" Lo harus tanggung jawab! Ini anak lo! "
" Anak gue ?! Nggak mungkin! Bisa aja di belakang gue , lo main juga sama yang lain!" Ucap seorang pria dengan kasar.
" Circle lo aja cowok semua! " lanjutnya.
Air matanya mengalir semakin deras mendengar tudingan itu. " Gue nggak sehina apa yang lo pikir!" ucapnya dengan tegas.
" Terserah !!!! Gue tetap nggak akan percaya !" teriaknya.
" Gue nggak peduli lo mau rawat atau lo mau gugurin bayi itu, intinya itu bukan urusan gue!" tandasnya dengan tatapan tajamnya dan tegas.
Percakapan beberapa bulan yang lalu itu masih saja terngiang-ngiang di kepalanya. Rasanya kata demi kata yang keluar dari mulut pria itu lebih menyakitkan hatinya dari pada perlakuan kasar yang ia terima . Ia pun kembali teringat perjuangannya untuk melahirkan seorang bayi dari kesalahan waktu itu.
Enam bulan telah berlalu , dan rasanya semakin tersiksa. Bunyi roda stroller bayi yang beradu dengan aspal terdengar lantang di telinganya. Malam semakin dingin, dan langkahnya semakin gontai. Angin yang berhembus makin kencang di atas jembatan itu seolah bisa menerbangkan dirinya saat itu juga.
Wajah mungil bayi dalam stoller itu tampak damai di belai oleh angin malam. Wanita yang mendorong stoller itu tersenyum tipis, seolah mengucapkan beribu maaf ke apda anak laki-lakinya. Awalnya ia berfikir bisa bertahan hidup berdua dengan anaknya itu, tapi semakin hari, semakin berat beban hidup yang di tanggung. Lehernya seolah di cekik tali tak kasat mata yang membuatnya sulit untuk bernafas.
Ia ingin mengakhiri semua ini.
Ia meninggalkan stoller itu begitu saja di pinggir jalan, lalu berjalan menuju pembatas jembatan. Sungai di bawahnya bagaikan cermin hitam yang besar. Disana pasti dingin. Kakinya perlahan mulai naik pembatas jembatan. Dinginya besi itu langsung menjalar ke seluruh tubuhnya.
" Ehhh, Iya, anjir mau lompat!! Tolongin buruan!!" teriaknya dengan panik sambil melihat ke arah seseorang yang berada di atas jembatan.
" Dihh, kok, gue. Lo aja buruan.!!!" Balas temanya perempuan yang berteriak tadi dengan tak kalah paniknya saat melihat adegan akan terjadi di depan matanya.
Ia menoleh ketika mendengar ribut-ribut dari belakang. Dua orang asing terlihat ingin mendekatinya, meski ragu-ragu. Ia menatap kedua orang itu dengan senyum tipis kemudian beralih ke bayi yang berada dalam stoller.
Selamat tinggal, Ksatria.
Sebelum kembali menatap derasnya aliran sungai di bawahnya, satu bulir air mata jatuh ke pipinya yang mulus. Perlahan , ia mencondongkan tubuhnya kedepan. Tanpa ragu-ragu lagi, ia menjatuhkan dirinya ke dalam derasnya aliran sungai malam itu dengan mantap tanpa ada keraguan sedikitpun di hatinya.
Kedua orang asing di belakangnya yang dia lihat pun terlihat syok dengan apa yang barusan terjadi depan mata mereka dan berlari menuju stoller yang dia tinggalkan di pinggir jalan.
Dengan wajah yang panik dan rasa takut mereka berdua bingung apa yang harus mereka lakukan dengan keadaan yang terjadi barusan di depan mata mereka dan setelah tersadar dan mengendalikan diri mereka masing-masing, mereka segera menghubungi pihak berwajib untuk melorkan kejadian bunuh diri tersebut dan menunggu pihak berwajib datang ke TKP.
Selagi menunggu pihak berwajib datang mereka berdua menghampiri stoller yang tergelatak di pinggir jalan. Dan alangkah terkejutnya mereka berdua, mereka melihat seorang bayi laki-laki yang tampan di dalam stoller itu yang sedang tidur dengan damai.
