NovelToon NovelToon

Author Almighty

Episode 1

"Selamat! Pengajuan ‘Misi Kepenulisan’ disetujui!"

Samar-samar terdengar suara aneh bernada prosais yang sepintas terdengar seperti robot laki-laki.

Gabrielle membuka paksa matanya yang masih terasa berat dan sedikit perih seperti tak cukup tidur. Lalu memejamkannya lagi.

"Sistem Editor diaktifkan!" Terdengar suara itu lagi.

"Berisik!" erang Gabrielle sembari membenamkan wajahnya ke bantal.

Tunggu dulu! pikirnya. Itu suara apa, sih?

Kedengarannya seperti pesan suara otomatis dari asisten google atau robot AI.

Apa itu dari ponselku?

Ia tak ingat pernah mengaktifkan nada dering yang terkoneksi dengan asisten google, apalagi memelihara robot AI. Ia bahkan tak mengaktifkan nada dering sama sekali. Ia selalu menyetelnya dalam mode getar sepanjang waktu.

Sekonyong-konyong penglihatannya memburam. Ledakan cahaya biru-putih berkedip disertai suara berderit seperti pergantian menit pada jam digital.

Lalu secara perlahan cahaya itu membentuk hologram mirip menu sistem dalam aplikasi game online.

Seketika Gabrielle mengangkat kepalanya dari bantal, mendongakkan wajah dengan tatapan nanar dan posisi tubuh masih tengkurap.

Ia meraba-raba sekitar, mencari-cari keberadaan ponselnya yang biasa ditaruh di atas nakas dekat kepala tempat tidurnya. Tapi nakas itu tampaknya kosong melompong. Bahkan buku-buku cerita pengantar tidurnya juga tidak berada di tempatnya.

Siapa yang memindahkan barang-barangku?

Gabrielle mengerjap-ngerjapkan matanya seraya menarik bangkit tubuhnya dan mengerutkan dahi, menautkan alisnya untuk mempertajam penglihatannya.

Tidak ada nakas!

Ia mengedar pandang ke sekeliling untuk melihat barang-barang lainnya. Laptop yang biasa bertengger di meja tulisnya juga tak ada. Bahkan mejanya juga ikut-ikutan raib entah ke mana. Dan kamarnya…

Hei, apa yang terjadi? pikirnya dengan terkejut. Tatapannya yang panik menyapu sekeliling.

Bola-bola cahaya berwarna-warni seukuran kelereng beterbangan di sekelilingnya, menutupi penglihatannya.

Angin kencang menerpa tubuhnya yang menelungkup di atas gundukan empuk sekaligus padat yang terasa hangat di telapak tangannya.

"Dari mana kau muncul?" Suara seorang pria asing membuatnya terperanjat.

Gabrielle mengedar pandang dan terperangah.

Seekor kuda berbulu hitam mengkilat mendengus di atas kepalanya.

Apa kuda ini baru saja bicara padaku? pikirnya tak yakin. Aku pasti sudah gila!

"Hei, aku bicara padamu!" Suara itu sekarang terdengar di bawahnya. Begitu menggelegar hingga tubuhnya turut berguncang.

Gabrielle menjatuhkan pandangannya ke bawah dan terkesiap.

Seraut wajah lancip seorang pria menatapnya dengan mata terpicing.

Gabrielle tersentak dan tergagap-gagap. Pria itu terlalu tampan dari yang dapat ia bayangkan hingga ia hanya terpukau.

Di langit, neraka dan dunia manusia, sungguh, hanya dapat dikatakan sempurna! katanya dalam hati.

Usianya kira-kira tiga puluh tahunan. Mungkin juga lebih muda. Wajahnya kental Asia. Mata rubah, hidung mancung, bibir tipis dan dagu lancip, semuanya itu mengingatkan Gabrielle pada boneka migi atau karakter anime 3D.

Rambut panjangnya yang hitam mengkilat selurus penggaris memburai di sekeliling kepala pria itu. Sebagian rambut itu disanggul kencang di puncak kepala dengan ditunjang mahkota rambut dari emas. Pakaiannya aneh seperti kostum pengawal bayangan dalam film-film anime, sejenis hanfu yang dipadu dengan jubah dan rompi armor serba hitam berhias pelindung bahu dan pelindung tangan dari baja hitam.

