Isabella Rose Montgomery.
Gadis 21 tahun yang berpenampilan apa adanya sedikit cuek tapi tidak tomboy juga. Gadis baik hati yang selama ini tumbuh bersama dengan kakak satu-satunya yang bernama Jonathan Edward Parker 32 tahun. Mereka sebelumnya tinggal di Panti Asuhan, setelah mereka dewasa mereka ingin mencari penghidupan sendiri dengan berbekal keahlian bermain musik. Mereka melamar di Cafe-cafe yang baru dibuka.
Alexander James Carter.
Pria tampan berusia 33 tahun. Ia sekarang mengelola perusahaan eksport import yang kebetulan pemiliknya adalah ayahnya sendiri. Alex berlatar pendidikan yang baik, ia menyelesaikan Bachelor of Science in Economics (B.S.E.) dan Master of Bussines Economics (M.B.E.) kedua-duanya ia selesaikan dikampus yang sama di O****d University. Sebenarnya pilihan jurusan ini bukan minatnya, tapi karena rasa bentuk tanggung jawabnya kepada orang tua yang mengharuskannya mengambil jurusan ekonomi dan bisnis. Alex adalah anak satu-satunya dari ayah yang bernama Benjamin Carter dan ibunya yang bernama Victoria Eleanor Bennett. Orang tuanya menginginkan Alex untuk meneruskan perusahaan itu, yang dirintis dari dulu. Alex juga penyuka musik, ada beberapa alat musik yang ia kuasai. Gitar adalah alat musik favoritnya.
ELISABETH GRACE HAMILTON.
Grace adalah teman satu sekolah Alex sewaktu kecil. Tetapi mereka tidak pernah satu kelas. Alex tidak pernah mengenal dekat Grace, sedangkan Grace sudah memperhatikan Alex sejak dibangku Sekolah Dasar. Dari kecil Alex sudah terlihat ketampanannya. Orang tua Grace sangat mengenal keluarga Alex. Mereka sering saling berkunjung. Terlebih keluarga mereka sama-sama mempunyai anak tunggal. Walaupun sering berkunjung Alex suka jarang ada di rumah karena kesibukannya diluar jam sekolah. Orang tua Grace tahu kalau Alex anak yang cerdas dan tampan. Makanya dibalik kunjungan mereka ada misi untuk menjodohkan Grace dan Alex. Karena mereka tahu kalau Grace menyukai Alex. Ternyata kesempatan itu ada, perusahaan Mr. Benjamin waktu itu mendapatkan masalah, untungnya ayah Grace mau membantu untuk menyelamatkan perusahaan itu.
Jonathan Edward Parker.
Pria ini adalah kakak dari Isabella. Nama panggilannya Edward atau Ed. Edward adalah tumpuan hidup bagi seorang Isabella, karena hanya dia keluarga satu-satunya. Orang tua dan adiknya yang nomor 2, mengalami musibah sewaktu perjalanan pulang dari Greeley City menuju Everton. Edward dan Bella waktu itu tidak ikut bersama mereka. Edward dan adiknya menjadi yatim piatu waktu umurnya masih 13 tahun. Akhirnya Edward dan Bella tinggal di Panti Asuhan, masih di kota Everton juga. Edward menyenangi musik, karena hobinya itu ia memutuskan untuk menjadi pemusik, akhirnya dia dan ada beberapa temannya membuat grup musik, dan sekarang setiap harinya mereka show di Huckleberry Roasters Cafe.
Mr. Benjamin dan Ms. Victoria.
Mereka adalah orang tua dari Alex. Memiliki anak saat usia Ny Victoria hampir menginjak usia 40 tahun. Tuan Benjamin seorang pebisnis dan Nyonya Victoria adalah seorang desainer busana, sekarang ia membuka boutiquenya di Lerimar Square. Sejak perusahaan tuan Benjamin mendapat bantuan dari ayah Grace, mereka merasa berhutang budi. Tawaran perjodohan anak-anak mereka itu akhirnya disetujui walaupun tanpa sepengetahuan anak-anaknya. Wajar saja karena saat itu anak-anak mereka masih kecil. Ny. Victoria sebenarnya tidak menyetujuj perjodohan tersebut, apalagi saat itu anak-anak mereka masih kecil.
