NovelToon NovelToon

Embrace Love

CH 1. Abortion

Catalina memandang tak percaya pada kakaknya yang tiba-tiba datang dan mengajukan permintaan yang mengerikan. Marilyn menyuruhnya menggugurkan kandungannya.

"Aku akan membayarmu! Kau bekerja di klinik bersalin, Catalina. Tentu kau tahu bagaimana caranya agar aku bisa mengugurkan bayi ini," ucap Marilyn santai.

"Mengapa? Jika kau tidak menginginkan bayi, kenapa kau tidak menggunakan pengaman saat melakukan itu!" Catalina memandang Marilyn dengan perasaan tidak suka. Wanita itu kembali tidak mau bertanggung jawab atas perbuatan yang dia lakukan.

Marilyn mengendikkan bahunya. Tanpa rasa bersalah ia menjawab.

"Simon mengatakan dia akan bertanggung jawab bila nantinya aku hamil. Saat itu kami memang tidak membawa pengaman, dia mengucapkan janji manis itu agar aku tetap mau melanjutkan berhubungan badan." Marilyn berdecih marah. Lelaki itu menghianatinya, dia membuang Marilyn ketika tahu Marilyn hamil. Keluarga laki-laki itu yang dingin seperti manusia es bahkan menyebutnya perempuan jalanng dan mengusirnya mentah-mentah. Tidak ada kompensasi apapun yang diberikan oleh keluarga itu. Padahal Simon bilang ia sudah mengatakan pada keluarganya kalau Marilyn mengandung anaknya.

Saat datang dan bertemu dengan kakak perempuan tertua dari Simon, perempuan kurang ajar itu bahkan tidak memandang ke arahnya. Mengatakan agar Marilyn menyadari siapa dirinya dan bahkan menyuruhnya bercermin!

Sangat sombong dan arogan. Bahkan keadaan lebih parah ketika kakak laki-laki tertua Simon turun dari lantai dua mansion itu dan menatap tajam ke arah Marilyn. Rasa takut mulai menjalar di sekujur tubuh Marilyn melihat pandangan kejam dan dingin laki-laki itu.

Lalu laki-laki itu langsung mengusirnya, mengatakan jika ia tidak akan mendapatkan apapun atau sepeserpun dari keluarga Bernard! Laki-laki itu bahkan menyuruhnya menjauhi Simon.

Setelah kejadian itu Simon bahkan menghilang. Marilyn harus menghidupi dirinya sendiri dan hal itu tidak akan bisa bila ia hamil. Ia harus kembali ke klab malam tempat sebelumnya ia bekerja sebelum bertemu Simon.

"Jangan lakukan ini ... bayi itu tidak bersalah." Catalina mencoba membujuk kakaknya. Namun perkataannya disambut dengusan.

"Aku tidak menginginkannya. Keluarga ayahnya juga tidak. Bahkan ayahnya sendiri melarikan diri, hilang entah kemana ... tidak ada yang menginginkannya. Ia akan menyulitkanku jika dilahirkan."

Catalina berpikir keras. Ia tahu Marilyn tidak akan mengubah keputusannya. Kakaknya itu akan menjalankan rencananya dengan ataupun tanpa bantuan Catalina.

"Jika ada yang membiayaimu sampai bayi itu dilahirkan, apakah kau mau menerimanya? Kemudian kau bisa menyerahkan bayi itu pada orang tersebut ketika ia lahir. Dengan kata lain ia membiayai kehamilanmu agar kau tidak perlu bekerja, dengan syarat bayi itu kau serahkan padanya saat ia dilahirkan." Catalina mencoba membujuk Marilyn dengan cara lain. Ia pernah melihat pasiennya yang sudah mempunyai banyak anak kembali hamil tidak terencana. Lalu sepasang suami istri yang tidak beruntung dikaruniai anak membiayai ibu tersebut, yang suaminya tiba-tiba meninggal tertabrak mobil setelah ibu itu hamil 3 bulan. Mereka membiayai ibu tersebut dan setelah melahirkan ibu tersebut memberikan bayinya untuk diurus oleh sepasang suami istri yang mendambakan bayi setelah bertahun tahun perkawinan mereka yang tak jua memberikan kabar baik tentang kehamilan yang mereka tunggu-tunggu.

Suami istri itu mengadopsi sang bayi dan memberikan kompensasi pada sang ibu untuk membantunya memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya yang ditinggalkan almarhum suaminya.

