NovelToon NovelToon

MR. TIAN AND THE CRAZY GIRL

Prolog

"Grey!" seru pria itu sambil menatap gadis yang berlari menuju tangga dengan laptop kerjanya. "Kembali kesini!" ucapnya tegas.

Dengan senyum menantang, gadis itu berbalik di tengah tangga. Ia menjulurkan lidahnya, "Om aja yang kesini, tangkap kalo bisa!" ucapnya, suara ringan namun penuh tantangan. Ia melanjutkan langkahnya, meninggalkan pria tersebut.

Pria itu beranjak dari tempatnya, menuju lantai tiga dengan langkah cepat. "Nantangin nih ceritanya," gumamnya. Ia mencari gadis nakal yang mengambil laptopnya. "Bermain petak umpet kah? Baiklah, saya akan memenuhi keinginan kamu."

Dengan senyum tipis, ia membuka pintu kamarnya dan menatap pintu lemari yang sedikit terbuka.

"Hmmm..." Ia mendekati lemari dengan perlahan. Saat membukanya, terdengar teriakan Grey yang memenuhi ruangan

"AAA, tolong! Ada hantu!"

Grey memejamkan matanya, memeluk laptopnya erat. Pria itu tersenyum puas. "Kena kamu! Sini, kembalikan laptop saya."

Grey menggeleng. "Udah jam 1 pagi, Om. Mama Zela bilang kalau begadang terus nanti sakit. Saya jadi janda, gimana?"

Pria itu menarik laptopnya. "Udah, nggak usah didengar. Sini laptopnya, saya mau kerja."

Grey memeluk laptopnya erat. "Tidur, Om!"

"Kamu bisa enggak berhenti manggil 'Om'? Saya suami kamu, masa manggilnya 'Om'?" Grey memutar bola matanya dengan malas.

"Terus, apa? Suamiku, sayangku, cintaku, my love, mine, mas, kakak, atau kakek? 'Om' lebih suka dipanggil yang mana?"

Pria itu memijat pelipisnya. "Salahkan mama, menjodohkanku dengan anak kecil yang masih dalam masa pubertas."

"Ah, sudah terserah kamu deh," katanya, beranjak ke kasur, merebahkan diri, dan memejamkan matanya.

Sedangkan Grey, yang duduk di lemari, dibuat bingung dengan kepasrahan suaminya. "Tumben ngalah," ucapnya, ia bangkit dari lemari dan ikut tidur di samping Tian.

Grey merapatkan tubuhnya dengan tubuh Tian. Ia memeluk Tian dengan erat, sehingga pria itu kesulitan bernafas.

"Grey, tolong, lepas! Kamu meluknya kuat banget!" ucap Tian sambil menepuk punggung Grey.

"Kalau tidak dipeluk kuat, nanti Om kabur lagi buat kerja," ucap Grey, membenamkan wajahnya di bahu Tian

"Enggak akan kabur, tolong lepas dan menjauh dari saya," ucap Tian, merasa stres tidak tertolong.

Pernikahan mereka sudah berjalan selama tujuh bulan. Tian sibuk bekerja, sedangkan Grey sibuk keluyuran, melakukan banyak hal seperti balapan dan jalan-jalan.

Awalnya, Grey menolak keras perjodohan ini, tetapi berkat ancaman bundanya, Aresa, ia akhirnya nurut.

Keesokan harinya, Tian membuka matanya perlahan. Cahaya matahari memancar dari jendela menerangi kamar. Ia merasa tangannya kebas dan berat. Saat menoleh kesamping, ia melihat Grey tertidur pulas dengan air liur mengalir di lengannya.

"Beruntung atau buntung, saya juga enggak tau," ucap Tian tersenyum. "Sekarang saya cuma perlu jalanin seperti yang dibilang mama. "

Tian tidak bisa menahan senyumannya melihat wajah polos Grey. "Kalo lagi tidur, kamu imut. Tapi kalo udah bangun, bikin stress doang kerjaannya."

"Hei, bangun!" ucap Tian sambil menepuk pipi Grey.

"Ngghhh, 5 menit lagi," jawab Grey.

