NovelToon NovelToon

Pengejar Lelaki

Chapter 1

"Tolong hitung ini," Ima, seorang gadis yang sedang memberikan barang makanannya nya yang ia pilih tadi ke meja kasir supermarket sambil melihat ke ponselnya sendiri.

"Bibi yang baik, tolong angkat ponselmu," kata kasir yang meminta pembayaran memakai ponsel, seketika Ima terkejut dengan panggilan itu.

"Bi-bibi katamu...!! Aku baru 19 tahun!!" Ima menatap kesal.

Seketika lelaki itu terkejut dan langsung menundukkan tubuhnya. "Maafkan aku, maaf."

Lalu Ima baru sadar bahwa lelaki itu buta. "Dia buta? Tapi, wajahnya benar-benar tampan, apa ini alasan kenapa dia diterima bekerja di sini? Benar-benar tampan tapi terlihat aneh sepertinya," ia terdiam lalu membayar dengan ponselnya dan berjalan pergi.

"Terima kasih silahkan datang lagi," kata lelaki itu.

"Bagaimana bisa mereka memperkerjakan nya cih," kesal Ima. Tapi ia baru sadar barang yang baru saja dia beli tertinggal.

"Barang ku!" ia kembali kedalam dan akan mengambil di meja kasir tapi lelaki tadi menahan tangan nya.

"Hah... Apaan ini!!" Ima terkejut.

"Kau pencuri!!" lelaki itu menatap dengan mata kosong buta nya. Dia berpikir bahwa ima yang datang merupakan pencuri yang akan mengambil barang di meja kasirnya.

"Apa....Tidak!... Kau salah paham!!" Ima terkejut.

"Pencuri! mengaku saja!!" lelaki itu mengeluarkan tongkat pembantu orang buta nya terpukul kan ke Ima.

BUGH!!

"Aahhhh," Ima menjadi berteriak di sana.

Tak lama kemudian masalah bisa terselesaikan.

"Aku benar-benar minta maaf," lelaki tadi terus menundukan badan pada Ima yang kesakitan akan kepalanya. Ima masih memasang wajah kesal nya itu.

"Um, sebagai permintaan maafku, Maukah kau aku traktir makan mulai malam ini?" tambah lelaki itu.

"Cih... Tak perlu," Ima dengan kesal akan pergi.

"Eh tunggu dulu," lelaki itu akan mencegah tapi tak disangka ia tersandung dan jatuh.

"Ouch…"

Ima menoleh dan merasa iba. "Haiz... Apa yang kupikirkan sih, dia ganteng tapi buta, payah juga pula. Kau butuh bantuan?" dia mendekat dan berubah baik.

"Ah maafkan aku... Terima kasih aku baik-baik saja, aku benar-benar minta maaf soal tadi," kata Lelaki itu.

"Gezz... Terserah," Ima menghela napas dan berjalan pergi meninggalkannya. Lelaki itu hanya diam menatap kosong.

Ima berjalan sambil meminum kotak susu yang ia beli tadi dan duduk di halte bus.

"Gezz.... Dia tadi tampan, apa dia tidak pernah melihat dirinya yang tampan.... Ya tentu saja tidak lah bodoh... Dia kan buta, kenapa aku jadi tertarik sama dia, tapi pastikan dulu dia umur berapa dan sekolah dimana, karena dia kelihatan masih muda," Ima terlihat ngalamun di halte bus.

Tak lama kemudian ada seorang perempuan. "Eh... Ima, kau ada disini?" dia mendekat.

Lalu Ima menoleh dan wajahnya langsung senang. "Oh halo... Naya, lama tak bertemu.... Kita terakhir berpisah di SMA kan," tatap Ima.

"Ya, benar-benar sudah lama, bagaimana kabarmu?" teman nya yang ia sebut Naya itu duduk di sampingnya. Dia adalah perempuan teman Ima, mereka terlihat sangat dekat dan di sini, penampilan yang paling terbuka adalah Naya. Mulai dari rok pendek dan baju terbuka nya, sementara Ima masih dipastikan tertutup.

"Aku baik terima kasih, apa kau sudah menemukan sekolah lanjutan?"

"Ya... Aku akan menetap di kampus Nora."

"Hah...! Kampus Nora katamu!!" Ima menjadi terkejut.

"Iya, ada apa?"

"A-aku juga disana."

"Eh beneran, haha akhirnya kita bisa satu sekolah."

"Haha iya... Naya adalah teman SMA ku, dia lah teman pertama kali untukku, maksud ku... Dia menghampiri di bangku ku dan berkenalan padaku dengan wajah ramah. Kami mulai dekat dan menjadi teman dekat, bercanda bersama dan akhirnya menjadi dekat seperti ini."