" ZEVA Anastasya, BANGUN!!!!"
Suara yang menggelegar itu berasal dari dapur rumah pasangan Aldi Wijaya dan Rena Alfiana. Setelah menunggu beberapa detik, tetap tak ada jawaban. Akhirnya, wanita itu berteriak lebih keras.
"Zeva!!! Hari ini giliranmu piket di kelas,kan ?" tanya Rena sambil menengok ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul. 06.00. Ia pun berdecak dan segera mematikan kompor dapur. Niat hati, ia ingin membangunkan anak gadisnya di kamar setelah menyajikan sarapan. Namun, ia mendengarkan suara benturan dan ringisan seseorang yang membuat ia berhenti melangkah dan menoleh ke arah meja makan.
" Makanya, kalau baru bangun itu jangan langsung lari-larian. Sudah gede tapi kelakuan masih kaya anak kecil." Tegur rena kepada Ardian kalingga anak sulungnya yang sudah duduk di bangku kuliah.
" Namanya juga buru-buru, Ma." jawab Ardian sambil mengusap kakinya. " Lagian, ngapain coba meja di taro di situ? Kan, jadi kena kaki aku." ucapnya lagi sambil mendekati sang mama sambil jalan terpincang-pincang . Tanpa permisi, ia langsung mengecup pipi mamahnya, lalu kabur begitu saja menuju kamar mandi.
" Heh!!" Rena langsung mengusap pipinya . " Sikat gigi dulu, baru nyium. Bau banget tau." lanjutnya memarahi Ardian.
Ardian tidak menjawab. Ia hanya tertawa keras dan lepas dari depan pintu kamar mandi.
" Zeva mana, kak? Kenapa nggak di bangunin sekalian ?" tanya sang mama.
" MAmah kaya nggak tahu aja kelakuan anak gadis mama yang satu itu kalau tidur udah kaya orang simulasi mati. " balas adrian seraya menyengir, saat melihat muka mamahnya berubah menjadi sangar. Ia buru-buru menutup pintu kamar mandi.
"Astaga, Ardian!!!! Mulutnya!!!!" sebur sang mama. Untung tingkat kesabaran sang mama sudah berada di level master, jadi ia sudah terbiasa menanggapi candaan dari sang anak sulung.
Setelah menghidangkan makanan, Mama Rena segera beranjak menuju kamar Zeva yang terletak di lantai dua. Saat memasuki kamar sang anak, matanya membulat melihat keadaan kamar yang sangat berantakan. Pakaian kotor, bantal, dan selimut berserakan di mana-mana. Di tambah dengan posisi tidur Zeva yang sangat aneh. Kepalanya berada di pinggir ranjang yang menjuntai kebawah dengan mulut menganga hingga menciptakan jejak air liur.
" Zeva, bangun!!!" Teriak sang mama sambil menguncang badan sang anak.
" HHHHMMMM......."
Melihat tidak ada pergerakan dari sang anak yang masih nyenyak tidur , mama Rena mengguncang sekali lagi badan Zeva dengan cukup kuat.
" Buruan bangun!!! "
"Ia bentar Ma, lima menit lagi." Racau Zeva , tanpa membuka matanya.
PLAK...
Mamah Rena memukul paha Zeva yang tak kunjung bangun dari tidurnya yang menimbulkan bunyi yang nyaring dan cukup ampuh untuk mengusik tidur Zeva.
" AaWWWw!!! Sakit, Ma!!!"
" Makanya bangun! Semalam yang minta di bangunin pagi-pagi siapa ? Kamu lupa, kalau hari ini kamu itu tugas piket? " Ucap mamah Rena.
Mendengar kata " PIKET " yang di ucapkan sang mamah seketika membuat Zeva bangun dan langsung terduduk.
" Kok, Mamah nggak bangunin Zeva dari tadi sih ?!" dumel Zeva sambil meningkat rambutnya asal.
" Terus yang dari tadi teriak-teriak kamu pikir itu siapa? Kamu kira mamah lagi konser solo gitu?" Balas sang mamah dengan menggebu.