Marilyn tampak berpikir keras. Ide Catalina membuatnya tertarik, ia bisa menghasilkan uang tanpa perlu bekerja sampai ia melahirkan. Sekarang usia kehamilannya sudah 5 bulan. Berarti masih tersisa 4 bulan lagi, dan ia bisa mengumpulkan uang.

"Idemu menarik. Tapi aku ingin digaji selama sisa kehamilanku itu. Jadi bukan hanya biaya hidup dan semua kebutuhanku dipenuhi , aku juga ingin menerima gaji karena sudah menjaga bayi ini di dalam perutku!"

Catalina menganga, tidak percaya pada apa yang ia dengar. Marilyn terkekeh melihat ekspresi adiknya itu.

"Jangan terkejut begitu! Jika memang ada yang menginginkan bayi ini, maka aku akan tetap mengandungnya sampai ia lahir. tapi jika tidak, dia akan kugugurkan." Marilyn mengucapkan kata-katanya sambil menghitung dalam hati berapa uang yang ia inginkan sebagai kompensasi mengandung bayi diperutnya.

"Kandunganmu 5 bulan, Marilyn. Dia hidup dan bernyawa! Kemana nuranimu?" Catalina mencoba menyentuh nurani Marilyn.

"Nuraniku mati bersama ibuku yang gila, Catalina! Kau dan ibumu yang menyebabkan ini semua terjadi pada ibuku!" Marilyn mendengus keras. Ia dan Catalina memang satu ayah namun berbeda ibu.

Ibu Catalina rupanya adalah istri kedua dari ayahnya. Mereka menikah dan mendapatkan Catalina . Bertahun-tahun ibunya tidak mengetahui kalau ayahnya rupanya telah beristri di kota lain dan mempunyai seorang putri yaitu Marilyn. Ayahnya memang bertugas ke berbagai kota dan ibunya tidak pernah tahu karena ayahnya mengaku masih sendiri ketika melamar ibunya.

"Jangan menyalahkan ibuku, Marilyn ... dia tidak tahu kalau ayahku sudah beristri saat menikahi Ayah." Catalina memandang tajam pada kakaknya yang hanya berjarak 3 tahun di atasnya itu.

Marilyn kembali mendengus."Terserah! Sekarang cari orang yang berminat melakukan rencana seperti yang tadi kau katakan, lalu katakan padanya aku ingin gaji dan uang kompensasi."

Marilyn lalu berdiri dan mulai melangkah menuju pintu.

"Aku beri waktu seminggu, Lina. Jika kau belum menemukannya maka bayi ini akan mati." Kata-kata dingin itu diucapkan Marilyn sebelum menghilang dibalik pintu.

Catalina bergidik mendengar kata-kata kakaknya. Ia yakin Marilyn sangat serius dengan kata katanya itu. Kakaknya terlihat sudah sangat putus asa.

N E X T >>>

**********

CH 2. Payment

Catalina menyeruput cokelat hangat yang tadi dibuatnya. Sudah hampir satu minggu dan ia belum menemukan orang yang mau mengadopsi bayi Marilyn dari klinik dan juga dari teman-temannya yang bekerja sebagai sesama perawat di klinik bahkan di rumah sakit.

Sepertinya ia harus memikirkan cara lain untuk menyelamatkan nyawa bayi itu. Catalina bangkit dan masuk ke kamarnya, membuka lemari pakaian lalu menarik sebuah laci. Ia merogoh mencari sebuah buku yang ia simpan di dalam sana.

Setelah mendapatkan buku kecil rekening tabungannya, Catalina kembali melangkah ke ruang tamu kecil flat yang ia sewa sebagai tempat tinggal.

"Ah ... sepertinya aku harus menggunakanmu pada akhirnya," ucap Catalina lirih pada buku kecil yang ia buka. Ia memandangi saldo yang tertera di buku itu. Tabungannya selama bekerja di klinik dan sedikit uang warisan dari mendiang ibunya.

Ia mengumpulkan uang sedikit demi sedikit agar nanti cita-cita yang selalu ibunya impikan bisa terwujud. Sebuah mimpi dari almarhum ibunya yang ingin Catalina realisasikan dalam wujud nyata.

Catalina mematikan TV kecil di ruang tamu nya itu. Ia menarik napas panjang.

"Huffhhh ... Jika tidak ada cara lain, apa boleh buat. Sebuah nyawa lebih berharga untuk diselamatkan. Aku akan bekerja lebih keras lagi agar bisa mewujudkan mimpi kita, Mom." Catalina mendesah berat. Berharap keputusan yang diambilnya sudah tepat.