Bella terbangun karena cahaya matahari yang menyilaukannya. Lalu ia menutup matanya kembali, tetapi cahaya itu terus memancar. Bella membuka matanya lagi dan melihat sekelilingnya. Huuaammhh.... jam berapa sekarang ( gumamnya)?" Jam dinding menunjukkan pukul 9 pagi.
Sesaat terdengar suara dari luar kamar memanggil namanya seraya mengetuk pintu.
"Bell.. Bella... tok.. tok..tok.. ayo bangun, tok..tok..tok.. Bella... huh!! susah amat sih kalo dibangunin."
"Iyaaa.. Bang Ed, aku udah bangun kok, ada apa sih kayak ada kebakaran aja"
Bella lalu turun dari tempat tidurnya menuju arah pintu kamarnya yang diketuk. Cklek, " Apaan sih Bang?" Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Gimana sih, katanya kamu mau ikut Abang ke toko musik. Ayo siap-siap, kata si Paul ada toko musik yang baru dibuka di State Street, katanya tokonya lumayan luas dan kumplit juga."
"Duh Bang Ed, baru juga jam sembilan pagi," sambil menunjuk kearah jam dinding di kamarnya.
"Aku juga belum nyiapin sarapan, bersihin kamar, beres-beres rumah, walaupun rumah kontrakan tapi kan harus tetap bersih dan rapi, Bang."
Edward selama ini menyewa rumah sederhana dengan tiga kamar kecil didalamya. Rumah itu lumayan fungsional dan asri, ada teras kecil didepan dan halaman yang tidak begitu luas tetapi cukup untuk menata tanaman hias dan pohon peneduh, disebelahnya ada carport bisa untuk tamu yang ingin memarkir satu mobil. Selain Edward dan Bella yang menghuni rumah itu, ada juga Paul yang ikut menginap tetapi hanya sesekali karena sebenarnya Paul sudah mempunyai rumah warisan dari orang tuanya tapi karena rumah itu lumayan jauh dari tempat ia bekerja akhirnya dia ikut dengan Edward karena memang mereka satu kerjaan.
"Ah, sudahlah kamu itu jangan pikirin sarapan, dan lain-lain. Pokoknya sekarang kamu mandi terus kita berangkat kesana."
"Bang Ed, ngapain sih pagi-pagi amat, paling juga tokonya buka jam sebelasan. Daripada kita nunggu lama disitu mendingan aku beres-beres dulu disini, lagian juga abang belum sarapan,nanti maagnya kambuh lagi."
"Haaahh.. kamu itu ya, kaya ibu-ibu bawel. Mustinya kamu tuh udah cari calon suami. Mau aku cariin?" Seraya tersenyum usil.
"Phuuft... bukannya abang mustinya yang cari calon istri.Inget umur bang, udah 32 taun lho he..he..."
"Dasar ini anak enggak mau kalah, ya udah kamu mau bikin sarapan apa? Kasih tau aku kalo sudah siap."
*****
"William, saya ingin membahas jadwal pengiriman barang ke luar negeri minggu ini. Apa yang sudah kamu siapkan?"
"Saya sudah membuat daftar jadwal pengiriman, termasuk pengiriman ke Asia dan Eropa, Bos. Saya juga sudah menghubungi pihak logistik untuk memastikan bahwa semua barang sudah siap untuk dikirim."
"Coba saya ingin lihat daftar tersebut. Apa kamu sudah mengurus dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk ekspor, seperti Sertificate of Origin dan komersial invoicenya?"
"Sudah Bos. Saya juga sudah menghubungi pihak bea cukai untuk memastikan bahwa semua prosedur ekspor sudah dipenuhi."
"Bagus. O,ya coba kamu pantau pengiriman barang dan pastikan bahwa semua barang sampai di tujuan dengan selamat. Apa kamu sudah menghubungi pihak logistik untuk memantau."
"Baik Bos, saya akan memastikan bahwa semua informasi tentang pengiriman sudah terupdate dan dapat diakses oleh tim."
"Baik, saya percaya kamu bisa melakukannya."
"Will, apakah ada hal lain yang perlu saya ketahui tentang jadwal minggu ini?"
