Dalam kegelapan mataku, aku melihat manusia-manusia berhamburan mencoba menyelamatkan diri mereka dalam ancaman langit, —tanah yang retak membuka jalan bagi bara api untuk menjilati para manusia yang mencoba mendekat.
Tubuh fana manusia-manusia terombang-ambing di atas udara dengan bara api menjilati tubuh fana mereka, bukanlah lagi disebut manusia, mereka layaknya boneka-boneka yang bisa dimainkan sesukanya. Tak luput dalam pandanganku, sesosok makhluk besar dengan jubah hitam menyelimuti tubuh itu berdiri tegap di antara manusia fana dengan tatapan mata merah tajamnya, seolah api yang ada disana berasal dari mata merah itu. Aku tahu, makhluk jubah hitam ini menikmati setiap jeritan pesakitan dari manusia-manusia itu.
"Apa yang kau lakukan?" aku mendekati makhluk berjubah hitam itu. Rasa penasaranku semakin membuncah kala mahkluk itu menggelegarkan tawanya yang mampu memekikkan telinga. "Kau ini apa?" Dia berbeda dengan mahkluk lainnya?
Dia membungkuk ke tanah, dengan satu kaki menopang tubuhnya. Dan dalam hitungan detik, retakan kembali terbuka menyemburkan cairan panas dengan bara api yang semakin menggila, "Kau bukanlah tandinganku, mahkluk rendahan."
Hening. Aku terdiam mendengar bagaimana kesombongan yang ia suarakan, "Apa yang membuatmu merasa kau bukanlah tandinganku? Kau pikir, kau sepadan denganku?"
Geraman amarah terdengar dari sela bibirnya, "Aku adalah Dewa LN, mahkluk sombong. Kau akan binasa seperti apa yang terjadi pada istrimu."
Mendengar dia mengatakan tentang 'istriku' dengan mulut kotor itu, membuat dadaku bergemuruh penuh amarah. Aku tak tahu apa yang dia maksud dengan kematian istriku. Yang aku sadari, amarahku menjalar ke seluruh tubuh. Rasa haus ingin membinasakan makhluk berjubah hitam itu semakin menjadi dalam diriku.
Dalam sekejap, pemandangan mengerikan itu lenyap seperti lampu seluruh kota yang dipadamkan serentak. Aku tersentak bangun, keringat dingin membasahi dahi. Hanya mimpi.
"Shin! Bangun, sayang! Sudah pagi!" Suara cempreng ibuku menggema dari lantai bawah. Belum sempat aku menjawab, pintu kamarku sudah dibuka dengan semangat.
"Lihat apa yang Ayah bawa!" Ayahku muncul dengan wajah berbinar, mengacungkan sebuah amplop dengan cap merah. "Undangan turnamen masuk Akademi! Kesempatan emas untukmu, Nak!"
Aku mengucek mata, masih berusaha mengumpulkan kesadaran ketika Ibu ikut menerobos masuk dengan nampan berisi sarapan. "Astaga, kalian ini! Biarkan aku cuci muka dulu!"
"Tidak bisa menunggu! Ayah harus segera ke bawah tanah akan kubuatkan pedang terbaik untuk putraku!" Ayah mengepalkan tangan dengan mata berapi-api. "Pedang yang akan membawamu masuk Akademi!"
"Tapi sarapannya..." Ibu cemberut.
"Nanti saja! Yang penting sekarang ukur dulu tangan Shin untuk gagang pedangnya!" Ayah menarik tanganku.
"Makan dulu!"
"Pedang dulu!"
Aku tertawa melihat perdebatan kecil mereka. Meski kadang melelahkan, perhatian berlebihan kedua orangtuaku selalu menghangatkan hati.
"Baiklah, baiklah. Aku akan sarapan sambil Ayah mengukur tanganku." Aku menengahi, membuat keduanya tersenyum puas.
"Anak pintar!" kata mereka bersamaan, lalu saling melirik dan tertawa.
Sambil mengunyah roti hangat buatan Ibu, aku masih memikirkan mimpi tadi. Aneh, mimpi itu terasa begitu nyata - seperti kenangan yang dirahasiakan di sudut paling gelap pikiranku.
"Shin, kamu melamun" kata Ayah yang sedang mengukur pergelangan tanganku dengan tali ukur kayunya. "Kau baik-baik saja?"
"Ya, hanya mimpi buruk." Aku tersenyum tipis, menghirup aroma roti yang menghangatkan jiwa.
Kilasan-kilasan terus bermunculan - sosok berjubah hitam, dengan aura kehancuran, dan nama "Noah" yang terngiang-ngiang. Semuanya bercampur dengan bau besi dari bengkel Ayah dan aroma roti dari toko Ibu yang begitu familiar.
"Kau tahu," Ayah memulai sambil mencatat ukuran di secarik kertas, "pedang yang akan kubuat ini spesial. Bukan hanya karena untuk turnamen, tapi karena... entahlah, tanganmu memiliki bekas luka yang aneh." Dia menunjuk tanda samar di telapak tanganku.
Bekas luka itu. Aku tidak pernah tahu asalnya, tapi setiap melihatnya, ada desir aneh di dadaku. Seperti ada kekuatan yang tertidur, menunggu untuk bangkit.
"Mungkin waktu kecil tergores pisau roti?" Ibu tertawa, mengusap kepalaku dengan sayang. "Kau dulu suka sekali main-main di dapurku."
Namun hatiku berbisik berbeda. Tanda ini bukan dari pisau roti. Tetapi seperti ada hubungannya dengan mimpi-mimpi itu, seperti ada kejanggalan seolah sesuatu mencoba memberikan pemahaman padaku tentang diriku sebagai Noah.
"Yang penting sekarang," Ayah menepuk bahuku, "kau fokus pada turnamen. Kau ini masih anak kami dan kami selalu menganggap kamu anak kecil, jangan terlalu dipikirkan."
Aku mengangguk, meski dalam hati bertanya-tanya - akankah masa lalu itu membiarkanku begitu saja? Atau suatu hari nanti, sosok Noah dalam diriku akan bangkit kembali?
Untuk saat ini, aroma roti dan denting besi dari bengkel Ayah adalah duniaku. Tapi entah mengapa, aku merasa ini hanyalah ketenangan sebelum badai yang sebenarnya.
"Shin, tolong antarkan roti-roti ini ke asrama timur ya," kata Ibu sambil menata roti hangat ke dalam keranjang rotan. "Ibu dengar anak-anak bangsawan suka sarapan lebih siang."
Aku mengambil keranjang yang dipenuhi setumpuk roti yang masih mengepulkan aroma manis. Seragam tuaku yang sudah agak pudar kupasang rapi - setidaknya aku berusaha terlihat sesopan mungkin meski bahan kainnya jauh dari mewah.
Sepanjang jalan menuju asrama, tatapan sinis mengikuti langkahku. Para siswa berseragam mewah berbisik-bisik sambil melirik keranjang rotiku dengan pandangan merendahkan.
"Lihat si penjual roti itu," bisik seorang laki-laki tinggi pada temannya. "Berani sekali dia masuk area asrama dengan pakaian seperti itu," lanjut laki-laki gendut disampingnya.
Biarkan, berpura-pura tidak mendengar. Yang penting rotiku habis terjual - setidaknya itu yang selalu kukatakan pada diriku sendiri.
"Hei, si miskin!" Sebuah suara mengejutkanku. Ketiga pemuda itu dengan pakaian seragam mewah berdiri menghadang. "Shin.. Aku yakin kau tidak bisa masuk akademi hasil menjual roti."
Dia tertawa mengejek. "Iya, harga roti dia murah. Kemampuan apa yang dia punya aku ragu." Tangannya yang kotor meraih keranjangku kasar. "Biar kubeli semuanya. Mungkin bisa untuk makanan anjingku."
Dadaku terasa panas mendengar hinaannya, tapi kucoba tetap tenang. "Maaf, tapi roti ini pesanan beberapa siswa lain."
"Hei kalian! Pergi atau kalian aku keluarkan dari akademi atas tindakan rendah kalian."
Sebelum situasi memburuk, sebuah suara lembut menyela. Seorang gadis berambut panjang kuning keemasan mengikal tiara berjalan mendekat. Seragamnya sama mewahnya, dengan sorot matanya sebiru diamond - lebih ramah dan bijaksana.
"Putri Lera..." Ketiga laki-laki asing mundur sedikit.
"Aku yang memesan roti-roti itu," katanya tenang. "Dan kuharap kau tidak mengganggu penjual yang sudah kuundang sendiri."
Mereka mendecih pelan sebelum berlalu. Lera tersenyum padaku.
"Maaf atas kelakuannya," dia mengambil beberapa roti dari keranjang. "Hmm, aromanya enak sekali. Pantas Ibu kepala asrama merekomendasikan toko kalian."
Aku terpaku sejenak. Tidak menyangka ada bangsawan yang mau bicara seramah ini padaku.
"Te-terima kasih, tuan putri."
"Panggil Lera saja," dia mengeluarkan beberapa keping perak. "Ini untuk semuanya. Kak Noah aku dengar kau ikut turnamen?"
Shin terkejut dengan nada panggilan itu- "hah! Noah, kau tahu sesuatu tentang Noah," Shin ingin lebih tahu lebih lanjut.
"Ironis sekali kak, kamu dijatuhkan menjadi seperti ini. Setidaknya aku kenal kaka lebih 17.000 tahun lalu."
Aku mulai merasa bingung dan tidak mengerti, "Apa itu? Mengenal aku sejak 17.000 tahun," lanjut Shin menatap Lera sekilas tampak gadis berusia 19 tahun.
"Aku yakin kak Noah akan masuk akademi sihir tapi perjalanan ke depannya akan sulit dan tidak mudah. Aku adikmu akan selalu mengikuti kaka."
"Apa hubungan kamu dengan aku, kenapa menyebut dirimu sebagai adikku?"
"Tentu saja aku adikmu yang paling kau sayangi. Aku akan membantu mengingat kembali masa lalu kaka—"
"—aku bermimpi semalam" Shin memotong "aku melihat manusia-manusia berhamburan mencoba menyelamatkan diri dari tanah retak yang menyemburkan larva panas, sosok itu apakah aku yang kejam?" Lanjutnya.
"Bukan. Dia adalah The LN dia berpura-pura menjadi pilar kedua dewa kutub."
"Ceritakan lebih lanjut siapa The LN,"
Lera mengangkat tangan kanan menempatkan ke dahi Shin, cahaya kebiruan berpendar lembut "Kaka harus segara mengingatkan semuanya, Buried Memory Key [Yirdola]."
Shin merasakan sebuah sensasi aneh, seperti ada sesuatu yang terbuka di dalam otaknya. Ia kemudian mulai mengingat fragmen-fragmen memori yang terlupakan, termasuk kejadian-kejadian yang terkait dengan kehancuran dunia.
Kilas balik ingatan Noah...
Pikiran Noah dipusatkan perlahan tapi pasti otaknya seperti melihat hamparan gambar yang cemerlang, dengan keindahan yang luar biasa.
Dalam pengulangan sistem awal...
Noah berada di aula silver agung, ingatannya seolah menuntun langkah kakinya menuju singgasana perairan perak agung.
"Aku adalah sesosok agung dewa kutub kedua yang mendiami wilayah dimensi abyss," Noah tersenyum, "— LERA! Kau akan aku bunuh Arata," senyuman berubah menjadi kesedihan yang amat mendalam saat menyaksikan Lera mati dibunuh meninggalkan luka paling dalam saat itu. Kali ini Noah meneteskan air mata, masih teringat betapa buruknya dia dalam melindungi adiknya.
Dalam pengulangan sistem kedua..
Langkah terakhir di dalam ingatannya Noah menjentikkan jarinya.
*Ctik*
Kali ini Noah mengerutkan alisnya, disaat tubuhnya sekarat untuk apa dirinya melepaskan sihir. Pedang penghancur dalam genggamannya mulai kehilangan struktur realitas nya, seperti kehilangan warna.
"Aku tidak ingin kaka pergi, jangan tinggalkan adik. Tolong, adik tidak mau sendiri adik merasa kesepian tanpa adanya kaka itu sangat menyakitkan."
Air matanya menetes deras sampai membanjiri jubah hitam di dada Noah, Lera terdiam sangat lama memeluk Noah matanya berderai air mata tanpa henti.
17.000 tahun lamanya Lera merasa kesepian tanpa ada dirinya, Noah merasa lebih bersalah dan lebih berat pada Lera.
"Maaf telah meninggalkan adik begitu lama, 17.000 tahun. Adik, kaka selalu ingin bertemu dengan kamu," pelukan Noah begitu hangat pada Lera keduanya merasa tentram sampai berderai air mata yang penuh haru.