**********

Catalina melongo memandang Marilyn dari seberang meja. Marilyn mengajaknya bertemu, ibu hamil itu ingin membicarakan perihal rencana Catalina pada bayinya satu minggu yang lalu.

Mereka bertemu di sebuah cafe. Setelah memesan minum, Marilyn langsung menuju inti pertemuan mereka. Ia bertanya apakah Catalina sudah menemukan orang yang akan mengadopsi bayinya. Catalina berbohong dengan mengatakan bahwa ia sudah menemukan sepasang suami istri yang menginginkan bayi. Lalu Marilyn menyebutkan angka itu. Angka yang kemudian membuat Catalina melongo menatapnya.

"Oh ... jangan terkejut begitu, Catalina. Itu kompensasi yang cukup kecil!" Marilyn mengibaskan tangannya melihat Catalina menganga mendengar nominal yang ia sebutkan.

"Kau gila! Itu namanya pemerasan!" Dengan geram Catalina menyadari bahwa Marilyn menjadikan bayinya sebagai alat untuk mencari uang. Jika ia memenuhi permintaan itu, maka seluruh tabungannya akan habis.

"Katakan padaku ... apakah mereka kaya?" tanya Marilyn lagi.

"Tidak. Mereka tidak kaya!" Catalina menjawab pendek. Ia memutar otak, tidak ada sepasang suami istri yang akan mengadopsi seperti yang ia ceritakan pada kakaknya itu. Catalina hanya berbohong agar Marilyn tidak cerewet menginginkan ini dan itu jika ia tahu Catalina sendiri yang akan merawat bayinya.

Marilyn tampak mengerutkan kening, menimbang ucapan Catalina.

"Menurutku kau ambil saja kesempatan ini. Kau tidak perlu bekerja untuk beberapa bulan ke depan. Lalu akan ada gaji untukmu dan uang kompensasi. Tapi tidak sebesar yang kau inginkan! Suami istri ini hidup sederhana. Mereka hanya punya sedikit tabungan. Mereka sudah lama mendambakan seorang bayi."

Catalina mencoba mempengaruhi kakaknya.

"Tapi tentu saja ini terserah padamu. Kau ingin menghabiskan sisa uangmu untuk membuang bayimu lalu berhadapan dengan resiko kehilangan nyawamu sendiri dengan efek samping tindakannya nanti," ujar Catalina .

"Maksudmu?" Marilyn memandang adiknya heran.

"Maksudku, kau bisa saja kehilangan banyak darah ketika tindakan itu dilakukan. Lalu kau akan merasakan sakit luar biasa. Lebih dari sakit yang kau rasakan ketika kau melahirkan secara normal."

Catalina berusaha menakuti Marilyn agar ia menerima persyaratan yang sudah Catalina tentukan.

Marilyn nampak merenung dan agak pucat. Catalina merasa sedikit keterlaluan. Tapi ia perlu melakukannya.Tabungannya tidak mungkin dihabiskan untuk membayar Marilyn. Ia memerlukannya untuk memenuhi kebutuhan bayi itu jika nanti Marilyn setuju memberikannya.

"Mereka hanya sanggup membayarmu setengahnya, Marilyn. Itu sudah lumayan besar. Ambil atau tidak sama sekali. Terserah padamu." Catalina menunggu jawaban kakaknya. Pura-pura tidak terlalu peduli Marilyn akan menerima atau tidak. Padahal ia berharap kakaknya mengalah dan menerima jumlah yang ia sebutkan.

"Mereka akan memberikan uangnya sekaligus?" Marilyn tampak mulai tertarik. Catalina menggeleng.

"Tidak. Kau akan menerima gajimu dan biaya kebutuhan hidupmu setiap bulan. Mereka akan mentransfernya ke dalam rekeningmu." Catalina menjelaskan.

"Bagaimana dengan uang kompensasinya." Kali ini Catalina yakin kakaknya benar-benar tertarik dan akan menerima jumlah yang ia tawarkan.

"Jaga kandunganmu dengan baik dengan uang yang diberikan ke rekeningmu, Marilyn. Jika kau melahirkan nanti, maka uang kompensasinya akan kau terima setelah bayi itu kau serahkan."

Setelah terdiam cukup lama mendengar penjelasan Catalina, Marilyn kemudian mengangguk.

"Baiklah. Jadi kapan aku bertemu pasangan ini?"

Pertanyaan Marilyn dijawab dengan gelengan kepala oleh Catalina.