"Oh Ima... Apa kau mau menerima tawaran bekerja sambilan?" tawar Naya.

"Eh... Kerja sambilan?"

"Iya... Kerja sambilan di kafe dekat sini, manajer ku bilang di sana butuh pekerja tambahan, dia juga minta aku menawarkan seseorang."

"Apa Naya juga bekerja di sana?"

"Iyap.... Kau mau kan?"

"Entahlah Naya, aku masih belum yakin."

"Tak apa jika belum yakin, waktunya masih ada satu minggu lagi."

"Terima kasih sudah menawarkan, ngomong-ngomong kau mau pulang?" tatap Ima.

"Tidak... Sebenarnya sih, aku mencari pacarku, dia bilang akan menjemput ku disini."

"Apa!!! Kau punya pacar!!!?" Ima menjadi terkejut sendiri.

"Iya... Dia ganteng banget, dia nembak aku kemarin."

"K-kau bukan kah... Di SMA kau punya crush?"

"Itu sudah lama.... Ada yang bilang dia sudah dapat cewek baru."

"Lalu, bagaimana kau bisa kenal pacarmu yang baru itu?"

"Kami bertemu di kafe, dia terlihat menyenangkan dan humornya juga bagus."

"Hmp.... Terlihat sempurna sekali. Aku benar-benar ingin sama sepertimu, memiliki pacar," Ima menjadi kecewa sendiri.

"Jangan khawatir, pasti ada kok yang naksir sama kamu," kata Naya.

"Pastinya tidak akan, lihat saja penampilan ku, sangat ke ibu ibuan banget…"

"Hei, siapa yang bilang begitu, kau itu seorang Ima, bukan nya terlihat seperti ke ibuan, tapi kau terlihat seperti gadis yang baik dan sangat terjaga, mungkin banyak lelaki yang akan menjadikan mu ratu," Naya yang merupakan teman dekatnya tentu saja menghibur Ima yang kemudian menjadi tersenyum kecil. "Terima kasih…"

Lalu Ima teringat pada lelaki buta tadi. "Kalau begitu, ajari aku.... Bagaimana cara mendekati lelaki?" tatap Ima dengan serius.

"Hm... Ada apa? Apa kau ingin mendekati laki laki? Cara ini cukup murahan lo," lirik Naya.

"Ya jangan beritahu yang murahan..."

"Hm, yang kudengar, kau harus mendekati lelaki itu dulu," kata Naya.

"Ok... Selanjutnya," Ima menyiapkan buku kecil akan mencatat.

"Jika menurutmu lelaki itu susah bergaul atau jarang dekat dengan cewek kamu harus semaksimal mungkin mendekatinya apapun yang terjadi. Seperti selalu memberinya sesuatu di tempat yang selalu dia tempati.

Lalu selalu mencoba mengobrol dengan nya. Tapi ingat Ima... Jika kau ingin dekat dengan lelaki kau harus langsung menembaknya."

"Menembak? Maksudmu langsung katakan aku jatuh cinta padamu maukah jadi pacar-

"Shhh.... Jangan katakan itu sekarang, ingat... Katakan itu di depan lelaki itu ketika kalian sudah mulai dekat," Naya langsung menutup mulut Ima. Lalu Ima mengangguk cepat.

"Yang selanjutnya, selalu bantu dia jika dia kesusahan," kata Naya.

Lalu Ima terdiam kembali mengingat lelaki buta itu. "Dia, sendirian.... Berjalan tanpa melihat apapun dan sepertinya memang butuh bantuan. Jadi, aku tidak boleh langsung menembaknya nih?"

"Jangan, ingat itu," Naya menatap, lalu ponselnya berbunyi.

"Oh, ini dari baby, sepertinya dia sudah sampai... Aku pergi dulu, pacarku menjemput ku di tempat berbeda," Naya menatap lalu Ima mengangguk dan melambai dengan senyuman ramah.

"Jika di pikir-pikir… Dia sepertinya memang susah di dekati, bagaimana ya caranya aku mendekatinya?" pikir Ima dengan wajah kecewa dan khawatir.

Tak lama kemudian bus datang. Ima duduk di dekat jendela. "Sepertinya sudah malam, sepertinya berkeliling kota secara sendirian sudah cukup sampai sini, aku benar-benar lelah... Setelah ini aku bisa pulang," dia menghela napas panjang dan membuka ponselnya.

Kemudian secara kebetulan di ponselnya ada berita tentang sesuatu yang membuatnya tertarik untuk membuka dan membacanya.

Dimana ada kasus pembunuhan di jalan Kor yang akan dilewati bus ini. Pembunuhnya sedang melarikan diri dan bisa jadi di sekitar jalanan.

Ima terdiam sebentar. "Apa ini benar... Jika benar hebat dong.... Siapa ya pembunuh itu," dia malah kagum.