Apa yang terjadi? pikir Gabrielle.

Kenapa aku bisa bersama seorang pria asing dengan kostum konyol anime fantasi timur?

"Sss---siapa kau?" tanyanya terbata-bata.

Dilihat dari ciri-cirinya, pria itu juga sedikit mirip dengan tokoh dalam novelnya.

Tapi tokoh-tokoh dalam novelnya fiktif semua. Tak mungkin muncul di dunia nyata, kan? pikirnya. Apa aku sedang bermimpi?

Pria itu memicingkan matanya, “Bisakah kau turun dulu?"

“Turun?” Gabrielle mengerutkan keningnya.

“Turunlah dari perutku?" Pria itu menandaskan.

“Hah?” Gabrielle tersentak menyadari tubuhnya ternyata menindih tubuh pria itu sejak tadi, buru-buru ia menggelinding turun dan sungguh kalang kabut. Ia bisa merasakan wajahnya berubah pucat atau kemerahan. Mungkin juga kedua-duanya.

Gabrielle mengedar pandang sekali lagi.

Pemandangan di sekitarnya terlihat seperti hutan liar dengan pohon-pohon besar tinggi menjulang bertabur serbuk cahaya berwarna-warni yang berkilauan dan berterbangan seperti kawanan kunang-kunang. Menjadikan semuanya terasa seperti bukan dalam kenyataan.

Aneh sekali! pikirnya. Kenapa rasanya tempat ini juga seperti tempat berburu monster spiritual dalam novelku?

“Ini di mana?” tanyanya tergagap-gagap. “Kenapa aku bisa ada di sini?”

Pria itu beringsut sambil mengernyit, menopangkan kedua siku tangannya untuk menyangga tubuhnya, tapi tidak segera bangun dari tempatnya. Dalam posisi antara setengah duduk dan setengah terlentang, ia menatap Gabrielle dengan dahi berkerut-kerut, lalu mendongak menatap langit sambil menudungi matanya dengan sebelah tangan. “Kurasa kau baru jatuh dari langit,” katanya sekenanya.

Wah! Daya khayalnya ternyata sama konyolnya denganku! pikir Gabrielle sembari mendelik ke arah pria itu. Ia mencoba mengingat-ingat bagaimana bisa ia sampai di tempat ini. Tapi tak ada yang bisa diingat.

Lalu tiba-tiba suara lain mengusiknya.

"Panduan diaktifkan!"

Suara robot itu lagi!

Itu pasti suara ponsel! Gabrielle menyimpulkan. Tapi ponsel siapa?

Gabrielle kembali mengedar pandang, mencari-cari keberadaan ponselnya. "Mana ponselku?" tanyanya sambil meraba-raba sekitar. Menyisir seluruh tempat dengan lirikan matanya.

Pria itu menarik duduk tubuhnya kemudian mengamati Gabrielle dengan seksama. “Wajahmu cantik juga!” katanya tanpa ekspresi. “Apa kau bidadari yang dibuang dari surga?” Ia mengusap dagunya dengan buku jarinya sambil menggulirkan bola matanya ke bawah.

Gabrielle mengerjap dan menelan ludah. Kemudian menurunkan pandangannya mengikuti lirikan mata pria itu.

“Pakaianmu aneh sekali!” Pria itu berkomentar.

Gabrielle spontan melotot.

Tiba-tiba pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Gabrielle. “Tapi… sebenarnya kau ini pria atau wanita?”

Gabrielle memundurkan wajahnya menjauhi pria itu.

Lalu secara tiba-tiba dan tanpa peringatan, pria itu mencengkeram sebelah dada Gabrielle dan meremasnya.

“Hey—” Gabrielle terpekik dan menepiskan tangan pria itu seraya beringsut menjauhinya. “Bajingan mesum sialan!” umpatnya sembari melompat berdiri.

Pria itu menyeringai dan beranjak dari tempatnya. “Kau yang melompat ke pelukanku dan menindihku,” katanya sambil memperbaiki letak pedang yang menggelantung di ikat pinggangnya. “Siapa yang bajingan mesum sialan di sini?” cemoohnya tanpa ekspresi. Kemudian menutupi kepala dan sebagian wajahnya dengan kain hitam yang meliliti lehernya, dan menghampiri kudanya. “Kalau kau ingin merampokku, kusarankan gunakan senjata yang lebih baik,” sindirnya bernada sinis.