"Tidak ada pertemuan dengan mereka, Marilyn. Mereka tidak mau kau mengenal mereka. Kau hanya bisa menghubungi mereka lewat aku," ucap Catalina tegas.

Marilyn mengangkat kedua bahunya. "Baiklah. Terserah mereka kalau begitu. Kapan aku akan mulai menerima uangnya?" Marilyn menyeruput jus yang ia pesan sambil memandangi Catalina.

"Segera setelah kau mengirimkan nomor rekeningmu. Kirimkan padaku agar aku bisa memberikannya pada mereka," ujar Catalina. Merasa lega semuanya sesuai dengan rencananya.

"Baiklah, pembicaraan kita sudah selesai. Aku pergi dulu. Rekeningnya akan kukirimkan segera." Marilyn berdiri dan baru akan mulai melangkah ketika Catalina memanggilnya.

"Patuhi kesepakatan ini sesuai rencana, Marilyn! Atau uang kompensasi yang kau idam-idamkan itu akan melayang." Catalina mengancam sambil lalu. Melihat wanita itu mengangguk dan mengendikkan bahu.

"Aku tidak menginginkannya. Jika ada yang akan mengasuhnya maka aku akan memberikannya. Kau tenang saja, aku akan memberikan bayi ini setelah dilahirkan. Urus saja semuanya, termasuk tempat dimana aku akan bersalin, sehingga kau bisa langsung mengambil bayi ini dan memberikannya pada mereka." Suara Marilyn terdengar datar, tanpa kesedihan. Ia seperti akan menyerahkan sebuah benda bukan seorang bayi yang 9 bulan hidup di dalam rahimnya.

Catalina memandang kakaknya yang berlalu, perut yang mulai membesar yang menandakan kalau wanita itu sedang hamil seolah menjadi penyemangat bagi Catalina untuk mengikhlaskan uangnya yang akan hilang. Seorang bayi, nyawa keponakannya sendiri, dan bagi Catalina, itu adalah hal yang setimpal.

Ibunya akan mengerti di atas sana. Bahkan akan mendukung rencananya ini jika beliau masih hidup. Ibunya menghabiskan sisa hidupnya dengan mengasuh anak-anak panti yang memerlukan perhatian dan kasih sayang. Jadi menyelamatkan satu bayi yang tidak diinginkan sungguh akan mendapatkan dukungan dari beliau. Walaupun uang warisan yang Catalina dapatkan harus ikut terpakai.

Catalina meminum jusnya sampai habis. Memandangi jalanan di hadapannya dengan menerawang. Teringat keadaan panti tempat anak-anak yang sudah mulai berdesakan. Mereka perlu gedung baru, namun apa daya ....

Sepertinya mereka masih harus menunggu ... Catalina akan bekerja lebih keras lagi, mengumpulkan uang agar mimpi ibunya bisa ia wujudkan.

Mimpi ibunya untuk menyediakan rumah tinggal yang nyaman bagi anak-anak itu, fasilitas belajar dan makanan yang layak setiap hari. Gedung yang sekarang sudah tua dan sudah layak direnovasi. Mereka juga perlu tambahan gedung baru agar anak-anak nyaman dan tidak berdesakan.

Catalina sangat kagum dan bersyukur para suster di sana selalu bersabar dan melakukan semuanya dengan ikhlas. Membuatnya makin terpacu untuk memberikan uang yang mereka butuhkan untuk membangun panti itu agar menjadi lebih baik.

Catalina berdiri, meninggalkan cafe dan kembali ke flat tempat tinggalnya. Ia akan pergi bekerja satu jam lagi. Masih ada waktu sebelum ia berangkat , Ia bisa beristirahat dan menikmati segelas es jeruk dulu sebelum pergi bekerja.

N E X T >>>

**********

CH 3. Bernard Family

Catalina membereskan meja dan merapikan kartu-kartu pasien yang bertebaran di mejanya. Suara pintu terbuka membuatnya menoleh dan mengangguk memberi salam.

"Kau sudah mau pulang?" Pertanyaan dokter Luigi menyapa telinga Catalina.

"Belum, Dok. Aku masih harus berbenah." Catalina menolak secara halus. Luigi sudah sering menawarinya pulang bersama atau ajakan pergi kencan. Tapi Catalina hanya menganggap dokter itu seorang teman sekaligus rekan kerja saja.