Sambil menunggu, ia juga mendengar kan musik dari headset kabel putihnya.

Saat di dalam bus ada seorang pria berbaju hitam, masker hitam dan kaca mata hitam naik bus itu dan perlahan duduk di seberang kursi Ima.

Ima menatap diam padanya. "Kenapa dia terlihat misterius?" pikir Ima.

Lalu bus berjalan melambat di iringi dengan lampu sirene yang menyorot. Sudah jelas didepan ada polisi melakukan pemeriksaan mencari buronan pria kriminal tadi. Itu membuat Ima menoleh ke pria misterius tadi yang juga menoleh padanya. Pria itu lalu beranjak dan berpindah tempat duduk di sampingnya membuat Ima terkejut diam. Karena Ima tadi duduk sendirian di samping jendela.

"Astaga apa yang harus kulakukan, Apa yang pria ini lakukan, aku takut!!!" Ima panik di dalam hatinya. Keringat dingin bahkan mulai muncul, tapi ia terdiam merasakan aroma parfum pria itu.

"Bau ini.... Seperti bau yang ku kenal," Ima terdiam mengingat lelaki buta yang ada di toko supermarket tadi. Seketika matanya terbuka lebar.

"Tidak mungkin kan, tidak mungkin parfum seperti ini di jual di waktu yang sama, lagi pun lelaki yang di supermarket itu tidak memakai kaca mata apapun, tubuhnya juga berbeda, pria ini lebih besar," Ima kembali berpikir dan ia menjadi yakin bahwa itu hanya orang lain.

Tapi tiba tiba saja, dengan perlahan pria itu merangkul Ima dan mengambil satu headset yang di pakai Ima dipakaikan di telinganya.

"Apa yang dia lakukan... Dia menyentuhku! Aku harus minta tolong di sini.... Tapi aku takut dia akan menjadikan ku sandra," Ima mulai panik dalam hati nya karena pria itu benar-benar sangat dekat dengan nya.

Mereka berdua sama-sama mendengarkan headset itu dan pria itu melepas kaca matanya yang di berikan pada Ima yang masih diam tak percaya. Saat polisi satu masuk untuk mengecek. Tangan pria itu yang merangkul Ima menjadi mendorong bahu Ima untuk lebih dekat padanya.

"Ini, bahaya, dia bertingkah seperti ini saat polisi itu datang, apa dia mencoba menjadikan ku tameng?! Aku harus pergi, tapi, aku juga melihat pistol itu, aku takut," Ima yang sudah tahu dia adalah pria kriminal yang di cari hanya bisa diam karena ia melihat ada pistol yang ada selipan sabuk si pria. Ima terdiam pasrah dan tanpa sadar, tangan pria itu membuat Ima meletakan kepalanya di sandaran pundak pria tersebut.

"Ya Tuhan.... Jika aku berteriak dan mengadu pada polisi itu maka aku akan di anggap membantunya juga," Ima semakin panik.

Salah satu polisi yang melihat mereka menjadi mengganggap mereka adalah pasangan kekasih jadi dia hanya pergi saja. Hingga pemeriksaan benar-benar telah selesai dan berlalu, mereka bisa lolos.

Chapter 2

Setelah itu pria itu mengembalikan headset Ima dan beranjak pergi turun di halte yang membuat bus berhenti. Dia bahkan tak mengucapkan sepatah kata apapun pada Ima.

Ima terdiam sambil melepas kaca matanya yang masih ia pakai. Ia melihat dari jendela bus yang mulai berjalan. Pria itu hanya memberi isyarat terima kasih dengan tangannya karena wajahnya tertutup masker. Itu seperti bahasa isyarat yang akurat dengan jari kelingking nya yang menyentuh bibir nya lalu di arahkan ke depan.

"Aku, membantunya?" Ima terdiam kaku.

Di jalan akan ke rumah, dia menjadi terdiam sambil mengamati kaca mata hitam pria tadi di tangan nya.

"Bisa jadi disini ada kamera. Berniat memata matai ku huh," dia mengotak atik kaca mata itu lalu tak menemukan apa-apa.

"Haiz, ini merepotkan. Mungkin kita tak akan bertemu lagi. Jadi, aku hanya akan menyimpan nya nanti," Ima memasukkan kaca mata itu di dalam tas kecilnya dan membuka ponselnya sambil berjalan pulang di tempat gelap itu, rumahnya sepertinya agak jauh dari jalan raya.

"Tak ada apa-apa. Hm, mungkin aku harus kembali memikirkan cowok idamanku itu hehe..." dia terdiam ngalamun memikirkan lelaki buta supermarket tadi.

Hingga sampai di rumah, ia membuka pintu dengan kata. "Aku pulang."