"Tidak ada, Bos. Saya sudah memastikan bahwa semua jadwal kerja sudah teratur."
"Ok, berarti siang ini rapat dengan klien tidak ada ya. Siang ini saya ada keperluan, kalau ada yang menanyakan, besok saja lansung ke ruangan saya."
"Baik Bos, apakah perlu saya antar Bos?"
"Tidak usah saya pergi sendiri saja."
*****
"Bang, dimana bang Paul, dari tadi enggak keliatan?"
"Dia pulang dulu ke rumahnya."
"Oh, jadi kita berdua aja yang berangkat?"
"Iya dia udah pergi kesana beberapa hari yang lalu, kebetulan lewat sana, dia bilang sih barang-barangnya banyak pilihan. Makanya aku penasaran, kalo ada yang oke dan harganya cocok ya..beli."
"Iya bang, siapa tau juga masih harga promo, kan tokonya baru."
"Tapi kita enggak bisa lama ya, bang? Nanti sore kita harus ke cafe.."
"Iya... ini juga cuma liat-liat aja dulu.."
Setibanya di toko musik, Edward memarkirkan motornya. Agak susah juga mencari parkiran yang kosong, akhirnya dia dapat ditempat yang agak jauh dari pintu masuk toko.
Bella menunggu diteras toko, sambil memainkan jari-jarinya di touchscreen handphone untuk membalas pesan dari temannya.
Edward berlari-lari kecil menghampiri adiknya itu, lalu bersama-sama masuk kedalam toko.
"Woow.. tokonya luas ya, bang."
Toko itu penuh dengan alat musik yang tersusun rapi. Gitar tergantung di dinding, keyboard berjejer di satu sisi, semua dengan berbagai merk dan rak penuh dengan aksesoris serta piringan hitam memenuhi sudut ruangan. Aroma kayu gitar dan cat baru bercampur, juga melodi lembut yang diputar dari speaker toko. Membuat pengunjung menjadi betah berlama-lama didalam.
Bella berjalan mendekati aksesoris musik sambil memutar-mutar ujung rambutnya, kebiasaan yang selalu muncul saat ia merasa antusias.
Di sebelahnya, Edward berdiri diam, matanya tidak fokus pada alat musik di sekitarnya, tetapi pada sosok yang dia merasa sering melihatnya, dimana? Tapi akhirnya tidak ia pedulikan, ia kembali melihat alat musik.
Beberapa saat, Bella merasakan panggilan untuk pergi ke toilet, Bella segera minta izin ke abangnya untuk pergi sebentar.
Tiba-tiba, seorang pria muncul dari balik rak drum elektrik. "Hai, sorry apa anda orang yang show di Huckleberry Roasters Cafe?" suaranya penuh keheranan, tapi juga hangat.
"Ah, eh.., iya betul tuan." pertanyaan itu membuat Edward gugup. Karena baru tadi dia memperhatikan pria itu yang memang dia sering melihatnya.
"Perkenalkan, Nama saya Alexander, panggil saja saya Alex, siapa namamu?"
" Kalau aku Edward, panggil saja aku Ed tuan."
" Ah, tolong jangan panggil saya tuan, Alex saja, dan lagi kayaknya kita seumur. Berapa umurmu?"
"Umur?! Oh... 32 taun."
"Ah betul kita seumuran, saya 33 tahun. Senang berkenalan denganmu Edward."
"Ee.. tuan Alex.. kal.."
"Tuan lagi!"
"Oh.. sorry maksudku, Alex kalo memang kita seumuran,bahasanya jangan kaku gini, jujur aja aku nggak biasa."
"Ha..ha..ha.. ya,ya sorry aku terbiasa bicara seperti ini ditempat kerjaku."
"Oke, nggak jadi masalah..."
"Ed, aku itu pelanggan di Huckleberry Roasters Cafe. Di cafe tempatmu bekerja. Aku senang berlama-lama disana, karna aku senang musikmu. Aku penyuka musik."
"Oh.. terima kasih."
Alat musik apa yang kamu kuasai, Alex?"
"Ada beberapa, tapi aku lebih menyukai gitar akustik."
"Kalo kamu sendiri gimana?"
"Aku suka semua jenis gitar."