CUP!!
Zeva mencium pipi sang mama sekilas lalu berlari ke kamar mandi. " Udah ya Ma, jangan marah-marah terus, nanti muka mamah cepat keriput dan cepat tua." ujarnya yang mana malah membuat sang mamah naik pitam akan ucapan sang anak.
Zeva baru saja turun dari kamarnya. Gadis itu duduk di meja makan bersama mamanya. Ia celingak-celinguk mancari keberadaan sang papa dan abangnya.
" Papa dan Abang kemana mah?"
Udah berangkat duluan." jawab sang mama tanpa menatap wajah Zeva dengan cuek.
Zeva mengerutkan keningnya. " Yah, terus Zeva berangkatnya dengan siapa, Ma?" tanya Zeva dengan lesu.
" Kan, ada motor kesangan kamu si satria." balas sang mamah.
" Yah, nanti sunscreen Zeva luntur dong, Ma." ucapnya.
"Halah, yang di otak kamu cuma skincare,skincare, skincare doang. Percuma muka glowing, tapi otaknya berdebu." sindir mamah Rena dengan menggebu kepada zeva.
Zeva yang sedang makan pun hampir tersedak saat mendengar sindirian sang mama. Ia mengedipkan matanya berkali-kali memastikan ucapan sang mama yang ia dengar benar-benar berasal dari mulut sang mama Rena. Tidak, Zeva tidak sakit hati , ia hanya bingung dari mana mamanya belajar mengeluarkan kata-kata mutiara seperti itu?
" Ya Allah, mamah istigfar. Sama anaknya ko gitu amat ." rajuk zeva sambil memonyongkan bibirnya.
" Udah cepat habiskan makananya. Bersyukur masih bisa makan, di luar sana masih banyak orang yang kelaparan tau, gak? Lagian, kamu mau telat ?" tutur sang mama Rena.
" Iya Ma, Iya." Balas zeva sambil melanjutkan makannya. Sebenrnya ini bukan masalah porsi makan Zeva yang banyak, tapi entah kenapa nafsu makannya yang tiba-tiba hilang.
Selesai makan, zeva berpamitan kepada mamanya. Ia pun sedikit memberi rayuan sang mama agar di pinjamkan mobil. Awalnya zeva senang karena di pinjamkan, tapi kemudian ia menyesal sendiri. Ia malah terjebak macet di jalanan karena kesiangan.
" Tau gini, mending pakai motor aja tadi." gerutu Zeva.
Setelah sekitar dua puluh menit terjebak macet, akhirnya Zeva sampai di sekolah. Ia memarkirkan mobilnya tidak jauh dari gerbang sekolah. Meski begitu, sayangnya ia tetap tidak bisa masuk kerena gerbang sekolah sudah terkunci .
Memang pada dasarnya bar-bar, ia pun berteriak dari depan gerbang. " Pak Joko!!! Bukain gerbangnya, dong. Sekali ini aja." pinta Zeva dengan wajah memelasnya.
Pak joko yang mendengar suara Zeva pun menyimpan korannya, lalu bergegas menuju gerbang. " Neng Zeva, mah dari dulu ngomongnya sekali mulu. Padahal tiap hari juga telat." ucap Pak Joko.
" Maksudnya, sekali dalam sehari pak, Hehehe." ucap Zeva sambil ketawa garing. " Ayok dong, pak. Nanti saya beliin mie ayam Mpok Sita." lanjut Zeva sambil mengedipkan sebelah matanya di akhir perkataanya.
" Maaf neng Zeva. Saya nggak mau makan uang haram." ujar pak Joko sambil berfikir sebentar kemudian tersenyum lebar seraya berkata." Beliin rokok aja nggak apa-apa deh." lanjutnya dengan senyum lebarnya.
"La? Tadi katanya Bapak nggak mau makan duit haram? Ini gimana konsepnya pak?" ujar Ziva dengan wajah bingungnya.
" Ikh si Neng, kalau rokok,kan nggak di makan neng." balas PAk joko menjelaskan dengan cengiran lebarnya.