"Selamat datang," teriak seseorang dari dapur. "Bagaimana harimu?" tambahnya, dari suaranya, sepertinya itu adalah ibu Ima.

"Aku baik-baik saja, aku akan segera ke kamar," balas Ima. Ia lalu berjalan ke kamar dan meletakan tasnya, tapi sebelumnya ia mengeluarkan kaca mata hitam tadi dan menyimpan nya di rak.

"Kira-kira, dia akan mencari kaca matanya kembali tidak ya?" ia bingung, lalu pikiran nya tak bisa lepas membuatnya mengambil kembali kaca mata itu. "Jika di pikir-pikir, model seperti ini sangatlah bagus," pikirnya sambil terus mengamati kaca mata hitam itu. Tapi ia baru sadar ada ukuran tulisan yang samar di sana, berwarna sama yakni hitam. Ima tak bisa melihatnya dengan jelas bahkan sampai merasakan nya dengan jarinya. "R-E-G... Aduh ini apa lanjutan nya?"

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka membuat nya terkejut menoleh, rupanya Ibunya.

"I-ibu, ketuk pintu dulu!!"

"Oh maaf, ibu lupa.... Kenapa kau tidak turun dan makan, ibu sudah menunggumu dari tadi," tatap ibunya.

"Ah baik... Aku turun sekarang, bagaimana dengan ayah?" Ima menatap tapi anehnya ibunya hanya terdiam dan Ima juga ikut terdiam.

"Begitu yah..."

"Ima, maaf-

"Tak apa ibu. Aku tahu kok. Ayah sedang bekerja, maaf, aku memang lupa hehe.... Jadi, ayo ibu kita makan Bersama," kata Ima yang berjalan duluan, di saat itu juga ekspresi ibunya menjadi kecewa dan agak sedih. Lalu mereka makan bersama.

"Bagaimana dengan hari mu, apa kau mendapatkan sesuatu yang baik, seperti... pacar," lirik ibunya seketika Ima terkejut.

"I-ibu... Apa maksudmu, aku tidak menarik di depan lelaki, jadi jangan bahas itu."

"Eh~ tapi sikapmu tadi, soal ibu harus mengetuk pintu, bukankah seperti menyimpan sesuatu hm...?"

". . . Ibu, berhenti provokasi aku, aku jadi tidak bisa makan."

"Haha... Maaf, Besok kau mulai ke kampus kan?" tanya ibunya.

"Ya, begitulah. Oh, ngomong-ngomong apa aku boleh bekerja di kafe kecil?"

". . . Maksudmu...? Kau mencari uang untukmu sendiri?"

"Ya begitulah. Tidak maksudku, jika lebih aku juga akan memberikan nya pada ibu, aku juga tak perlu meminta sesuatu lagi dari ibu, ibu juga tak perlu khawatir," tatap Ima dengan senyum manisnya.

Ibunya terpaku dan terdiam ketika mendengar kalimat dari Ima tadi, ia juga tersenyum kecil.

"Ima sudah besar.... Apa kau yakin Ima, bekerja paruh waktu tentunya akan sangat melelahkan untuk mu apalagi di tambah kuliah yang sangat melelahkan dan banyak berpikir, ibu tak butuh kau begini," tatap ibunya.

Lalu Ima memegang tangan nya pelan. "Ibu, ibu sudah merawat ku hingga sebesar ini, umurku sudah 19 tahun dan ini saat nya aku mengembalikan apa yang diberikan ibu selama berjuang membesarkan ku sendiri tanpa seorang ayah untuk ku, aku tahu ayah sedang bersenang senang di luar sana, ibu jangan khawatir. Meskipun tak ada ayah, kita akan tetap bahagia, kita akan tunjukan bahwa kita bisa hidup tanpa dia yang sama sekali tidak bertanggung jawab," kata Ima.

". . . Kau tidak mengatakan hal buruk pada ayah mu, dia sudah hilang dari tanggung jawabnya, kau tidak pantas menyebut nya ayah... Panggil saja dia pria buruk sesuka mu."

"Bagaimana pun juga, dia ayah ku, dia yang membuatku di dunia ini, jika tidak, aku tidak akan dilahirkan sebagai seseorang yang menemani ibu, bayangkan saja jika aku tidak ada ketika ayah sudah meninggalkan ibu," tatap Ima. Lalu ibunya menatap sedih dan membayangkan betapa kacaunya dia nanti ketika tidak ada Ima menemaninya.

"Ibu akan depresi, tapi kau selalu tersenyum, membuat kesalahan kecil saja bahkan bisa membuat ibu tertawa, waktu kau bayi, kau sangat imut dan manis, berbeda dari bayi yang lain nya, kau tidak selalu manja dan itu meringankan ibu, di sanalah ibu tahu bahwa kau dilahirkan untuk menjadi wanita yang anggun... Ima, terima kasih telah menemani ibu yang tua ini," tatap ibunya.