Bola mata Gabrielle bergulir mengikuti gerakan pria itu.

“Wajah cantikmu takkan mempan padaku!” Pria itu menandaskan. Lalu dengan acuh tak acuh menaiki kudanya.

Gabrielle masih memelototinya dengan campuran rasa kesal dan bingung.

Pria itu menghela kudanya dan pergi begitu saja.

“Tunggu!" Gabrielle mencoba menahannya. "Ini di mana sebenarnya?"

Pria itu tak menggubrisnya.

“Hey—apa aku mengizinkanmu pergi?” teriak Gabrielle semakin keras.

Pria itu mengerang kesal, kemudian memutar kudanya dan kembali lagi. Lalu berhenti di dekat Gabrielle, dan sebelum gadis itu menyadari apa yang terjadi, pria itu tahu-tahu sudah menghunus pedang dan mengarahkannya ke tenggorokan Gabrielle.

Gabrielle menelan ludah dan terbelalak. Dia tak benar-benar ingin membunuhku, kan? pikirnya dengan ngeri.

Diamatinya mata pedang itu dengan tatapan nanar. Lalu mengamati mata rubah pria itu yang berkilat dingin. Ya, katanya dalam hati. Dia benar-benar ingin membunuhku. Kelihatan sekali bahwa dia takkan segan-segan melakukannya.

Lalu dengan terpaksa gadis itu pun mengangkat kedua tangannya di sisi bahu.

Ledakan cahaya putih-biru kembali mengusiknya, disusul suara robot yang membosankan.

Waktu terhenti!

Dunia di sekitarnya mendadak beku.

Apa yang terjadi?

"Berhasil memindai," kata suara robot itu lagi, dibarengi dengan munculnya gambar hologram—bahkan pada saat Gabrielle mengerjapkan matanya. “Dewa Bintang Utara, Dewa Bintang Takdir Bei Tang Moran, Ketua Paviliun Reinkarnasi!”

Apa katanya? pikir Gabrielle terkejut. Dewa Bintang Utara?

“Benaran Bei Tang Moran?” pekik Gabrielle tak percaya. “Dewa Bintang Takdir?!”

Mustahil! tepisnya dalam hati. Itu hanya tokoh fiktif dalam novelku!

"Berhasil masuk ke dunia buku. Tidak ada yang curiga. Pemeriksaan sekitar normal. Lokasi: Hutan Musim Panas Nan Guang, Hutan Lindung Kekaisaran Liji, tempat berburu monster spiritual para bangsawan Lijingguo. Nomor misi kepenulisan: 64BR1ELLE. Judul buku: ALMIGHTY. Nama pena: PENULIS KEPARAT. Poin B pertama: 100."

Misi kepenulisan?

Almighty?

Tidak! Gabrielle menyadari. Aku tidak sedang bermimpi!

Ini adalah misi kepenulisan yang kuajukan.

Hanya saja…

Ia tidak mengira misi kepenulisan itu ternyata dikirim ke dalam novel.

Mengirim penulis ke dunia buku… bukankah terdengar tak masuk akal?

Bagaimana mereka melakukannya?

Kalau benar aku dikirim ke dunia buku…

Berarti pria ini…

Episode 2

Gabrielle van Kohen, adalah seorang penulis cerita fantasi di sebuah aplikasi novel online yang cukup populer, namun sayang karyanya tak pernah ikut populer.

Usianya dua puluh tahun, berambut ikal gelombang berwarna cokelat madu dengan iris mata cokelat keemasan. Ia menggelung rambutnya dengan sumpit yang dicuri dari restoran.

Selain pria cantik berambut gondrong, Gabrielle tergila-gila pada karakter cewek jagoan tipe tentara dalam game online dan berharap bisa menjadi seperti salah satu dari mereka.

Jadi, ia memakai baju yang sama setiap hari: celana gunung kamuflase dan T-shirt ketat berwarna hitam, parka loreng di malam hari, baju tebal berkerah tinggi di musim dingin dan sepatu bot setinggi lutut.