Zeva mendelik dengan tatapan matanya yang tajam menghunus Pak Joko." Itu, mah sama aja kali pak." sahut Zeva dengan suara yang cukup keras seraya menggelangkan kepalanya. " Ya, sudah bukain gerbangnya, nanti Zeva beliin Rokok buat Pak Joko." dengan yakin.
Pak joko mengangguk lalu membukakan gerbang untuk Zeva. Setelah memberi uang ucapan terimakasih kepada pak Joko, ia berjalan menuju kelasnya dengan memasang wajah waspada.
Zeva berjalan dengan mengendap-ngendap menuju belakang kelas. Ia mengintip lewat jendela. Kebetulan, bangkunya terletak tepat di dekat jendela.
" SSssssttttt... Ansel." Bisik Zeva dengan sura pelanya kepada sang sahabat namun Ansel tak tak mendengarnya dan itu membuat Zeva kesal kepada sang sahabat. " Woyyy!!! BUdeg lo, ya!!! Ucap zeva berteriak pelan tapi, Ansel tetap tidak meresponsnya.
Dengan emosi yang menggebu, zeva membuka jendela kelas semakin lebar. " Ransel Dora!!!" teriak Zeva.
Merasa ada yang memanggil, Ansel menoleh ke arah jendela. "ASTAGFIR......."
"Sssssttttt!!!!!" Zeva menaruh jari telunjuknya di depan bibir. " Jangan kenceng-kenceng suaranya, ntar ketahuan." ujar Zeva dengan memelototkan matanya kepada Ansel.
" Lo ngapain di situ?" tanya Ansel yang juga berbisik.
" Biasa telat." Ucap zeva dengan wajah biasa saja. "Nih, Ambil tas gue dulu. Gue mau ketoilet bentar, kebelet pipis." dengan hati-hati, ia memasukan tasnya melalui jendela.
" Jangan lama-lama Zeva. Tadi Zidan sama bu Susi nyariin lo.ucap Ansel.
" Oke." Sahut Zeva sebelum pergi menuju toilet.
Zidan tersenyum simpul saat menemukan seseorang yang dicarinya baru saja keluar dari kantin. Ia sedang meneguk minumannya sambil berjalan tanpa memperhatikan sekitar. Ziva adalah sosok gadis yang selalu membuat naik pitam akibat tingkah bar-barnya yang aneh. Tidak di sekolah, di rumah , mereka selalu bertemu.
" Gotcha!!! "
Zidan merentangkan tangannya, bermaksud menahan langkah Zeva. Ia memukul botol minuman Zeva, sehingga membuat gadis itu tersedak minumannya sendiri.
" Uhuk! Uhuk! " Zeva menjauhkan botol itu, lalu menutupnya. Tangan kirinya mengusap hidungnya yang basah. " Gila lo, ya? " Bentaknya kepada Zidan yang sedang tertawa atas nasib Zeva.
" Makanya , kalau minum itu sambil duduk bukan sambil jalan." ucap Zidan tanpa rasa bersalah, Zidan mendekatkan wajahnya ke depan wajah Zeva. "Enak, kan?" Ujarnya.
Zeva membalik botol itu, lalu memukulnya ke kepala Zidan. Cowok itu pun meringis kesakitan akibat pulan Zeva sambil berkata. " Sakit, Anjir!!!!" ujarnya sambil mengusap kepalanya.
" Bodo amat!!!! " kata Zeva dengan cuek. Baru saja hendak beranjak, tiba-tiba tangannya dicekal oleh Zidan.
" Mau kemana lo? " tanya Zidan tanpa melepaskan cekelan tanganya.
" Ke kelas lah, bego. Lo pikir, gue mau kemana lagi? " Balas Zeva dengan jutek. Saat ingin melangkahkan langkahnya, tapi lagi-lagi cowok itu menahannya. Kali ini lebih parah, Zidan menarik ujung rambut Zeva yang di kuncir, sampai membuat Zeva memekik dengan keras.
" Barengan. Ntar lo kabur lagi." ucap Zidan, lalu berjalan mendahului dengan masih menarik rambut Zeva. Satu tangan Zidan lainnya di masukan ke saku celana.