"Ibu tidak tua, umur ibu saja belum ada 40 tahun kok, jadi jangan anggap ibu sendiri tua, ingat, aku masih bersama ibu dan akan selalu bersama ibu, aku akan menjaga harga diriku dan tidak akan mau berakhir seperti ibu dan tidak akan mencari lelaki seperti ayah. Tapi, meskipun aku tidak berakhir seperti itu, aku akan selalu ada di dekat ibu dan juga, seharusnya aku yang berterima kasih pada ibu..." kata Ima, ia menggenggam erat tangan ibunya yang tersenyum haru.

"Ya, itu benar, carilah lelaki baik, bukan seperti pria brengsek seperti ayah mu."

"Ya, aku akan berusaha mencari… Oh ya ibu... Besok mungkin aku mulai bekerja, jadi aku akan pulang agak malam, aku tak bisa makan malam bersama ibu juga mungkin."

"Tak apa... Ibu akan menunggu."

"Eh... tapi... ibu-

"Jangan khawatir, hanya fokus kan dirimu pada kehidupan muda mu Ima," tatap ibunya.

"Haiz... baiklah."

"Oh, ibu... Aku ingin kembali teringatkan pada ibu yang selalu mengajariku untuk menjaga harga diri wanita ku, apa ibu tak ingin mengingatkan nya sekali lagi," tatap Ima.

"Eh, bukankah kau sendiri bilang bahwa kau tidak butuh kalimat itu lagi hm~"

"Yah, akhir-akhir ini ada lelaki yang aku temui dan juga sangat aneh, untuk tidak kepincut mereka, apa yang harus aku lakukan, aku benar-benar takut aku akan dimanfaatkan lalu di buang begitu saja," tatap Ima.

". . . Ima, ibu selalu berpesan. Tak peduli berapa umurmu, tak peduli berapa orang terdekat yang kau punya, berteman lah dengan mereka, sayangi mereka dengan baik dan jangan bercanda terlalu buruk, perempuan sepertimu harus bisa menjaga keutuhan dan anggun nya seorang wanita. Kau boleh suka pada laki-laki tapi ingat, jangan terlalu suka dan kau yang mengutarakan perasaan mu, selama 19 tahun ini, ibu mengajarimu untuk tetap menjaga sikap di depan laki-laki dan jangan bertindak murahan."

"Tapi, bagaimana jika aku memang suka pada lelaki dan aku mengutarakan perasaan ku?"

"Yang paling penting jangan mengutarakan perasaan, seorang wanita yang memiliki harga diri, tidak akan mengutarakan perasaan duluan. Kau hanya harus melihat kepribadian lelaki yang kau sukai nanti, apakah dia memang tertarik padamu ketika kamu mendekatinya, tapi jika di sisi lain dia bersama wanita lain, kau akan beruntung karena dia tidak tahu bahwa kau suka padanya dan yang paling beruntung, tidak akan ada yang tahu kau suka dia dan kau tidak akan di anggap sebagai wanita yang murahan."

". . . Bagaimana jika lelaki nya yang mengutarakan dulu?"

"Terima dia."

"Apa?! tapi Ibu bilang..."

"Seorang lelaki sejati pasti akan mengajakmu menikah, bukan pacaran. Ingat ya, jika ada yang mengutarakan pada mu, maka kamu harus balik bertanya. 'Aku lebih suka kata kata itu diganti menikah, apa kau mau?' jika dia bilang belum siap, maka tinggalkan dia," kata ibunya.

"Tinggalkan dia?"

"Ya, tinggalkan lelaki yang begitu, jika dia suka padamu dan tak ada niatan menikah maka dia bermaksud hanya memanfaatkan mu, tak apa jika kau tak punya pengalaman dalam cinta yang penting rumah tangga mu tak akan hancur dengan lelaki brengsek, ingat itu," kata ibunya.

"Bagaimana jika lelaki itu tidak sesuai karena aku belum tahu sifatnya ketika langsung menikah nanti,"

"Itu tinggal dirimu, lelaki yang siap pastinya akan punya pengalaman tersendiri, dan itu tinggal kamu Ima, selama ini ibu melihat mu sangat rajin, kau sudah siap kok menjadi wanita rumahan," tambah ibunya, Lalu Ima menjadi tersenyum mengerti dan mengangguk.

Selesai makan Ima berjalan di kamar, ia melihat jam dinding. "Oh astaga, aku benar-benar tidak sabar untuk besok.... Tapi bagaimana jika aku tidak bisa bergaul nantinya, bagaimana jika besok aku di bully karena aku tidak bisa bergaul seperti mereka yang sangat gampang mencari pasangan, aduh..." ia menjadi berekspektasi buruk.