Nama penanya: Penulis Keparat.

Judul novelnya: Almighty.

Bercerita tentang para dewa senggang, di mana semua tokoh pria digambarkan cantik dan gondrong---kriteria pria idamannya!

Total cerita seratus halaman dengan masing-masing halaman tidak kurang dari seribu kata. Ia juga rajin update dan tak pernah mangkir walau hanya satu hari. Ia sudah mengikuti standar kepenulisan yang direkomendasikan, tapi level karyanya tetap nol dan pembacanya hampir-hampir tak ada, kecuali sesama penulis yang diam-diam mengintip hanya untuk mengutip, atau sejumlah akun palsu yang khusus menghujat. Sisanya hanya segelintir penulis licik yang tidak jujur yang sekonyong-konyong meminta feed back atau sekadar mampir hanya untuk spam promo.

Mereka sungguh tidak ada takut-takutnya!

Novel ini sekarang sudah tag tamat, dan popularitasnya tidak meningkat.

Ia sudah melakukan banyak promo di hampir semua media sosial, mengikuti saran penulis lain, mengikuti trending paling populer di beranda dan berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan.

Tapi tidak berubah.

Apa yang salah?

Gabrielle benar-benar tak habis pikir!

Ia tak ingin tahu soal adanya kemungkinan pemboikotan. Jadi ia memutuskan untuk mencari dukungan langsung dari editor.

Tapi untuk bisa terhubung dengan editor, pertama-tama ia harus mencari akun official editor dan mengikutinya.

Kemudian menunggu!

Setelah saling mengikuti, setidaknya ia harus berpartisipasi dalam sebuah event atau misi kepenulisan, baru bisa mengirim pesan, itu pun harus menggunakan format dan tagar khusus seperti: [Event Khusus] atau [Misi Kepenulisan].

Tapi karena yang ia harapkan adalah perlakuan khusus---mendapatkan bimbingan langsung dari editor, maka ia sedikit berimprovisasi. Jadi format pesannya dibuat menjadi: [Event Khusus] [Misi Kepenulisan] [Novel: Almighty] [Bimbingan Khusus dari Editor], dan…

Kembali menunggu!

Sehari…

Dua hari…

Tiga hari…

Dan akhirnya seminggu lebih.

Menunggu dan terus menunggu, sampai tiba saat balasan itu akhirnya masuk ke akunya…

Ia malah ketiduran!

Lalu entah bagaimana…

Tiba-tiba ia terbangun di tempat yang salah, dikejutkan oleh ledakan cahaya biru-putih yang menyilaukan dan suara aneh bernada prosais yang sepintas terdengar seperti robot laki-laki.

Dan…

Di sinilah ia sekarang!

Dikirim ke dunia buku yang ditulisnya sendiri.

Tapi sebagai apa?

Dalam novel-novel fantasi bertema transmigrasi, seseorang yang dikirim ke dunia buku biasanya akan merasuki tubuh salah satu tokoh yang paling lemah untuk mengubah takdirnya.

Gabrielle membolak-balik kedua tangannya, meraba-raba beberapa bagian tubuhnya, dan memeriksa dirinya.

Celana gunung kamuflase dan T-shirt ketat lengan panjang berleher tinggi berwarna hitam dan sepatu bot setinggi lutut.

Tidak ada yang berubah!

“Sudah kubilang aku hanya bermimpi!” dengusnya pada diri sendiri.

"Misi ini menerapkan prinsip: Lakukan jika bisa. Tak bisa, terima nasib!"

Gabrielle terbelalak menatap layar transparan yang mengambang di depan matanya.

Layar itu menghalangi sebagian besar penglihatannya seperti kacamata warna biru.

Layar transparan ini rupanya tertanam di kornea mataku! Ia menyadari.

"Kami memberikan pengalaman terbaik dalam menjelajahi buku, memberikan kesempatan kepada semua penulis dan memberikan nilai yang sesuai menurut potensi masing-masing karya. Semoga Anda dapat mengubah penilaian buruk menjadi penilaian baik untuk buku Anda, mengoreksi kekurangan, merevisi kesalahan dan mendapatkan lebih banyak views. Ingin populer tingkat dewa, Anda harus menjadi Author Dewa!”