Bella baru keluar dari toilet, di area toko dia tidak melihat dimana abangnya berada. Akhirnya dia putuskan untuk mencari sambil mengamati alat-alat musik yang ada.
Bella menoleh ke arah kanan, ternyata abangnya sudah terlihat olehnya, tapi... siapa pria yang bersama abangnya itu??
Matanya membulat, melihat sosok pria yang begitu sempurna di matanya. Bella menghampiri keduanya.
"Bang, aku cari-cari tadi ternyata disini."
"Eh, Bell kenalin ini temen abang.."
"Hai.. aku Alex." Matanya yang biru memandanginya dengan tajam, tangannya diulurkan menunggu balasan salam dari Bella.
"Aku Isabella, tapi panggil saja aku Bella, Om.."Membalas salam dari Alex.
" Om..?? Ha..ha..ha.. setua itukah aku Bella?
Aku seumuran dengan abangmu ini, jadi panggil aja aku kakak."
Alex berdiri di depannya dengan postur yang tegap. Jas hitam yang terlihat rapi dan kemeja putih bergaris yang terpasang dengan sempurna di atas tubuhnya yang atletis, membuatnya terlihat seperti seorang eksekutif muda yang sukses. Namun, ada sesuatu dalam senyumnya yang begitu manis yang membuatnya terlihat terkesan lebih elegan.
Bella merasa ada perasaan lain saat perkenalan itu, ada rasa dalam pandangan pertama.
Alex dan Edward cukup lama mereka berbincang-bincang, obrolan mereka tidak jauh dengan musik. Seolah-olah hanya mereka berdua yang berada didalam toko itu. Obrolan basa basi itu membuat Bella merasa jengah. Akhirnya dia mencoba sedikit menjauh dari mereka sambll melihat barang-barang yang sedang promo. Sesekali matanya melihat kearah Alex. Baru kali ini ia merasakan ada perasaan lain dalam hatinya.
Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 4 sore. Edward memanggil adiknya untuk pulang bersama.
"Kalian sebenarnya mau beli apa kemari?" Tanya Alex.
"Aku lagi nyari efek gitar NUX yang original, tapi kayaknya lagi enggak promo, jadi masih harga normal."
"Memang berapa harganya?"
"Kalo yang kualitasnya bagus $ 1230 USD."
(18 jutaan)
"Perlu sekali untuk pekerjaanmu?, tanyanya lagi"
"Yaa...menurutku perlu sih."
"Ok, tunjukkan padaku dimana tempatnya.
I want to buy it for you."
"Eh.. enggak usah, nanti aja, aku mau nunggu nanti kalo ada promo."
"Nunggu promo enggak jelas kapan, bisa aja 5 taun lagi," sambil menarik tangan Edward untuk ditunjukkan tempatnya.
Edward tidak kuasa menolak, karena memang dia menginginkan benda itu. Efek gitar NUX akhirnya jadi ia miliki.
"Thank you Lex, rasanya ini udah berlebihan. Bagaimana aku membayarnya dan kamu sendiri eggak beli apa-apa disini."
"Ah, sudahlah bukan masalah. Kamu bisa membayarku dengan ngajarin aku bermusik."
"Aku cuma liat-liat aja, aku juga baru tau kalo ada toko musik disini."
"Ok Ed, aku juga mau pulang, mari sama-sama kita keluar."
Akhirnya mereka meninggalkan toko itu, di lobby depan Alex menawarkan tumpangan.
"Kamu dan Bella naik apa kesini? Biar aku antarkan sampe rumahmu."
"Enggak usah repot-repot,Lex. Aku kesini pake motor."
" Alex, sekali lagi thank you ya, traktirannya tadi. Kalo kamu nanti mau main musik sama aku. Aku tunggu kabarnya."
"Oya nomor handphonemu berapa?"
Mereka saling bertukar WhatsApp, dan pertemuan hari itu berakhir dilobby depan.
Bella terus memperhatikan kemana arah Alex menyimpan mobilnya. Edward menyalakan motornya dan siap akan berangkat tetapi ditahan oleh Bella.
"Tunggu bang, itu kak Alex mobilnya sepertinya akan lewat kedepan kita."