Lalu ia teringat lelaki supermarket buta itu dan hal itu membuat nya tersenyum senyum sendiri.

"Ehehe.... Lelaki itu ganteng banget sih... Aku penasaran banget dia buta dan ganteng, kenapa bisa bekerja di sana. Seperti nya aku naksir deh, mungkin aku akan menjalani apa yang di bilang Naya soal naksir lelaki," dia menjadi salting.

Tapi ia tak sengaja melihat ke kaca mata hitam itu di mejanya.

"Aku juga penasaran, kenapa kaca mata hitam seperti ini sangat bagus, modelnya kuat dan kaca ini seperti lentur, ini seperti yang digunakan banyak agen yang aku baca di novel maupun film yang ku tonton, tidak mungkin lah. Pria ber-masker itu pasti seorang pembunuh di jalan Kor itu, aku yakin, dia hanya memanfaatkan ku, paling kita tak akan bertemu lagi, aku harap begitu karena aku tidak mengharapkan bertemu pria pembunuh sepertinya, semoga saja...."

Chapter 3

Esok paginya, tepatnya di kampus, Ima melihat gedung kampus itu yang besar.

"Waw.... Aku tidak menyangka sebesar ini gedungnya, padahal ketika mendaftar kemari, aku tidak menyadari bahwa gedung ini sangatlah besar dan tinggi, kalau begitu aku beruntung masuk kemari," ia terkagum. Lalu masuk tapi ia terkejut ketika ada sekumpulan orang lewat dengan pakaian basket.

Mereka berjalan sambil bercanda dan tertawa masing-masing.

"Ack...!! Ini memalukan," Ima berjalan ke samping menghindari mereka.

Tapi salah satu dari mereka berhenti, seorang lelaki tampan dan tinggi. "Hei..." dia memanggil Ima.

Seketika Ima terdiam gemetar, ia menoleh dengan ketakutan. "I-iya…"

"Apa kau gadis baru?" dia mendekat dan mengulur tangan membuat Ima terkejut.

"Aku Mose."

"E... Aku, I-ima," Ima menerima uluran tangannya. Seketika lelaki itu menahan tangan Ima dan mendekatkannya ke wajah membuat Ima semakin terkejut dengan tingkahnya.

"Ini tanganmu? Kenapa begitu berbeda? Tak ada tulang yang terlihat... Ini seperti tubuhmu ideal, berapa berat badanmu?" tatap lelaki bernama Mose itu. Pertanyaan itu membuat Ima tersensitif.

"Hei...! Mose, kau menggoda gadis kecil... Dia tak terlihat seperti seleramu," teman-teman nya mendekat.

"Duluan saja. Aku ingin mengobrol dengan gadis ini," kata Mose.

"Baiklah, jangan lama-lama, ada banyak yang akan cemburu nanti wkwkwk," balas mereka, lalu mereka pergi. Ima yang mendengar itu menjadi terkejut tak percaya.

"A-apa yang di katakan lelaki ganteng ini... Dia terlihat seperti lelaki populer, apa yang harus kulakukan, aku sebelumnya belum pernah di gini kan!!"

"Jadi... Ima, kan? Ima, mari mengobrol, kau ada waktu bukan?" tatap Mose.

"Um... Sepertinya begitu, kelas ku di mulai beberapa jam lagi, jadi aku masih ada waktu."

"Kalau begitu ikut aku... Aku akan mengajakmu berkeliling."

"Ah terima kasih," Ima menundukkan badan lalu berjalan mengikutinya.

"Ini pertama kalinya aku melihat gadis dengan pakaian tertutup sepertimu."

"Maaf apa?"

"Maksudku, kau memakai rok panjang dan baju yang di double dengan kemeja, dan rambutmu hitam panjang, apa itu memang style mu atau...?"

"I-itu... Ini hanya permintaan dari ibuku."

"Ibu ya... Lalu apa kau menerimanya dengan baik?"

"Te-tentu saja....! Dia ibuku," Ima menatap.

"Begitu ya, Ima... Kau gadis yang menarik."

"Um... Anu... Apa perempuan disini sangat berbeda denganku?" tanya Ima.

"Tentu... Mereka menggunakan rok pendek, celana pendek dan baju yang minim. Jika ada peraturan disini pastinya mereka sudah tak menggunakan pakaian itu lagi," kata Mose.

"Apa aku aneh?"

"Haha siapa bilang kau aneh, kau tampak imut..."

Mendengar itu Ima menjadi terkejut dan menjadi memerah.

"Ada apa...?" Mose bingung melihat Ima yang memerah.