Tian menarik napas, kemudian berkata, "Grey, bangun! Sudah jam 7.25, lima menit lagi kamu masuk kelas!"

Benar saja, setelah itu mata Grey terbelalak melihat jam dinding. "Om ih, itu baru jam 06.25, lagipula hari ini kan hari Minggu?" ucapnya dengan kesal sambil menggembungkan pipinya.

"Oh ya? Baru jam 06.25 ternyata, saya kira jam 07.25," kata Tian, menarik tangannya. "Ugh!" ringisnya.

"Mau kemana hari ini?" tanya Tian kepada Grey.

"Enggak tahu," jawab Grey, menarik selimut menutupi kepalanya.

"Selalu gitu," ucap Tian, bangkit dari kasur menuju kamar mandi. Tak lama kemudian, ia sudah mengenakan celana dan baju olahraga.

"Saya mau jogging, mau ikut nggak?" tanya Tian.

Grey melambaikan tangannya. "Yaudah, selamat tidur," ucap Tian sebelum menutup pintu.

Baru saja hendak terlelap, ponselnya berdering, membuat Grey menggeram. "Apa sih, hari Minggu juga diganggu!"

Ia mengambil ponsel dan melihat siapa yang menelepon. "Halo, Greyna--"

"Bisa enggak jangan ganggu gue kalo lagi hari Minggu!" ucap Grey dengan kesal.

"Eh, monyet! lo yang janji kemarin, katanya mau ke pantai, berangkat jam 5 subuh. Mana sekarang udah jam 6, belum datang juga?"

Grey bangkit dari tidurnya. "Kampret, gue lupa!"

"Lupa, lupa jadi pergi kagak?"

"Siapa saja yang ada di sana?" tanya Grey.

"Alka dan aku," jawabnya.

"Lho, Fajar, Erland, dan Gio mana?" tanya Grey.

"Enggak tau, jadi enggak! Kalau enggak, gue mau pergi shopping," ucap Alka dengan sewot.

"Kalian udah siap belum?"

"Bagaimana penampilanku?" tanya Alka.

"Perfect!" jawab Kiera.

"Kita sudah siap!" teriak mereka.

"Lo masih tidurkan?" ucap Alka.

"Enggak, udah bangun," elak Grey.

"Heleh-heleh, boong banget! 20 menit, siap-siap, terus jemput kita!" ucap Kiera.

"Kampret, 20 menit dapat apa? Gue mandi aja satu jam!" protes Grey.

"Enggak perduli, 20 menit lo enggak datang, batal kepantai. Bye!" Alka mematikan panggilannya.

Ternyata, Alka dan Kiera tidak tahu bahwa Grey sudah menikah. Mengapa? Karena Grey belum memberitahu mereka. Grey sendiri belum yakin dengan pernikahannya.

Grey mencari nomor Tian, yang diberi nama 'Tiang Listrik🐺'.

"Halo?" jawab Tian.

"Om, gue baru inget hari ini gue mau liburan ke pantai bareng dua sahabat gue," ucap Grey.

"Hanya bertiga?" tanyanya.

"Iya, bolehkan?" tanya Grey meminta izin.

"Yaudah, pergi aja, hati-hati bawa mobil, " ucap Tian.

"Oke," ucap Grey, mematikan ponselnya. Ia segera pergi mandi dan menyiapkan beberapa baju untuk berenang.

"Outfit gini aja kali ya? " ucap Grey, menatap dirinya di cermin, dengan kaos dan celana hitam.

"Oke, siap!" ucapnya, mengambil ranselnya.

Saat hendak pergi, Tian baru saja pulang.

"Om, pergi dulu ya," pamit Grey.

"Iya, iya pergi sana," ucap Tian, melihat mobil Grey meninggalkan halaman rumahnya.

Dua puluh menit kemudian, Grey tiba di depan rumah sahabatnya. Alka dan Kiera berdiri dengan berkacak pinggang, menatap Grey yang keluar dari mobil.

"Wats up, ges? Maaf telat, macet," ucap Grey sambil cengengesan.

"Jadi, kalian bawa apa aja?" tanya Grey, melihat mereka tidak membawa apa-apa.