Suara itu juga tampaknya tertanam di telinganya, terdengar begitu lekat seakan ia sedang mengenakan handsfree.

Ini terlalu nyata untuk dikatakan sebagai mimpi! pikirnya.

“Jadi… aku di sini sebagai apa?" Gabrielle bertanya pada Sistem Editor. “Dan apa kau bilang tadi? Author Dewa? Kau sedang mengejekku?”

Alih-alih menjawab pertanyaannya, Sistem Editor malah menghilang.

Waktu berjalan…

Dan Gabrielle masih mengumpat mengutuki Sistem Editor hingga tak sadar seorang pria sedang menodongkan sebilah pedang di tenggorokannya. “Betul-betul sialan!”

“Siapa yang kausebut sialan?” geram pria itu sembari menekankan mata pedangnya semakin dalam ke tenggorokan Gabrielle.

Gabrielle langsung terdiam. Tidak salah lagi, katanya dalam hati. Pria ini memang Bei Tang Moran. Antagonis pria dalam cerita. Berwajah dingin, tak berperasaan, dan tidak masuk akal.

Di dunia ini, yang paling kejam dan berdarah dingin adalah dia!

Di sepanjang cerita, kemunculannya selalu misterius.

Di setiap tempat, identitasnya berubah-ubah. Kadang tampil sebagai tabib dewa yang baik hati, kadang melintas sebagai penolong misterius---mengenakan topeng setengah wajah atau masker ketat warna hitam dengan tudung kepala, seperti karakter assassin dalam game online.

Terakhir, dia muncul sebagai Penghulu Malaikat yang khusus menjemput jiwa protagonis pria.

Sepak terjangnya memang dirancang untuk mengecoh para pembaca.

Tujuan utamanya adalah mengolah esensi jiwa tokoh utama pria dan menunggu kultivasinya hingga benar-benar matang untuk kemudian direnggut kedewaannya.

Tokoh utama pria dalam cerita ini adalah seorang dewa penguasa tertinggi yang digulingkan dari tahtanya di Langit Di Luar Langit, disebut Dewa Buangan. Kaisar dewa bintang timur yang dibuang ke alam fana, melewati enam jalur reinkarnasi dan menjalani tiga putaran kehidupan di alam fana. Kisah tiga putaran kehidupannya di alam fana ditulis oleh seorang dewa bintang takdir bahari di alam spiritual, Ketua Paviliun Reinkarnasi, disebut juga Bintang Kesepian karena takdirnya sebagai penjaga abadi enam jalur reinkarnasi, di mana kesendirian adalah bagian dari hidupnya.

Si penulis takdir ini sejenis musuh dalam selimut, ia menjadi penyelamat pada awalnya, membantu pertumbuhan jiwa sejati protagonis pria dan melindunginya secara rahasia selama tiga putaran kehidupan protagonis pria, tapi lalu merebut esensi jiwa protagonis pria di akhir putaran kehidupannya, untuk kemudian dipersembahkan kepada penguasa alam spiritual, untuk ditukar dengan kebebasannya dari kutukan takdirnya sebagai Bintang Kesepian.

Aksi penyelamatannya hanya upaya untuk menyingkirkan semua oknum yang bisa merusak rencananya.

Dan aku sungguh celaka! ratap Gabrielle dalam hatinya. Baru masuk cerita sudah bertemu tokoh penjahat!

“Sistem!” Gabrielle mencoba memanggil Sistem Editor. “Kalau terjadi kesalahan dalam misi ini, nyawaku takkan terancam, kan?” tanyanya dengan cemas.

“Hanya tokoh utama yang tidak akan mati!” jawab suara pria robotik itu.

“Habislah!” erang Gabrielle putus asa.

Tak disangka aku akan mati dengan cara seperti ini, ratapnya dalam hati.

Terbunuh dalam dunia buku!

Terbunuh dalam dunia novel yang kuciptakan sendiri!

"SEORANG PENULIS TERBUNUH DALAM NOVELNYA SENDIRI!”

Belum apa-apa, ia sudah memikirkan judul yang tepat untuk berita kematiannya.

Betul-betul miris!

Tapi…

Benarkah aku akan kembali ke dunia asalku kalau aku mati dalam dunia buku?

