NovelToon NovelToon

Biao'S Lovers

Prolog

Lanjutan kisah Biao di Mafia's in Love. Bisa baca Part Bonus 1-50 jika mau tahu awal mula ketemu Sharin dan Biao. Terima kasih

San Fransisco, Amerika Serikat.

Seorang pria berjas hitam tampak berdiri di depan jendela kaca dengan satu senyuman kecil. Jantungnya berdebar tidak karuan. Sebentar lagi, ia bisa melihat wajah wanita yang ia cintai dari jarak yang cukup dekat. Sudah cukup ia memendam kerinduan ini.

Hatinya seakan berontak untuk selalu menunggu. Ia ingin memulai perjuangannya untuk mendapatkan hati dari wanita yang sangat ia cintai itu. Wanita yang sudah membuatnya mengenal cinta. Disaat pria itu tidak pernah percaya dengan cinta.

"Kita akan segera bertemu. Setelah ini segala tawa ataupun kesedihanmu akan menjadi bagian dari hidupku."

Di sisi lain.

Seorang wanita terlihat menghela napas panjang sebelum menarik pintu bertuliskan ‘Ruangan Presdir’. Pintu besar itu terlihat sangat kokoh dan mewah. Hanya dari pintunya saja sudah bisa membuat semua orang untuk membayangkan penghuni di dalamnya. Jantungnya berdebar dengan begitu cepat. Hari ini ia tidak merasa melakukan kesalahan apapun. Tapi kenapa, pimpinan tertinggi perusahaan itu harus memanggilnya secara khusus seperti ini.

Tangannya berkeringat hingga meninggalkan lembab di handle pintu yang sempat ia pegang. Ia menarik napas sekali lagi sambil berusaha untuk mengatur debaran jantungnya yang kini tidak lagi karuan. Rasanya sudah seperti seorang narapidana yang akan segera menjalani hukuman mati.

Wanita itu melangkahkan kakinya dengan hati-hati ke dalam ruangan yang serba luas itu. Suasananya terlihat sangat elegan dengan penataan yang cukup rapi. Bisa di bilang, kalau ruangan itu bermula dari campur tangan desainer terkenal. Perabotan yang ada juga kelas tinggi yang di pesan secara khusus dengan bentuk yang cukup langkah.

Aroma ruangan itu juga di pilih dengan aroma Vanilla yang begitu menenangkan. Ia merasakan perasaan yang aneh ketika masuk ke ruangan bercat abu-abu putih itu. Matanya terpejam beberapa detik sebelum ia tersadar dengan tujuannya masuk ke dalam ruangan itu.

Tatapan matanya terhenti pada sosok punggung pria yang saat itu mengenakan jas hitam dan celana katun hitam. Dari postur tubuhnya, wanita itu merasa tidak asing dengan sang pemilik tubuh. Dengan cepat ia menghilangkan nama pria yang sejak tadi memenuhi isi kepalanya.

Seorang pria yang biasa di sapa ‘Presdir Bo’ itu kini menatap ke arah jendela. Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana. Entah kenapa suasana tiba-tiba berubah hening dan begitu mencekam.

Berdasarkan info beberapa karyawan yang pernah bekerja di perusahan itu. Kalau presdir Bo adalah orang yang sangat kejam dan tidak memiliki belas kasih. Memiliki mata hitam yang cukup indah namun dapat membunuh. Memiliki alis terukir indah namun terlihat seperti pedang yang bisa menyayat hati. Tidak hanya itu.

Pria yang kini di hadapi wanita itu terkenal dengan orang yang sangat sulit tersenyum. Tidak ada satu orangpun di perusahaan itu yang pernah melihat pria itu tersenyum. Mendapatkan senyuman dari presdir Bo itu sama saja seperti memenangkan lima proyek besar sekaligus dalam waktu satu hari. Hal yang mustahil!