Alka menunjuk empat koper di belakang. "Monyet, mau liburan apa pindah rumah? Banyak banget koper lo!" protes Grey, mengangkat koper mereka.

"Ih, orang mau nginep dua hari, gue udah booking villa," jawab Kiera.

Grey mengusap kepalanya, sedikit stres. "Si kampret lo, kok enggak bilang mau nginep mana? Gue bawa baju dikit lagi."

Kiera menepuk bahu Grey. "Bro, bajuku, bajumu, ingat itu!"

Kiera masuk dan duduk di kursi belakang. "Lo yang nyetir, kan?" ucap Alka, duduk di sebelah Grey.

"Bukan, setan yang nyetir! Udah tau gue duduk di kursi pengemudi, masih aja nanya," ucap Grey dengan sebal.

"Cowok-cowoknya ikut juga, kan?" tanya Alka sambil memakai lipstik.

Namun, karena Grey mengerem mendadak, lipstik Alka mencoret wajahnya.

"GREYNA!!" teriak Alka.

"Kok nyalahin gue? Mobil depan tiba-tiba rem mendadak. Mau gue tabrakin sekalian?" jawab Grey.

Tiba-tiba, klakson panjang berbunyi dari mobil sebelahnya. Grey semakin geram karena mobil hitam Fortuner itu sudah mencari masalah sejak tadi.

"Kurang ajar tuh orang!" kesal Grey, mengejar mobil tersebut.

"Grey, enggak usah ngejar kek gini, lo lagi bawa dua nyawa ini. Kalo Kiera sama gue mati, mau ganti pake nyawa lo," kata Alka.

Saat Grey sejajar dengan mobil tersebut, ia menyalakan klakson panjang. Saat kaca mobil terbuka, Grey terkejut melihat tiga lelaki yang tertawa melambaikan tangan.

"Hai Greyna, sayang!" sapa Erland dengan senyum lebarnya.

Liburan

"Berasa lagi triple date, nggak sih?" bisik Alka kepada Grey yang sibuk memasukkan makanan ke mulutnya.

Mereka sudah tiba 30 menit yang lalu dan sedang mengisi tenaga untuk mencoba semua wahana yang tersedia di pantai. Erland dan Fajar sesekali menatap Grey, namun dia tetap fokus pada makanannya.

"Udangnya enak banget," ucap Grey, menambah nasi.

Kiera memijat pelipisnya, berpikir, "Orang ini enggak malu sama siapa pun. Bahkan ketika dilirik oleh ketua OSIS dan basket enggak membuatnya bergeming sedikitpun."

"Kenyang, gue! Euggg..." ucap Grey, sambil memegang perutnya dan sendawa.

"Ngeri banget, nih anak kalau makan. Porsi buat lima orang bisa habis buat dia sendiri," kata Alka.

"Kaya baru pertama liat dia makan banyak, lo. Kan, emang gitu," tambah Kiera.

"Berisik, lo! Gue mau tidur, bye," ucap Grey, meninggalkan mereka.

"Wah, nggak sopan abis ditraktir, enggak bilang makasih lagi," kata Alka.

Grey hanya membalas dengan jari tengah. Lagi pula, yang bayar Erland, bukan dirinya.

Erland kembali dan tidak menemukan keberadaan Grey. "Lho, Grey mana?" tanyanya.

"Kekamar, katanya mau tidur," jawab Gio.

"Fajar, mana Fajar?" tanya Erland.

"Noh, disana, lagi nikmatin lagu DJ favoritnya," sahut Kiera, menunjuk ke salah satu rumah pantai.

Pada akhirnya, hanya Alka, Kiera, Erland, dan Gio yang menikmati seluruh wahana, seperti banana boat, seluncuran air, dan berselancar. Bagi Alka dan Kiera, yang paling menyenangkan adalah melihat "roti sobek" berjalan.

"Mmm, sixpack ada delapan!" kata Alka, menggigit boneka beruangnya.

"Ah, itu sebelah sana, tipe gue banget!" seru Kiera, memukul bahu Alka.

