar malam pertama pengantin." Canda Celo.
"Hahaha...kamu kok bisa kepikiran sampai sejauh itu, cinta?'' Tanyaku dengan heran.
"Soalnya terlalu malam buat kondangan, pasti pengantinnya juga sudah ganti pakai baju tidur, hehe." Jawab Celo.
"Belum tentu, dia aja cerita kalau ada acara after party." Imbuhku dengan nada meledek Celo.
Kita pun tertawa karena se random apapun kita, tetapi kali ini obrolan kita tidak sejauh ini, mungkin karena memang semakin hari kita saling mengenal, jadi aku pikir perkembangan dari sebuah hubungan, sudah jadi hal umum dan pasti terjadi ke semua pasangan di seluruh penjuru dunia.
Obrolan-obrolan kita juga diiringi dengan suara musik dari bluetooth hp yang tersambung ke saluran CD mobil, lagu yang kita putar hari ini adalah dari Tiara Andini, kebetulan juga tentang tema pernikahan, Celo ikut menyanyikannya, suaranya terdengar standar, tetapi rasanya bikin adem dan tenang setiap kali mendengarnya bernyanyi.
Akhirnya kita sampai di tujuan, sesampainya di depan pintu hotel tempat acara terselenggara, aku masih saja tidak mampu menahan hasrat tertawa, Celo yang melihatku tak berhenti tertawa pun dengan sigap memelukku, dan berbisik lembut agar aku tidak terlalu teringat obrolan kita menuju kesini, menurutnya itu adalah obrolan yang sangat memalukan jika terdengar orang lain.
Para pengisi acara pun melirik ke arah kita, sadar jika kita menjadi pusat perhatian, aku melepaskan pelukan Celo, dan segera merapikan rambutku agar tidak kusut karena efek dipeluknya, tahap selanjutnya untuk membuat aku tidak tegang adalah menarik nafas, dan membuangnya secara perlahan, dan yang terakhir kita menyapa satu persatu pengisi acara.
Sampailah kita berhadapan dengan kedua pengantin, jabat tangan dan pelukan aku berikan untuk teman kuliahku itu, dia tampak begitu cantik dengan balutan gaun after party nya yang berwarna emerald gold, dan tatanan rambut di ikat ekor kuda dengan gaya curly, pernikahan impiannya kala itu terwujud juga, aku pun bahagia melihatnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!