Dalam keadaan hidup atau mati?

Tiba-tiba sebuah gagasan melintas dalam benaknya. “Sistem!” panggilnya sekali lagi.

Layar monitor akhirnya berderit dan terbuka lagi.

Waktu kembali terhenti. Dunia di sekitar Gabrielle membeku sekali lagi.

“Apa yang akan terjadi kalau aku mati di dunia buku?” tanya Gabrielle.

“Game over di level dasar, Misi Kepenulisan dianggap gagal.” Sistem Editor menerangkan.

Tapi bukan itu sebenarnya tujuan Gabrielle!

Ia tahu, bahwa saat Sistem Editor menyala, dunia di sekitarnya akan membeku. Jadi ia memanfaatkan kesempatan itu untuk membebaskan diri. Ia sengaja menanyainya untuk mengulur waktu.

Selagi Sistem Editor menerangkan, diam-diam Gabrielle melangkah mundur menjauhi mata pedang yang ditodongkan ke lehernya.

"Peringatan OOC! PERINGATAN OOC!" Sinyal peringatan Sistem Editor mendengking di telinganya, bersamaan dengan keredap cahaya putih-biru hologram yang berkedut-kedut.

OOC artinya di luar peran.

“Rrrrgh!”

Episode 3

"Anda berada di level dasar! OOC dibekukan!" Sistem Editor memperingatkan. "Segala tindakan yang tidak sesuai akan mengurangi poin B!”

Gabrielle berhenti dan mengerang. “Memangnya kenapa kalau Poin B berkurang?” tanya Gabrielle sedikit kesal.

“Poin B adalah daya hidup Anda dalam dunia buku. Jika Poin B Anda habis, game over!”

Gabrielle menggeram dan menggertakkan giginya. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. “Kalau aku mati di sini, bukankah hasilnya sama saja?” semburnya tak sabar.

“Meninggalkan takdir peran, Sistem akan menghapus akun sebagai hukuman!”

“Hapus tinggal hapus!” dengus Gabrielle tak peduli. “Memangnya siapa yang mau mati konyol di dalam dunia buku?”

“Saat menghadapi kesulitan, Anda dapat menukar Poin B dengan senjata atau solusi!”

Mata Gabrielle spontan mengerjap dan membulat. “Benarkah?”

Sistem Editor berderit dan berkedip, memperlihatkan daftar solusi, senjata dan kemampuan.

"Whoa! Ada menu kekuatan juga?" Gabrielle terperangah dengan takjub. "Kalian game online RPG?"

"Karena Anda masih di level dasar, sistem mengunci kemampuan tinggi! Anda dapat membuka kunci kemampuan dengan mengumpulkan poin B, berkontribusi dalam cerita dan membuat pencapaian.”

“Boleh juga!” gumam Gabrielle sembari mengusap dagu dan bersedekap.

“Anda juga dapat menghilangkan OOC setelah mencapai level tertentu. Mengendalikan alur dan mengubah akhir cerita.” Sistem Editor menambahkan. “Silahkan tentukan sekarang!” Sistem Editor menawarkan pilihan. “Kembali ke posisi Anda atau Anda kehilangan kesempatan dan akun Anda, bahkan nyawa Anda?”

“Apa?” Gabrielle spontan merongos. “Misi ini juga mempertaruhkan nyawa?”

“Mati di dunia novel sebelum tamat cerita, Anda tidak bisa kembali ke dunia nyata.” Sistem Editor menjelaskan. “Hanya dengan bertahan sampai akhir cerita, baru Anda bisa keluar hidup-hidup dari dunia buku.”

“Apa?!”

“Ada dua cara untuk bertahan sampai akhir cerita.” Sistem Editor menambahkan. “Yang pertama, mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya untuk ditukar dengan segala macam keperluan hidup Anda di dunia novel. Yang kedua, menjadi tokoh utama dalam cerita, karena sistem perlindungan otomatis hanya akan bekerja pada tokoh utama.”

“Jadi aku juga bisa menjadi tokoh utama?” Semangat Gabrielle kembali timbul.

“Bisa!” jawab Sistem Editor.

“Bagaimana caranya?” tanya Gabrielle penasaran.