Wanita itu menghirup udara yang ada di ruangan sekali lagi sambil berusaha untuk menetralkan debaran jantungnya. Rasa takut yang sejak tadi memenuhi isi hatinya juga perlahan telah hilang. Kini saatnya ia mengeluarkan suara untuk menanyakan alasan pria itu memanggilnya.

“Selamat siang, Presdir Bo. Saya Sharin. Apa ada yang bisa saya bantu?” Sharin menunggu jawaban pria itu dengan debaran jantung yang semakin tidak normal.

“Saya dengar kau membuat kekacauan di lantai bawah sebulan yang lalu,” ucapnya tanpa mau menunjukkan wajah yang sebenarnya.

Sharin terdiam untuk mencerna kalimat atasannya itu. Ya, dia ingat. Kalau satu bulan yang lalu ia berkelahi dengan salah satu karyawan wanita di lantai bawah. Keributan itu juga cukup menghebohkan seisi perusahaan.

Tapi, masalah itu telah selesai. Sudah berlalu cukup lama juga. Bagaimana mungkin pria yang kini berdiri di hadapannya ingin membahas hal itu lagi. Hal yang sudah terjadi satu bulan yang lalu. Bahkan Sharin sendiri juga tidak lagi ingat dengan penyebab utama keributan waktu itu.

“Saya hanya membela diri, Presdir Bo.” Sebenarnya Sharin tidak mau terlihat seperti mencari alasan. Hanya saja, ia juga tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Masalah itu memang tidak harus di bahas lagi saat ini.

“Membela diri?” Suara pria itu terdengar kurang percaya dengan penjelasan Sharin. Dengan gerakan yang sangat tenang, Presdir Bo memutar tubuhnya. Kedua tangannya masih bertahan di dalam saku. Bola matanya yang hitam, benar-benar terlihat sangat menakutkan.

Sharin terbelalak kaget hingga mundur beberapa langkah. Pria yang kini ada di hadapannya adalah pria yang sama dengan pria yang pernah ia temui beberapa tahun yang lalu. Wajahnya sama. Tidak ada yang berbeda dari pria yang dulu ia temui dengan pria yang saat ini berdiri di hadapannya.

Namun, satu hal yang membuat Sharin bingung. Kenapa semua orang memanggilnya dengan sebutan Presdir Bo. Apa mungkin ia salah orang? Apa mungkin karena akhir-akhir ini ia sering memikirkan nama pria itu. Hingga membuatnya kini membayangkan pria yang sama. Tidak! Sharin cukup yakin dengan penglihatannya. Pria yang kini berdiri di hadapannya adalah pria yang sama.

“Paman tampan?” celetuk Sharin dengan napas tertahan. Jika benar ia salah orang. Mungkin beberapa jam kemudian namanya hanya tinggal nama. Masih untung kalau dirinya hanya di pecat. Bagaimana kalau pria yang berdiri di hadapannya pria yang cukup kejam. Bisa jadi ia akan kehilangan satu-satunya nyawa berharga yang ia miliki.

“Untuk karyawan berjabatan supervisor sepertimu,” ucapannya tertahan, “sebutan yang baru saja kau ucapkan itu terdengar cukup berani.” Pria itu berjalan ke arah kursi besar berwarna hitam mengkilat. Aroma maskulin tubuhnya tercium dengan begitu jelas, saat tubuhnya melewati tubuh Sharin yang masih mematung tanpa kata.

Sharin memejamkan mata sambil mengatur napasnya yang tidak lagi normal. Wanita itu memutar tubuhnya untuk memandang wajah atasannya yang arogan itu.

“Maaf, Presdir Bo. Saya hanya-”

“Saya belum mengijinkamu berbicara!” ucap Presdir Bo cepat. Pria itu menatap wajah Sharin lagi dengan tatapan yang cukup tajam, “Duduklah. Jika berdiri seperti itu. Terkesan kau atasannya saat ini.” Pria itu mengulurkan tangan untuk mempersilahkan Sharin duduk di depan meja kerjanya. Seperti tidak punya pilihan lain. Dengan wajah terpaksa, Sharin duduk dan memasang wajah manis.