Catalina tahu, keluarga dokter Luigi telah menentukan masa depan apapun untuk dokter muda itu. Klinik kecil ini hanyalah batu loncatan, memberikan kebebasan sementara bagi Luigi sebelum kembali memegang tampuk kepemimpinan rumah sakit besar keluarga mereka.

Seorang calon pewaris keluarga kaya dengan masa depan yang amat cerah. Ia tidak mau menyulitkan dirinya sendiri dengan bersedia menjadi pacar Luigi kemudian menjadi target yang harus dibereskan oleh keluarga kaya itu karena berani bersanding dengan putra mereka. Oh, tidak. Catalina tidak sebodoh itu. Lagipula ia tidak punya perasaan apapun pada dokter itu.

"Perempuan hamil tadi ...yang kau bawa untuk periksa, apakah dia keluargamu?" Pertanyaan tiba-tiba itu dilontarkan Luigi dengan muka penasaran.

Catalina menarik napas panjang. Ia tidak berharap Luigi akan bertanya, tapi Marilyn memang terlalu banyak mengoceh di dalam sana tadi.

Catalina mengajak kakaknya memeriksakan kandungan, ia datang dengan iming-iming akan diberikan tambahan uang jika ia memeriksakan diri dan bayinya.

Dokter Luigi yang memeriksanya kemudian menyadari kemiripan yang ada diantara dua kakak beradik itu. Namun yang membuat Luigi penasaran adalah kata-kata Marilyn yang mengatakan dirinya single, tidak bersuami dan hanya mengandung bayinya untuk sepasang suami istri yang tidak mempunyai anak.

Catalina terlihat sangat tidak nyaman sepanjang pemeriksaan kakaknya itu. Marilyn seperti akan meneteskan air liur ketika masuk dan melihat dokter tampan itu tersenyum ramah ke arahnya.

"Kenapa tidak menjawab? Apakah hubunganmu dengannya rahasia?" Luigi kembali menatap mata Catalina. Dokter ini tidak akan berhenti sebelum Catalina menjawabnya.

"Ya, Dok. Dia adalah kakakku." Jawaban pendek Catalina memberitahu Luigi bahwa ia tidak mau membahas kakaknya. Luigi mengendikkan bahunya.

"Ada kemiripan antara kalian. Karenanya aku bisa menebak kalian bersaudara."

Catalina mengangguk mendengar ucapan Luigi. Ia menyusun seluruh kartu dengan lambat, berharap dokter itu pulang dan meninggalkannya. Catalina tidak mau ia dilaporkan mengobrol lama dengan dokter itu seperti yang terjadi pada Cecilia. Gadis itu dibawa ke hadapan Tuan Besar Stefano dan di interogasi mengenai hubungannya dengan Luigi.

Padahal saat itu Cecilia hanya mengobrol biasa dan sedikit bercanda sambil tertawa. Namun di kejauhan pasangan itu nampak seperti sepasang kekasih yang tengah saling menggoda.

"Apakah kau sudah memikirkan penawaranku?" kembali pertanyaan tiba-tiba itu menghampiri telinga Catalina. Ia berbalik dan bertatapan dengan laki-laki itu. Memberikan jawabannya yang memang belum bisa memberikan kepastian.

"Aku sebenarnya sangat berminat, Dok. Tapi ada beberapa alasan yang membuatku tidak bisa meninggalkan tempat ini."

"Katakan alasannya." Luigi memandang dan menunggu, namun tidak ada jawaban. Laki-laki itu menarik napas panjang.

"Ini bagus untuk perkembanganmu, Catalina. Kau gesit, pintar dan mampu bekerja bersama tim. Rumah sakit kami akan sangat gembira menerima kau bergabung. Kau akan menerima gaji dan penghasilan lainnya berkali lipat daripada kau menetap di klinik kecil ini."

"Aku akan mempertimbangkannya lagi, Dok ...." Catalina berkata serius. Ingin sekali ia mengiyakan lalu pindah bekerja di rumah sakit besar milik keluarga Luigi, Ia ingin menambah pengalamannya. Namun panti kekurangan orang untuk menjaga anak-anak dan sekarang ada masalah Marilyn yang harus ia urus.

"Itu bagus. Aku hanya beberapa bulan lagi di sini. Seterusnya aku akan pindah dan menetap di Eliza Hospital. Kuharap kau memberiku jawaban sebelum itu." Luigi berlalu meninggalkan Catalina yang termangu.

Beberapa bulan lagi Marilyn akan melahirkan. Ia akan disibukkan dengan kehadiran seorang bayi, jadi tidak mungkin ia menerima penawaran itu. Padahal ia ingin sekali mencobanya.