“Ada tiga cara untuk menjadi tokoh utama: pertama, menjadi pasangan tokoh utama pria. Kedua, menggantikan tokoh utama menjadi Almighty. Ketiga, mengumpulkan nilai kesukaan dari tokoh terdekat dalam cerita.”

“Nilai kesukaan dari tokoh terdekat?” Gabrielle tak mengerti.

“Saat ini, tokoh terdekat Anda dalam cerita adalah Bei Tang Moran. Nilai ikatan Anda dengannya sekarang 0%.” Sistem Editor memberitahu. “Jalin ikatan dan dapatkan nilai kesukaan hingga 100%, baru Anda bisa menjadi tokoh utama!”

“Lalu… berapa nilai kesukaan Bei Tang Moran padaku sekarang?” Gabrielle bertanya lagi.

“Nilai kesukaan Bei Tang Moran pada Anda saat ini adalah -200%!”

“APA?!” Gabrielle hampir menjerit. “Minus dua ratus persen?!”

“Segala tindakan Anda akan mempengaruhi nilai ikatan dan kesukaan dari tokoh terdekat.” Sistem Editor menambahkan. “Setiap nilai ikatan dan kesukaan mendapat poin. Poin B Anda sekarang -90!”

“Minus lagi?” Gabrielle mengerang putus asa. Kedua bahunya menggantung lemas di sisi tubuhnya.

“Jangan khawatir!” Sistem Editor menenangkan. “Anda masih memiliki senjata dan kekuatan gratis. Apakah Anda ingin menggunakannya sekarang?”

“Coba lihat dulu, apa yang bisa digunakan sekarang!” kata Gabrielle sambil menekan daftar kekuatan dan senjata gratis!

SLASH!

Sebuah benda logam mirip tombak melesat keluar dari layar.

Gabrielle menangkapnya, lalu mengerang.

Benda mirip tombak itu ternyata hanya sebatang pena klik dari perunggu.

Saat keluar dari layar tadi kelihatannya lumayan besar, gerutu Gabrielle dalam hatinya. “Sungguh salah aku percaya padamu,” erangnya tak berdaya.

“Sebagai penulis, pena adalah tongkat sihir Anda.”

“Benar,” sahut Gabrielle dengan sinis. “Tapi apa gunanya pena di dunia buku?”

“Tekan tombol klik dan pikirkan kekuatan apa yang paling Anda inginkan. Bisa berupa kemampuan, senjata, atribut spiritual, monster tunggangan, level spiritual, identitas dan lain-lain sesuai dengan cerita Anda. Itu akan menjadi senjata andalan Anda dari awal sampai akhir cerita selama menjelajahi dunia buku.”

“Kekuatan yang paling kuinginkan…”

“Harap pikirkan sebaik mungkin karena kesempatannya hanya sekali!” Sistem Editor memperingatkan.

“Kalau begitu Tubuh Emas Dewa Sejati saja!” kata Gabrielle mulai bersemangat.

Tubuh Emas Dewa Sejati adalah atribut dewa berupa tubuh abadi. Dengan tubuh abadi, Gabrielle bisa bertahan hidup hingga akhir cerita.

“Pilihan ditolak!” Sinyal peringatan berbunyi.

TETTOOWW!

“Tubuh Emas Dewa Sejati adalah pencapaian tertinggi dalam cerita Anda. Anda masih di level dasar, kekuatan yang dihasilkan juga tingkat rendah.”

“Benar-benar tak bisa diandalkan,” erang Gabrielle patah semangat lagi.

“Kekuatan Anda akan meningkat seiring pertumbuhan Anda dalam cerita,” Sistem Editor menambahkan.

“Ah, sudahlah! Lupakan saja!” Gabrielle mengibaskan tangannya. “Kalau begitu, identitas saja!”

“Pilihan yang bijak!” Sistem Editor mengapresiasi. “Silakan tekan pena Anda dan tentukan identitas Anda. Karena Anda terlahir di hutan monster spiritual, Anda termasuk salah satu monster yang sudah menjadi manusia. Tinggal menentukan apakah Anda ingin menjadi monster darat, monster air atau monster udara? Ingin menjadi monster apa Anda dalam cerita?”