Sejenak suasana berubah hening. Presdir Bo menyatukan jari-jarinya sebelum meletakkannya di atas meja. Kedua bola mata hitam itu tidak berkedip saat menatap wanita berkemeja putih yang kini ada di hadapannya. Rambut panjang yang cukup lembut serta bibir merah yang manis membuat Presdir Bo cukup terpesona.

Sharin mulai tidak nyaman dengan tatapan atasannya yang terlihat mesum itu. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa saat ini karena jabatannya sebagai bawahan. Lebih tepatnya karyawan biasa.

“Kau boleh pergi,” ucap pria itu sebelum memutar kursinya hingga membelakangi Sharin. Lagi-lagi perintah yang mendadak itu membuat Sharin cukup emosi.

Dengan senyuman terpaksa Sharin berusaha mengatur napasnya yang lagi-lagi terasa sesak, “Terima kasih, Presdir Bo.” Sharin menunggu beberapa detik. Ia tidak mau duduk kembali jika pria itu berubah pikiran. Setelah tidak mendapat jawaban sama sekali, Sharin beranjak dari duduknya lalu berjalan pelan menuju ke arah pintu. Sekali lagi ia putar tubuhnya untuk memastikan kalau pria itu benar-benar telah mengusirnya saat ini.

“Pria yang aneh. Dia sangat berbeda dari Paman tampan,” umpat Sharin di dalam hati sebelum menarik handle pintu untuk pergi meninggalkan ruangan itu.

Di dalam ruangan itu. Presdir Bo mengukir senyuman kecil dengan hati bahagia. Hatinya sangat senang karena bisa bertemu kembali dengan wanita yang telah mencuri hatinya.

“Sharin, kita akhirnya bertemu lagi. Kali ini kau tidak akan bisa menolakku lagi. Kau harus jadi milikku.” Pria itu menggeleng kepalanya dengan tawa kecil saat mengingat Sharin memanggilnya sebagai Paman Tampan, “Ia masih mengingatku hingga sekarang.”

**Seperti Biasa. Novel baru butuh banyak like... kalau Uda banyak aku lanjut bab selanjutnya.

Vote letak di Zeroun aja. di sini belum masuk rangking. Terima kasih**

Bab 1

Satu tahun yang lalu, Kota Sapporo.

Biao melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pagi ini, Biao tidak ingin terlambat untuk menemui Sharin. Satu buket bunga mawar berwarna pink sudah ada di jok samping. Bibir Biao mengukir senyuman indah saat membayangkan wajah cantik Sharin pagi itu. Tujuan mobil Biao saat itu adalah bandara. mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi. Biao ingin segera menemui Sharin untuk mengungkapkan perasaannya saat ini.

Beberapa menit yang lalu, Tama memberi tahu Biao kalau kini ia telah di bandara untuk mengantar Sharin. Sejak bangun tidur, Biao berpacu dengan perasaan yang kini ia rasakan. Antara ingin maju dan mundur. Biao masih ragu dengan perasaannya hingga membuatnya saat ini menjadi terlambat.

Setelah beberapa menit kemudian. Mobil Biao terparkir rapi di parkiran Bandar udara Okadama. Pria itu mengambil buket bunga yang sudah ia persiapkan untuk Sharin sebelum keluar dari dalam mobil. Kedua bola matanya mengitari sekeliling bandara yang terlihat ramai. Tanpa mau menunggu lagi, Biao berlari cepat untuk masuk ke dalam bandara.

Di dalam, Biao terlihat mencari-cari ke sana ke mari. Pria itu terlihat bingung dengan keberadaan Sharin. Hingga suara yang tidak asing meneriakinya dari jarak yang cukup jauh. Tama berdiri dengan Sharin di sampingnya. Pria itu melambaikan tangan agar Biao segera berjalan ke posisinya berada.