**********

Yoana Bernard berjalan masuk tanpa mengetuk dan tanpa pemberitahuan. Dua laki-laki yang tengah bicara serius di ruangan itu menegakkan kepala dan menoleh. Yoana mengibaskan rambut hitamnya yang mengkilat dan berjalan ke arah kursi besar adiknya yang terlihat kosong.

Ia duduk dan memandang ke arah sofa dimana adiknya Claude Bernard dan patung batu tangan kanannya yang bernama Vincent tengah bicara.

Claude yang melihat saudarinya masuk dan duduk di kursinya tidak berkomentar. Ia kembali berkonsentrasi pada lembaran di depannya. Vincent yang duduk di hadapan Claude mengangkat dagunya dan melihat nona besar keluarga Bernard itu melihat ke arah punggung adiknya yang kembali menekuni pekerjaan.

Merasa di pandangi seseorang, Yoana melirik ke arah Vincent. Keduanya saling menatap tajam. Wanita cantik itu menatap sinis ke arah Vincent.

Claude merasakan aura perselisihan itu. Kakak perempuannya itu tidak pernah menyukai Vincent karena menolak ajakannya untuk menikah.

"Bawalah ini." Claude menutup berkas di hadapannya dan memberikannya pada Vincent yang segera mengangguk dan pamit keluar.

Mata Yoana tidak pernah pergi meninggalkan laki-laki itu. Membuat Vincent sangat risih dan ingin cepat-cepat pergi dari sana. Claude merasa kasihan melihat tangan kanannya itu.

"Berhenti memandang sinis ke arahnya, Yoan. Kau membuatnya risih."

Ucapan Claude membuat Yoana mendengus. Saudarinya itu menatapnya cemberut.

"Laki-laki itu sungguh membuatku jengkel," ucap Yoana kesal. Claude terkekeh geli.

"Kurasa kau kesal karena ia pernah menolakmu."

Wajah Yoana makin terlihat kesal mendengar kata-kata adiknya.

"Lagipula kau sudah hampir 32 tahun ,Yoan. Kenapa kau tidak cari pria tampan yang mau menikahimu!" Claude menerima lemparan kotak tisu yang hampir mengenai wajahnya.

"Kau juga sudah 30 tahun, Bodoh! Kenapa kau tidak memikirkan berkeluarga dan membuat pewaris untuk keluarga kita." Yoana memandang sinis adiknya yang masih terkekeh geli.

"Ah, kenapa harus aku yang menikah? Masih ada kau dan Simon," ujar Claude mengelak.

Mendengar nama Simon membuat Yoana teringat akan maksudnya datang ke kantor adiknya.

"Sudah 3 bulan sejak kau menghukumnya, Claude. Apakah kau tidak akan memanggilnya kembali?" tanya Yoana pelan.

Claude menarik napas panjang mengingat adik mereka Simon. Laki-laki 24 tahun yang selalu menimbulkan masalah bagi Claude dan Yoana. Hidupnya selalu diisi dengan bersenang-senang.

"Kudengar dia belajar banyak di pulau itu, Yoan. Hamilton akan terus mengawasinya dan melaporkan pada kita. Kita terlalu memanjakannya selama ini ... sudah saatnya ia belajar untuk membantuku memegang perusahaan."

"Kau benar. Kurasa sedikit menyenangkan mendapatkan libur dari mengurus masalah yang selalu ia buat."

"Masalah terakhir membuatku mulai berpikir untuk membuatnya belajar bertanggung jawab mengurus perusahaan."

Yoana mengangguk, mengingat dengan jelas saat wanita berambut kecoklatan itu datang dan mengatakan Simon yang menyuruhnya datang untuk membicarakan pernikahan. Yoan merasa sangat jijik! Wanita rakus yang bermimpi menikahi adiknya yang masih belum dewasa itu, mungkin wanita itu berpikir bisa menipu keluarga Simon seperti ia menipu adiknya yang bodoh itu.

"Syukurlah dia ketakutan dan lari menghilang tanpa perlu kita untuk bersusah payah ... wanita jalanng yang rakus!" Yoana berdecih marah.

Claude mengangguk. Ia pun mengingat jelas ketika wanita itu memucat ketika ia turun dari lantai dua dan memandanginya dengan kejam. Tidak perlu banyak kata untuk mengusirnya. Wanita itu langsung pergi dan tidak pernah muncul lagi.

N E X T >>>

**********

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!