"Kaka jahat benar-benar jahat tapi aku bersyukur bisa bertemu kaka lagi," Lera semakin erat memeluk Noah.
Air mata yang terlihat dipipi Lera diusap Noah lembut, "kali ini tidak akan terpisahkan lagi," kata Noah tersenyum.
"17.000 tahun lalu aku melepaskan sihir penghancur, ingatan aku hilang sebagian kenapa?" Ada yang janggal menurut Noah.
"aku juga tidak mengingat hal itu kak. Seperti ada yang sengaja menghapus sebagian ingatan kita, aku— berusaha sangat keras untuk mengingat semuanya tapi tetap saja ada yang salah dalam ingatan aku," Lera menghela napas kesulitannya dalam kehilangan ingatan membuat rasa jengkel yang berlebih.
"Bagaimana mungkin, apa kamu mengingat siapa saja pilar dewa kutub?"
"Tidak. Hanya mengingatkan kak Noah, diriku dan dewa utama Arata yang selalu menjadi rivalitas kaka."
"Apa dia yang membunuh aku?" Tanya Noah ekspresinya penuh kewaspadaan.
"Tidak. Kematian kaka seolah-olah merupakan keputusan yang kaka Noah sendiri inginkan—"
"Jawaban itu terlalu mudah untuk ditebak, mungkin kamu benar aku yang terkuat— mengingat di pengulangan sistem pertama The creator menemui aku untuk mengatakan sesuatu," Noah terdiam sejenak, "kali ini, aku merasa seperti yang terlemah di antara dewa-dewa. Esensi dewataku telah terkikis setengahnya," lanjut Noah.
"Kita harus memiliki rencana yang matang. Mari kita berjuang bersama-sama untuk kembali ke dimensi Abyss dan mengalahkan musuh-musuh yang menghalangi jalan kita. Tolong, jangan biarkan rivalitasmu dengan dewa Arata memperburuk keadaan kita. Kita sudah kehilangan terlalu banyak, dan sekarang saatnya kita membalas dendam dan merebut kembali semuanya."
Noah menyeringai pada tekad Lera, "aku tidak bisa membiarkan kamu ikut dalam peperangan pengulangan sistem kedua tapi adikku adalah adikku yang terkuat- kandidat keempat dewa kutub,"
"Apa kak Noah mulai percaya disetiap perjalanan, kaka akan menemukan serpihan ingatan lainnya?"
"Tidak. Aku sendiri yang akan mengembalikan ingatanku ke keadaan semula, secara utuh. Aku tidak akan menunggu dalam mengungkapkan nya."
"Ah benar itu seperti ciri khas kaka. Kak Noah masih tidak lupa bahwa kekuatan sejati adalah kekuatan tentang keseimbangan dan keteraturan alam," tawa Lera yang renyah menarik perhatian orang lain.
"Oh tidak, rakyat miskin itu bercanda dengan tuan putri negeri ini. Malang sekali nyawa dia," kedekatan keduanya membuat kesalahpahaman terhadap orang-orang disekitarnya yang melihat tetapi mereka tertawa riang.
Noah membelai paras adiknya dengan penuh kasih sayang saat Lera tertawa renyah.
Siapapun, bahkan di seluruh alam semesta, seorang kakak laki-laki pasti tidak mungkin membiarkan kesedihan sang adik berlarut-larut selama 17.000 tahun. Bagi Noah, kesedihan adiknya sudah cukup. Kini, keberadaannya harus membawa kedamaian dan ketentraman hati Lera.
"Apa rencanamu hari ini kak?" Tanya Lera saat tawanya berubah menjadi senyuman lebar yang lucu.
"Ikutlah denganku, ke rumah."
"Iya aku ikut, aku ingin sekali bertemu orang tua kaka"
Mendengar kata-kata Noah dia langsung berdiri penuh semangat dari kursi taman.
"Baiklah,"
Di kediaman keluarga Bulan Faris..
"Halo, selamat siang" Lera melambaikan tangannya ke Irasbella dengan penuh perasaan riang dan senyuman yang lebar membuat matanya tertutup. "Shin! Apa yang kamu bawa ibu menyuruhmu berjualan bukan mencari istri" teriak ibu penuh kehebohan suaranya yang melengking sampai terdengar ke bengkel bawah tanah milik ayah. Faris mendobrak pintu seperti penari, menyebut namaku dengan suara melengking, "kamu bisa menaklukkan hati seorang gadis yang terlihat seperti putri ini, bahkan ayahmu tidak mungkin melakukannya di usia muda sepertimu," "Keluarga kaka benar-benar heboh. Bahkan ibu tidak menyadari aku seorang putri dari negeri ini hanya dengan menatap penampilan aku yang familiar semua tidak bisa disembunyikan," Lera merasa kagum pada kedua langkah kaki mereka seperti penari semangat. Aku mengerti, memiliki orang tua di dunia seperti ini tidaklah buruk tapi sebaliknya dunia ini sangat tidak manusiawi. "Sudah hentikan,"
"Benar, mari berdiskusi masalah pernikahan kalian," kata ibu dengan wajah serius. "Bukan itu," bantah aku. "Ibu perkenalkan dia adalah putri negeri ini Putri Lera," kataku menunjuk Lera memperlihatkan pose yang anggun dan elegan, seperti seorang bangsawan yang mengangkat roknya dengan kedua tangan dan membungkuk dengan hormat, menunjukkan kesopanan dan keanggunan yang luar biasa. "Putri, negeri ini? Astaga rumah ini benar-benar diisi penuh bunga yang bermekaran," Kalimat itu merupakan penyambutan yang tulus dan penuh keberkahan, sebagai bentuk ungkapan syukur dan rasa hormat atas kedatangan tamu yang terhormat. "Kita harus makan-makan ini, sayang kita siapkan makan siang" kata ayah.
"Tidak perlu berlebihan, maaf kedatangan aku disini membuat kalian repot." "Tentu saja tidak," "Tolong, jangan biarkan ketakutan menguasaimu setelah kamu mengenalku," kata Lera dengan senyum yang menenangkan. Ratusan tahun lalu hidup pemuda yang keluarganya dibunuh oleh bangsawan, kabur dari negerinya dari tempat ke tempat lain menjadi seorang penyair mencekokan stigma buruk kemasyarakatan terhadap kelakuan bangsawan, kekejaman bangsawan, sifat serakah bangsawan benar-benar digambarkan buruk olehnya. "Ehm, apakah prajurit akan mendobrak atau meruntuhkan rumah kita" kekhawatiran mereka mulai diperlihatkan pada kedatangan Lera. "Tidak perlu khawatir." Jamuan dihidangkan.. "Apa ini, Kak?" tanya Lera dengan penasaran saat melihat hidangan daging ikan beserta kuahnya yang dihidangkan di depan Noah.
"Ini makanan favorit Shin apa kamu ingin mencobanya?" tanya Irasbella sambil menuangkan kuah dan daging ikan ke mangkuk Lera, "cicipi terlebih dulu" lanjutnya.
Perpaduan kaldu ikan asin dan kuahnya sangat tidak cocok untuk Lera, dia membuat mimik wajah yang lucu, "asin sekali" "Tentu saja, coba celupkan roti kering ke kuahnya pasti akan terasa enak" saran Noah memberikan roti padanya.
Lera tidak bisa menelan makanan seperti ini, jamuan yang lain dihidangkan kali ini sop krim dan salad segar di hidangkan di hadapannya.
Bangku pendaftaran turnamen...
"Catat anak muda ini, dia akan ikut turnamen," kata Lera menunjuk Noah didepan pengurus pendaftaran. "Baik tuan putri," kedua pengurus membungkuk penuh hormat.
Noah mendapat hak eksklusif dia tidak perlu berdebat dengan status atau pengecekan kekuatan sihir sebagai persyaratan ikut turnamen.
"Kak Noah akan semakin dekat dengan aku di akademi sihir ini, semua yang menghalangi bunuh!" "Haha, kita akan melakukannya sesuka hati untuk mengetahui semuanya."
"Siapa yang harus dibunuh?" Suara yang familiar terdengar beberapa mater dari tempat berdirinya Lera. "Ah Rikka, temanku" saat menoleh dia adalah Rikka Amaniashita dari keluarga indu bangsawan, sifatnya yang kompeten dan patuh pada ketertiban membuat orang-orang disekitarnya sangat kesulitan. "Siapa namamu?" Noah menyeringai pada Rikka yang berada dihadapannya.
"Rikka Amaniashita," Meski kepribadiannya sangat kaku dan tegas dia sangat baik pada seseorang yang lemah dan terlihat kumuh seperti pakaian Noah. "Jawab pertanyaan aku?" Rikka memaksa menjelaskan.
"Aku dengannya mendaftar turnamen, dia telah menolong aku jadi aku mencoba untuk balas budi dengan ini. Ngomong-ngomong bagaimana persoalan tugas kamu,"
"Iya aku akan segara kesana menghabisi orang itu" kata Rikka dingin langsung meninggalkan Lera tanpa penghormatan. "Lera perempuan itu sangat tidak asing bagiku dia pasti memiliki ingatan 17.000 tahun di alam para dewa."
"Hah maksudmu, dia berhubungan dengan ingatan kaka pantas saat aku di dekatnya seperti aroma kak Noah selalu melekat pada Rikka."
"Aku tidak bisa mengatakan jika dia berhubungan dengan semua ingatan aku tapi dia seperti ibu dari seluruh umat."
"Astaga dia pencipta kehidupan dunia ini?" tanya Lera semakin penasaran dengan kesimpulannya yang nyaris tepat. "Tidak. Dia dikendalikan oleh sesuatu yang besar seperti The LN sosok yang berada di mimpiku."
Keesokan hari turnamen kualifikasi...
"Ya Noah, apa kau yakin tidak ingin membunuhnya? 17.000 tahun lalu dialah yang membunuhmu." Ucapan itu membuat Noah terdiam, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Berapa banyak dewa yang telah bereinkarnasi di kehidupan ini? Noah mulai bertanya-tanya tentang banyak hal, tragedi apa yang membuat mereka memilih untuk bereinkarnasi, dan apakah mereka berhubungan dengan aku.
Penonton meledak dalam sorak-sorai dan bisikan kagum. Noah menunjukkan kemampuan luar biasa dengan menguasai dua jenis sihir sekaligus—prestasi langka di dunia ini, dimana kebanyakan orang hanya mampu menguasai satu.
"Sebelum kutanyakan siapa dalang di balik semua ini, apa tujuanmu bereinkarnasi ke dunia ini?" tanya Noah, berdiri tegap menghalangi sinar matahari dari wajah lawannya.
"Dalang di balik kematianmu adalah Enah, bukankah dia kekasihmu? Dia juga bereinkarnasi di sini, tapi tujuannya bukan mencarimu melainkan melenyapkan penciptanya."
Noah terdiam. Bukan karena mencerna kata-kata Ukhyu, tapi karena otaknya dihantam serpihan-serpihan ingatan yang terpendam.
"Kematianku atas keinginanku sendiri untuk menolongnya melawan penciptanya. Mengapa aku tidak bisa mengingatnya? Kita akan lanjutkan pembicaraan ini nanti."
Lonceng kemenangan bergema di seluruh arena. "Pemenang, Noah Shin Faris!" Sorak penghormatan terus membahana.
Noah mengangkat tangannya layaknya pemenang sejati, namun matanya tertuju pada Rikka dengan pandangan sendu. "Maafkan aku," bisiknya dalam hati, "karena telah melupakan janji kita 17.000 tahun lalu." Tatapannya tak lepas dari Rikka, hatinya yakin bahwa gadis itu adalah Enah yang telah lama hilang.
Noah menemui Ukhyu ke sudut sepi, jauh dari area turnamen.
"Ceritakan padaku tentang yang kau ketahui" Noah memulai pembicaraan dengan nada dingin. Matanya tajam mengintimidasi.
Ukhyu tersenyum tipis. "LN adalah arsitek kehidupan dunia Enesbelva ini. Dia adalah musuh para dewa sejak 17.000 tahun yang lalu, sejak kematianmu. Dia berpura-pura menjadi pilar kedua dewa kutub, menggantikanmu, Noah. Dan kini, semua para dewa mulai melupakan sosok raja iblis dan pilar dewa kutub kedua yang asli. Itu yang aku ketahui, tanyakan langsung pada istrimu Enah jika tidak aku bisa membunuhnya kapan saja" Ukhyu tertawa dengan sosoknya yang berjalan perlahan menjauhi Noah.
Noah mengepalkan tangannya, marah menjalari tubuh Noah.