"Aa, lo bisa nggak sih? Kalo senang, jangan mukul-mukul mulu, sakit tau!" kata Alka, mengelus bahunya.

"Ya, maaf," kata Kiera, menerima kelapa dari Fajar.

"Terima kasih."

"Punya gue mana, woi?" protes Alka.

"Beli sendiri sana!" Alka mendengus, pergi ke penjual kelapa.

"Mas, kelapanya satu," kata Kiera, menyodorkan uangnya. Erland menepis uang itu

"Mas, sama punya dia sekalian," kata Erland, menyodorkan uang Rp100.000.

"Kesambet apa lo?" Erland menggeleng. "Enggak ada" jawabnya.

Sore hari, Grey terbangun. "Kampret, keterusan tidur," katanya pada dirinya sendiri. Ia malas keluar karena bisa juga melihat pemandangan pantai yang indah dari dalam kamar.

"Padahal awalnya mau main, malah tidur gara-gara kekenyangan," gumam Grey sambil melihat ponselnya. Beberapa pesan masuk dari Tian.

- Udah sampai mana?

- Udah sampai belum?

- Lagi apa?

- Pemandangannya bagus enggak?

"Aktif banget nih orang ngirim pesan. Jangan-jangan dia udah mulai suka sama gue lagi," ucap Grey, merinding.

Di tempat lain, sahabat Tian berkata, "Tumben lo ngajak kita bertiga kepantai."

"Biasa, habis liat Cely jalan sama cowo lain," timpal Raymon.

"Move on, bro. Masih banyak wanita di dunia ini, enggak cuma satu," tambah Paul.

Tian memakai kacamata, menutup matanya, dan menggelengkan kepala. "Tch, kalian bikin pusing!"

Malam hari, seluruh penghuni pantai bersorak sambil bertepuk tangan ke arah panggung. Tian menghela nafas untuk kesekian kalinya.

"Berhentilah menghela nafas seolah-olah dunia akan runtuh besok!" omel Paul yang duduk di sebelah Tian. Jeri dan Raymon sudah bergabung dengan para gadis berdansa bersama.

"Aku mau cari udara segar dulu," ucap Tian, lalu bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah pantai.

Saat berjalan-jalan di tepi pantai, Tian melihat seorang gadis berjalan ke tengah laut. "Apakah itu percobaan bunuh diri?" ucapnya, sambil menggaruk tengkuknya.

"Hei, kamu! Apa yang kamu lakukan?" teriak Tian, berlari ke tengah laut dan mencegah gadis itu dengan memeluknya.

Gadis itu memberontak. "Lepas! Siapa lo? Gue udah punya suami jangan macam-macam!" ucap gadis itu.

"Saya hanya mencoba menyelamatkan kamu," jawab Tian, melepas pelukannya.

Gadis itu berbalik, hendak melayangkan pukulan. Tian dengan cepat menghindarinya. Baru saat itu ia tersadar bahwa gadis di depannya adalah istrinya sendiri orang yang ia cari sejak pertama kali datang kepantai.

"Greyna, apa yang kamu lakukan malam-malam ke tengah laut?" tanyanya, memegang wajah Grey.

"Benar ini kamu? Saya kira hantu tadi," kata Tian, Grey menatap datar. Lalu, ia menggigit tangan Tian. "Au, sakit!" ringis Tian.

"Om, ngapain disini?" tambahnya.

"Saya liburan," ucap Tian dengan gugup.

"Kok pas banget liburannya di tempat yang sama?" tanya Grey, heran.

"Mana saya tahu," jawab Tian, membuang muka.

Tian menatap Grey dengan khawatir. "Kamu ngapain malam-malam di tengah laut? Mau bunuh diri?"

Grey menaikkan alisnya. "Mulut Om dijaga, ya. Saya hanya berenang."

"Tapi mana ada orang berenang malam-malam gini?" Tian mengendong Grey.

"Ehh, lepas ih!" Grey berusaha melepaskan diri.

"Enggak mau, dimana kamar kamu? Nomor berapa?" tanya Tian.

Grey menelan ludahnya. "Om mau ngapain?" katanya dengan takut.