"Ti-tidak apa-apa... A-aku.... Harus pergi…"

"Oh, begitu ya.... Kalau begitu apa aku bisa bertemu denganmu?"

"Ti-tidak bisa.... A-aku ada pekerjaan!!" Ima membalas dengan wajah yang tersipu malu. Ia lalu berlari pergi.

Mose tersenyum kecil melihatnya pergi. "Gadis yang menarik."

--

"Huf... Aku, lari darinya.... Huf, ini benar-benar aneh.... Kenapa dia seperti naksir sama aku," Ima menatap dirinya di kaca kamar mandi dengan napas yang kelelahan. "Haiz... Di mana sih Naya, harus nya dia mencariku di sini... Sudah lah aku pergi ke kelas duluan," dia menghela napas pasrah lalu berjalan akan ke kelas.

Tapi tak lama, dia melihat ponselnya dan terkejut.

"Gawat sudah jam segini.... Harus pergi," ia langsung berlari masuk ke kelas.

Sepulang kampus, Ima berjalan keluar dari kelasnya. "Hari ini benar-benar aneh, semua orang bahkan memiliki grup ngobrolnya sendiri, aku yang tidak punya circle hanya bisa diam saja di meja... Haiz," pikir Ima sambil menghela napas panjang.

Tapi ponselnya berbunyi pesan masuk membuat nya melihat bahwa itu dari Naya. \=Ima, manajer kafe sudah menunggumu, dia memintaku untuk mengirim pesan padamu seperti ini\=

"Baiklah, aku akan langsung ke kafe," guman Ima, lalu ia langsung ke kafe dan akan melamar kerja.

"Ha-halo... Selamat sore... Aku Ima... Bolehkah aku bekerja disini?" dia menundukan badan pada manajer laki-laki yang tampan di depannya.

"Apa kau teman dari.... Naya?" tatap nya dengan ramah.

"I-iya."

"Kalau begitu apa kau bisa mulai bekerja sekarang?"

"I-iya..."

"Baiklah... Mohon bantuannya ya, Ima," lelaki itu tersenyum padanya seketika membuat Ima memerah.

"E... Terima kasih, aku pergi dulu," dia menundukan badan dan pergi dari ruangan manajer itu.

"Suasananya begitu nyaman kah?" dia sekarang berdiri di dekat meja pemesanan.

"Huf.... Ini masih cerah, aku harap tak ada sesuatu menimpaku... Ngomong-ngomong tapi lelaki manajer tadi ganteng juga deh. Aduh... Kok jadi menganggap semua lelaki ganteng, apa mereka memang ganteng yah ehehe," dia tersenyum senyum sendiri.

Tapi hari ini seorang Lelaki datang dengan melirik tajam dan licik saat melewatinya di meja kasir.

Ima terdiam dan tak mempedulikan itu. Lalu ia mengambil buku menu dan menawarkan.

"Permisi Tuan, anda ingin pesan apa?"

Lalu lelaki itu menengadah. "Satu kopi," balasnya lalu Ima mencatat dan mulai membuat kopi.

Tapi sesuatu tak terduga terjadi, dimana saat ia mengantar kopi. Dimana kaki Lelaki itu menyandung nya.

"Ah..." Ima terkejut dan terjatuh membuat nya menjatuhkan kopinya hingga pecah. Mereka semua mulai memandangnya. Tapi lelaki tadi hanya tertawa jahil. Ima mulai kesal dengan menggertak gigi.

"Aku akan membalas mu," dia merapikan pecahan tadi dan membuat yang baru.

Kali ini dia berhasil meletakan nya di meja lelaki tadi.

"Silahkan dinikmati," kata Ima dengan senyum yang sedikit memaksakan. Lalu berjalan kembali ke tempatnya. Saat lelaki itu meminum, ia terkejut sambil sedikit memuncratkan kopinya.

"Huek... Ini pahit," dia melirik ke Ima yang tertawa kecil, sepertinya Ima senang karena telah bisa membalas perbuatanya.

Lelaki itu menjadi kesal tapi ia mengeluarkan gula instant di sakunya membuat Ima terkejut.

"Di-dia membawa gula,"

Lelaki itu kemudian melirik dengan tatapan menantang membuat Ima semakin kesal.

Tapi perang mereka berakhir ketika Ima di panggil pelanggan lain.

"Permisi nona!"

"Oh... Baik," Ima datang mendekat.

Tak lama kemudian muncul seorang pria berbaju formal dan dingin datang berjalan dan duduk di meja depan lelaki tadi. Ima terdiam bingung hingga ia tahu bahwa lelaki itu membawa naskah yang akan di presentasikan pada pria itu.

Ima membawa kopi untuk pria itu tapi tak di sangka sangka kopi nya tumpah mengenai kertas naskah lelaki itu yang terkejut.