Noah memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa Rikka adalah Enah yang telah bereinkarnasi. Dia ingin mendengar langsung dari Enah tentang semua rencana LN yang mengancam kehidupan
Di kejauhan, dengan wajah berbinar Lera mendekati Noah untuk mengucapkan selamat dan kekaguman pada kakaknya.
Amarah Noah terusik oleh suara langkah riang yang mendekat. Dia berbalik, "Kak Noah!" Lera berteriak dengan wajah berseri.
"Kerja bagus, yeay!" seru Lera sambil menepuk tangannya bersemangat. "Dua sihir sekaligus! Bahkan guru-guru tidak percaya!"
Noah berusaha menyingkirkan bayang-bayang Rikka dan Enah sejenak. Dia tersenyum tipis melihat kegembiraan adiknya yang meluap-luap.
"Kamu pikir kakamu ini siapa identitasnya? Baik itu 17.000 tahun lalu identitas aku tidak akan pernah pudar."
"Haha iya sangat!" Lera berseru dengan mata melebar. "Para senior bahkan mencatat semua gerakanmu!"
Ketulusan Lera menarik Noah kembali ke masa kini, mengingatkannya pada ikatan yang nyata di kehidupan sekarang ini.
"Terima kasih, Lera," jawab Noah, mengusap lembut kepala adiknya "Lera bisakah kau mengajak Rikka untuk datang ke rumah Faris, merayakan kemenangan ini bersama dengannya," lanjutnya.
"Owh, Kaka jatuh cinta padanya." Lera menyimpulkan hal seperti itu Noah hanya bisa tersenyum karena ada rencana besar dibalik undangan ini yang tidak bisa dibicarakan bersama adiknya namun lain kali setelah rencananya berhasil.
Lera bergegas menaiki tangbangga menuju balkon atas arena turnamen, tempat khusus bagi para bangsawan untuk menyaksikan pertandingan. "Rikka, kamu tidak ada di sini," ucap Lera sambil menelusuri area tersebut. Namun, ia tidak menemukan Rikka di tempat biasanya dia menonton pertandingan. "Aneh sekali," gumam Lera, "biasanya dia selalu ada di sini."
Di tengah malam...
Rikka menyelinap masuk lewat jendela kamar Noah. Jubah hitamnya menyatu dengan malam tudungnya menutupi wajah hingga hanya matanya yang terlihat.
Kamar Noah tampak gelap. Shin tidur lelap di ranjangnya. Rikka mengendap-endap mendekati, lalu menarik sabit hitam pekat dari bilik sesuatu. Sabit Rikka bukan sesuatu yang biasa Elhernoa Sabit bisa membakar dan merobek Esensial orang sampai hancur.
Rikka mengangkat sabitnya tinggi-tinggi, siap menebas.
"Ini akhirmu," bisiknya penuh dendam. "Berterima kasihlah, kau hanya sesuatu yang dibuat dari buku usang."
Tapi sebelum sabit mengenai Noah, tangannya tiba-tiba bergerak cepat menangkap pergelangan Rikka. Matanya langsung terbuka.
"Siapa yang kau sebut buku usang," kata Shin tenang.
Dalam sekejap, Shin membalik keadaan. Dia mendorong Rikka ke lantai dan menendang sabit hitam dari tangannya. Rikka berusaha melawan, tapi Shin terlalu kuat.
"Kau siapa sebenarnya, menyentuh sabitku saja bisa membunuh siapa saja bahkan hanya dengan goresan," kata Rikka terbelalak sebelum tudung yang menutupi sosoknya dibuka oleh Noah.
"Akhirnya kau datang juga Enah?" Noah tersenyum ringan padanya.
"Siapa Enah?"
"Tidak perlu berpura-pura seperti itu," kata Noah dengan suara tenang. "Apa yang terjadi? Sudah 17.000 tahun kita berpisah, dan aku masih ingat saat kau membunuhku." Kata-katanya membuat Rikka terdiam, pemahamannya tentang masa lalu mereka mulai terkuak, dan ekspresi sedih mulai terlihat di wajahnya yang mungkin saja sangat mengharukan untuk dikatakan.
reunian...
"Kamu Noah" Rikka meraba wajah Noah yang kemudian memeluknya penuh hangat. Tidak ada dendam dalam diri Noah meski dia telah membunuhnya di kehidupan sebelumnya.
Sekarang, bisakah kamu ceritakan apa yang terjadi?" tanya Noah dengan mata yang menatap serius Rikka. "Ukhyu mengatakan bahwa dunia ini hanya kepalsuan belaka. Mengapa ingatan aku sebagian telah hilang? Dan mengapa kekuatan aku sebagai Dewata hampir kehilangan delapan puluh persen?"
"Sebelumnya aku sungguh minta maaf karena telah membunuhmu, apa kau dendam pada aku?" suara rikka penuh rasa penyesalan, "Penyebab utama kekuatan kamu yang telah hilang mungkin karena sabit ini, terbuat dari esensial energi Dewata kau sendiri 17.000 tahun lalu aku mengambilnya setelah kau Aku bunuh, karena itu kau tidak berefek pada ini."
"Sebelumnya, aku sungguh minta maaf karena telah membunuhmu," kata Rikka dengan suara yang penuh rasa penyesalan. "Apakah kau dendam pada aku?" Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan. "Penyebab utama kekuatanmu yang telah hilang mungkin karena sabit ini. Sabit ini terbuat dari esensial energi Dewata milikmu sendiri, yang aku ambil 17.000 tahun lalu setelah aku membunuhmu. Karena itu, kau tidak bereaksi terhadapnya."
"Bisa kau kembalikan?" pinta Noah. "Iya. Dan aku minta maaf," katanya menunduk. Noah mengelus rambut Rikka dengan tangan kanannya kemudian membisikkan sesuatu yang lembut, "aku masih mencintaimu" kemurungan Rikka berubah menjadi senyum manis.
Noah menarik sabit yang tergeletak di lantai. Saat digenggam olehnya, sabit itu beresonansi dan merespon kekuatan cahaya keemasan dewata dan energi hitam kehancuran. Kekuatan itu semakin cepat melebur, meninggalkan bentuk sabit. "Art Returns [Aighit]!" kini kekuatan Noah kembali seperti semula dengan kekuatan seratus persen nya bisa dengan mudah mengguncang dunia Enesbelva.
"Noah, penyebab kehilangan ingatanmu mungkin adalah dia - pembunuh anak kita 17.000 tahun lalu. Dia juga sosok yang mengendalikan diriku."
"Siapa yang kau maksud, Rikka?" tanya Noah. Matanya menyiratkan kemarahan yang tertahan.
Rikka berubah ekspresinya, wajahnya penuh dengan kebencian. "Navael," katanya dengan suara penuh kemarahan. "Dia adalah orang yang berpura-pura menjadi pilar kedua dewa kutub, dalang di balik semua kehidupan palsu ini. Navael adalah arsitek utama yang merancang kehidupan ini sebagai contoh pemberontakan terhadap Sang Pencipta."
"Apakah dia disebut The LN?" Noah berbisik, berusaha meraih ingatan yang masih samar. Dalam benaknya muncul bayangan sosok bertopeng perak.
"Dia yang telah memaksa aku untuk membagi semua esensial buku Dathlem, sehingga aku terpaksa menciptakan manusia-manusia ini. Bisa dikatakan, akulah ibu dari seluruh umat. Namun, aku juga telah menjadi pembunuh bagi siapa saja yang memiliki dua kekuatan, karena aku khawatir mereka akan menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi Navael,"
"kamu masih ingat, 17.000 tahun lalu, aku pernah mengatakan bahwa aku adalah makhluk yang dibentuk dari buku Dathlem, buku maha rahasia. Mereka ini adalah makhluk yang diciptakan hanya dengan satu kata sihir, sehingga menjadikan mereka sangat rendahan. Berbeda dengan aku, yang tercipta dari esensial kitab Dathlem secara utuh."
"Bagaimana cara terciptanya?"
"Navael dengan paksa menyuruhku untuk membagi semua sihir, pengetahuan dan segala unsur esensial, layaknya dirobek dengan sangat paksa."
Noah mengusap dahinya, "Lalu kenapa kau bereinkarnasi, Rikka? Apa kau berhasil menjadi sesuatu mahkluk utuh dari bantuan sabit Elhernoa,"
Mata Rikka menyipit. Suaranya dingin seperti es. "Balas dendam. Navael membunuh anak kita dalam kandungan 17.000 tahun lalu."
"Ya. Dia takut anak aku akan mewarisi kekuatan penuh Dathlem dan dendam terbunuh ayahnya," Rikka mengepalkan tangannya. "Itulah mengapa aku kembali—untuk membalas apa yang telah dia renggut dariku. Seandainya aku tidak punya sabit Elhernoa mungkin aku tidak ada sini. Aku bersyukur bisa mencintaimu lagi,"
"Dan, aku selalu beruntung bisa merayakan kasih sayangmu Enah," Noah menenangkan batin istrinya yang selama ini bergemuruh cukup lama ribuan tahun.
"Bersama kita akan membunuh para mahkluk rendahan ini sampai mengusik LN keluar dari persembunyiannya untuk membunuhnya," Rikka menatapnya lekat, meski sabit Elhernoa tidak dia miliki tapi bertemu dengan Noah kembali menghilangkan beban masa lalu yang panjang.
...Sejarah Sebelum Pengulangan Waktu Siklus Awal, 17.000 Tahun Lalu Pertarungan Para Dewa Masih Bertikai......
Dimensi kecil [Water Dew) luluh lantak. Energi hitam kemerahan membelah ruang, menandakan pertempuran dahsyat antara dua sosok maha kuasa - Noah dan Arata.
Enah bersembunyi di balik reruntuhan dimensi, matanya tak berkedip memperhatikan pertarungan epik yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Energi pertempuran begitu dahsyat sampai mampu menciptakan gelombang kehancuran yang merobek struktur dimensi.
Noah, sesosok tegap sang Dewa perairan abyss dengan jubah hitam pekat, mengeluarkan pedang Venuszirad senjata legendaris yang mampu membelah dimensi. Setiap ayunannya menciptakan retakan— mampu menghancurkan ratusan timeline sekaligus. Venuszirad bukan sekadar senjata, melainkan pedang kehancuran yang dapat memutus apapun di depannya bahkan takdir dan segala struktur dimensi, menelan dan memuntahkan energi destruktif dalam sekejap.
Arata tertawa gila, "Kau pikir si palsu sumber kehancuran
Pertarungan mereka begitu intens, energi sihir yang mereka keluarkan mampu menghancurkan ratusan dimensi water dew sekaligus. Setiap gerakan Noah dan Arata bagaikan tarian maut yang menakutkan.
"[Agil Leveth Grines]!" serangan sihir Arata.
Arata mengacungkan Agroname - pedang bersejarah yang tercipta dari darah 100 dewa perang. Bilah pedangnya berwarna merah darah dengan garis-garis hitam yang bergerak seperti urat nadi. Setiap ayunan Agroname mampu menciptakan gelombang pembunuh yang menembus segala pertahanan dimensi.
Di tengah kepungan energi maha dahsyat, Enah tak sengaja terlempar ke pusat pertarungan. Kekuatan membabibuta mengepungnya, energi destruktif dari pertarungan Noah dan Arata nyaris mencabik-cabik tubuhnya.
"PERGI!" teriak Noah melihat kehadiran Enah, namun terlambat.
Enah terjebak dalam pusaran lautan darah energi mematikan milik Arata, nyawanya bergantung pada sehelai benang tipis.
Dimensi Abyss berguncang dengan intensitas yang mencabik realitas akibat nya Noah tersapu oleh kekuatan Arata mengorbankan dirinya untuk menolong Enah.
"Holy Dimensi Arzhanzou akan menjadi milikku!" teriak Arata, matanya berkilat gila.
Noah menjawab dingin dari dalam pusaran lautan darah, "Kau tak akan pernah mendapatkannya. Selama aku masih hidup"
Setiap benturan pedang menciptakan ledakan cahaya yang membutakan. Venuszirad milik Noah mengeluarkan sumber energi ungu kehitaman [Ivael].
Dalam sekejap, Enah berada di titik paling berbahaya - tepat di antara dua dewa dengan kekuatan yang mampu menghancurkan segalanya.
Noah melihat Enah dengan kilatan mata yang menusuk. "Makhluk asing!" teriaknya di tengah pusaran, "Kau tak seharusnya berada di sini!"
Pedang Venuszirad milik Noah berputar dalam gerakan spiral yang kompleks, menciptakan portal-portal dimensi mini yang berputar di sekitar Enah. Setiap portal menampilkan fragmen berbeda dari realitas - sebagian menunjukkan masa lalu, sebagian menunjukkan masa depan yang belum terjadi.