"Mau bikin Tian Junior, kenapa kok takut?" Tian bertanya sambil berjalan keluar dari laut.

"Om, ini namanya pelecehan, lho," kata Grey.

"Pelecehan? Enggak dong, kita udah halal kok," jawab Tian dengan tenang.

Tian berjalan menuju rumah penginapan bersama Grey.

"Kamar kamu nomor berapa?" tanyanya.

"Nomor 67."

Tian mencari nomor kamar tersebut

"Password?" tanya Tian.

"258492."

Setelah memasukkan password, pintu terbuka, memperlihatkan kamar Grey.

"Kok tidur sendiri, enggak bertiga aja?" tanya Tian.

"Enggak mau sempit, turunin saya, Om," pinta Grey.

Tian menurunkan Grey dengan perlahan.

"Mandi sana, bersihin badan kamu," omel Tian.

"Ya, ya. om gimana?"

"Ya, balik ke penginapan saya. Lagi pula, udah basah semua."

Tian meninggalkan kamar Grey tanpa sepatah katapun. Grey mengedipkan mata beberapa kali, mencoba mencerna kelakuan Tian.

"Udah gitu aja?" tanya Grey dengan heran.

Setelah liburan selama dua hari, Tian dan Grey kembali ke rumah. Saat di dalam mobil, Grey meminta digendong.

"Ommm, gendong!" rengeknya. Tian memutar bola matanya,

"Kamu punya kaki, tapi minta digendong? Copot aja kaki kamu!" Grey melotot,

"Lepas apa? Emang boneka bisa bongkar pasang?"

Meskipun Tian mengomel, dia tetap mengendong Grey. Grey tersenyum senang melihat sifat suaminya yang selalu menuruti keinginannya.

"Om, besok kerja?" tanya Grey.

Tian mengangguk sambil berjalan menuju tangga. "Kamu juga besok sekolah, kan?"

Grey menghela napas. "Masih pengen liburan, sih."

Tian bertanya, "Makalah kamu bagaimana?

Grey menggeleng. "Dikit lagi."

Tian menambahkan, "Besok saya ke China untuk urusan bisnis. Mau nitip sesuatu?"

"Apa, China?" ucap Grey terkejut.

"Om mau nyewa lonte ya? Disana cewenya cantik semua, nggak heran sih," tambahnya.

Tian memutar bola matanya malas. "Ngomong apa kamu? Saya ada kerjaan."

"Alasan!" kata Grey, Tian menurunkan Grey di sofa dan duduk di sebelahnya.

"Beneran, makanya saya kasih tahu kamu sekarang biar kamu besok tidak bingung mencari saya," ucap Tian.

"Ihh, aku mau cowok China dua!" ucap Grey dengan dua jarinya.

"Apaan, serakah banget kamu" ucap Tian.

"Biarin, Wleee!" kata Grey.

Kerja Kelompok

Jam 04.30, bel sekolah berbunyi. Siswa-siswi berbondong-bondong meninggalkan sekolah, termasuk Grey, Alka, dan Kiera.

Saat Grey hendak menghidupkan mesin motor, seseorang memanggil.

"Greyy!" teriak Fajar.

Grey menoleh. "Kenapa, Jar?"

"Boleh nebeng nggak?" tanya Fajar.

Alka mengangkat alis. "Motor lo?"

"Tadi pas berangkat, bannya bocor. Sekarang lagi di bengkel," jelas Fajar.

"Yaudah, gue ayo-ayo aja, tapi lo yang bawa motor," jawab Grey.

Fajar tersenyum lebar, menatap Erland yang mengintip dari balik pohon. Dalam hatinya, dia bergumam, "Hahaha, gue bilang apa udah pasti dibolehin."

Erland mengumpat dari kejauhan, "Fajar kampret!"

Fajar mengemudikan motor Grey. "Kalian mau kemana?"

"Mau selesaiin makalah," jawab Grey.

Fajar mengangguk. Tak lama, mereka tiba di rumah Fajar.

"Mau mampir nggak?" tanya Fajar.

"Ngga, kita dikejar waktu," jawab Grey.