Biao kembali bernapas lega saat masih memiliki kesempatan untuk melihat wajah Sharin hari itu. Lagi-lagi Biao berlari agar segera tiba di hadapan Sharin. Hanya wajah Sharin yang menjadi pusat perhatiannya. Senyum indah dari bibir Sharin seperti sebuah magnet yang membuat tubuhnya terasa tertarik.

“Paman tampan,” ucap Sharin pelan dengan senyuman manisnya. Wanita itu menggoyang-goyangkan tubuhnya karena terlalu bahagia melihat Biao juga ikut mengantar kepergiannya.

“Sharin,” ucap Biao pelan saat ia sudah berada di hadapan wanita yang ia cintai itu.

Tama menghela napas sebelum melangkah mundur. Pria murah senyum itu tidak mau mengganggu kebersamaan singkat Biao dan Sharin.

“Ini untukmu.” Biao memberikan buket bunga itu kepada Sharin. Tatapan matanya sangat tajam. Ia tidak tahu harus memulai dari mana untuk mengungkapkan perasaannya saat ini.

“Bunga yang indah,” ucap Sharin sambil menerima bunga itu. Ia menghirup aroma bunga itu sambil memejamkan mata beberapa detik, “Terima kasih, Paman.”

Biao mengangguk pelan, “Sharin, ada yang ingin aku katakan padamu.”Wajah Biao kali ini berubah serius. Jantungnya berdetak dengan begitu cepat saat bibirnya berusaha untuk mengeluarkan kata-kata itu.

Sharin menatap wajah Biao dengan perasaan aneh, “Ada apa, Paman?”

“Sharin, setelah kau menyelesaikan studimu di amerika. Apakah kau mau menikah denganku?” ucap Biao mantap. Kini jantung Biao berdebar semakin tidak karuan. Bahkan ada buliran keringat yang kini membasahi dahinya. Biao terlihat seperti orang yang baru saja selesai mengikuti lomba lari.

Sharin cukup syok mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh Biao. Buket bunga yang ada di genggaman Sharin juga terlepas. Kelopak mawar berwarna pink itu berserak di bawah kaki Sharin.

“Maaf, Paman,”ucap Sharin saat melihat kelopak-kelopak mawar itu berserak. Wanita itu membungkuk untuk mengambil kembali buket bunga yang telah jatuh. Namun, dengan cepat Biao memegang lengan Sharin. Menahan tubuh wanita itu agar tidak mengambil bunga yang telah jatuh. Saat ini, jawaban Sharin yang jauh lebih penting jika di bandingkan buket bunga pemberiannya.

“Sharin.” Biao menahan kalimatnya. Sharin berdiri dengan posisi semula. Wanita itu menunggu kalimat selanjutnya yang akan di ucapkan oleh Biao. Ada rasa bahagia sekaligus bingung saat itu. Sharin sendiri juga tidak tahu harus berkata apa.

“Aku cinta padamu, Sharin. Aku gak tahu sejak kapan perasaan itu datang. Tapi, satu hal yang aku tahu. Kalau aku ingin menikah denganmu dan hidup berdua denganmu hingga maut memisahkan kita.”Wajah Biao benar-benar sangat serius pagi itu. Sorot matanya juga terpancar jelas kalau pria itu benar-benar bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Ada janji yang bisa di pegang Sharin jika ia memang menerima cinta Biao saat itu.

“Paman, maafkan aku.” Sharin memandang keadaan sekitar. Jam keberangkatan akan segera tiba. Sharin tidak ingin ketinggalan pesawatnya saat itu.

“Paman, aku tidak bisa menikah secepat itu. Setelah selesai dengan studiku nanti, aku ingin bekerja di salah satu perusahaan ternama. Menjadi wanita yang mandiri dan sukses. Aku belum mau memikirkan tentang pernikahan. Bagiku, pernikahan itu satu hubungan yang cukup mengerikan,” ucap Sharin pelan hingga suaranya nyaris tidak terdengar. Kepalanya menunduk dengan penuh rasa bersalah. Ia juga kurang yakin dengan kalimat yang baru saja ia ucapkan.