"Oh tidak!!" Ima sendiri juga terkejut.

Pria di depannya menghela napas layaknya tak punya banyak waktu, dia berjalan meninggalkannya begitu saja.

"Aku, aku benar-benar minta maaf," tatap Ima pada lelaki itu.

"Cih...." lelaki itu kesal dan berjalan pergi meninggalkan naskahnya yang sudah terkena kopi.

Ima terdiam menyesal. Lalu lelaki manajer datang, dia rupanya bernama Hinko. Tertulis di kartu nama yang ada di sakunya bertuliskan. 'Hinko, manager'

"Ima? Ada apa?" dia mendekat dengan bingung.

"Ma-manajer... Maafkan aku, aku baru saja membuat kesalahan..." Ima menatap menyesal. Dia hampir menangis sedih.

Lalu Hinko tersenyum kecil dan memegang kepalanya membuat Ima terdiam.

"Tak apa.... Itu kesalahan yang dilakukan karyawan baru. Aku akan bicara pada pelanggan itu lagi ketika datang."

"Ta-tapi yang salah aku... Aku yang harus minta maaf," kata Ima.

". . . Kau bisa melakukanya?"

"Karena itu beri tahu aku caranya manajer... Ini adalah Kesalahanku."

"Hm... Begini saja, kau buat naskah itu dan salin yang baru, kau bisa kan?" tatap Hinko.

"Aku mengerti... Terima kasih," Ima menjadi mengangguk lalu berjalan pergi.

"Gadis yang menarik, dia merasa bersalah dan benar-benar ingin memperbaiki kesalahan nya," dalam hati Hinko dia tersenyum seringai.

Malamnya di jalan nya pulang, Ima menaiki bus dan duduk di bangku dekat jendela. "Hari ini ternyata melelahkan juga, setelah aku membuat kesalahan pertama kali, aku berusaha keras menutupinya dengan bekerja cepat dan ini hasilnya... Sangat lelah."

Tapi tak disangka pria kriminal kemarin juga datang menaiki bus. Ima menjadi terkejut. Namun pria itu diam saja sambil duduk di seberang kursinya. Dan Ima terus melihatnya.

"Kenapa dia tidak kemari... Bukankah di depan ada pemeriksaan lagi," Ima melihat didepan ada polisi lagi. Saat dia menoleh ke pria tadi rupanya pria tadi sudah ada di sampingnya membuatnya terkejut. Pria itu juga kembali merangkulnya membuat Ima diam.

"Inikah yang namanya cinta," Ima menjadi berwajah merah. "T-tidak, apa yang kupikirkan sih, bodoh," dia menggeleng kepala membuat pria itu bingung.

"Um... Anu... Aku... Ima," tatap Ima.

Pria itu terdiam dengan masih tertempel masker menutupi mulutnya. Dia memberi isyarat tangan bahwa dia tak bisa bicara.

"Eh... Apa kau... Tunawicara?" Ima menatap lalu pria itu mengangguk.

"Em... Kalau begitu bagaimana jika aku tahu namamu? Menarik sekali bahwa fakta mengatakan dia adalah seseorang yang bisu, tapi meskipun dia bisu, dia memiliki tampang yang sangat berani dan juga terlihat tangguh, bukankah akan lebih menarik lagi jika aku bisa berkenalan dengan nya, karena aku juga berpikir bahwa setiap aku pulang dari kegiatan di kota, pasti kita ujung nya juga bertemu lagi di bus yang sama."

Pria itu terdiam berpikir Ketika mendengarkan perkataan ima tadi, lalu mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu lalu menunjukan nya pada Ima.

\=Regis\=

"Itu namamu?" tatap Ima. Lalu pria itu mengangguk.

"Apa kau... Menyelamatkan diri dengan dekat denganku? Karena kau terus kemari ketika pemeriksaan itu, ini bukan berarti aku ingin membocorkan rahasiamu itu, aku hanya ingin tahu, jangan khawatir aku tidak akan memberitahu siapapun," tatap Ima.

Pria itu terdiam sebentar lalu ia menggerakkan tangannya dan memberi isyarat tapi Ima terdiam.

"M-maafkan aku... Aku tidak mengerti,"

Seketika pria itu menjadi lesu karena kecewa.

"Tu-tunggu... Tapi aku bisa belajar bahasa isyarat... Kita bisa lebih dekat kan...? Berikan aku kesempatan untuk mempelajari nya. Aku juga ingin menjadi teman," tatap Ima.

Mendengar itu, pria tersebut kembali terdiam lalu mengangguk saja.

"Uh... Aku benar-benar penasaran... Kenapa dia menggunakan masker untuk menutupi mulutnya itu," batin Ima dengan perasaan tidak enak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!