"Oke, thanks ya!" Mereka bertiga berpamitan.

Fajar kegirangan, melompat-lompat sambil berseru, "Yes, yes, yes!" Dia berjalan santai memasuki rumahnya.

1 jam 30 menit kemudian....

Saat mereka tiba di cafe, pemandangan kota yang menakjubkan terbentang di hadapan mereka. Pegunungan hijau membentang luas, dengan puncak-puncak yang tertutup kabut tipis. Langit senja berwarna oranye keemasan, dengan sinar matahari terbenam yang memancarkan cahaya hangat.

Lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti bintang, menciptakan efek magis yang tak terlupakan. Udara segar dan sejuk memanjakan mereka, membuat lelahnya hilang seketika. Suara burung bernyanyi dan aroma kopi segar menambah kesempurnaan suasana.

Grey bangkit dari kursinya. "Pesennya apa?" tanyanya kepada Alka dan Kiera.

Alka dan Kiera saling menatap. "Cappuccino saja," jawab Alka.

Grey kemudian menatap Kiera. "Kamu?"

"Creamy latte," jawab Kiera dengan senyum.

Grey mengangguk dan memesan minuman mereka.

Malam hari itu terasa berbeda. Alka menatap Grey dengan rasa penasaran. "Enggak pulang, Rey?" tanyanya, mengingat biasanya Grey sudah berangkat pulang sebelum jam 9 malam.

Grey hanya menggeleng, matanya tetap fokus pada musik yang mengalun dari speaker. Kiera memiringkan kepalanya, mencoba membaca ekspresi Grey.

"Mama Zena enggak marah?" tanyanya dengan nada penasaran. Sebenernya bukan Zena yang marah tetapi Sebastian alias suami Grey.

Grey kembali menggeleng, tidak memberikan jawaban yang jelas. Alka dan Kiera saling menatap, kemudian berbisik.

"Pasti keluar kota, makanya dia bisa santai," kata Alka. Kiera mengangguk setuju.

Ponsel Grey bergetar. Dengan cepat, dia menjawab, "Halo."

"Hmm, lagi apa?" tanya Tian.

"Lagi kerjain makalah," jawab Grey.

"Dimana? Saya lihat CCTV rumah sepi," tanya Tian.

"Dicafe, bareng Alka dan Kiera," jawab Grey.

"Kamu sudah makan?" tanya Tian.

"Belum," jawab Grey.

"Ka, Ra, gue ke toilet bentar," pamit Grey sebelum meninggalkan Alka dan Kiera.

Grey menjauhkan diri dari Alka dan Kiera, penasaran dengan panggilan dari Tian. "Om, lagi apa?" tanyanya.

"Lagi rebahan," jawab Tian santai.

Grey menyipitkan matanya, curiga. "Sama cewe, ya?"

Tian tersenyum. "Iya, cewenya itu Xander Puas, kamu?" Xander adalah sekertaris Tian.

Grey mencibir. "Ihh, Om mencurigakan! Mana, ganti jadi video call!"

Tian memutar bola matanya, lalu mengalihkan panggilan ke video call. Grey melihat Tian sedang bersandar di kasur dengan rambut setengah kering.

"Habis mandi, Om?" tanya Grey.

"Iya, saya baru pulang. Kamu di mana itu?" jawab Tian.

"Di Cafe."

"Jam 08.57 sudah, kenapa belum pulang?" tanya Tian, penasaran.

"Belum selesai, Om. Dikit lagi," jawab Grey.

"Awas, bohong! Pulang-pulang, saya kasih hadiah," kata Tian.

"2 cowok China?" tanya Grey, tersenyum tipis.

Tian menggeleng. "Saya mau bikin Tian Junior!"

Mata Grey melotot, bulu kuduknya merinding. Dia tidak percaya apa yang Tian katakan.

"Iya, udah dulu, saya mau lanjut ngerjain tugas," ucap Grey sebelum mematikan video call.

Tian berteriak, "Eee, tunggu bentar! Jam 10, saya nggak liat kamu dirumah, awas aja!"

Grey mengangguk singkat. "Iya, udah ya, Om. Bye!"