“Apa ini artinya kau menolakku, Sharin?” tanya Biao dengan wajah kecewa. Pria itu tidak pernah membayangkan kalau cinta pertamanya akan bertepuk sebelah tangan seperti ini.

“Maafkan Sharin, Paman. Tapi Sharin harus segera pergi.” Sharin berlalu begitu saja tanpa mau memberi tahu isi hatinya saat itu. Wanita itu bahkan tidak lagi mau memutar tubuhnya untuk memandang wajah Biao yang terakhir kalinya.

Biao mengepal kuat kedua tangannya hingga memutih. Menggertakkan gigi-giginya untuk menekan rasa sakit hati yang kini memenuhi hatinya. Napasnya berubah sesak saat membayangkan kembali penolakan Sharin terhadap dirinya.

Dengan tatapan nanar, Biao memandang buket bunga yang kini sudah tidak lagi utuh. Hal itu sama dengan perasaan hatinya yang saat ini hancur berkeping-keping. Dengan langkah yang cukup berat, Biao berjalan pergi meninggalkan Bandar udara itu.

“Aku suah pernah berjanji pada diriku sendiri. Kalau aku akan mengejar wanita yang sudah berhasil merusak hariku. Membuat pikiranku selalu mengingat namanya. Bahkan aku tidak akan menyerah sebelum kau menjadi milikku, Sharin.”

***

Biao mengukir senyuman saat membayangkan kejadian yang terjadi satu tahun yang lalu. Dengan cepat, Biao memutar kursi kerjanya yang berwarna hitam dan besar itu. Mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Di dalam ponsel itu ada banyak foto Sharin yang selama ini ia simpan.

Selama satu tahun terakhir ini Biao mengirimkan orang untuk menjaga dan melindungi Sharin dari bahaya. Tidak hanya itu. Bahkan setiap lelaki yang suka sama Sharin juga ia buat agar segera menjauh. Bagi Biao, Sharin hanya miliknya. Tidak ada satu orangpun yang boleh memiliki Sharin. Hanya dirinya yang berhak atas wanita berusia 21 tahun itu.

“Sharin, kau harus bertanggung jawab. Kau yang membuatku hingga seperti ini. Kau yang lebih dulu membuatku merasakan hangatnya cinta. Bahkan karena dirimu juga, aku mengerti kata bersabar demi mendapatkan cintamu.”

Biao memasukkan ponselnya ke dalam saku. Pria itu mengukir senyuman kecil saat membayangkan wajah bingung Sharin tadi. Sudah bisa di pastikan kalau kini Sharin mulai bingung mengenali dirinya. Bagaimanapun juga, Biao hanya merubah penampilan dan gaya bicaranya saja. Untuk urusan wajah, tidak ada yang berubah sama sekali. Sejak duu, penampilan Biao memang sudah pantas menjadi sosok pemimpin.

Like 500 aku tambah nanti siang. Like gratis ya reader...jangan pelit2 sama like...😘

Bab 2

S.G. Group, Amerika.

Di lantai yang cukup luas nan megah ada banyak karyawan wanita dan pria yang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Ada yang sibuk dengan layar komputernya. Ada yang sibuk ke sana kemari untuk mengantar berkas. Ada yang sibuk mengeprint atau foto copy. Namun, ruangan yang ramai itu kini terlihat sangat tenangdan tentram. Tidak ada suara apapun yang terdengar selain mesin yang sedang bekerja. Karyawan yang satu dengan yang lainnya lebih fokus dengan pekerjaanyang mereka miliki dari pada harus mengobrol hal yang tidak jelas.

Sharin menjatuhkan tubuhnya di sebuah kursi hitam yang berputar-putar. Wajahnya terlihat sangat kusut. Hal itu disebabkan oleh Biao yang sudah berhasil mengerjai dirinya. Kini isi kepala Sharin kembali di penuhi dengan nama Biao. Padahala, nama Pria itu sudah lama menghilang dari kehidupannya selama ini.