Benar saja mobil Cadillac hitam milik Alex melaju kearah gerbang exit melewati motor mereka. Alex membunyikan klakson dan membuka kaca mobilnya seraya melambaikan tangan. Senyum Alex tiba-tiba membuat jantung Bella berdetak kencang." Perasaan apa ini, batinnya??"
*****
Mobil melaju menuju perumahan elite. Sampai tiba didepan pagar rumah mewah yang terbuat dari besi dan kayu solid. Pagar tersebut memiliki tinggi sekitar 3 meter dan dihiasi dengan tanaman hijau yang rapi. Di sebelah kiri pagar, terdapat pos security.
Mobil meluncur perlahan-lahan menuju gerbang rumah. Security tersebut segera mengangkat radio komunikasi dan berbicara dengan seseorang di dalam rumah.
Setelah beberapa detik, gerbang pagar terbuka secara otomatis, dan mobil tersebut memasuki halaman rumah. Security tersebut mengucapkan salam kepada Alex
Mobil meluncur perlahan-lahan menuju garasi rumah, yang terletak di sebelah kanan bangunan utama. Setelah mobil memasuki garasi, gerbang pagar tertutup secara otomatis, dan security tersebut kembali memantau keamanan sekitar.
*****
Sekira 40 menit Edward dan Bella sampai di rumahnya. Barang yang tadi dibeli ia letakkan didalam kamar. Sungguh mimpi rasanya, barang yang ia inginkan sejak lama akhirnya bisa ia dapatkan secara cuma-cuma dan harganya pun tidak murah Edward bersyukur bisa berkenalan dengan Alex. Sosok yang kaya tapi tidak sombong.
Hari semakin sore, saatnya Edward bersiap-siap berangkat ke cafe.
Semua peralatan musiknya sudah berada di cafe, ia hanya tinggal membawa gitar listrik koleksinya. Teman-teman bandnya sudah berkumpul disana.
"Bella, ayo kita berangkat!" Bella keluar kamar dengan masih memakai pakaian daster.
"Lho kamu kenapa belum siap?"
"Bang, aku hari ini enggak ke Cafe ya."
"Kenapa, kamu sakit?"
"Enggak bang, cuma ingin libur aja hari ini. Please... please... boleh ya." Bella merayu.
"Ok, kamu istirahat aja dirumah."
"Bang, bekalnya udah aku masukin ke tas ransel sama vitaminnya juga. Sekalian tadi aku bikin pastel ayam, tolong dibagiin buat yang lain."
"Iya.... , eh Bel, barang yang tadi aku beli jangan di ganggu gugat dulu ya, tunggu sampe yang punya barang pulang dari kerja." sambil nyengir.
"Dih...!! Siapa lagi yang mau buka tuh barang, inget bang, itu traktiran..." Bella pergi sambil menutup kamarnya kembali.
"Ha...ha.. dasar bocah..!"
"Bell, aku pergi dulu. Jangan lupa kunci pintunya dari dalam!"
*****
Didalam kamar, Bella masih memikirkan perkenalannya dengan 'sang pangeran'
baru kali ini dia merasakan sesuatu yang berbeda mengenal pria.
"Kenapa aku selalu mikirin cowok tadi ya?"
Segera ia mengambil teman curhatnya yaitu buku diary.
Dear diary...
Hari ini aku ketemu seseorang yang bener-bener bikin deg-degan. Namanya Alexander. Orangnya ganteng, elegan, dan punya aura yang susah dijelaskan. Kayak tokoh utama di novel romantis gitu, haha.
Selain ganteng, dia juga baik banget. Cara bicaranya sopan, pembawaannya tenang, dan kelihatan kalau dia orang yang dewasa. Ngobrol sama dia tuh nyaman, nggak ngebosenin sama sekali. Rasanya aku bisa dengerin dia cerita seharian tanpa protes.
Tapi ada satu hal yang bikin aku mikir… umur kami jauh beda. Aku nggak tahu ini masalah atau enggak, tapi tetap aja bikin ragu. Apa mungkin aku bisa beneran suka sama dia? Atau ini cuma perasaan sesaat? Entahlah, yang jelas hari ini aku senang banget bisa kenal dia ,❤️❤️
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!