"Tidak semudah itu!" Agroname milik Arata mengeluarkan energi darah yang mencoba mengkontaminasi setiap jalan keluar Noah. Darah dimensi mengalir, menciptakan kepadatan antara ruang dan waktu membuat Noah buta untuk melihat kembali realitas.
Enah merasa kesadarannya mulai terbelah. Book of Dathlem yang tersimpan dalam ingatannya mulai bereaksi, memberikan pertahanan pertama kalinya. Sebuah perisai transparan tipis mulai terbentuk [Ziudith] di sekujur tubuhnya, melawan energi destruktif yang nyaris mencabik-cabiknya.
"Aku... tidak... akan... mati!" bisik Enah dengan susah payah.
Noah sempat terkejut melihat pertahanan Enah. Sedetik kemudian, Arata melancarkan serangan balik dengan Agroname, menciptakan gelombang energi darah yang nyaris menghapus eksistensi Enah dari dimensi.
Enah tersungkur, nyaris kehilangan kesadaran dia berhasil keluar dari pusaran.
"Kau... ingin merelakan Holy Dimensi Arzhanzou?" Noah bertanya dengan nada curiga, matanya tetap waspada.
Arata tersenyum misterius. "Kau sudah memiliki Dimensi Abyss. Holy Dimensi Arzhanzou akan sia-sia di tanganmu. Aku punya rencana yang jauh lebih besar."
Enah yang tersungkur di antara mereka mulai sadar, mencoba memahami percakapan dua dewa tersebut.
Book of Dathlem bergetar pelan di dalam kesadarannya, seolah mencoba membaca maksud tersembunyi di balik perkataan Arata.
"Apa maumu sebenarnya?" Noah bertanya dingin, Venuszirad masih siap menyerang.
Arata memutar Agroname dengan santai. "Dimensi suci itu memiliki potensi yang jauh lebih besar dari sekadar milikmu atau milikku. Ada sesuatu - atau seseorang - yang tersembunyi di dalamnya."
"Itu hanya alasan kau memikirkan kebohongan tapi kebohongan kamu payah," balas Noah
Arata tertawa. "Kau tidak punya pilihan lain."
Noah memandang Arata dengan tatapan tajam, mencoba membaca setiap celah maksud tersembunyi di balik tawaran mengejutkan itu. "Di atas Holy Dimensi tidak ada siapapun terkecuali dia yang sedang mengawasi kita The Creator - di atasnya tidak ada siapapun lagi," gumam Noah.
"Holy Dimensi Arzhanzou," gumam Noah, "bukan sekadar wilayah yang bisa dipindahtangankan begitu saja."
Arata tersenyum misterius. "Kau tahu itu bukan sekadar dimensi biasa. Ada sesuatu yang tersembunyi jauh di dalamnya - sebuah rahasia yang bahkan kita belum pahami."
Pedang Venuszirad milik Noah bergetar, seolah ikut berbicara. Energi ungu kehitaman dari bilah pedang menciptakan pola-pola aksara rahasia yang bergerak dinamis.
"Aku memiliki Dimensi Abyss," kata Noah, "Dimensi tergelap dan tersembunyi. Apa yang membuatmu berpikir aku tertarik menukarnya?"
Arata melangkah perlahan, Agroname berkilat dengan energi darah yang mencengangkan. "Bukan sekadar menukar, melainkan membuka portal rahasia tersembunyi."
Noah terdiam. Sejenak, pertahanannya mulai runtuh.
Seketika, emosi Arata meledak. Ekspresinya berubah dari senyum misterius menjadi amarah yang membabi buta.
"HANYA ITU JAWABANMU?" teriak Arata.
Pedang Agroname berubah warna, dari merah darah menjadi hitam pekat. Energi destruktif mulai mengumpul di sekitar bilah pedang, menciptakan gelombang kegelapan yang mampu menghancurkan ratusan tatanan realitas sekaligus.
Noah sigap, Venuszirad terangkat sempurna, menciptakan perisai pertahanan dimensi. "Kau memilih jalan ini, Arata?"
Arata tertawa gila, "TIDAK ADA PILIHAN LAIN!"
Noah menangkis dengan Venuszirad, menciptakan ledakan cahaya ungu yang membutakan.
Enah tersungkur, berusaha melindungi diri dari gelombang energi yang saling bertubrukan. Book of Dathlem di dalam kesadarannya mulai bereaksi, memberikan pertahanan tipis.
Pertarungan kembali memuncak, lebih dahsyat dari sebelumnya.
Dalam ledakan energi yang membelah dimensi, Enah tiba-tiba bangkit. Cahaya transparan dari Book of Dathlem mulai melingkupi tubuhnya, menciptakan aura yang mengejutkan bahkan Noah dan Arata.
"HENTIKAN!" teriak Enah dengan suara yang mampu mengguncang hati mereka.
Baik Noah maupun Arata seketika terhenti. Pedang Venuszirad dan Agroname membeku di udara, energi destruktif perlahan mereda. Mata mereka tertuju pada sosok mungil yang baru saja berani menghentikan pertarungan dua dewa maha kuasa.
Enah melangkah maju, Book of Dathlem bersinar lembut di sekujur tubuhnya. "Kalian berdua sama-sama ingin Holy Dimensi Arzhanzou, tapi tidak menyadari konsekuensi pertarungan ini."
Noah menatap tajam, "Kau siapa berani mencampuri urusan kami?"
"Aku Enah," jawabnya tenang, "Seorang pengembala yang melakukan perjalanan"
Arata tertawa, "Makhluk lemah ingin menghentikan pertarungan dewa?"
Enah tersenyum tipis. "Bukan menghentikan, tapi menawarkan negosiasi."
Noah bergerak mendekati Enah, Venuszirad masih siap menyerang. "Negosiasi macam apa?"
"Holy Dimensi Arzhanzou memiliki rahasia tersembunyi," kata Enah, "Dan kalian berdua sama sekali tidak menyadari apa sebenarnya yang tersembunyi di dalamnya."
Cahaya Book of Dathlem semakin intens, menciptakan proyeksi dimensi samar yang membuat Noah dan Arata terpaku.
"Aku punya informasi yang kalian butuhkan," lanjut Enah, "Tapi pertama, kalian harus berhenti bertarung."
Noah melipat tangannya, Venuszirad masih berkilat di sampingnya. "Bicara. Apa informasi yang kau miliki?"
Enah mengambil napas dalam. "Holy Dimensi Arzhanzou bukan sekadar dimensi biasa. Di dalamnya tersembunyi sebuah entitas kuno."
Arata yang semula marah, kini tertarik. "Entitas macam apa?"
"Makhluk pertama sebelum penciptaan dimensi," jawab Enah. "Dia tidur di dalam struktur dimensi paling terakhir, menunggu momen untuk terbangun. Pertarungan kalian justru akan membangunkannya lebih cepat."
"Siapa namanya?" tanya Noah tajam.
"The LN," bisik Enah, "Sang Pencipta Sebelum Segala Penciptaan,"
Noah tersenyum dingin, "Ceritamu menarik, tapi tidak cukup untuk menghentikanku."
Dalam sekejap, energi Venuszirad kembali memuncak. Noah mengangkat pedangnya, energi ungu kehitaman kembali membanjiri dimensi. "Aku tetap akan mengalahkan Arata!"
Arata tertawa, "Kau pikir omong kosong tentang The LN akan menghentikanku? Itu tidaklah nyata hanya ada The Creator yang paling hebat dan kuat pencipta kami"
Enah yang berdiri di tengah-tengah mereka mencoba berteriak, "TUNGGU! Kalian tidak mengerti—"
Tapi terlambat.
Holy Dimensi Arzhanzou berguncang hebat. Setiap benturan pedang menciptakan ledakan cahaya yang membutakan, merusak sendi-sendi realitas.
Enah tersungkur, terpaksa menyaksikan pertarungan yang tak terelakkan.
"Kalian akan membangunkan sesuatu yang tidak bisa kalian kendalikan!" teriak Enah.
Tapi Noah dan Arata sudah terlalu terbawa emosi untuk mendengarkan.
Pertarungan berlanjut, semakin gila dan destruktif.
Pertarungan Noah dan Arata telah berlangsung begitu lama, melewati berbagai dimensi. Dari Water Dew hingga dimensi-dimensi terdalam. Enah yang terus mengikuti mereka mulai merasa lelah menyaksikan pertarungan tanpa akhir ini.
"Sampai kapan mereka akan seperti ini?" gumam Enah pada dirinya sendiri, mengamati kilatan Venuszirad dan Agroname yang terus berbenturan.
Tiba-tiba, sebuah kehadiran yang anggun namun penuh kekuatan muncul di tengah arena pertempuran. Sosok wanita dengan rambut keperakan dan jubah putih berkilau - Dewi Exiriazurna Lera.
"Noah!" suara Dewi Exiriazurna Lera menggelegar, "Hentikan kegilaan ini!"
Namun Noah tetap fokus pada pertarungannya dengan Arata, mengabaikan kehadiran sang adik angkat.
Enah yang penasaran dengan sosok dewi yang baru muncul ini memberanikan diri bertanya, "Maaf... Boleh saya tahu siapa Anda sebenarnya?"
Dewi Exiriazurna Lera menoleh, matanya yang berwarna keemasan menatap Enah dengan lembut. "Aku Exiriazurna Lera, adik dari makhluk keras kepala yang sedang bertarung itu," dia menunjuk ke arah Noah.
Dewi Exiriazurna Lera memandang Enah dengan senyum tipis, ada kilatan geli di matanya yang keemasan.
"Ada yang lucu?" tanya Enah bingung.
Lera tertawa kecil, "Maaf, hanya saja... kau mengingatkanku pada diriku dulu. Selalu mencoba menghentikan pertarungan Noah yang tak ada habisnya."
Ledakan energi dari Venuszirad dan Agroname kembali mengguncang dimensi. Enah menatap pertarungan itu dengan frustasi.
"Bagaimana cara menghentikan mereka?" tanya Enah penuh harap.
Lera menggeleng pelan, senyumnya berubah getir. "Menyerah saja. Mustahil menghentikan Noah kalau dia sudah seperti ini. Kakakku itu..." dia menghela napas, "...terlalu keras kepala."
"Tapi pertarungan ini bisa menghancurkan segalanya!" protes Enah.
"Kau pikir berapa kali aku mencoba menghentikannya?" Lera menatap jauh ke arah Noah yang masih bertarung. "Ratusan tahun, ribuan dimensi... Noah tetap Noah. Dia tidak akan berhenti sampai mendapatkan apa yang dia inginkan."
Di kejauhan, Noah dan Arata terus bertarung, menciptakan gelombang kehancuran yang merobek struktur dimensi.
"Lalu kita harus bagaimana?" tanya Enah putus asa.
"Yang bisa kita lakukan hanyalah menunggu. Noah... dia memiliki alasan yang jauh lebih dalam dari sekadar perebutan Holy Dimensi Arzhanzou - sikapnya memang suka kekerasan tapi baik."
"Alasan yang lebih dalam?" Enah mengerutkan kening.
"Ya," Lera mengamati pertarungan di kejauhan. "Kau tahu kenapa dia begitu terobsesi dengan Holy Dimensi Arzhanzou? Itu bukan sekadar tentang kekuasaan saja karena dia tidak ingin Arata menguasai semua Verse bagi kakak Arzhanzou adalah kekasihnya yang pertama kali tempat dia diciptakan."
Ledakan energi dari Venuszirad dan Agroname kembali mengguncang dimensi. Noah dan Arata masih tenggelam dalam tarian maut mereka.
"Noah..." Lera melanjutkan, suaranya melembut. "Dia kehilangan sesuatu yang berharga di Holy Dimensi Arzhanzou. Arata itu sangat kasar kau tau sebutan dia - pembunuh 1000 Dewa perang dan semua dewa ketidakanehan dikalahkannya - dewa-dewa menjaga logika, takdir dan sejarah masa lalu."
Enah terdiam, Book of Dathlem dalam kesadarannya bergetar pelan. "Apa yang dia inginkan?"
"Merebut Arzhanzou itulah cara dia menghadapi," bisik Lera.
"Dulu, jauh sebelum semua ini... Noah pernah memiliki banyak sekali pendukung untuk menghadapi Arata tapi semua mati tidak tersisa kakak melanjutkan tekad dari para pendukung. Di sisi itu Noah ingin tempat kelahirannya, ingatannya... Tekad. Mereka itu kuat satu sama lain."
Enah menatap pertarungan dengan pemahaman baru. "Jadi itu sebabnya..."
"Ya," Lera mengangguk. "Noah percaya dengan menguasai Holy Dimensi Arzhanzou."
"Bukankah Arata jauh lebih kuat?" Tanya Enah.