Sudah hampir dua bulan ia bekerja di S.G. Group yang kini sedang berkembang pesat di Amerika. Namun, sejak pertama kali bekerja di perusahaan besar itu. Sharin tidak pernah tahu wajah sang pemimpin utama. Satu-satunya hal yang ia tahu tentang pemimpin perusahaan itu adalah sosok pria yang memiliki karakter sangat dingin. Sharin tidak pernah menyangka kalau wajah pria itu mirip dengan pria bernama Biao. Paman tampan yang dulu sangat ia kagumi.

Sharin menyelesaikan studinya dengan prestasi yang cukup memuaskan. Nilainya lebih tinggi dari rekan sekelasnya. Sesuai janji Daniel sejak awal. Setelah Sharin berhasil menyelesaikan pendidikannya ia akan di terima bekerja di S.G. Group. Seperti satu keberuntungan yang tiada habisnya. Setelah Sharin berhasil menyelesaikan kuliahnya. Daniel membuka cabang di Amerika. Sharin juga bisa dengan mudah masuk ke dalam perusahaan S.G. Group. Tanpa harus berpindah negara dan jauh dari negara yang selama ini ia tinggali.

“Sharin,” ucap seorang yang sejak tadi memperhatikan Sharin. Wanita bermata abu-abu itu tampak curiga saat melihat perubahan wajah Sharin, “Apa kau baik-baik saja?”

Sharin mengukir senyuman kecil sebelum menghidupkan kembali layar komputer yang ada di hadapannya, “Aku baik-baik saja.”

“Bagaimana dengan Presdir? Apa yang terjadi hingga Presdir Bo memanggilmu ke ruang pribadinya?” tanyanya penuh selidik. Belum ada satu karyawanpun yang ada di lantai itu yang pernah masuk ke dalam ruangan presdir. Bisa di bilang, Sharin satu-satunya karyawan yang bisa berhasil masuk dan keluar dengan selamat.

“Presdir Bo ....” Sharin kembali membayangkan wajah dua pria yang memiliki wajah yang cukup mirip itu. Dengan cepat, kepalanya menggeleng cepat sebagai bentuk penolakan, kalau Biao dan Presdir Bo dua orang yang berbeda.

“Dia pasti bukan Paman tampan,” ucap Sharin pelan.

“Paman tampan?” tanya Amelia dengan dahi mengeryit.

Sharin tertawa kecil, “Maksudku Paman Tama. Aku sudah lama tidak menghubunginya.”

“Lalu bagaimana dengan Presdir Bo?”

“Tidak ada yang terjadi. Dia hanya menyuruhku duduk sebentar dan mengusirku dengan cepat. Aku juga tidak tahu, apa maksudnya.” Sharin mulai fokus dengan layar Komputer di hadapannya. Satu tangannya mengambil sebuah botol minum berwarna biru muda yang ada di atas meja. Sharin membuka tutup botol minum itu sebelum meneguknya secara perlahan.

“Apa dia menciummu, Sharin?” celetuk Amelia dengan senyuman menyeringai.

Sharin tersedak saat mendengar pernyataan konyol Amelia pagi itu, “Apa maksudmu, Amelia?” ucap Sharin dengan dahi mengeryit bingung.

“Ya, maksduku.” Amelia menahan kalimatnya dengan wajah takut-takut. Sorot mata Sharin detik itu terlihat cukup menyeramkan, “Bukankah itu sering terjadi di novel-novel. Seorang presdir atau Ceo meminta karyawan wanitanya datang ke ruangannya. Terus, karena melihat karyawan wanitanya cantik, ia mencium dengan paksa. Setelah itu mereka akan saing jatuh cinta dan menikah,” ucap Amelia dengan nada yang sangat pelan, bahkan nyaris tidak terdengar.