“Kenapa tak bilang sejak awal?” geram Gabrielle tak sabar. “Tahu begitu aku memilih atribut dewa!”

“Anda belum menekan pena Anda!” Sistem Editor mengingatkan. “Belum terlambat untuk berubah pikiran.”

“Kalau begitu aku ingin Tulang Cakra Terlekat saja!” Gabrielle memutuskan.

“Permintaan diproses!” Sistem Editor berderit. Memunculkan opsi lainnya.

Pelindung tangan…

Pelindung kaki…

Kenapa aku bisa lupa kalau tulang cakra sejenis paket terpisah? rutuk Gabrielle dalam hatinya. “Tidak ada pelindung tubuh dan mahkota seperti milik tokoh utama?” tanyanya pada Sistem Editor. “Padahal itu adalah atribut terkuat dalam novelku!”

“Anda sendiri yang menuliskan deskripsi: ‘Tulang cakra terlekat adalah atribut spiritual paling langka. Setiap tulang cakra terlekat hanya bisa dimiliki satu orang dalam seribu tahun'. Tulang cakra kepala sudah dimiliki protagonis wanita. Tulang cakra dada sudah dimiliki protagonis pria. Tulang cakra bahu sudah dimiliki antagonis pria. Jika Anda memiliki atribut yang sama, bukankah tidak konsisten?” Sistem Editor menguliahi.

“Baiklah! Baiklah!” pungkas Gabrielle tak tahan lagi. “Kalau begitu pelindung tangan saja!”

“Pilihan dikunci!” Sistem Editor menginstruksikan. “Silakan tekan tombol klik!”

Lalu Gabrielle menekan tombol penanya.

SLASH!

Ledakan cahaya berpendar dari sela-sela jarinya, dan seketika pena itu merekah dalam genggamannya seperti kawat berduri yang lalu menjalar ke telapak tangan, jemari, pergelangan, punggung tangan dan membungkusnya secara menyeluruh seperti sarung tangan perunggu. Lalu meresap ke dalam kulit.

Benar-benar terasa nyata! pikir Gabrielle merasa takjub.

“Sinkronisasi berhasil! Identitas ditentukan secara otomatis menurut atribut spiritual. Phoenix Halilintar, burung gaib surgawi seratus ribu tahun. Kekuatan tak diketahui.”

“Kekuatan tak diketahui?” Gabrielle mengerutkan dahi.

“Burung gaib surgawi seratus ribu tahun adalah makhluk paling misterius dalam cerita Anda.” Sistem Editor mengingatkan. “Anda sendiri yang menuliskannya!”

Gabrielle langsung terdiam.

“Untuk sementara, karena OOC masih dibekukan dan poin B Anda minus, kekuatan Anda masih disegel. Kekuatan akan dibuka secara bertahap sesuai perkembangan Anda dalam cerita.” Sistem Editor menambahkan.

Gabrielle mengerang lagi.

“Silakan kembali ke tempat Anda!” Sistem Editor menginstruksikan.

Dengan enggan, Gabrielle kembali ke posisi awal—menempelkan lehernya lagi di moncong pedang Bei Tang Moran.

Tunggu sampai aku keluar dari sini, katanya dalam hati. Akan kucari kantor editor sialan ini!

Layar sistem berderit dan menghilang.

Seolah bisa mendengar suara derit monitor itu, Bei Tang Moran tiba-tiba mengerjap dan mengerling ke arah layar menghilang. Lalu tertegun dengan mata terpicing. Menyimak dengan waspada.

Terdengar suara-suara!

Krrrsk. Krrrsk. Krrrsk.

Rupanya Bei Tang Moran bukan mendengar suara derit monitor.

Tapi suara gemeresik itu.

Suara gemeresak kering!

Ada sesuatu yang menimbulkan bunyi itu.

Krrrsk. Krrrsk. Krrrsk.

Oh, tidak! Gabrielle menyadari. Ia baru ingat Hutan Musim Panas Nan Guang semacam Jurassic Park versi Timur.

Ia membayangkan ular-ular raksasa sepanjang kereta api melata di rumput.

Gawat! pikirnya dengan ngeri.

Apakah akhirnya aku tak jadi mati di tangan penjahat, tapi di mulut seekor monster?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!