Lera tersenyum misterius, "Yang bisa kita lakukan hanyalah menunggu. Noah... Punya kartu truff meski Dimensi lain akan hancur itu bisa diulangi kembali."
"Sihir apa itu?" Enah mengerutkan kening.
"Ya," Lera mengamati pertarungan di kejauhan. "Pedang yang menghapus system, tetaplah disini melihat nya langsung lebih mudah dipahami - kau akan menunggu lebih dari 9000 tahun disini.
Ledakan energi dari Venuszirad dan Agroname kembali mengguncang dimensi. Noah dan Arata masih tenggelam dalam tarian maut mereka.
Lera menatap Enah dengan lebih seksama, matanya yang keemasan menyipit penuh selidik. "Tunggu sebentar... ada yang aneh denganmu."
"A-apa maksudmu?" Enah mundur selangkah, merasakan tatapan menyelidik Dewi Exiriazurna Lera.
"Kau... bagaimana bisa kau bergerak dengan begitu bebas di dimensi setinggi ini? Kau sebenarnya" Lera mengambil langkah mendekat, aura dewatanya membuat udara di sekitar mereka bergetar. "Bahkan para Divine Milsif atau Dewa-dewa Water Dew pun akan kesulitan bernapas di level dimensi seperti ini. Tapi kau..."
Ledakan energi dari pertarungan Noah dan Arata menggetarkan dimensi, namun Enah tetap berdiri tegak tanpa kesulitan. Book of Dathlem dalam kesadarannya berdenyut semakin kuat.
"Aku hanya seorang pengembala biasa yang melakukan perjalanan."
"Hm, kau ingin melihatnya sampai akhir?"
5666 tahun telah berlalu sejak pertemuan dengan Dewi Exiriazurna Lera. Dimensi-dimensi telah berubah, hancur, dan terlahir kembali. Namun pertarungan antara Noah dan Arata masih terus berlangsung, seperti tarian abadi yang tak mengenal lelah.
Enah masih di sana, menyaksikan semuanya. Book of Dathlem dalam kesadarannya kini berdenyut lebih kuat dari sebelumnya, seolah merespons perubahan yang terjadi di sekitarnya. Rambutnya yang dulu hitam kebiruan kini memiliki semburat keperakan - efek dari terlalu lama berada di dimensi tinggi.
"Kau masih di sini?" Suara yang familiar terdengar di belakangnya. Dewi Exiriazurna Lera muncul, masih dengan jubah putihnya yang berkilau. Tidak ada yang berubah dari sosoknya sejak pertemuan pertama mereka ribuan tahun lalu.
"Seperti yang kau lihat," jawab Enah tanpa mengalihkan pandangannya dari pertarungan. "Aku ingin melihat akhirnya."
Lera tersenyum tipis. "Dan sekarang kau mengerti mengapa aku memintamu untuk menunggu? Lihat..." Dia menunjuk ke arah Venuszirad yang kini berpendar dengan cahaya yang berbeda.
Di kejauhan, Noah menggenggam pedangnya dengan cara yang berbeda. Venuszirad tidak lagi memancarkan energi destruktif seperti biasanya. Sebagai gantinya, pedang itu kini mengeluarkan cahaya keemasan yang aneh - cahaya yang tampak mampu menelan segala sesuatu yang disentuhnya.
"Itu bukan lagi pedang Venuszirad tapi pedang Gehdonov yang ditempa dari berbagai serangan yang diterima," bisik Lera. "Senjata terakhir Noah yang akan menghapus seluruh sistem dimensi. Arata tidak akan bisa menahan - bukan hanya menghancurkan, tapi benar-benar menghapusnya dari eksistensi."
Enah mengangguk pelan. Setelah ribuan tahun, dia akhirnya memahami. "Itukah yang dia rencanakan? Menghapus seluruh sistem untuk memulai dari awal?"
"Ya," jawab Lera. "Tapi ada harga yang harus dibayar. Penggunaan pedang Gehdonov akan..." Kata-katanya terhenti saat ledakan energi yang luar biasa mengguncang dimensi.
Noah telah mengangkat Gehdonov tinggi-tinggi. Arata, untuk pertama kalinya dalam ribuan tahun, menunjukkan ekspresi terkejut. Agroname dalam genggamannya bergetar hebat, seolah merasakan ancaman yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.
"ARATA!" Suara Noah menggelegar. "Kau yang telah menghancurkan segalanya... Kau yang telah membunuh mereka semua... Hari ini, kita akan mengulang semuanya dari awal!"
Gehdonov bersinar semakin terang, cahayanya mulai melahap segala sesuatu di sekitarnya. Struktur dimensi mulai mengelupas seperti kertas yang terbakar.
"Kita harus pergi dari sini," Lera menarik tangan Enah. "Kecuali..." Dia menatap Enah dengan penuh arti. "Kecuali kau memang ditakdirkan untuk menyaksikan saat ini."
Book of Dathlem dalam kesadaran Enah berdenyut semakin kuat, seolah memberikan jawaban.
"Aku akan tetap di sini," kata Enah mantap. "Aku sudah menunggu selama 5666 tahun. Aku harus melihat bagaimana semua ini berakhir."
Lera mengangguk penuh pengertian. "Kalau begitu, sampai bertemu di sistem yang baru, Enah... atau siapapun dirimu sebenarnya."
Dimensi terus mengelupas, dan cahaya keemasan Gehdonov semakin terang, melahap segalanya dalam kekosongan mutlak. Yang terakhir Enah lihat adalah sosok Noah dan Arata yang masih bertarung, ditelan oleh cahaya keemasan yang menghapus eksistensi itu sendiri.
Book of Dathlem berdenyut untuk terakhir kalinya, sebelum semuanya tenggelam dalam kekosongan.
...Sistem telah dihapus....
...DAN YANG TERSISA HANYALAH AWAL YANG BARU....
Keheningan.
Tidak ada suara. Tidak ada cahaya. Tidak ada waktu.
Kemudian, perlahan-lahan, setitik cahaya mulai berpendar dalam kegelapan absolut. Cahaya itu membesar, memancarkan gelombang energi penciptaan yang murni. The Creator telah memulai karyanya yang baru.
Dimensi-dimensi mulai terbentuk satu per satu, seperti kristal yang tumbuh dalam kegelapan. Masing-masing memiliki karakteristik uniknya sendiri - beberapa dipenuhi cahaya, yang lain tenggelam dalam bayangan. Ada yang bergetar dengan energi kehidupan, sementara yang lain tetap sunyi dalam kedamaiannya.
Di jantung penciptaan ini, di sebuah dimensi yang baru terbentuk, sepasang mata terbuka perlahan.
Noah mengerjap, memandang sekelilingnya dengan kebingungan. Dia berada di sebuah padang rumput yang luas, dengan langit berwarna keemasan di atasnya. Angin sepoi-sepoi membelai rambutnya yang kini berwarna seputih salju - berbeda dari hitam pekatnya di kehidupan sebelumnya.
"Di mana..." dia mencoba menggerakkan tubuhnya yang terasa asing. Ingatannya masih kabur, seperti mimpi yang perlahan memudar. Namun ada satu hal yang tetap jelas dalam benaknya: nama "Arzhanzou".
Dia mencoba berdiri, kakinya gemetar seperti bayi rusa yang baru belajar berjalan. Tangannya meraba-raba, mencari sesuatu yang tidak ada. Venuszirad - tidak, Gehdonov - telah hilang bersama sistem yang lama.
"Selamat datang kembali," sebuah suara yang familiar terdengar di belakangnya.
Noah berbalik perlahan, matanya melebar saat melihat sosok yang berdiri di sana. Rambut keperakan, jubah putih yang berkilau...
"Lera?"
Dewi Exiriazurna Lera tersenyum lembut. "Kau ingat padaku, kakak?"
"Aku... mengapa aku bisa mengingatmu? Bukankah seharusnya sistem telah..."
"The Creator memiliki rencananya sendiri," Lera melangkah mendekat. "Beberapa ingatan dibiarkan tetap ada, seperti benang merah yang menghubungkan masa lalu dan masa depan."
Noah memandang tangannya yang kini tampak lebih muda. "Arata..."
"Dia juga dilahirkan kembali, di dimensi yang berbeda," Lera menjelaskan. "The Creator memberikan kesempatan baru bagi kalian berdua untuk memilih jalan yang berbeda."
"Dan Enah?"
Lera tersenyum misterius. "Ah, dia... atau lebih tepatnya, 'itu'... adalah misteri yang akan terungkap pada waktunya."
Noah mencoba melangkah, kali ini dengan lebih mantap. Dimensi di sekitarnya masih dalam proses pembentukan, seperti lukisan yang belum selesai. Di kejauhan, dia bisa melihat struktur-struktur dimensional yang masih tumbuh dan berkembang.
"Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanyanya, lebih kepada diri sendiri.
"Itu terserah padamu," Lera menjawab. "The Creator telah memberikan kanvas yang baru. Kali ini, kau bisa melukis cerita yang berbeda."
Noah memandang langit keemasan di atasnya. Ingatannya tentang Arzhanzou masih ada, tapi kali ini tanpa rasa sakit yang mengiringinya. Mungkin inilah yang dimaksud dengan kesempatan kedua - bukan untuk melupakan, tapi untuk belajar dan tumbuh dari masa lalu.
"Aku ingin melihat dimensi-dimensi yang baru ini," katanya akhirnya.
Lera mengangguk. "Kalau begitu, mari kita mulai perjalanan baru ini. Kali ini, sebagai saudara dan teman perjalanan"
Mereka melangkah bersama memasuki dunia yang masih dalam proses penciptaan. Di belakang mereka, padang rumput mulai dipenuhi dengan bunga-bunga dalam berbagai warna - tanda bahwa kehidupan baru telah benar-benar dimulai.
Dan di suatu tempat, dalam dimensi yang berbeda, sebuah buku kuno bernama Book of Dathlem mulai menulis halaman pertamanya dalam sistem yang baru.
Noah dan Lera melintasi berbagai dimensi yang masih dalam proses pembentukan. Setiap langkah mereka meninggalkan jejak energi keemasan yang perlahan menyatu dengan struktur dimensional yang baru. Hingga akhirnya, mereka tiba di sebuah portal dimensional yang berbeda dari yang lain - portal dengan ukiran kuno yang memancarkan aura misterius.
"Dunia Ajgenda," bisik Lera, matanya menyipit mengamati ukiran-ukiran yang berpendar. "Salah satu Dunia tertua yang diciptakan The Creator dalam sistem yang baru ini."
Noah merasakan getaran familiar dalam dirinya. Ada sesuatu yang menariknya ke dimensi ini, sebuah panggilan yang tidak bisa dijelaskan. "Apa yang ada di dalam sana?"
"Kekuatan," jawab Lera. "Tapi juga bahaya. Dunia Ajgenda dijaga oleh Lehfilma, ular raksasa berkepala tujuh yang ditugaskan langsung oleh The Creator untuk menjaga keseimbangan dimensi ini."
Noah mengulurkan tangannya, menyentuh portal yang berpendar. Ingatan samar tentang pertarungannya dengan Arata berkelebat dalam benaknya. Dulu, dia memiliki Venuszirad, kemudian Gehdonov. Sekarang...
"Kau tidak perlu senjata untuk memasuki Ajgenda," Lera seolah membaca pikirannya. "Yang kau butuhkan adalah pemahaman."
"Pemahaman tentang apa?"
"Tentang mengapa The Creator memberimu kesempatan kedua. Mengapa dia harus memberikan Gehdonov dan mengapa sang The Creator masih menciptakan kakak." Lera menatap kakaknya dengan serius. "Lehfilma bukan sekadar penjaga - dia adalah manifestasi dari tujuh aspek kebijaksanaan yang harus dikuasai sebelum seseorang bisa menguasai Ajgenda."
Noah melangkah memasuki dunia Ajgenda. Udara di sekitarnya bergetar, dan pemandangan padang rumput keemasan berganti menjadi hutan yang gelap dan misterius. Pepohonan menjulang tinggi dengan daun-daun berwarna ungu gelap, sementara tanah dipenuhi kristal-kristal yang bercahaya redup.
Suara mendesis terdengar dari kejauhan, diikuti geraman rendah yang membuat tanah bergetar.
"Lehfilma sudah merasakan kehadiranmu," kata Lera.
"Setiap kepalanya mewakili satu aspek Kebijaksanaan, Keberanian, Pengampunan, Kesabaran, Keseimbangan, Pengorbanan, dan Kebenaran."
Noah merasakan energi yang berbeda mengalir dalam tubuhnya - bukan lagi kekuatan destruktif seperti dulu, tapi sesuatu yang lebih dalam dan fundamental. "Bagaimana cara mengalahkannya?"