Sharin tertawa terbahak-bahak saat mendengar cerita aneh rekan kerjanya pagi itu. Ia tidak pernah menyangka kalau Amelia bisa berpikiran hingga sejauh itu. Sangat berbeda dengan isi pikirannya saat di ruangan Presdir tadi. Wanita itu justru mengira kalau ia akan kehilangan pekerjaannya atau mati karena terbunuh.

“Kenapa kau tertawa, Sharin?” tanya Amelia dengan wajah bingung.

“Ceritamu sedikit unik. Hanya saja, itu tidak akan mungkin terjadi dalam hidupku.” Sharin menggeleng kepalanya sambil menatap lembar kerjanya di layar komputer. Satu tangannya terlihat sibuk menggeser kursor dengan mouse yang ia genggam di tangan kanan.

“Sebaiknya kau kembali ke mejamu, Amelia. Aku tidak bisa membelamu terus-terusan jika nanti manager gemuk itu memergokimu lagi duduk di sini.”

Amelia tidak lagi mau mengeluarkan kata. Wanita itu terlihat memandang keadaan sekitar, “Sharin, bagaimana tipe pria yang kau suka? Apa pria seperti Presdir Bo itu adalah tipemu?” bisik Amelia. Wanita itu tidak ada habisnya untuk menggoda Sharin siang itu.

“Amelia ....” sapa Sharin dengan wajah tidak terbaca. Wanita itu sepertinya sudah mulai tidak suka dengan sikap kepo yang dimiliki rekan kerjanya.

“Ok, aku akan kembali bekerja.” Amelia lebih memilih kembali daripada harus mendapat omelan-omelan mengerikan dari Sharin.

Sharin menggeleng kepalanya pelan saat melihat Amelia mulai menjauh dari meja kerjanya. Tapi, di dalam hati yang terdalam, Sharin juga belum percaya kalau Biao dan Presdir Bo orang yang berbeda. Satu-satunya orang yang bisa ia mintai jawaban adalah Tama. Dengan cepat Sharin meraih ponselnya untuk menanyakan tentang Biao kepada Tama.

“Hallo, Paman Tama. Apa Paman sibuk?” ucap Sharin ragu-ragu. sudah cukup lama ia tidak pernah mau membahas tentang Biao dengan Tama. Tapi, kali ini dengan terpaksa ia menelpon Tama untuk mendapatkan kebenaran yang sejak awal ia curigai.

“Sharin, apa kau baik-baik saja? Kenapa kau menghubungiku setelah sekian lama menghilang.” Tama sudah tersenyum menyeringai di tempatnya berada. Pria itu sudah tahu, kalau sahabat terbaiknya sudah mulai melakukan satu tindakan untuk mendapatkan hati keponakan cantiknya itu.

“Aku baik-baik saja. Paman, apa Tuan Biao masih bekerja bersama Paman?” Sharin menggigit bibir bawahnya dengan satu jari yang kini di ketuk-ketuk di atas meja.

“Ya, masih. Apa kau mau berbicara dengannya? Hei, Biao ini Sharin,” ucap Tama meledek.

“Jangan-jangan, Paman. Jangan,” ucap Sharin cepat. Sharin memejamkan matanya beberapa detik.

“Sharin, apa yang sebenarnya ingin kau cari?” tanya Tama dengan nada bingung.

“Tidak ada. Aku hanya sedikit merindukan Paman saja. Selamat siang Paman.” Sharin memutuskan panggilan teleponnya secara sepihak. Melekatkan ponselnya di depan dada dengan wajah bingung. Jawaban Tama cukup meyakinkan dirinya kalau Presdir Bo dan Biao orang yang berbeda.

“Sudah ku duga sejak awal. Mereka berdua orang yang berbeda,” Sharin meletakkan ponselnya kembali di atas meja. Wanita itu kembai melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda dengan wajah serius. Melupakan teka-teki tentang Presdir Bo yang sejak tadi mengganggu pikirannya.

Ini hadiah bab karena Uda 500 like ya... terima kasih... like yg bnyk terus...ok reader😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!