Zeva meringis sambil memukuli punggung Zidan. " Lepasin dulu, woy!!! Lo pikir gue hewan ternak apa, segala di tarik-tarik gini.!!" ujar Zeva sewot.
Namun Zidan mengabaikannya. Dirinya tetap berjalan penuh karisma melewati segerombolan adik kelas yang memakai seragam olahraga. Mereka menatap Zidan dengan terkagum-kagum tanpa berani menyapanya. Zidan terkenal cuek dan sering melontarkan kata-kata pedas di lingkungan sekolahnya.
Tapi, sikap cueknya tidak berlaku kepada gadis manis di belakangnya itu. Sebenci apa pun dirinya kepada Zeva, ia tidak bisa mengabaikannya. Bukan karena suka, tapi karena Zeva seru untuk di jahili. Ia adalah gadis yang aktif, ceria dan sedikit lola alias loading lama, terlebih lagi dalam pelajaran akademik.
" ZIDAN!!!!!!!!!!! " pekikan keras Zeva mengema di koridor SMA Cendrawasih, membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian lagi. " Lepasin dulu!!! Gue janji nggak bakalan kabur , kok, Suerr!!!!!" Ucap Zeva dengan tatapan memohonnya.
Hembusan nafas lega terdengar dari Zeva saat Zidan sedikit melonggarkan tarikannya. " Jaminannya apa kalau lo nggak bakalan kabur ?" tanya Zidan sambil membalikkan tubuhnya.
Zeva sedikit mengerucutkan bibirnya, memikirkan sesuatu. Sesaat kemudian, ia tersenyum manis.
" Gini." Gadis itu meraih tangan Zidan, lali menyatukan jari-jari tangan mereka, ia mengangkat keduanya sambil tersenyum manis." Kalau gini, gue gak bisa kabur lagi, kan?" ucapnya tanpa memudarkan senyum manisnya.
Tanpa menunggu balasan dari Zidan, Zeva berjalan sambil mengayun-ayunkan tangannya dan sambil bersenandung pelan.
Zidan yang memperhatikan rambut Zeva yang bergoyang ke kanan dan ke kiri. Tanpa sadar tersenyum , dan tatapanya beralih menunduk untuk melihat tangannya yang di genggam erat oleh Zeva.
Langkah Zeva terhenti. Ia menoleh dan mendapati Zidan yang tersenyum sambil menatap genggaman tangan mereka. " Kenapa, lo?" ucapnya merasa penasaran.
Zidan yang tertangkap basah pun langsung melepaskan genggamannya dan membuang muka ke samping dan berdehem untuk menghilangkan rasa gugupnya.
" Ngapain berhenti? Cepat jalan lagi!!!" ucap Zidan tanpa ingin menjawab pertanyaan Zeva.
Zeva mendelik. " Dih, nggak jelas!" ia kembali meraih tangan Zidan tapi segera di tepis oleh Zidan.
" Nggak usah pegang-pegang!!!" ujarnya dengan ketus dan jutek.
" lah? Kan , biar gue nggak kabur, Gimana sih?" ujar Zeva dengan heran reaksi Zidan.
Zidan membalikan tubuh Zeva, memegang kedua sisi kepalanya dari belakang. Gini aja." pintanya.
Mata Zeva sukses di buat melotot. Ia tak bisa menoleh kemana pun karena kepalanya di tahan seperti itu, tap__"
" Bisa diemkan?" ucap Zidan.
Zidan menghela nafas pelan. Perasaan gugupnya ini membuat dirinya merasa konyol. Bisa-bisanya ia tersenyum hanya karena tangannya di genggam oleh Zeva yang notabennya adalag orang yang ia blacklist dari kisah percintaannya.
Akhirnya mereka pun sampai di depan kelas. Baru saja keduanya ingin mengetuk pintu, suara teriakan yang tidak asing lagi bagi keduanya terdengar tepat di belakang mereka.
" Bukannya masuk kelas, malah pacaran. Ikut bapak ke ruang Bk sekarang juga."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!