"Bukan mengalahkan," Lera menggeleng. "Tapi memahami. Setiap kepala akan mengujimu dengan cara yang berbeda. Kau harus membuktikan bahwa kau layak menguasai Ajgenda bukan melalui kekuatan, tapi melalui kebijaksanaan."
Geraman semakin dekat, dan dari balik pepohonan, sosok Lehfilma mulai terlihat. Tubuhnya yang bersisik hitam berkilau memantulkan cahaya kristal, tujuh kepalanya masing-masing memancarkan aura yang berbeda. Mata-matanya yang berwarna merah menyala menatap tajam ke arah Noah.
"Aku tidak bisa membantumu dalam ujian ini," kata Lera, mundur beberapa langkah. "Ini adalah perjalananmu sendiri."
Noah mengangguk, melangkah maju menghadapi Lehfilma. Kali ini, dia tidak mencari-cari senjata atau kekuatan. Ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya - pemahaman bahwa pertarungan ini bukan tentang siapa yang lebih kuat.
Kepala pertama Lehfilma - yang mewakili Kebijaksanaan - maju mendekat, matanya menatap langsung ke dalam jiwa Noah.
"Katakan padaku," suara Lehfilma bergema dalam pikiran Noah, "apa yang kau cari di Ajgenda ini?"
Dan dengan pertanyaan itu, ujian Noah di Dunia Ajgenda pun dimulai.
Noah menatap mata merah Lehfilma yang berkilat dalam kegelapan. "Aku mencari pemahaman," jawabnya dengan suara tenang. "Pemahaman tentang mengapa The Creator memberiku kesempatan kedua."
Ketujuh kepala Lehfilma bergerak dalam harmoni yang sempurna, mendesis pelan. Kepala yang mewakili Kebijaksanaan tetap menatap Noah, sementara kepala lainnya mulai bergerak mengitarinya.
"Kesempatan kedua?" kepala Kebenaran mendesis. "Atau kesempatan untuk mengulangi kesalahanmu?"
"Tidak," Noah menggeleng. "Dulu aku mengejar kekuatan demi kekuatan. Sekarang... aku ingin memahami."
Kepala Pengampunan maju, matanya berkilat dengan warna keemasan. "Kau bicara tentang pemahaman, tapi apakah kau sudah memaafkan dirimu sendiri atas apa yang terjadi di sistem yang lama?"
Pertanyaan itu menghantam Noah seperti gelombang energi. Bayangan pertarungannya dengan Arata, kehancuran dimensi-dimensi, penggunaan Gehdonov... semua berkelebat dalam benaknya.
"Aku..." Noah terdiam sejenak. "Aku menerima apa yang telah kulakukan. Dan aku siap untuk belajar dari itu."
Kepala Kesabaran mendesis panjang. "Kau masih mencari pedang, Noah. Kami bisa merasakannya dalam jiwamu."
"Ya," Noah mengakui. "Tapi bukan untuk menghancurkan. Venuszirad... ada hubungan yang lebih dalam dengan pedang itu. Sesuatu yang belum kupahami sepenuhnya."
Ketujuh kepala Lehfilma saling berpandangan, seolah berkomunikasi dalam diam. Kemudian, kepala Keseimbangan berbicara, "Kau benar. Venuszirad bukan sekadar senjata. Ia adalah kunci."
"Kunci?"
"Kunci menuju takdirmu yang sebenarnya," kepala Pengorbanan menjelaskan. "Tapi sebelum kau bisa menemukannya kembali, kau harus membuktikan bahwa kau layak."
Noah berdiri tegak, merasakan energi asing mengalir dalam tubuhnya. "Aku siap."
Ketujuh kepala Lehfilma mengangkat diri secara bersamaan, mata mereka bersinar semakin terang. "Kalau begitu, terimalah ini sebagai langkah pertama."
Tubuh raksasa Lehfilma mulai bercahaya, dan dari mulut kepala Keberanian, sesuatu mulai muncul. Sebuah pedang dengan bilah berwarna keperakan - Vianemur.
"Pedang ini akan membimbingmu menuju Venuszirad," Lehfilma menjelaskan. "Tapi ingat, kekuatannya berbeda. Vianemur adalah pedang pemahaman, bukan penghancur."
Noah mengulurkan tangannya, dan Vianemur melayang ke arahnya. Saat tangannya menggenggam gagang pedang itu, dia merasakan gelombang energi yang hangat - sangat berbeda dari energi destruktif Venuszirad atau Gehdonov.
"Aku akan menemanimu dalam pencarian ini," Lehfilma mengumumkan. "Bukan sebagai penjaga atau penguji, tapi sebagai pembimbing. Karena dalam sistem yang baru ini, bahkan kami para penjaga harus belajar untuk berubah."
Lera, yang sejak tadi mengamati dalam diam, tersenyum tipis. "Sepertinya perjalanan kita akan bertambah satu anggota."
Noah mengangguk, memandang Vianemur yang berkilau lembut dalam genggamannya. "Ke mana kita harus pergi?"
"Ke tempat di mana semua berawal," Lehfilma menjawab. "Ke dimensi pertama yang diciptakan The Creator dalam sistem yang baru - Arzhanzou."
Dan dengan itu, sebuah babak baru dalam perjalanan Noah dimulai. Kali ini, dengan Vianemur di tangannya, Lehfilma di sisinya, dan pemahaman baru dalam hatinya, dia melangkah menuju takdir yang telah digariskan The Creator untuknya.
Noah, dan Lera melintasi portal dimensional menuju - dunia Lifarhine tempat The Creator kedua kali memulai penciptaan sistem yang baru. Air laut yang berwarna keunguan berpendar lembut, menciptakan pemandangan yang menenangkan sekaligus misterius.
"Tempat ini..." Noah memandang sekelilingnya. Vianemur dalam genggamannya beresonansi dengan energi air di sekitarnya.
"Lifarhine," Lera menjelaskan. "Dunia kedua dibawah dimensi Sea Abyss yang diciptakan The Creator dalam sistem baru. Di sinilah semua berawal - dunia yang tersebar luas awalnya adalah struktur dari Dimensi Sea Abyss."
Mereka berjalan di atas permukaan air yang padat seperti kristal. Cahaya dari tubuh mereka menciptakan panorama yang memukau.
Dari kedalaman Sea Abyss, sebuah pilar cahaya keemasan muncul, menembus permukaan air. Sosok The Creator perlahan menampakkan diri - tidak dalam wujud fisik, tapi sebagai energi murni yang berpendar.
"Noah," suara The Creator bergema dalam pikiran mereka. "Kau telah menemukan Vianemur."
"Ya," Noah menggenggam pedang peraknya. "Tapi saya masih mencari Venuszirad."
"Venuszirad tidak hilang," The Creator menjawab. "Ia hanya tertidur, menunggu pemiliknya yang telah berubah."
"Apa yang harus saya lakukan untuk menemukannya kembali?"
Cahaya The Creator berpendar lebih terang. "Vianemur akan membimbingmu dalam perjalanan ini - kesadarannya terbagi dengan mahkluk Lehfilma panggil saja. Kunjungi setiap dunia dan dimensi yang telah kuciptakan. Di setiap tempat, ada pecahan jiwa Venuszirad yang harus kau temukan dan pahami."
"Pecahan jiwa?" Lera bertanya.
"Ya. Lakukan perjalanan dan bersabarlah, Venuszirad tidak hancur - ia bersemayam di suatu tempat."
Noah menatap Vianemur yang berkilau. "Dan pedang ini akan menunjukkan jalannya?"
"Vianemur adalah kompas spiritualmu," The Creator menjelaskan. "Tapi ingat, Noah - kekuatan sejati tidak terletak pada pedang, tapi pada pemahaman yang kau dapatkan dalam perjalanan mencarinya."
"Saya mengerti," Noah mengangguk. "Ke mana saya harus pergi pertama kali?"
"Mulailah dari dunia yang kau pijak itu, " The Creator menjawab.
Lehfilma dalam wujud Vianemur berbicara, "Kami akan menemaninya dalam perjalanan ini."
"Ya," The Creator setuju. "Tapi ingat, setiap ujian adalah milik Noah sendiri. Kalian hanya bisa membimbing, tidak bisa mengambil alih pertarungannya."
"Saya siap," Noah menggenggam Vianemur dengan mantap.
"Kalau begitu, pergilah," The Creator memberi restu. "Temukan Venuszirad dan tunjukkan padaku jangan ulangi kesalahanmu dulu akan ada aturan baru yang harus kau patuhi."
Cahaya The Creator mulai meredup, kembali ke kedalaman Sea Abyss. Namun sebelum menghilang sepenuhnya, suaranya terdengar sekali lagi:
"Dan Noah... kali ini, gunakan kekuatanmu dengan bijak. Karena dalam sistem yang baru ini, setiap pilihan memiliki konsekuensi yang jauh lebih besar dari sebelumnya."
Dengan itu, Noah, Lera, bersama pedang Vianemur memulai perjalanan mereka menuju dunia Liferhaine, langkah pertama dalam pencarian.
Saat mereka melintasi portal menuju dunia Liferhaine, pemandangan berubah drastis. Tidak ada lagi air berkilau, digantikan oleh padang rumput luas dengan pohon-pohon raksasa yang menjulang hingga menembus awan. Daun-daun keemasan berkilau ditimpa cahaya dua matahari yang menggantung di langit berwarna merah muda.
"Liferhaine," Lera memandang takjub. "Dunia kehidupan abadi."
"Tempat ini..." Noah menggenggam Vianemur lebih erat saat merasakan getaran aneh dari pedangnya. "Ada sesuatu yang familiar."
"Tentu saja," suara Lehfilma terdengar dari Vianemur. "Liferhaine adalah tempat di mana The Creator pertama kali menciptakan konsep kehidupan dan kematian. Di sini, batas antara keduanya sangat tipis."
Mereka berjalan menyusuri padang rumput, mengikuti arah getaran Vianemur yang semakin menguat. Bunga-bunga berwarna perak bermekaran di sekitar langkah mereka, mengeluarkan aroma manis yang menenangkan.
"Lihat itu," Lera menunjuk ke arah sebuah pohon raksasa yang berbeda dari yang lain. Batangnya berwarna putih mengkilap, dengan sulur-sulur energi keemasan yang melilit ke atas.
Noah melangkah mendekat. Vianemur bergetar semakin kuat dalam genggamannya.
"Pohon Kehidupan," Lehfilma menjelaskan. "Salah satu manifestasi kekuatan The Creator yang tertua."
Saat Noah semakin mendekat, sesuatu mulai muncul dari dalam batang pohon - sosok seorang wanita yang terbuat dari energi murni.
"Selamat datang, Noah," suara wanita itu terdengar seperti gemerisik daun. "Aku adalah Elhaine, penjaga Pohon Kehidupan."
"Apa yang harus kulakukan di sini?" tanya Noah.
"The Creator mengirimmu untuk belajar," Elhaine tersenyum. "Dan pelajaran pertamamu adalah tentang nilai sebuah kehidupan. Dulu kau menggunakan Venuszirad untuk menghancurkan. Kali ini, kau harus memahami bagaimana melindungi."
Tiba-tiba, langit berubah gelap. Dari kejauhan, terdengar raungan mengerikan.
"Para hewan Devourer," Elhaine menatap ke kejauhan. "Mereka datang untuk memakan energi kehidupan dari Liferhaine. Tunjukkan padaku, Noah - apakah kau akan menggunakan Vianemur seperti kau menggunakan Venuszirad dulu?"
Noah menatap pedang di tangannya, kemudian memandang ke arah monster-monster kegelapan yang mendekat. Kali ini, dia harus membuat pilihan yang berbeda.
Ujian pertamanya di Liferhaine telah dimulai.
Para hewan Devourer mendekat dengan cepat - makhluk-makhluk kegelapan berbentuk naga, dengan sayap hitam dan mata merah menyala. Energi kehidupan di sekitar mereka tersedot, membuat bunga-bunga perak layu dan rumput menghitam.
Noah menggenggam Vianemur erat, tapi tidak langsung menyerang. Dia teringat kata-kata The Creator tentang konsekuensi yang lebih besar dalam sistem yang baru.
"Lehfilma," Noah berbisik pada pedangnya. "Apa yang kau ketahui tentang para Devourer ini?"
"Mereka adalah makhluk keseimbangan," suara Lehfilma menjawab. "Diciptakan untuk mengontrol energi kehidupan agar tidak berlebihan. Tapi sekarang mereka kehilangan kendali."
Noah memperhatikan gerakan para Devourer dengan seksama. Di tengah kegelapan yang mereka pancarkan, dia melihat sesuatu - titik-titik cahaya kecil yang berpendar di dada mereka.