Setelah mematikan video call, Grey kembali ke kursinya. Dia melihat Erland, Fajar, dan Gio bercanda dengan Alka dan Kiera.

"Ini tiga manusia ada dimana-mana, sempit banget dunia," keluh Grey sambil memijat pelipisnya.

Fajar menyapa, "Hai Grey!"

Grey hanya menjawab dengan mengangkat alis. Dia menyesap kopi amerikano miliknya, mencoba menghilangkan kecemasan setelah percakapan dengan Tian.

Grey memandang jam tangan, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dia berpikir untuk segera pulang, namun Erland bertanya, "Em Grey, lo pulang jam berapa?"

"Selesai ini, gue pulang," jawab Grey singkat.

Alka dan Kiera saling menatap, penasaran dengan jawaban Grey. Erland hanya mengangguk.

Tiba-tiba, suara teriakan memecah kesunyian. "Fajar!!!" Seorang wanita berlari ke arah Fajar, wajahnya merah padam.

"Serius, lo enggak pernah balas chat gue? Kenapa sih?" tanya wanita itu dengan nada kesal.

Fajar bangkit dari kursinya, berdiri menghadap wanita itu. "Tenang, Andrea. Ini enggak sama seperti yang kamu pikir."

Andrea menatap Alka, Grey, dan Kiera bergantian. "Oh, jangan-jangan kalian selingkuhannya!"

Andrea menatap juga menatap kedua sahabat Fajar yaitu Erland dan Gio menggaruk tengkuknya, tidak ingin terlibat. Fajar mencoba menenangkan Andrea, "Ayo, pergi!"

Namun Andrea melawan. "Enggak! Lo ya cewe gatel, enggak tau malu!" Suara Andrea semakin keras, menarik perhatian orang-orang di sekitar.

Setelah Andrea dan Fajar pergi, suasana kembali tenang. Gio menatap Erland dengan rasa penasaran. "Land, jadi balapan nggak malam ini?"

Erland tersenyum. "Ayo-ayo aja gue, yang penting uangnya setimpal."

Gio mengangguk. "Soal uang aman, tenang aja."

Alka dan Kiera saling menatap, mata mereka berbinar dengan rasa ingin tahu. "K-kita boleh ikut nonton nggak?" tanya Alka.

Gio menoleh ke mereka. "Kalo ada polisi, urusan masing-masing lho. Kita enggak tanggung jawab."

Alka menggaruk kepala. "Yeahh, padahal pengen nonton gue."

Kiera memutar bola matanya. "Lo mau bikin mulut bonyok lo berbusa gara-gara ngomel, hm?"

Alka tersenyum. "Enggak sih."

Jam dinding menunjukkan pukul 09.45. Grey terburu-buru. "Eh, ges gue pulang duluan ya," katanya kepada teman-temannya.

"Udah selesai juga kan makalahnya" ucap Grey.

Dalam hati, Grey berpikir, "Bisa mati gue kalo enggak pulang sekarang."

Gio melanjutkan, "Buru-buru banget Grey."

Grey mengangguk. "Iya, duluan ya." Dia memakai jaket kulitnya dengan cepat.

"Iya, hati-hati, Rey!" seru teman-temannya.

Sebelum berangkat, Grey menelpon Tian. "Halo, Om."

"Ya?" jawab Tian.

" Ini saya udah mau pulang, tapi paling nyampe jam 11 soalnya satu jam lebih buat sampai sini," jelas Grey.

Tian menghela napas. "Astagfirullah, kamu ngapain jauh banget perginya?"

Grey santai. "Ah, bodo amat. Pokoknya saya udah mau pulang. Udah dulu, ya, Om. Nanti saya kabarin lagi kalo udah sampai."

Tian menasihati, "Hati-hati bawa motornya, jangan ngebut."

"Iya," jawab Grey singkat sebelum mematikan panggilan.

Dia menaruh hpnya dan menghidupkan mesin motor. Jalan yang dilaluinya gelap dan sepi, hanya diterangi lampu motor. Bulu kuduk Grey merinding.

"Sial, tau gini tadi gue bawa mobil," katanya kepada dirinya sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!