"Inti kehidupan," Elhaine menjelaskan, seolah membaca pikiran Noah. "Bahkan makhluk penghancur memiliki cahaya kehidupan dalam diri mereka."
Noah mengangguk paham. Dia mengangkat Vianemur, tapi bukan untuk menyerang. Pedang itu mulai bercahaya dengan energi keperakan yang hangat.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Lera.
"Mencoba cara yang berbeda," Noah menjawab. Dia mengarahkan Vianemur ke Pohon Kehidupan, membiarkan energi pedang itu mengalir ke sulur-sulur keemasan.
Seketika, sulur-sulur itu bercahaya lebih terang. Energi kehidupan murni memancar ke segala arah, membentuk kubah pelindung yang mengelilingi area itu.
Para Devourer menabrak kubah itu, tapi tidak bisa menembusnya. Lebih dari itu, cahaya dari kubah mulai mempengaruhi mereka. Titik-titik cahaya di dada mereka berpendar semakin terang.
"Mereka tidak perlu dihancurkan," Noah berkata pelan. "Yang mereka butuhkan adalah keseimbangan."
Perlahan, para Devourer mulai berubah. Kegelapan yang menyelimuti mereka memudar, digantikan oleh sisik keperakan. Mata merah mereka melembut menjadi keemasan.
"Kau memahami esensi sejati dari kekuatan," Elhaine tersenyum. "Bukan untuk menghancurkan, tapi untuk mentransformasi. Untuk menyembuhkan."
Dari tubuh para Devourer yang telah berubah, serpihan energi keemasan mulai berkumpul. Mereka melayang ke arah Noah, bersatu membentuk sebuah kristal kecil yang bercahaya.
"Pecahan itu, simpanlah pasti ada sesuatu dibalik nya," Elhaine menjelaskan. "Aspek Penyembuhan. Simpan dan pahami maknanya."Noah menerima kristal itu.
"Ke mana selanjutnya?" tanya Lera.
"Dunia Rabigerion ," suara Lehfilma menjawab dari Vianemur. "Di sana, bergegas."
"Semoga keberuntungan ada padamu Noah." Doa Elhaine.
Noah mengangguk, menggenggam kristal pertama dengan hati-hati. Satu langkah telah dilalui, namun perjalanan masih panjang. Dan kali ini, dia akan menempuhnya dengan pemahaman baru tentang arti sejati dari kekuatan.
Mereka memasuki portal menuju Rabigerion - dunia yang diselimuti kabut kemerahan dan udara yang terasa berat oleh energi magis. Kristal-kristal raksasa menjulang tinggi, memantulkan cahaya dalam spektrum warna yang memukau.
"Rabigerion," Lera memandang sekeliling dengan waspada. "Tempat di mana The Creator menyegel kekuatan-kekuatan kuno yang terlalu berbahaya untuk dibiarkan bebas."
Noah merasakan Vianemur bergetar lebih kuat dari sebelumnya. Kristal yang dia dapatkan dari Liferhaine juga mulai bercahaya, seolah beresonansi dengan energi di sekitar mereka.
"Hati-hati," Lehfilma memperingatkan melalui Vianemur. "Disini, batasan antara kendali dan kehancuran sangat tipis. Satu kesalahan bisa membebaskan kekuatan yang seharusnya tetap tersegel."
Mereka menyusuri jalan setapak yang terbuat dari kristal obsidian hitam. Di kanan kiri mereka, dalam kristal-kristal raksasa, Noah bisa melihat bayangan-bayangan bergerak - makhluk-makhluk dan energi yang terkurung di dalamnya.
"Mengapa The Creator menyegel mereka?" tanya Noah.
"Karena bahkan The Creator tahu ada hal-hal yang terlalu berbahaya untuk dibiarkan bebas," Lera menjawab. "Kekuatan-kekuatan yang bisa menghancurkan keseimbangan sistem itu sendiri."
Tiba-tiba, mereka mendengar suara retakan. Salah satu kristal raksasa mulai menunjukkan garis-garis pecah, cahaya merah menyala memancar dari dalamnya.
"Tidak mungkin," Lehfilma terdengar cemas. "Segel ini seharusnya tidak bisa pecah!"
"Kecuali..." Lera menatap Noah. "Kecuali ada yang memiliki kekuatan setara di dekatnya."
Noah menyadari arti kata-kata itu. Vianemur, dan mungkin juga pecahan Venuszirad yang dia bawa, telah mempengaruhi segel tersebut.
Kristal itu akhirnya pecah sepenuhnya. Dari dalamnya, muncul sosok yang terbuat dari api hitam dan petir merah - Diverxeno, salah satu kekuatan kuno yang paling ditakuti.
"Bebas..." suara mahkluk yang telah sekian lama dalam tempurung bergema seperti guntur. "Setelah sekian lama, akhirnya bebas!"
Noah mengangkat Vianemur, tapi kali ini dia ragu. Pengalaman di Liferhaine mengajarinya bahwa kekerasan tidak selalu menjadi jawaban. Tapi bagaimana menghadapi kekuatan yang memang diciptakan untuk menghancurkan?
"Noah," Lehfilma berbicara. "Ingat apa yang kau pelajari. Bahkan dalam kehancuran, ada kehidupan. Bahkan dalam kegelapan, ada cahaya."
Diverxeno melancarkan serangan pertamanya - gelombang api hitam yang membakar segala yang disentuhnya. Noah menggunakan Vianemur untuk menciptakan perisai, sementara otaknya berpacu mencari solusi.
Dia memandang kristal pecahan Venuszirad dari Liferhaine, kemudian menatap Diverxeno. Mungkin kali ini, ujiannya bukan tentang mengalahkan atau menyegel kembali - tapi tentang memahami.
Noah mengambil langkah pertama menghadapi tantangan barunya di Rabigerion, mengetahui bahwa setiap pilihan yang dia buat akan menentukan tidak hanya nasibnya, tapi juga keseimbangan sistem itu sendiri.
"Tunggu!" Noah berteriak, mengejutkan semua yang hadir termasuk Diverxeno. "Aku ingin berbicara denganmu."
Api hitam di sekitar Diverxeno berkobar lebih tinggi. "Berbicara? Dengan makhluk yang telah memenjarakanku selama ribuan tahun?"
"Bukan aku yang memenjarakanmu," Noah menjawab tenang, menurunkan Vianemur perlahan. "Dan aku ingin tahu ceritamu."
Petir merah menyambar di sekitar mereka, tapi Noah tetap berdiri tegak sihir lemah seperti itu tidak mungkin bisa melukai Noah. Kristal Liferhaine di tangannya bercahaya lembut, seolah memberikan kekuatan.
"Noah, apa yang kau lakukan?" Lera berbisik cemas.
"Mencoba memahami," Noah menjawab. "The Creator pasti punya alasan untuk setiap tindakannya."
Diverxeno tertawa getir. "Kau ingin tahu ceritaku? Baiklah." Api hitamnya membentuk imaji - gambaran masa lalu yang kelam. "Aku diciptakan sebagai penyeimbang. Ketika kehidupan tumbuh terlalu pesat, akulah yang membersihkan. Ketika ciptaan menjadi terlalu kuat, aku yang melemahkan."
"Tapi kemudian kau kehilangan kendali," Lehfilma menambahkan melalui Vianemur.
"Kehilangan kendali?" Diverxeno mendesis. "Tidak. Aku justru melakukan tugasku dengan sempurna. Terlalu sempurna hingga The Creator takut kekuatanku akan menghancurkan sistem yang ia ciptakan."
Noah mengangguk paham. "Kau seperti para Devourer di Liferhaine. Diciptakan untuk tujuan tertentu, tapi kemudian..."
"Kemudian apa?" tantang Diverxeno. "Menjadi terlalu efektif? Terlalu kuat? The Creator menciptakan kami untuk menghancurkan, lalu mengurung kami karena kami terlalu baik dalam melakukannya!"
"Mungkin bukan itu masalahnya," Noah melangkah maju. "Mungkin masalahnya adalah keseimbangan. Para Devourer belajar bahwa kehancuran bukan tujuan akhir, tapi bagian dari siklus yang lebih besar. The Creator mengurung ratusan tahun mungkin karena tidak ingin kau ditemukan oleh dewa - yang selalu menginginkan kekuatan."
Diverxeno terdiam sejenak. Api hitamnya berkobar lebih tenang. "Kau berbicara seperti seseorang yang pernah kehilangan kendali atas kekuatannya sendiri."
"Ya," Noah mengakui. "Dan aku belajar bahwa kekuatan sejati bukan tentang seberapa banyak yang bisa kau hancurkan, tapi tentang bagaimana kau bisa menciptakan keseimbangan."
Dia mengangkat kristal Liferhaine, membiarkan cahayanya menerangi kegelapan Diverxeno. "Lihat? Bahkan dalam cahaya paling terang ada bayangan, dan dalam kegelapan paling pekat ada secercah harapan."
Perlahan, sesuatu mulai berubah. Api hitam Diverxeno mulai bercampur dengan warna keemasan. Petir merahnya melembut menjadi kekuningan.
"Apa yang terjadi padaku?" Diverxeno bertanya, suaranya tidak lagi menggelegar.
"Kau menemukan keseimbangan," Noah tersenyum. "Seperti para Devourer, kau tidak perlu dikurung atau dihancurkan. Kau hanya perlu memahami tujuan sejatimu."
Dari tubuh Diverxeno yang berubah, serpihan energi kedua mulai terbentuk - kristal berwarna ungu gelap yang berpendar dengan kekuatan yang terkendali.
"Pecahan Kendali," Lehfilma menjelaskan. "Aspek kedua dari Venuszirad."
Noah menerima kristal itu, merasakannya beresonansi dengan kristal Liferhaine. "Ke mana selanjutnya?"
"Dunia Ebensijven ," Lera menjawab. "Tempat di mana waktu mengalir berbeda."
Diverxeno, yang kini lebih tenang dan seimbang, membungkuk pada Noah. "Terima kasih telah menunjukkan jalan yang berbeda. Mungkin ini yang The Creator inginkan sejak awal - bukan pengekangan, tapi pemahaman."
Noah mengangguk. Dua pecahan telah ditemukan, dan pemahaman barunya tentang kekuatan semakin dalam. Dengan Lera di sisinya dan Vianemur sebagai pemandu, dia melangkah menuju portal berikutnya.
Portal dimensi membawa mereka ke Ebensijven - sebuah dunia yang tampak seperti lukisan abstrak. Langit berpendar dalam warna-warni aurora, sementara daratan di bawah mereka seolah bergerak dalam pola-pola geometris yang terus berubah.
"Ebensijven," Lera memandang takjub. "Tempat di mana realitas dan ilusi bercampur menjadi satu."
Noah merasakan sensasi aneh saat melangkah di tanah yang bergerak. Vianemur dan kedua kristal yang dia bawa bergetar dengan ritme yang berbeda-beda, menciptakan harmoni yang ganjil.
"Di sini, persepsi adalah segalanya," Lehfilma menjelaskan. "Apa yang kau lihat mungkin nyata, mungkin juga tidak. Tergantung bagaimana kau memahaminya."
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang terus berubah bentuk. Di kejauhan, mereka melihat sebuah menara kristal yang menjulang tinggi - puncaknya seolah menembus langit dan menghilang dalam pusaran aurora.
"Menara Ilusi," Lera berkata. "Tempat di mana The Creator menyimpan segala kemungkinan yang tidak terwujud."
Tiba-tiba, udara di sekitar mereka bergetar. Sosok-sosok transparan mulai muncul - bayangan-bayangan dari berbagai realitas alternatif.
"Ini..." Noah terkesiap saat melihat dirinya sendiri dalam berbagai versi. Ada Noah yang memilih jalan berbeda, Noah yang gagal, Noah yang menjadi penguasa tirani, bahkan Noah yang tidak pernah menemukan Vianemur.
"Realitas paralel," Lera menjelaskan. "Di Ebensijven, semua kemungkinan ada secara bersamaan."
Salah satu bayangan melangkah maju - versi Noah yang tampak lebih gelap dan berbahaya. "Kau pikir kau sudah belajar dari kesalahanmu?" bayangan itu bertanya dengan nada mengejek. "Kau pikir kau sudah berubah?"
Noah menggenggam Vianemur erat. "Aku tahu aku sudah berubah."
"Benarkah?" bayangan itu tertawa. "Lalu mengapa kau masih mencari kekuatan? Mengapa masih mengejar Venuszirad?"
"Karena..." Noah terdiam sejenak, mencari jawaban yang tepat.
"Noah," Lehfilma berbicara melalui Vianemur. "Di sini, kebenaran dan kebohongan sama nyatanya. Yang membedakan adalah pilihanmu untuk percaya pada yang mana."
Noah menatap kedua kristal yang telah dia kumpulkan - Penyembuhan dari Liferhaine dan Kendali dari Rabigerion. Keduanya bersinar terang, mengingatkannya pada pelajaran yang telah dia dapat.
"Aku mencari Venuszirad," Noah akhirnya menjawab, "bukan untuk mendapatkan kembali kekuatan, tapi untuk memahami makna sejati dari kekuatan itu sendiri."
Bayangan-bayangan di sekitar mereka mulai bereaksi terhadap kata-katanya. Beberapa memudar, sementara yang lain menjadi lebih jelas.
"Dan menurutmu apa makna sejati dari kekuatan?" tantang versi gelapnya.
"Keseimbangan," Noah menjawab mantap. "Bukan tentang menghancurkan atau menciptakan, tapi tentang memahami kapan harus melakukan masing-masing. Seperti Diverxeno yang akhirnya menemukan tujuan sejatinya, seperti para Devourer yang belajar menjadi bagian dari siklus kehidupan."
Saat dia berbicara, kristal-kristal di tangannya mulai beresonansi dengan lebih kuat. Cahaya mereka menerangi bayangan-bayangan, membuat yang gelap memudar dan yang terang semakin bersinar.
"Dan di sinilah ujian sejatimu dimulai," sebuah suara baru terdengar. Dari puncak Menara Ilusi, sesosok figur turun perlahan - Ebenveth, penjaga realitas-realitas yang tidak terwujud.
"Untuk mendapatkan pecahan ketiga," Ebenveth melanjutkan, "kau harus menghadapi semua kemungkinan dirimu. Hanya dengan memahami siapa dirimu di semua realitas, kau bisa menemukan siapa dirimu yang sebenarnya."
Noah mengangguk, siap menghadapi ujian berikutnya. Kali ini, pertarungannya bukan melawan musuh luar, tapi melawan berbagai versi dari dirinya sendiri - sebuah perjalanan untuk menemukan kebenaran sejati di antara ribuan kemungkinan.
Ebenveth mengangkat tangannya, dan seketika ruang di sekitar mereka berubah. Mereka kini berada di dalam Menara Ilusi, dikelilingi oleh cermin-cermin yang menampilkan berbagai versi kehidupan Noah.
"Setiap cermin," Ebenveth menjelaskan, "menunjukkan pilihan yang bisa kau ambil. Yang telah kau ambil. Yang mungkin akan kau ambil."
Noah melihat dirinya dalam berbagai situasi - ada Noah yang memilih untuk tetap menggunakan Venuszirad untuk kekuasaan, Noah yang menyerah dan hidup sebagai mahkluk biasa (tidak abadi), Noah yang berhasil menemukan keseimbangan lebih awal.
"Tapi mana yang nyata?" tanya Noah.
"Semuanya nyata," Lera menjawab. "Di Ebensijven, setiap kemungkinan adalah realitas tersendiri."
"Dan itulah tantanganmu," Ebenveth menambahkan. "Kau harus memilih - bukan versi terbaik dari dirimu, tapi versi terbenar dari dirimu."
Noah melangkah mendekati cermin-cermin itu. Setiap bayangan memiliki ceritanya sendiri, pengalaman dan pelajaran yang berbeda.
"Bagaimana aku bisa tahu mana yang benar?" Noah bertanya pada Lehfilma.
"Gunakan apa yang telah kau pelajari," Lehfilma menjawab melalui Vianemur. "Kristal Penyembuhan mengajarkan tentang kehidupan. Kristal Kendali tentang keseimbangan."
Noah memejamkan mata, merasakan energi dari kedua kristal yang dia bawa. Saat dia membuka mata, dia melihat sesuatu yang berbeda di salah satu cermin - versi dirinya yang tidak tampak terlalu kuat atau terlalu lemah, tidak terlalu baik atau terlalu jahat.
"Versi itu," Noah menunjuk, "tampak paling... nyata."
"Karena itulah dirimu yang sebenarnya," Ebenveth mengangguk. "Bukan yang terkuat atau terlemah, tapi yang paling seimbang. Yang memahami bahwa kekuatan sejati datang dari penerimaan akan semua sisi dirimu."
Saat Noah melangkah mendekati cermin itu, bayangan-bayangan lain mulai bereaksi. Beberapa mencoba menariknya, menggodanya dengan janji-janji kekuatan atau kedamaian absolut.
"Jangan tertipu," Lera memperingatkan. "Kesempurnaan bukan tujuanmu."
"Aku tahu," Noah tersenyum. "Kesempurnaan adalah ilusi. Keseimbangan adalah kenyataan."
Dia mengulurkan tangan, menyentuh cermin yang menampilkan versi dirinya yang seimbang. Seketika, cermin itu bersinar terang, dan dari dalamnya muncul kristal ketiga - berwarna biru safir yang berkilau dengan cahaya dalam.
"Kristal Kebenaran," Lehfilma menjelaskan. "Aspek ketiga dari Venuszirad."
Noah mengambil kristal itu, merasakannya beresonansi dengan dua kristal lainnya. Penyembuhan, Kendali, dan Kebenaran - tiga aspek yang perlahan mulai membentuk pemahaman utuh tentang kekuatan sejati.
"Selamat," Ebenveth tersenyum. "Kau telah menemukan dirimu yang sejati. Tapi perjalananmu belum selesai."
"Masih ada banyak dunia lagi," Lera menambahkan. "Dunia Juranghaya."
Noah mengangguk. Tiga kristal telah ditemukan, masing-masing membawa pelajaran yang berbeda.
Noah mengeratkan genggamannya pada ketiga kristal itu, merasakan energi mereka yang berputar dan saling terhubung. Sensasi hangat menjalar dari tangannya ke seluruh tubuh, seolah ketiga kristal itu sedang berkomunikasi satu sama lain, berbagi rahasia kuno yang telah lama tersembunyi.
"Duniai Juranghaya," Noah mengulang kata-kata Lera. "Apa yang menungguku di sana?"
Ebenveth melangkah mendekat, jubah hitamnya berdesir lembut. "Juranghaya adalah tempat di mana semua realita bertemu - seperti titik pusat dari roda yang tak terhingga. Di sana, kekuatan Venuszirad mencapai puncaknya."
"Tapi juga tempat yang paling berbahaya," Lehfilma menambahkan, suaranya bergema melalui Vianemur. "Banyak yang mencoba mencapai Juranghaya. Sedikit yang kembali."
Noah menatap ketiga kristal di tangannya. Kristal Penyembuhan berwarna hijau zamrud berpendar lembut, mengingatkannya akan pelajaran tentang kehidupan dan empati. Kristal Kendali memancarkan cahaya merah delima, simbol dari kekuatan dan keseimbangan. Dan kini, Kristal Kebenaran berwarna biru safir, berkilau dengan kebijaksanaan yang dalam.
"Aku siap," kata Noah mantap. "Tapi bagaimana cara mencapai Juranghaya?"
Lera mengangkat tangannya, dan udara di sekitar mereka bergetar. Cermin-cermin di Menara Ilusi mulai berputar, menciptakan spiral cahaya yang memukau. "Juranghaya tidak bisa dicapai dengan cara biasa. Kau harus menggunakan kekuatan ketiga kristal secara bersamaan."
"Tapi ingat," Ebenveth memperingatkan, "kekuatan sebesar itu bisa menghancurkanmu jika kau tidak siap. Bahkan dengan semua yang telah kau pelajari."
Noah mengangguk, memahami risiko yang dia hadapi. Dia telah belajar bahwa kekuatan sejati bukan tentang dominasi, melainkan tentang pemahaman. Tentang menerima semua aspek dari dirinya - kebaikan dan kegelapan, kekuatan dan kelemahan.
"Pegang kristal-kristal itu," Lehfilma menginstruksikan, "dan bayangkan mereka sebagai satu kesatuan. Bukan tiga kekuatan terpisah, tapi satu kekuatan yang utuh."
Noah memejamkan mata, memusatkan konsentrasinya. Dia merasakan energi dari ketiga kristal mulai berpadu. Kristal Penyembuhan memberikan kehangatan yang menenangkan. Kristal Kendali menawarkan kekuatan yang stabil. Kristal Kebenaran membawa kejernihan pikiran yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Ruangan mulai berputar lebih cepat. Cermin-cermin berkilau semakin terang hingga cahayanya membutakan. Noah merasakan tubuhnya seolah ditarik ke segala arah sekaligus.
"Jangan melawan!" dia mendengar suara Lera berseru. "Biarkan energinya mengalir!"
Noah melepaskan semua resistensi dalam dirinya. Dia membiarkan energi ketiga kristal membawanya, mempercayai bahwa keseimbangan yang telah dia temukan akan menuntunnya.
Ketika cahaya mulai meredup dan ruangan berhenti berputar, Noah membuka matanya. Pemandangan di hadapannya membuat napasnya tercekat.
Mereka tidak lagi berada di Menara Ilusi. Di sekeliling mereka terbentang lansekap yang mustahil - puluhan, mungkin ratusan dunia yang berbeda, semua terlihat secara bersamaan seperti mozaik realitas yang rumit. Langit di atas mereka dipenuhi dengan galaksi-galaksi yang berputar, sementara di bawah kaki mereka, tanah seolah terbuat dari kristal yang merefleksikan semua dunia yang ada.
"Selamat datang di Juranghaya," kata Reghel sang penjaga pelan. "Pusat dari segala dunia dibawahnya, kau harus menjelajahi lagi dunia - Juranghaya adalah Dunia yang menopang dunia yang dia pilih - terdapat tujuh Dunia. Jelajahi lah terus pengetahuan dan keseimbangan."
Reghel mengangkat tongkatnya yang berkilau keemasan, menggambar sebuah lingkaran di udara. Di hadapan mereka, muncul proyeksi tujuh lingkaran yang saling terhubung, dengan Juranghaya di pusatnya.
"Tujuh dunia," Reghel menjelaskan, "masing-masing memiliki perannya dalam menyeimbangkan realitas. Dan yang pertama harus kalian jelajahi adalah Ifthur Eidifnator."
Noah melirik ke arah adiknya, Exiriazurna. Gadis itu mengangguk mantap, tangannya menggenggam erat Vianemur yang berpendar lembut.
"Ifthur Eidifnator," Exiriazurna berkata pelan, "dunia pertama di bawah Juranghaya. Apa yang membuat dunia ini istimewa?"
"Dunia ini adalah tempat di mana energi murni terbentuk," Reghel menjawab sambil menunjuk ke arah salah satu lingkaran yang berpendar keunguan. "Di sana, kalian akan menemukan sumber dari kekuatan yang mengalir ke semua dunia lainnya."
Noah merasakan ketiga kristalnya beresonansi lebih kuat. "Kristal-kristal ini... mereka seperti merespons sesuatu."
"Tentu saja," Lera menimpali. "Kristal-kristal Venuszirad berasal dari energi murni Ifthur Eidifnator. Mereka merasakan panggilan untuk kembali ke asal mereka."
Reghel mengayunkan tongkatnya sekali lagi, dan sebuah portal mulai terbentuk - gerbang berpilar kristal dengan energi keunguan yang berputar di tengahnya.
"Kalian harus berhati-hati," Reghel memperingatkan. "Ifthur Eidifnator, Disana banyak penjagaan yaitu para Hewan kasar dan malaikat. Aku adalah penopang itu sendiri jika kau mengalahkan aku semua - Noah kau akan mendapatkan semua ini."
"Tidak, aku tidak lagi memikirkan kekuasaan."
Noah dan Exiriazurna saling pandang, komunikasi tanpa kata yang hanya bisa dipahami oleh saudara. Mereka telah melalui banyak hal bersama, dan ini adalah babak baru dalam perjalanan mereka.
"Kami siap," kata mereka bersamaan.
Mereka melangkah. Noah merasakan kristal-kristalnya berdenyut semakin kuat, sementara Vianemur dalam genggaman mulai memancarkan cahaya yang lebih terang.
"Satu hal lagi," Reghel berkata saat mereka hampir mencapai ruang. "Di Ifthur Eidifnator, masa lalu dan masa depan kadang bertemu. Jangan terkejut jika kalian menemukan jawaban atas pertanyaan yang belum kalian tanyakan."
Dengan kata-kata misterius itu bergema di telinga mereka, Noah dan Lera melangkah memasuki dunia bawah. Cahaya keunguan menyelimuti mereka, dan mereka merasakan tarikan yang kuat ketika struktur dunia di sekitar mereka mulai berubah.
Petualangan mereka di dunia pertama di bawah Juranghaya - Ifthur Eidifnator - baru saja dimulai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!